Anda di halaman 1dari 22

STUDI EPIDEMIOLOGI PAPARAN RADIASI

DISUSUN OLEH :
RUTH THERESIA (10011181722017)
ALVANIA AFIFAH DESVI IMANDA (10011281722039)
YASMIN AL HAKIM (10011381722125)

DOSEN PENGAMPUH :
Dr. RICO JANUAR SITORUS, S.KM., M.Kes (Epid)

PEMINATAN EPIDEMIOLOGI
JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2020
BAB I

PENDAHULUAN

I. Latar Belakang
Paparan radiasi terhadap kesehatan tubuh dapat terjadi pada berbagai aktivitas
manusia antara lain kegiatan di bidang siklus bahan bakar nuklir, penggunaan sumber
radioaktif di kedokteran, penelitian, pertanian dan industri. Gangguan kesehatan
secara eksternal dan internal dapat terjadi akibat paparan radiasi dosis rendah.
Paparan radiasi yang terjadi dengan adanya jarak antara sumber terhadap individu
terpapar merupakan paparan radiasi ekternal. Sedangkan paparan radiasi internal
terjadi apabila tidak terdapat jarak antara sumber radiasi dengan individu terpapar,
istilah ini disebut sebagai kontaminasi. Perbedaan karakteristik dari kedua jenis
paparan harus dipertimbangan ketika memperkirakan kemungkinan terjadinya efek
pada tubuh dari pola irradiasi yang berbeda. Dengan terdepositnya sebuah
radionuklida dalam tubuh, dosis radiasi yang mengenai berbagai organ dan jaringan
tubuh terus terakumulasi sampai radionuklida tersebut dieliminasi dengan proses fisik
atau biologi. Paparan radiasi pada organ tubuh secara bertahap akan mengalami
perubahan laju dosis dengan bertambahnya waktu. Selain itu irradiasi dari
radionuklida ini umumnya terjadi secara tidak merata pada organ dan jaringan target
dan sekitarnya.
Tingkat kerusakan akibat paparan radiasi pada kesehatan tubuh sangat ditentukan
oleh jenis atau kualitas radiasi. Kualitas radiasi ditentukan oleh daya tembus dan
tingkat ionisasi yang berbeda pada materi biologi. Kisaran lintasan partikel alfa (4 – 7
MeV) di udara sekitar 1 – 10 cm dengan massa besar dan bermuatan positif, sehingga
hanya dapat menembus jaringan tubuh tidak lebih dari 0,1 mm namun tidak dapat
menembus lapisan sel basal kulit sehat. Partikel beta (0 – 7 MeV) dapat menembus
lapisan kulit lebih dalam dan jaringan kutaneus karena memiliki kemampuan melintas
di udara sampai sekitar 10 m dan pada jaringan sampai 2 cm. Sedangkan lintasan
udara mencapai 100 m dan pada jaringan tubuh sampai 30 cm dimiliki oleh sinar X (0
– 10 MeV) dan sinar γ (0 – 5 MeV).
A. Jenis Bahan Paparan
1. Radiasi Ionisasi
a. Radiasi Alfa (Alpha Radiation)
Radiasi Alfa merupakan inti atom Helium yang bergerak dengan
energi tertentu. Partikel alfa memiliki ukuran partikel yang besar (jika
dibandingkan dengan jenis radiasi partikel lainnya) dan membawa 2
muatan positif. Radiasi alfa mempunyai daya ionisasi partikel yang paling
besar dibanding radiasi lain, namun jarak jangkauannya sangat pendek,
hanya beberapa milimeter di udara bergantung tingkat energinya. Partikel
alfa mempunyai kecepatan 1/100 hingga 1/10 kecepatan cahaya,
bergantung pada energinya.
Meski Radiasi Alfa hanya memiliki daya tembus yang rendah, ketika
sumber radiasi alfa masuk ke dalam tubuh dapat memberikan efek yang
cukup parah jika dibandingkan dengan jenis radiasi yang lain. Hal ini
dikarenakan energi Radiasi Alfa yang terserap cukup besar pada jarak
yang sangat pendek dan mengakibatkan kerusakan pada bagian tubuh
yang lebih parah jika dibandingkan dengan jenis radiasi lainnya. Sebagai
contoh, Alexander Litvinenko adalah salah satu korban peracunan radiasi
(radiation poisoning) menggunakan Radiasi Alfa. Pelaku mencampur
sumber pemancar alfa, Polonium-210, ke dalam tehnya.
b. Radiasi Beta (Beta Radiation)
Radiasi Beta memiliki 2 bentuk yakni radiasi partikel elektron (β−)
dan radiasi partikel positron (β+) yang bebas bergerak dengan kecepatan
relativistik. Partikel tersebut dapat dikatakan sebagai partikel beta. Partikel
Beta memiliki energi yang tinggi, memiliki kecepatan yang sangat tinggi
pada elektron atau positron yang merupakan fragmen hasil interaksi fisi
atau hasil peluruhan beberapa nuclei seperti Kalium-40.
Radiasi beta mempunyai daya ionisasi di udara 100 kali lebih kecil
dari partikel alfa, tapi daya tembusnya lebih tinggi, hingga beberapa
sentimeter di udara. Partikel beta mempunyai kecepatan berkisar antara
1/100 hingga 99/100 kecepatan cahaya, bergantung energinya.
c. Radiasi Neutron (Neutron Radiation)
Radiasi Neutron merupakan partikel neutron bebas yang bergerak
dengan energi tertentu. Umumnya partikel Neutron merupakan hasil dari
reaksi nuklir fisi (spontan atau diinduksi) atau peluruhan material
radioaktif tertentu . Radiasi Neutron dapat bergerak hingga ratusan atau
bahkan ribuan meter di udara, meskipun demikian, neutron dapat secara
efektif dihentikan oleh material yang memiliki kandungan Hidrogen yang
tinggi seperti beton atau air. Energi neutron dapat bervariasi dari
kecepatan tinggi hingga kecepatan rendah. Neutron dengan kecepatan
tinggi disebut neutron cepat (fast neutron) dan neutron dengan kecepatan
rendah disebut neutron termal (thermal neutron).
Secara umum, neutron tidak dapat secara langsung mengionisasi atom
dikarenakan bermuatan netral. Namun neutron dapat mengionisasi
material secara tidak langsung. Hal ini dapat terjadi ketika neutron
terserap oleh atom yang stabil, ini akan mengakibatkan atom tersebut
menjadi tidak stabil dan memiliki kecenderungan untuk memancarkan
radiasi pengion. Dapat dikatakan, neutron merupakan satu-satunya jenis
radiasi yang dapat mengubah material yang dilaluinya menjadi material
radioaktif.
d. Radiasi Foton (Photon Radiation)
Pada Radiasi Pengion, Radiasi Foton dapat dibagi menjadi 2 yakni
Radiasi Gamma dan Radiasi X-Ray. Radiasi X-Ray mirip dengan Radiasi
Gamma dengan perbedaan utama adalah Radiasi X-Ray berasal ketika
elektron dengan level energi yang tinggi berpindah ke level energi yang
lebih rendah. Ini mengakibatkan energi berlebih yang dimiliki oleh
elektron tersebut dipancarkan. X-Ray umumnya memiliki panjang
gelombang yang lebih panjang dan energi yang lebih rendah jika
dibandingkan dengan Radiasi Gamma. Penggunaan X-Ray ini biasa
ditemukan dalam bidang kedokteran yang memungkinkan dokter untuk
menemukan tulang rusak dan untuk menemukan kanker yang mungkin
tumbuh dalam tubuh.
Radiasi Gamma merupakan Radiasi Elektromagnetik (tidak memiliki
massa dan tidak memiliki muatan) dengan energi yang sangat tinggi.
Radiasi Gamma memiliki energi foton yang sangat tinggi dengan panjang
gelombang yang sangat pendek dan frekuensi yang sangat tinggi. Radiasi
Gamma memiliki energi yang tinggi dan memiliki daya tembus yang
paling besar (jika dibandingkan dengan radiasi alfa dan beta). Radiasi
gamma menyertai peluruhan alfa dan beta, tidak pernah berdiri sendiri.
Radiasi Gamma berada di sekitar kita, sebagai contoh pada Pisang
terdapat Kalium-40 dengan umur paruh mencapai 1.251×109 tahun.
Radiasi Gamma dipancarkan dari nuclei yang tidak stabil ketika proses
transisi dari high energy state ke lower energy state. Umumnya, proses ini
juga memancarkan radiasi bentuk lainnya seperti Radiasi Alfa atau
Radiasi Beta.
2. Radiasi Non-Ionisasi
a. Radiasi Neutron
Radiasi Neutron adalah jenis radiasi non-ion yang terdiri dari neutron
bebas. Neutron ini bisa mengeluarkan selama baik spontan atau induksi
fisi nuklir, proses fusi nuklir, atau dari reaksi nuklir lainnya. Ia tidak
mengionisasi atom dengan cara yang sama bahwa partikel bermuatan
seperti proton dan elektron tidak (menarik elektron), karena neutron tidak
memiliki muatan. Namun, neutron mudah bereaksi dengan inti atom dari
berbagai elemen, membuat isotop yang tidak stabil dan karena itu
mendorong radioaktivitas dalam materi yang sebelumnya non-radioaktif.
Proses ini dikenal sebagai aktivasi neutron.
b. Radiasi Elektromagnetik
Radiasi elektromagnetik mengambil bentuk gelombang yang
menyebar dalam udara kosong atau dalam materi. Radiasi EM memiliki
komponen medan listrik dan magnetik yang berosilasi pada fase saling
tegak lurus dan ke arah propagasi energi. Radiasi elektromagnetik
diklasifikasikan ke dalam jenis menurut frekuensi gelombang, jenis ini
termasuk (dalam rangka peningkatan frekuensi): gelombang radio,
gelombang mikro, radiasi terahertz, radiasi inframerah, cahaya yang
terlihat, radiasi ultraviolet, sinar-X dan sinar gamma. Dari jumlah tersebut,
gelombang radio memiliki panjang gelombang terpanjang dan sinar
gamma memiliki terpendek. Penggunaan radiasi elektromagnetik ini dapat
ditemukan dalam semua sistem komunikasi modern.
c. Cahaya
Cahaya adalah radiasi elektromagnetik dari panjang gelombang yang
terlihat oleh mata manusia (sekitar 400-700 nm), atau sampai 380-750 nm.
Lebih luas lagi, fisikawan menganggap cahaya sebagai radiasi
elektromagnetik dari semua panjang gelombang, baik yang terlihat
maupun tidak.
d. Radiasi Termal
Radiasi termal adalah proses dimana permukaan benda memancarkan
energi panas dalam bentuk gelombang elektromagnetik. Radiasi infra
merah dari radiator rumah tangga biasa atau pemanas listrik adalah contoh
radiasi termal, seperti panas dan cahaya yang dikeluarkan oleh sebuah
bola lampu pijar bercahaya. Radiasi termal dihasilkan ketika panas dari
pergerakan partikel bermuatan dalam atom diubah menjadi radiasi
elektromagnetik.

B. Dampak Kesehatan
Bila radiasi mengenai tubuh manusia, maka ada 2 kemungkinan yang dapat
terjadi, berinteraksi dengan tubuh manusia atau hanya melewati saja. Jika
berinterakasi, radiasi dapat mengionisasi atau dapat pula mengeksitasi atom.
Setiap terjadi proses ionisasi atau eksitasi, radiasi akan kehilangan sebagai
energinya.
Energi radiasi yang hilang akan menyebabkan peningkatan temperatur
“panas” pada bahan “atom” yang berinteraksi dengan radiasi tersebut. Dengan
kata lain, semua energi radiasi yang terserap di jaringan biologis akan muncul
sebagai panas melalui peningkatan vibrasi “getaran” atom dan struktur molekul.
Ini merupakan awal dari perubahan kimiawi yang kemudian dapat mengakibatkan
efek biologis yang merugikan.
Efek radiasi dapat berupa deterministik maupun stokastik. Efek deterministik
merupakan efek yang dapat terjadi pada suatu organ atau jaringan tubuh tertentu
yang menerima radiasi dengan dosis tinggi, sementara efek stokastik merupakan
efek akibat penerimaan radiasi dosis rendah di seluruh tubuh yang baru diderita
oleh orang yang menerima dosis setelah selang waktu tertentu, atau oleh
turunannya (Hiswara, 2015).
Paparan radiasi pada tubuh manusia dapat mengionisasi molekul atau sel dan
efek pada tubuh manusia akibat terpapar radiasi bergantung pada dosis radiasi
yang diterima. Menurut Badan peneliti radiasi PBB (UNSCEAR), rata-rata dosis
efektif radiasi per tahun yang diterima manusia dari alam adalah 2,4 mSv, terdiri
dari radiasi kosmik (0,4 mSv), gamma (0,5 mSv), radon (1,2 mSv) dan radiasi
internal (0,3 mSv). Pada paparan akut dengan dosis tinggi, efek radiasi dapat
menyebabkan kematian sel, gangguan fungsi jaringan dan organ tubuh, bahkan
kematian, hal ini disebut dengan efek deterministik. Radiasi juga menyebabkan
terbentuknya sel baru yang tidak normal dan berpotensi kanker pada individu
yang terpapar atau penyakit yang diturunkan pada keturunan, hal ini disebut
dengan efek stokastik. Badan energi nuklir dunia (IAEA) menggolongkan radiasi
sebagai zat karsinogenik, artinya radiasi pada dosis serendah berapa pun yang
diterima manusia akan menyebabkan efek terhadap sel dan jaringan yang
berpotensi kanker. Target organ paparan gas radon adalah sel epitel paru,
sehingga dampak kesehatan akibat paparan gas radon adalah kanker paru. Namun
tubuh manusia memiliki kemampuan mentoleransi paparan radiasi dan
radioaktivitas yang ada di alam.

C. Tindakan Pencegahan
1. Jaga jarak dari sumber radiasi
Semakin Anda dekat dengan sumber radiasi, maka paparan radiasi yang
dapat Anda terima semakin besar. Sebaliknya, jika jarak Anda semakin jauh
dari sumber radiasi, maka radiasi yang Anda terima jauh lebih sedikit.
2. Mengurangi durasi terhadap paparan radiasi
Sama seperti jarak, waktu Anda yang semakin lama saat terpapar radiasi,
memungkinkan tubuh Anda menyerap radiasi yang lebih banyak. Sehingga,
waktu Anda terpapar radiasi harus dibatasi seminimal mungkin.

3. Mengurangi kesempatan ion radiasi untuk bergabung ke dalam tubuh


Hal ini dapat dilakukan dengan cara mengonsumsi kalium iodida (KI)
segera setelah terpapar radiasi. Kalium iodida ini dapat membantu melindungi
tiroid dari radiasi. Radiasi berdampak langsung pada kelenjar tiroid, sehingga
merusak kemampuan kelenjar tiroid untuk memproduksi iodium, di mana
iodium sebagai zat yang sangat dibutuhkan untuk membentuk DNA yang
sehat, fungsi kekebalan tubuh, metabolisme, keseimbangan hormon, serta
kesehatan jantung. Sehingga, konsumsi kalium iodida dapat membantu
melawan dampak radioaktif iodium. Kalium iodida mungkin efektif dalam
membantu mengurangi paparan radiasi dengan cara mengurangi akumulasi
dan simpanan racun radioaktif dalam tiroid. Konsumsi kalium iodida juga
dapat mengurangi risiko berkembangnya kanker tiroid.
4. Menggunakan pelindung
Pelindung yang dimaksud di sini adalah menggunakan bahan penyerap
untuk menutupi reaktor atau sumber radiasi lainnya, sehingga pancaran radiasi
ke lingkungan dapat berkurang. Pelindung biologis ini bervariasi
efektivitasnya, tergantung dari materi yang digunakan untuk menghamburkan
dan menyerap radiasi.

D. Penelitian Pendukung
Berdasarkan hasil penelitian mengenai pengaruh paparan radiasi gelombang
elektromagnetik wi-fi 4G terhadap berat epididemis dan morfologi sperma pada
tikus jantan wistar (rattus norvegicus) selama 48 hari, didapat hasil bahwa
paparan radiasi gelombang elektromagnetik wi-fi 4G berpengaruh dalam
menurunkan berat epididimis, terutama pada paparan 24 jam. Paparan radiasi
gelombang elektromagnetik wi-fi 4G berpengaruh dalam menurunkan morfologi
sperma yang paling besar pada paparan 24 jam (Nirmasari, 2018).
Paparan radiasi alam yang tinggi di Kabupaten Mamuju, Sulawesi Barat tidak
mengakibatkan kerusakan pada materi genetik yaitu aberasi kromosom pada sel
limfosit darah tepi penduduk setempat. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa
paparan radiasi alam dengan latar yang relatif tinggi tidak menyebabkan
terjadinya peningkatan kerusakan pada kromosom penduduk setempat. Tingkat
radiasi yang relatif tinggi ini tampaknya dapat menginduksi respon adaptif pada
tubuh penduduk. Hal ini harus dibuktikan dengan studi lanjutan (Zubaidah et al,
2012).
Penelitian sebelumnya telah mengungkapkan bahwa paparan sinar matahari
merupakan salah satu faktor yang dapat menyebabkan kerusakan DNA.15
Penelitian terdahulu juga menemukan hubungan pemulihan DNA oksidatif yang
diinduksi dengan peningkatan kadar 8-OHdG urin. Namun hasil penelitian yang
dilakukan Nanda dkk. pada populasi mahasiswi Pendidikan Dokter Universitas
Andalas di Tahun 2020 menyebutkan bahwa tidak terdapat hubungan antara lama
paparan sinar matahari dengan kadar 8-OHdG urin pada remaja perempuan.
Diperlukan penelitian terhadap faktor-faktor lain yang mempengaruhi kadar 8-
OHdG urin (Nanda et al, 2020).
Penelitian yang dilakukan oleh Darlina dkk. menunjukkan bahwa semakin
besar dosis paparan radiasi maka semakin besar pula nilai parameter kerusakan
DNA dengan uji komet. Pengujian kerusakan DNA sel limfosit akibat paparan
radiasi sinar gamma dengan menggunakan uji komet alkali. Sel limfosit darah
perifer diradiasi dengan dosis radiasi bertingkat. Pada penelitian ini sel limfosit
diperoleh dari sampel darah dua donor pria dengan usia 32 tahun dan 52 tahun,
tidak merokok dan tidak terpapar radiasi.
Paparan radiasi kosmik dalam penerbangan misi ruang angkasa melibatkan
paparan medan radiasi heterogen yang didominasi oleh pengaruh latar belakang
radiasi LET rendah, dikombinasikan dengan fluens/aliran yang lebih rendah dari
radiasi LET tinggi. Kerusakan kromosom dalam limfosit darah para awak pesawat
angkasa telah menjadi biomarker kerusakan tingkat sel yang diakibatkan oleh
penerimaan paparan radiasi ruang angkasa. Data respon adaptasi radiasi untuk
kelainan kromosom akibat paparan ruang angkasa menunjukkan variabilitas yang
tinggi antar individu. Diantara faktor yang mempengaruhi adalah faktor fisiologi
dan konstitusi genetik. Namun, penelitian dasar perlu terus dikembangkan dan
dipelajari untuk mengkaji relevansi dari efek biologis yang diakibatkan oleh
paparan radiasi kosmik untuk mengkaji risiko kesehatan para kru pesawat dan
astronot (Lusiyanti, 2015).

II. Tujuan
a. Tujuan Umum
Untuk mengetahui gambaran investigasi paparan radiasi
b. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui jenis-jenis paparan radiasi
2. Untuk mengetahui dampak paparan radiasi bagi Kesehatan
3. Untuk mengetahui pencegahan paparan radiasi
4. Untuk mengetahui contoh investigasi kasus paparan radiasi

III. Rumusan Masalah


1. Apa sajakah jenis-jenis paparan radiasi?
2. Apa saja dampak paparan radiasi bagi kesehatan?
3. Bagaimana cara mencegah paparan radiasi?
4. Bagaimana investigasi kasus paparan radiasi?
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Paparan Radiasi adalah penyinaran Radiasi yang diterima oleh manusia atau materi, baik
disengaja atau tidak, yang berasal dari Radiasi interna maupun eksterna. Radiasi adalah pancaran
energi melalui suatu materi atau ruang dalam bentuk panas, partikel atau gelombang
elektromagnetik/cahaya (foton) dari sumber radiasi. Ada beberapa sumber radiasi yang kita kenal
di sekitar kehidupan kita, contohnya adalah televisi, lampu penerangan, alat pemanas makanan
(microwave oven), komputer, dan lain-lain.Radiasi dalam bentuk gelombang elektromagnetik
atau disebut juga dengan foton adalah jenis radiasi yang tidak mempunyai massa dan muatan
listrik. Misalnya adalah gamma dan sinar-X, dan juga termasuk radiasi tampak seperti sinar
lampu, sinar matahari, gelombang microwave, radar dan handphone.
Radiasi dapat didefinisikan sebagai proses dimana energi dilepaskan oleh atom-atom.
Radiasi ini biasanya diklasifikasikan menjadi dua kelompok yakni Radiasi korpuskuler
(corpuscular radiation), adalah suatu pancaran atau aliran dari atom-atom dan atau partikel-
partikel sub-atom, yang mempunyai kemampuan untuk memindahkan energi geraknya atau
energi kinetiknya (kinetic energy) ke bahan-bahan yang mereka tumbuk/bentuk. Radiasi
Elektromagnetis adalah suatu pancaran gelombang (gangguan medan elektris dan magnetis) yang
bisa menyebabkan perubahan struktur dalam atom dari bahan-bahan yang dilaluinya (medium).
Menurut asalnya radiasi dibagi dua kelompok yaitu radiasi alam dan buatan. Radiasi alam
adalah radiasi yang sudah ada sejak terbentuknya alam semesta dan tidak dibuat oleh manusia
seperti uranium, thorium dan radium di lapisan bumi dan matahari serta planet lain yang
memancarkan radiasi kosmik, sedangkan radiasi buatan adalah radiasi yang sengaja dibuat oleh
manusia untuk kepentingan dalam hidupnya seperti 239Pu untuk reaktor nuklir, rontgen (sinar-
X), sumber iradiasi 60Co untuk radioterapi dan industri. Paparan radiasi pengion dapat
menimbulkan kerusakan pada sel yakni asam deoksiribonukleat (DNA) dan kromosom sebagai
sasaran utama paparan radiasi yang dapat mengarah ke sel kanker seperti paru, kulit, dll
(Syaifudin, 2017).
Banyaknya radiasi yang diterima tiap individu secara alami dapat berbeda. Masyarakat
yang tinggal di daerah perkotaan dengan masyarakat yang tinggal di daerah pertambangan akan
menerima radiasi yang berbeda. Begitu juga masyarakat yang tinggal di daerah dataran tinggi
menerima radiasi kosmik yang lebih besar jika dibandingkan dengan di daerah dataran rendah.
Sumber radiasi di lingkungan secara alami dapat berasal dari sinar kosmik (angkasa luar)
dan peluruhan radioaktif di permukaan bumi. Atmosfer bumi dapat mengurangi radiasi kosmik
yang diterima oleh manusia. Tingkat radiasi dari sumber kosmik ini bergantung kepada
ketinggian, yaitu radiasi yang diterima akan semakin besar apabila posisinya semakin tinggi.
Radiasi di permukaan bumi berasal dari zat radioaktif yang sudah ada sejak awal terbentuknya
bumi dan tersimpan di lapisan kerak bumi. Pada saat meluruh, zat radioaktif tersebut
menghasilkan energi atau radiasi berupa partikel alpha dan beta, serta sinar (atau gelombang)
gamma. Gas radon merupakan sumber radiasi alpha yang paling banyak di alam dan terbesar
yang diterima manusia.
Beberapa wilayah di dunia memiliki tingkat radiasi alam yang sangat tinggi, seperti di
daerah Ramsar-Iran, Guarapari-Brasil, Kelahar-India, dan Cina. Di Indonesia juga terdapat
beberapa wilayah yang memiliki besar radiasi alam yang sangat tinggi. Biak, Maluku adalah
daerah dengan konsentrasi Ra226 tertinggi mencapai 7500 Bq/kg (rerata nasional 33 Bq/kg).
Mamuju, Sulawesi Barat merupakan daerah dengan konsentrasi Th232 tertinggi mencapai 3400
Bq/kg (rerata nasional 45 Bq/kg) dan konsentrasi K40 tertinggi mencapai 1500 Bq/kg (rerata
nasional 142 Bq/kg). Laju dosis radiasi gamma lingkungan tertinggi terdapat di Mamuju,
Sulawesi Barat mencapai 10.000 nSv/jam (rerata nasional 56 nSv/jam).
Paparan radiasi pada tubuh dapat menimbulkan kerusakan baik pada tingkat molekuler,
seluler ataupun jaringan/organ. Dosis radiasi harus mencapai tingkat ambang tertentu untuk
dapat menimbulkan kerusakan akut, tetapi tidak sama halnya untuk kerusakan genetik atau
induksi kanker. Secara teori, dosis radiasi sangat rendah sudah cukup untuk menimbulkan
kerusakan, berarti bahwa tidak ada tingkat dosis radiasi yang dapat dinyatakan aman bagi
manusia.
Pada saat yang bersamaan, tidak ada tingkat dosis yang berbahaya secara homogen.
Bahkan pada dosis yang relatif lebih tinggi tidak setiap orang akan mengalami tingkat kerusakan
yang sama karena adanya perbedaan tingkat kemampuan dan ketepatan mekanisme perbaikan
terhadap kerusakan yang timbul akibat radiasi.
Kematian sel terjadi bila tubuh terpajan radiasi dengan dosis relatif tinggi. Bila dalam
waktu yang tidak terlalu lama, tubuh tidak mampu untuk menggantikan sejumlah sel yang
mengalami kematian, maka akan timbul efek akut yang dapat segera diamati secara klinik. Pada
rentang dosis rendah, radiasi dapat menginduksi terjadinya serangkaian perubahan pada tingkat
molekuler dan seluler yang tidak menyebabkan kematian sel tetapi menyebabkan perubahan
pada materi genetik sel sehingga terbentuk sel baru yang bersifat abnormal. Sel seperti ini
berpotensi untuk mengarah pada pembentukan kanker dan/atau kerusakan genetik yang dapat
diwariskan.
Kerusakan yang terjadi dapat diperbaiki tanpa kesalahan sehingga struktur DNA kembali
seperti semula dan tidak menimbulkan perubahan fungsi pada sel. Tetapi dalam kondisi tertentu,
proses perbaikan tidak berjalan sebagaimana mestinya sehingga walaupun kerusakan dapat
diperbaiki tetapi tidak secara tepat atau sempurna sehingga menghasilkan DNA dengan struktur
yang berbeda, yang dikenal dengan mutasi. Kerusakan yang terjadi pada sebuah sel somatic yang
tidak dapat mengalami proses perbaikan secara benar dan tepat maka akan terjadi mutase
somatik. Tetapi bila kerusakan terjadi pada sel telur atau sel sperma, maka akan terjadi mutase
genetik. Sebuah mutasi genetik berpotensi untuk menimbulkan perubahan yang dapat diamati
pada generasi berikutnya.
Mutasi yang terjadi secara alamiah atau spontan pada sel somatik dan germinal masing-
masing memberikan kontribusi pada induksi kanker dan penyakit genetik yang diwariskan (yaitu
penyakit herediter). Pengungkapan adanya efek mutagenik dari radiasi sinar X pertama kali
adalah oleh Muller (1927) yang ditemukan pada lalat buah. Paparan sinar-X meningkatkan
frekuensi mutasi pada kromosom X. Perubahan genetik yang terjadi sangat mudah untuk diamati
seperti perubahan warna mata dan kelainan pada bentuk sayap. Ini adalah titik awal dari studi
tentang adanya efek genetik radiasi.
Selanjutnya diikuti dengan hasil penemuan oleh Stadler (1928) pada gandum dan
penemuan berikutnya oleh jenis radiasi yang berbeda (termasuk ultraviolet) dan organisma lain.
Penemuan tersebut secara konklusif memastikan adanya efek dari radiasi yang menyebabkan
kerusakan materi genetik. Tetapi perhatian serius tentang adanya efek berbahaya pada genetic
akibat paparan radiasi pertama kali timbul setelah ledakan bom atom Hiroshima dan Nagasaki
pada PD II, sekitar 20 tahun kemudian sejak pengungkapan efek mutagenik sinar-X.
Seseorang yang terpajan radiasi akan mempunyai risiko yang lebih tinggi untuk
menderita kanker atau kerusakan genetic dibandingkan dengan orang yang tidak pernah terpajan
radiasi. Besarnya risiko akan meningkat setara dengan besarnya dosis radiasi. Informasi yang ada
sangat terbatas untuk mengkuantifikasi risiko tambahan pada orang yang terpajan dengan dosis
radiasi yang berbeda. Semakin rendah dosis yang diterima, semakin lama waktu yang dibutuhkan
untuk suatu efek timbul, berarti semakin sedikit informasi yang ada.
Studi tentang efek genetik yang disebabkan oleh radiasi jauh lebih sulit dari pada studi
terhadap kanker. Ini antara lain dapat disebabkan karena sangat sedikit informasi yang ada
tentang kerusakan pada materi genetik manusia akibat radiasi, mutasi yang diinduksi radiasi
bersifat resesif sehingga terdapat kemungkinan tidak dapat dideteksi pada/selama beberapa
generasi kemudian, butuh beberapa generasi untuk timbulnya efek tersebut, masa generasi yang
panjang pada manusia, kurangnya data dosimetri, sedikitnya populasi yang diketahui terpajan
radiasi dengan jumlah yang signifikan, dan juga karena efek genetik yang diinduksi radiasi
pengion tidak dapat dibedakan dari penyebab lain. Data korban bom atom di Jepang merupakan
sumber informasi yang paling baik (Alatas, 2006).
BAB III

INVESTIGASI KASUS

Menurut pemetaan radiasi yang dilakukan pada tahun 2013, daerah Kabupaten Mamuju,
Sulawesi barat adalah daerang dengan radiasi alam tertinggi di Indonesia. Masyarakat Mamuju
rentan mengalami radiasi alam melalui ekterna maupun interna seperti pernafasan, makanan,dan
minuman. Radiasi alam tersebut berasal dari radionuklida thorium, radium, dan uranium.
Menimbang fakta tersebut, sebuah studi dilakukan pada tahun 2017 untuk mengetahui status
kesehatan masyarakat Mamuju. Investigasi kasus dapat dilakukan dengan 12 langkah, yaitu :

1. Melakukan persiapan
 Tim terlebih dahulu mengumpulkan data acuan untuk menilai seberapa besar resiko
masyarakat Mamuju. Data dikumpulkan dengan menjalankan pemeriksaan sampel
darah, uji respon adaptif, pemeriksaan gamma
 Tim melakukan pemeriksaan fisik berupa pereriksaan kulit, mata, dan telinga-hidung-
tenggorokan (THT), wawancara kebiasaan hidup masyarakat, dan pemeriksaan darah
secara lengkap sebagai awal studi epidemiologi.
 Menentukan metode studi yaitu prospektif historis, dan pengkajian penyakit yang
muncul

2. Pemastian Diagnosis Etiologis


Pemastian diagnosis etiologis dipastikan dengan melakukan pemeriksaan fisik,
pemeriksaan kelainan pada mukosa dan hygiene rongga mulut, pemeriksaan leher untuk
memeriksa apakah ada pembesaran kelenjar tiroid dan kelenjar getah bening di leher,
pemeriksaan gangguan pernafasan dengan auskultasi paru-paru. Peneliti juga melakukan
pemeriksaan riwayat kesehatan

3. Mengidentifikasi dan menghitung kasus/paparan.


Penduduk Kabupaten Mamuju pada pertengahan tahun 2014 sebanyak 258.984 jiwa,
meningkat menjadi 265.800 jiwa pada 2015. Dengan jumlah tersebut berarti Kabupaten
Mamuju merupakan kabupaten dengan penduduk nomor dua terbesar di Provinsi Sulawesi
Barat setelah Kabupaten Polewali Mandar dengan 422.793 jiwa. Jumlah penduduk
Kabupaten Mamuju pada tahun 2015 adalah 265.800 jiwa yang terdiri atas 135.294 laki-laki
dan 130.506 perempuan. Pada tahun 2016 jumlah penduduknya menjadi 272.258 jiwa. Pada
periode yang sama, diperkirakan terdapat sekitar 59.346 rumah tangga dengan rata-rata
banyaknya anggota rumah tangga sekitar 4,5 orang.
Laju dosis radiasi rata-rata di salah satu desa di Mamuju yaitu Takandeang, Kecamatan
Tapalang sangat tinggi, mencapai 22 kali dari rerata dosis radiasi nasional, bahkan di desa
dekatnya yakni Botteng, Kecamatan Simboro, ditemukan satu lokasi yang mempunyai dosis
radiasi gamma lingkungan sebesar 10.000 nSv/jam yang berarti 200 kali dari rerata nasional
(Tabel 1). Beberapa area di Mamuju memiliki laju dosis tahunan hingga lebih dari 5
mSv/tahun dan diketahui lebih dari 50% dosis ini berasal dari radon. Hasil pengukuran
konsentrasi radon indoor rata-rata (dalam rumah penduduk) di Kecamatan Simboro
menunjukkan sebesar 400 Bq/m3 dan tertinggi mencapai sekitar 734 Bq/m3 . Konsentrasi
ini adalah di atas tingkat referensi radon yang ditetapkan oleh Komisi Internasional untuk
Proteksi Radiasi International Commission on Radiological Protection (ICRP) dan Badan
Tenaga Atom Internasional (International Atomic Energy Agency, IAEA) sebesar 300 Bq/m
4. Mendeskripsikan Kasus
Radiasi adalah pancaran energi yang melalui suatu materi atau ruang, radiasi dapat dalam
bentuk panas, partikel, atau gelombang. Paparan radaisi secara terus menenus dapat
berdampak buruk bagi kesehatan. Menurut pemetaan radiasi, Kabupaten Mamuju
merupakan daerah dengan tingkat radiasi tertinggi di Indonesia. Radiasi alam yang dialami
masyarakat Mamuju berasal dari radionuklida thorium, radium, dan uranium. Dari hasil
wawancara, diketahui bahwa beberapa responden mengalami sakit kepala, nyeri lutut, ulu
hati,dan sendi yang hilang-timbul serta nyeri gigi. Darri hasil pemeriksaan kulit dan rambut,
diketahui bahwa sebagian besar penduduk memiliki kulit yang sehat walau beberapa
mengalami neurodermatitis dan tinea versicolor regio di punggung dan dada.

5. Membuat Cara Penanggulangan Sementara dengan Segera (Jika Diperlukan)


Berdasarkan hasil pemetaan tingkat radiasi dan radioaktivitas lingkungan di seluruh
Indonesia tahun 2013, Kabupaten Mamuju adalah daerah dengan tingkat radiasi alam paling
tinggi di Indonesia. Sehingga penanggulangan sementara yang dapat dilakukan adalah
melakukan pembinaan dan pengedukasian masyarakat mengenai bahaya paparan radiasi dan
melakukan pemeriksaan kesehatan meliputi pemeriksaan fisik dan laboratorium secara rutin.

6. Mengidentifikasi Sumber dan Cara Penyebaran


Radiasi alam yang dialami masyarakat Mamuju berasal dari dari radionuklida thorium,
radium, dan uranium. Unsur radioaktif Radium menghasilkan radon, yang adalah gas tidak
berwarna dan tidak berbau, dari penguraiannya. Produk dari peluruhan radiasi ini dapat
mengionkan materi genetika yang dapat menyebabkan kanker dan mutasi genetik. Karena
radium penghasil gas radon ini dapat ditemukan pada kerak bumi, maka tingkat gas radon
pun bervariasi, tergantung pada komposisi tanah dan batuan pada suatu tempat.
Tanah di daerah Mamuju umumnya disusun oleh batuan gunung api. Anomali
radioaktivitas di daerah Mamuju cukup luas dengan kadar uranium dan thorium yang cukup
signifikan. Besarnya anomali radioaktif ini berkaitan erat dengan sebaran batuan-batuan
vulkanik dari gunung api Adang.

7. Merencanakan Penelitian Lain yang Sistematis


Diperlukan suatu studi komprehensif lanjutan yang bertujuan untuk mengkaji efek radiasi
alam pada penduduk setempat seperti pengamatan sitogenetik dan pengaruhnya terhadap
Kesehatan. Pemantauan radiasi lingkungan memegang peranan yang sangat penting dalam
usaha meningkatkan keselamatan penduduk umum dan memperbaiki serta menyempurnakan
prosedur proteksi radiasi yang digunakan. Perlunya dilakukan program pemantauan radiasi
lingkungan secara rutin dan berkelanjutan disesuaikan dengan jenis kegiatan dan potensi
bahaya radiasi agar dapat berjalan dengan baik.

8. Menetapkan Saran Cara Pencegahan / Penanggulangan


Menurut Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN), strategi proteksi yang
memungkinkan untuk diterapkan terkait radiasi alam di Kabupaten Mamuju ialah meliputi
pembinaan teknis, pembuatan pedoman penggunaan bahan bangunan, dan pengembangan
Perka BAPETEN tentang TENORM Pembinaan teknis kepada masyarakat bertujuan
memandu masyarakat dalam menanggulangi/mitigasi paparan radiasi alam. Adapun
pembinaan tersebut perlu mempertimbangkan kesanggupan masyarakat dalam
mempraktekkannya, sehingga opsi tindakan yang paling sederhana dan murah lebih
diprioritaskan. Sedangkan beberapa opsi pencegahan yang dapat dilakukan adalah dengan
mejaga jarak dari sumber radiasi, mengurangi durasi terhadap paparan radiasi, mengurangi
kesempatan ion radiasi untuk bergabung ke dalam tubuh dan menggunakan pelindung

9. Menetapkan Sistem Penemuan Kasus / Kasus dengan Komplikasi


Penemuan kasus dilakukan dengan pemeriksaan fisik dan kesehatan penduduk setempat
yakni pemeriksaan adanya kelainan / lesi pada kulit, juga pemeriksaan kelainan pada mata
(kekeruhan lensa), dengan menggunakan bantuan oftalmoskop atau penlight, dilakukan
dalam ruangan yang gelap. Selain itu juga dilakukan pemeriksaan kelainan pada mukosa dan
hygiene rongga mulut, pemeriksaan leher untuk mengetahui adanya pembesaran pada
kelenjar tiroid dan kelenjar getah bening daerah leher. Pemeriksaan dilakukan dengan
melakukan perabaan daerah proyeksi kelenjar tiroid dan kelenjar getah bening leher. Selain
itu juga dilakukan auskultasi paru-paru menggunakan untuk mengetahui adanya gangguan
pernapasan.
Pemeriksaan riwayat Kesehatan juga dilakukan dengan menanyakan identitas responden
seperti umur dll, keluhan yang saat ini diderita responden, ditanyakan atau dicari luka/lesi di
kulit yang sulit sembuh, riwayat gangguan penglihatan, sariawan atau diare berulang,
riwayat atau keluhan sesak napas, riwayat penyakit berat/keganasan yang pernah diderita,
dan riwayat penyakit/keganasan dalam keluarga. Kriteria inklusi dan eksklusi disesuaikan
dengan standar, adapun kriteria inklusi adalah responden yang sehat dan tidak menerima
tindakan dengan radiasi untuk alasan kesehatan dalam waktu 5 tahun terakhir serta tidak
merokok. Kriteria eksklusi adalah sakit berat, memiliki riwayat perdarahan seperti hemofili
dan penyakit kronis lainnya.

10. Melaporkan Hasil Penyelidikan kepada Instansi Kesehatan Setempat dan Kepada
Sistem Pelayanan Kesehatan yang Lebih Tinggi
Mengingat penduduk daerah Mamuju sepanjang hidupnya menerima paparan radiasi
alam yang jauh lebih tinggi dari rata rata, maka perlu dilakukan pemeriksan kesehatan serta
pemantauan secara berkala oleh perpaduan kerjasama antara Badan Pengawas Tenaga
Nuklir (BAPETEN) dan puskesmas setempat untuk mendapatkan data perkembangan rutin.
Sehingga jika terdapat peningkatan atau pelonjakan kasus yang lebih tinggi daripada
biasanya, puskesmas dapat segera melaporkan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten Mamuju
untuk investigasi dan penanggulangan lebih lanjut.
BAB IV

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

I. Kesimpulan
Paparan radiasi dapat menyebabkan kerusakan sel yang mengakibatkan
pembentukan kanker dan penyakit herediter. Bahaya dan efek paparan radiasi dosis
rendah tidak hanya merusak sel-sel target saja, namun studi terakhir menunjukkan
bahwa sel-sel yang tidak secara langsung terpapar radiasi dosis rendah, akan
mengalami kerusakan akibat berada di sekitar sel target yang teradiasi. Bahaya dan
efek tersebut dikenal dengan istilah bystander effects. Sehingga didalam melakukan
radioterapi dengan radiasi perlu mempertimbangkan risiko efek stokastik, kedua jenis
sel, yaitu sel yang menjadi target radiasi maupun sel bukan target tetapi berada di
sekitar sel target. Maka risiko gangguan kesehatan tubuh yang mungkin timbul tidak
lebih besar dari yang diperkirakan. Partikel alfa yang melintasi sebuah inti sel telah
terbukti mempunyai probabilitas tinggi dalam menimbulkan mutasi. Dengan
demikian efek yang timbul akibat paparan radiasi dosis rendah tidak dapat diabaikan.
II. Rekomendasi
Pengetahuan masyarakat Kabupaten Mamuju mengenai efek paparan radiasi
terhadap Kesehatan tubuh perlu ditingkatkan, karena masyarakat bersentuhan
langsung dengan paparan tesebut setiap harinya maka dari itu pengetahuan
masyarakat sangat diperlukan unuk mendukung kegiatan pencegahan. Selain itu,
pemantauan radiasi lingkungan juga memegang peranan penting dalam usaha
meningkatkan prosedur proteksi yang digunakan sehingga sebaiknya dilakukan secara
efektif dan efisien.
Mamuju merupakan laboratorium alamiah yang dapat dijadikan sebagai area atau
tempat mempelajari efek pajanan radiasi jangka panjang atau pajanan yang bersifat
kronik. Diharapkan bahwa penelitian ini dapat dijadikan penelitian dasar bagi
penelitian selanjutnya yang lebih ekstensif mengenai paparan radiasi di Kabupaten
Mamuju..

Daftar Pustaka

1. Hiswara, Eri. 2015. Buku Pintar Proteksi dan Keselamatan Radiasi di Rumah Sakit.
Jakarta: BATAN Press.
2. Meily Nirmasari. 2018. Pengaruh Paparan Radiasi Elektromagnetik Wi-Fi 4G terhadap
Berat Epididimis dan Morfologi Sperma Tikus Jantan Wistar. Jurnal Keperawatan
Silampari. 2 (1): 285-299.
3. Zubaidah A., Yanti Lusiyanti, Sofiati P., Dwi Ramadhani, Masnelly L., Viria AS. 2012.
Respon Sitogenetik Penduduk Daerah Radiasi Alam Tinggi di Kabupaten Mamuju,
Sulawesi Barat. Indonesian Journal of Nuclear Science and Technology. 13 (1): 13-26.
4. Rani Aulia Dwi Nanda, Rahmatini, Ilmiawati. 2020. Hubungan Lama Paparan Sinar
Matahari dengan Kadar 8-Hydroxy-2’-Deoxyguanosine Urin pada Remaja Perempuan.
Jurnal Kesehatan Andalas. 9 (1): 94-98.
5. Zubaidah Alatas. 2006. Efek Pewarisan Akibat Radiasi Pengion. Buletin Alara. 8 (2): 65-
74.
6. Mukh Syaifudin. 2017. Mamuju Sebagai Area Prospektif untuk Studi Epidemiologi
Dampak Paparan Radiasi Alam Tinggi. Buletin Alara. 19 (1): 17-25.
7. Darlina, Tur Rahardjo dan Mukh. Syaifudin. 2018. Evaluasi Hubungan Dosis Radiasi
Terhadap Kerusakan DNA Sel Limfosit Dengan Menggunakan Tes Komet. Indonesian
Journal of Nuclear Science and Technology. 19 (1): 13-20.
8. Yanti Lusiyanti. 2015. Aberasi Kromosom Metafase dan Interfase Sel Limfosit pada Awak
Penerbangan, Suatu Kajian Awal. Buletin Alara. 17 (2): 51-57.
9. http://www.kommun.or.id/p/jenis-jenis-radiasi-pengion.html
10. https://repositori.unud.ac.id/protected/storage/upload/repositori/90b32047162a6a7480a650
8b7c1ce175.pdf
11. https://id.wikipedia.org/wiki/Radiasi
12. https://www.gurupendidikan.co.id/pengertian-radiasi/#ftoc-heading-15
13. http://www.kommun.or.id/p/radiasi.html
14. https://kesmas.kemkes.go.id/portal/konten/~rilis-berita/031717-radiasi-dan-kesehatan
15. https://hellosehat.com/hidup-sehat/tips-sehat/apa-itu-bahaya-radiasi-dan-bagaimana-cara-
mengatasinya/#gref
16. https://jdih.bapeten.go.id/unggah/dokumen/peraturan/13-full.pdf

Anda mungkin juga menyukai