Anda di halaman 1dari 21

FISIKA INTI

PELURUHAN GAMMA

NAMA : Minda Misda Mela

NIM / TM : 16033018 / 2016

PRODI : Pendidikan Fisika

DOSEN PEMBIMBING : 1. Dra. Hidayati, M.Si

2. Rahmat Hidayat, S.Pd., M.Si

JURUSAN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI PADANG

2019
PELURUHAN GAMMA

A. Energetika Peluruhan Gamma


Peluruhan inti yang memancarkan sebuah partikel seperti partikel alfa atau
beta, selalu meninggalkan inti pada keadaan tereksitasi. Seperti halnya atom,
inti akan mencapai keadaan dasar (stabil) dengan memancarkan foton

(gelombang elektromagnetik) yang dikenal dengan sinar gamma ( ).


Dalam proses pemancaran ini, baik nomor atom atau nomor massa inti tidak
berubah.

Energi gelombang ini ditentukan oleh panjang gelombang ( ) atau oleh

frekuensinya (f) sesuai persamaan

Dengan h adalah tetapan plank yang besarnya 6,63 10-34 Js.

Energi yang tersedia untuk peluruhan selanjutnya menjadi lebih rendah atau
dapat mencapai energi pada keadaan dasar yang tidak cukup untuk menyebabkan
pemancaran partikel lain, atau peluruhan dengan pemancaran partikel. Hal ini
menyebabkan terjadinya transisi dari keadaan energi yang lebih tinggi E i menuju
keadaan energi yang lebih rendah Ef , dan ini mengeluarkan kelebihan energi ∆E
= Ei - Ef .

Secara fisis dapat dijelaskan bahwa transisi tersebut dapat terjadi karena jika
suatu inti dalam keadaan tidak stabil maka akan mencapai tingkat
kestabilan/menuju ke tingkat dasar
Di mana jika energi yang dilepaskan dalam bentuk sinar gamma, maka inti
yang berada pada tingkat dasar tidak mengalami perubahan nomer massa dan
nomer atom. Seperti pada kasus spektrum atomik, spektrum sinar gamma
sebuah inti menunjukkan garis-garis tajam. Hal ini berarti bahwa inti
memiliki tingkat energi yang diskrit. Energi dari pancaran sinar gamma
diberikan oleh persamaan berikut.

hf = ∆E = Ei - Ef

Jika Ef sama dengan keadaan dasar, pada keadaan ini inti tidak akan
memancarkan foton. Sebaliknya inti akan memancarkan satu atau lebih foton
sebelum menuju ke keadaan dasar, seperti yang tampak pada Gambar 2 berikut
ini.
Diagram Tingkat Energi Inti

Energi sinar gamma yang dipancarkan sama dengan selisih antara tingkat –
tingkat energi diantara mana inti melakukan transisi

Secara umum Eγ = ∆E

Perhitungan yang lebih teliti harus melibatkan adanya pentalan inti. Jadi
energi yang dilepaskan dalam transisi diberikan kepada gamma serta sebagai
energi kinetik inti yang terpental.

Pi = momentum inti yang terpental = momentum gamma (dari kekekalan


momentum)
Sehingga :

Maka :

Dalam menghitung energi partikel alfa dan beta yang dipancarkan dalam
peluruhan radioaktif di depan dianggap tidak ada sinar gamma yang dipancarkan.
Jika ada sinar gamma yang dipancarkan, maka energi yang ada (Q) harus dibagi
bersama antara partikel dengan sinar gamma.

Sinar gamma merupakan gelombang elektromagnetik dengan kekuatan


penetrasi yang cukup tinggi. Sinar gamma tidak menyebabkan banyak ionisasi
dan tidak dipengaruhi oleh medan listrik atau medan magnet, dan
kenyataanya interaksi sinar gamma dengan zat yang berbeda tergantung dari
muatan partikel penyusunnya zat tersebut. Biasanya sinar gamma menyertai
proses peluruhan beta ataupun alpha.

B. Pengukuran Energi

Sinar gamma termasuk gelombang elektromagnetik yang diperoleh dari


peluruhan zat radioaktif yang dipancarkan dari atom dengan kecepatan tinggi
karena adanya kelebihan energi. Sinar gamma tersebut merupakan radiasi
gelombang elektromagnetik dengan panjang gelombang yang sangat pendek
(dalam orde Angstrom) yang dipancarkan oleh inti atom yang tidak stabil yang

bersifat radioaktif. Setelah inti atom memancarkan partikel alfa( electron ( ,

positron ), atau setelah peristiwa tangkapan elektron, dimana inti yang masih
dalam keadaan tereksitasi tersebut akan turun ke keadaan dasarnya dengan
memancarkan radiasi gamma. Beberapa metode yang umum dapat digunakan
untuk mengukur energi dari sinar gamma adalah sebagai berikut : (a) Metode
serapan (b) Spektometer difraksi-kristal (c) Spektometer magnetik (d)
Spektometer pasangan (e) Metode sintilasi (kilauan) atau (f) Metode lainnya.

a. Metode Serapan

Metode serapan adalah metode yang paling awal, paling sederhana, dan
paling cepat untuk menentukan energi sinar gamma. Hal itu berdasarkan
pengukuran koeffisien absorpsi dari suatu bahan penyerap dengan grafik antara
intensitas sinar gamma dengan ketebalan bahan penyerap.

Untuk sumber yang sangat lemah dengan energi diatas 400 keV,
menggunakan berbagai macam geometri yang memberikan nilai ketelitian yang
cukup baik dari energi sinar gamma. Cara yang tepat untuk mengukur energi
sinar gamma ini adalah mengukur ketebalan paruh pada suatu bahan penyerap
seperti Aluminium dan membandingkannya dengan grafik hubungan antara
energi dengan tebal paruh pada gambar 3. Tebal paruh adalah tebal bahan yang
dapat menyerap setengah intensitas paparan radiasi yang datang sehingga
intensitas paparan radiasi yang diteruskan tinggal setengah dari intensitas semula.
Nilai tebal paruh dari suatu bahan sangat berguna untuk menentukan tebal suatu
bahan yang diperlukan untuk proteksi radiasi atau sebagai perisai.

Gambar 3. Hubungan Antara Ketebalan Paruh X1/2 dalam Al dengan Energi


Foton

Untuk energi sinar gamma yang tinggi, misalnya 4 MeV, maka pasti
membutuhkan geometri bagus yang serupa sesuai dengan gambar 1 mengenai
rancangan pengukuran koeffisien absorpsi oleh Davisson dan Evan, tetapi hal ini
membutuhkan suatu kondisi bahwa sumber harus memiliki laju peluruhan yang
tinggi dengan baik untuk mendapatkan laju cacah yang cukup besar. Pengukuran
serapan tidak memberikan hasil yang akurat pada energi yang lebih tinggi karena
batas minimum pada kurva serapan sesuai dengan lebih dari satu energi.
Sedangkan untuk energi yang sangat rendah, katakan 1 keV sampai 100 keV,
maka metode utama penyerapan dapat digunakan untuk menentukan energi yang
akurat. Dengan membuat pengukuran penyerapan dalam bahan dari berbagai
nomer atom dapat digunakan untuk menggolongkan energi sinar gamma dalam
tepi penyerapan-K dari dua bahan penyerap dengan nomer atom yang berdekatan

b. Spiktometer Difraksi Kristal

Metode spektometer difraksi-kristal merupakan salah satu metode yang


umum digunakan untuk mengukur energi sinar gamma. Karena sinar gamma (γ)
merupakan gelombang elektromagnetik, maka metode yang langsung digunakan
adalah menentukan panjang gelombang dan energi diukur dengan menggunakan
kristal sebagai kisi difraksi. Sebuah instrumen dengan presisi tinggi yang disebut
foaming type eumerl-kristal spektrometer telah digunakan oleh DuMond.
Instrumen tersebut merupakan sebuah spektrometer tipe transmisi dengan
menggunakan kisi difraksi kristal yang melengkung.

Untuk mengetahui sudut difraksi (θ), panjang gelombang (�) dari sinar
gamma dapat dihitung dengan persamaan kondisi Bragg :

d: jarak kisi
n : orde difraksi

Prinsip kerja yang ditentukan secara skematis untuk mengukur energi sinar
gamma dapat ditunjukkan pada gambar di bawah ini :
Gambar 4. Skema Diagram dari Kristal Spektrometer Sinar γ

Sebuah kuarsa kristal datar dibengkokkan sedemikian rupa membentuk


busur, sehingga difraksi bertemu pada jarak 2R dari pusat kristal di garis β. Jari-
jari kelengkungan kristal adalah sama dengan diameter fokus lingkaran F. Sumber
sinar gamma ditempatkan pada R. Jika berada dalam kondisi bragg, sinar gamma
yang dipantulkan dari kristal C dan tampak menyimpang ke titik V di lingkaran F.
Berkas divergen ini (berkas difraksi) diterima oleh detektor (biasanya sebuah
detektor sintilasi). Dan sistem dinding antar A berfungsi untuk mensejajarkan
berkas sama seperti melindungi detektor dari radiasi yang datang secara langsung
dari sumber. Pengaturan mekanis ini dibuat untuk menggerakkan sumber dengan
akurat disepanjang fokus lingkaran F, yang secara otomatis memutar kristal
dengan sendirinya. Hal ini mengurangi pergerakan detektor dan collimator
(keduanya memiliki berat) untuk menemukan puncak difraksi pada sudut yang
berbeda sesuai dengan panjang gelombang yang berbeda. Sebuah kisi kristal
umumnya memiliki tebal sekitar 1 mm, lebar 50 mm, tinggi 70 mm dan jari-jari
kelengkungan 2.0.

Metode pengukuran energi sinar gamma ini merupakan metode yang paling
akurat dan presisi yang digunakan untuk menyediakan sumber standar kalibrasi.
Resolusi dari alat ini sekitar 1 persen, akurasinya 0,04 persen dan efesiensinya
10-9 per foton. Metode ini baik hanya sampai pada energi gamma 1 MeV karena
keterbatasan pada jarak kisi yang digunakan.

c. Spektometer Magnetik
Ketika satu atau beberapa kelompok sinar gamma memiliki energi sedang
(dari 1 MeV sampai 3 MeV), maka energi sinar gamma dapat ditentukan dengan
menggunakan spektrometer magnetik. Sinar gamma dibuat untuk menghasilkan
fotoelektron atau elektron mundur Compton, dimana energi elektron tersebut
diukur dengan menggunakan spektrometer. Prosedurnya adalah sebagai berikut.

Gambar 5. Skema Spektrometer Magnetik

Dengan memanfaatkan elektron mundur Compton, sumber sinar gamma


tertutup dalam bahan penyerap dengan nomer atom yang rendah, seperti
aluminium sehingga tetap memproduksi fotoelektron dalam jumlah minimum.
Ketebalan penyerap hanya cukup untuk menghentikan semua elektron primer
yang berasal dari sumber tetapi bukan sinar gamma. Elektron Compton
dikeluarkan dari radiator (yang biasanya foil tipis) difokuskan dalam
spektrometer seperti gambar 5. Elektron Compton membentuk spektrum kontinu
dengan cukup tajam, yang didefinisikan dengan energi-batas atas. Dengan
mengetahui energi maksimum elektron Compton, maka energi sinar gamma dapat
dihitung dengan menggunakan persamaan energi kinetik maksimum Km, dan
dengan mensubstitusi θ=180° (atau ϕ=0°) dalam persamaan energi kinetik
maksimum, maka diperoleh persamaan energi sinar gamma sebagai berikut :
Dengan memanfaatkan efek fotolistrik, sebuah radiator dari medan atau
nomor atom yang tinggi ditempatkan di depan kotak penyerap yang ditunjukkan
pada gambar 5. Fotoelektron muncul sebagai garis spektrum ditumpangkan pada
spektrum Compton kontinu (gambar 6). Garis yang muncul sesuai dengan
elektron kulit K dan kulit L. Jika spektrometer dengan resolusi yang sangat tinggi
digunakan, garis-garis yang sesuai dengan elektron kulit M dapat diselesaikan.
Energi elektron tersebut dapat ditentukan dari posisi baris (nilai-nilai Hρ). Setelah
mengoreksi ketebalan radiator dan penambahan energi ikat dari kulit masing-
masing, maka energi dari sinar gamma yang diberikan adalah :

C. Interaksi Zarah Dengan Gamma

Dalam interaksi sinar gamma dengan suatu materi terdapat tiga proses utama
di mana foton kehilangan energinya berdasarkan interaksi dengan bahan yang
terjadi antara lain melalui

a. efek foto listrik (P.E.),


b. efek compton (C.E.) oleh elektron dalam atom dan
c. produksi pasangan (P.P.), yakni pembentukan pasangan elektron positron
sebagai hasil interaksi sinar gamma dengan medan listrik dari inti atom .
Rentangan energi foton untuk efek foto listrik antara 0,01 sampai 0,5 MeV,
untuk efek compton antara 0,1 sampai 10 MeV, dan untuk produksi pasangan
diawali dari 1,02 MeV dan meningkat sebanding dengan peningkatan energi
gamma. Dari ketiga rentangan energi ini dapat dianalogikan persamaan sebagai
berikut.

 I  P.E .    Ix …………………………………………………..9a)

 I  C .E .    Ix …………………………………………………..9b)

 I  P.P.    Ix ……………………………………………….….9c)

 ,  dan  berturut-turut merupakan koefisien absorpsi untuk efek foto

listrik, efek Compton dan untuk produksi pasangan. Dengan menjumlahkan


ketiga persamaan tersebut secara bersamaan, maka diperoleh
I   I  P . E . (I ) C . E . (I ) P. P .
………………………………………
I  (      ) Ix

10)

Berdasarkan persamaan 2 di mana I   Ix dan persamaan 11 dapat


ditulis menjadi

 Ix  (      ) Ix , dan dapat disederhanakan menjadi

       ………………………………………………11)

Di samping itu, terdapat beberapa proses yang tidak berkontribusi pada


koefisien absorpsi dalam rentangan energi sinar gamma yaitu Penghamburan
Rayleigh, Penghamburan Thomson, Efek Foto Listrik Nuklei, Hamburan
Resonansi Nuklei, dan Hamburan Elastik Potensial Nuklei (Penghamburan
Delbruck)

Efek Foto Listrik

Efek ini lebih mengutamakan foton penembak dengan energi yang rendah,
dimana foton penembak diserap oleh satu elektron pada atom. Pada prosesnya
foton menghilang dan elektron terlepas seperti yang tampak pada Gambar 3
dengan energi kinetik Ke dan dirumuskan sebagai berikut.

K e  h  I n .......................................................................................12)

Di mana h menyatakan Energi foton penembak dan In merupakan Energi


ikat elektron orbital

elektron
foton

sebelum sesudah

Gambar 3. Efek Fotolistrik

jika energi foton cukup kecil, maka dapat diabaikan efek realtivitasnya, dan
energi yang cukup besar dengan mengabaikan energi dari orbital elektron.
Pengabaian energi dari K-elektron dapat dituliskan (dalam rentangan 0,1 Mev
sampai 0,35 Mev)

7
   0 Z 5 1 137  4 2  n  2 .............................................................13a
4
a K

di mana

 0   8 / 3  e 2 / m0 c 2   6,651 10 25 cm 2 .......................................13b


2

m0c 2
dan n ......................................................................................13c)
hv

dengan Z merupakan nomor atom absorber, e muatan elektron, c kecepatan


cahaya, dan m0 adalah massa diam elektron.

Efek Compton

Proses ini merupakan proses di mana foton penembak berinteraksi


dengan elektron bebas dan dihamburkan dengan energi yang lebih rendah, energi
diam yang digunakan untuk menghamburkan elektron. Karena elektron yang
terdapat pada atom terbebas dan energi foton penumbuk secara komparatif sangat
tinggi, penghamburan foton dengan elektron pada atom ini disebut sebagai
Penghamburan Compton. Foton penumbuk dengan energi h menumbuk sebuah
elektron bebas dengan massa diam m0. Hasil interaksi dihamburkan oleh foton
dengan energi h ' (< h ) pada sudut  dan sebuah elektron terhambur dengan
energi kinetik Ke pada sudut  seperti yang tampak pada Gambar 4

y y
hv '

hv'  x
O x O 

 1 
E  m0 c 2   1
 1  2 
sesudah  
sebelum
Gambar 4. Hamburan
Compton

Berdasarkan hukum kekekalan momentum dan energi, dengan menggunakan


ungkapan relativitas maka diperoleh persamaan berikut.

h / c   h ' / c  cos  m0 c1   


1
2 2
cos

 h ' / c  sin   m0 c1   2   2 sin 


1

 
 
1

h  h ' m0 c 2  1   2 2  1
 

Di mana   v / c denga v merupakan kecepatan elektron setelah tumbukan.

Secara lebih jelas dapat diuraikan sebagai berikut.


y Foton terhambur
hv'
hv'
Foton datang
E' hv'; p 
c
 x

E  hv; p 
hv O 
c

E  m c  cp 
1
24 22 2
0

Gambar 5. Hamburan Compton

p' sin 

p' cos 
 pe cos
pe
pe sin 
Gambar 6. Analisis Hamburan Compton
Pada sumbu x : p  p ' cos   pe cos

Pada sumbu y : 0  p ' sin   pe sin 

 p  p' cos  2  pe 2 cos 2 


2
Sehingga diperoleh: p'2 sin 2   pe sin 2  ……………….....15)
2

p 2  p'2 2 pp' cos  pe

Berdasarkan hukum kekekalan energi : E  mc  E ' mc  K e


2 2 '

Dapat ditulis: E  E '  pc  p' c  K e


'

 p  p' c  K e'

Dari persamaan energi relativitas diperoleh:


E 2  mc 2  2

 ( pe c) 2  mc 2  K e'  2

 mc  2 2
  2
 ( pe c) 2  mc 2  2mc 2 K e'  K e'
2

2
( pe c ) 2  2mc 2 K e'  K e'

2 2
pe c 2  2mc 2 K e'  K e'

Karena  p  p ' c  K e' , maka

pe c 2  2mc 2  p  p' c   p  p' c 2


2 2

pe  2mc p  p'   p  p'


2 2

Dengan mensubstitusi hasil ini ke persamaan 16, diperoleh:

p 2  p '2 2 pp' cos   2mc p  p '   p  p '


2
p 2  p ' 2 2 pp' cos  2mc p  p '  p 2  2 pp' p ' 2

 pp' cos  mc p  p '  pp'

 pp ' cos  mc p  p '  pp '

pp ' 1  cos    mc p  p '

Selanjutnya dibagi dengan mcpp’, maka diperoleh:

1  cos  
 p  p '
mc pp '

1  cos  
1

1
mc p' p

h h
Karena p  dan p '  maka :
 '

1  cos  
' 

mc h h

1  cos   
 '
mc h

Sehingga diperoleh:

h
1  cos     '
mc

Atau dapat dituliskan sebagai berikut.

 h 
 '   1  cos   …………………………………………...17)
 m0 c 

 ' adalah panjang gelombang setelah tumbukan da  adalah panjang


gelombang sebelum tumbukan. Sedangkan  adalah sudut antara awal dan akhir
dari hamburan foton seperti pada gambar 10.

Diketahui bahwa   c , maka persamaan 17 dapat ditulis


v
c c  h 
  1  cos  
v ' v  m0 c 

1 1  h 
  1  cos  
v' v  m0 c 2 

1
v' 
1  h 
 1  cos  
v  m0 c 2 

Jika penyebut dan pembilang pada sisi kanan persamaan ini dikalikan v, dan
jika kedua sisi persamaan dikalikan dengan h, maka hasilnya adalah:

hv
hv' 
hv
1 2
1  cos   …………………………………………..18)
m0 c

Persamaan 18 menyatakan energi yang dihamburkan oleh foton pada energi


awal dan sudut hamburnya. Hamburan elektron memiliki energi kinetik yaitu:

hv
1  cos  
m0 c 2
T  hv  hv'  hv …………………………...19)
hv
1  1  cos  
m0 c 2

Energi kinetik bernilai maksimum jika cos  =-1 atau  =1800, yaitu foton
akan dipantulkan kea rah semula. Energi elektron dalam hal ini adalah:

hv0
Tmax 
m0 c 2 ………………………………..………………….20)
1
2hv0

Batas maksimum tersebut sering disebut sebagai tepi Compton. Elektron


menerima energi terkecil dalam tumbukan di mana foton berlanjut dengan
frekuensi awal ke arah depan dan elektron dikeluarkan dengan kecepatan
mendekati 0 dengan arah 900 dari jalur foton. Kebolehjadian total Compton dari
peristwa penyinaran dengan cara hamburan adalah:

1    2(1   ) 1  1 1  3 
  3 0  2   ln(1  2 )   ln(1  2 )  ..21)
4    1  2  (1  2 ) 2 
e
 2
dengan

hv0

m0 c 2

Jika e  dikalikan  n ( Z / A) hasilnya adalah koefisien absorpsi Compton

 (cm 1 ) , diperoleh bahwa:

Z
  N e  ……..……..……..……..……..……..……..…….….22)
A

Koefisien  merupakan pengukuran terhadap kemungkinan terjadinya


hamburan foton dari pancaran terhadap absorber per cm. Besarnya jumlah energi
yang dibawa oleh foton dalam hamburan atau banyaknya energi yang diserap
oleh setisp elektron dinyatakan dalam bentuk e  s dan e a . e  s disebut

tampang lintang Compton untuk energi dari hamburan foton, yang dinyatakan
dengan:

3   1 ln(1  2 )  2(1   )(2  2  1)  8 


2 2
   ..23)
8 3(1  2 ) 
e s 0
  (1  2 )
3 2 2 3

sedangkan e  a merupakan tampang lintang Compton untuk energi yang

diserap oleh elektron. Penjumlahan tampang lintang untuk energi yang diabsorpsi
dan tampang lintang untuk energi yang dihamburkan dapat dirumuskan sebagai
berikut.

e   e  s  e  a ……………………………………………...24)

Produksi Pasangan

Proses yang ketiga ini memiliki suatu syarat di mana foton haruslah memiliki
energi ambang tertentu agar proses ini dapat berlangsung. Energi ambang adalah
energi maksimal yang harus dimiliki elektron agar terjadinya proses pembentukan
pasangan (Subratha, 2004). Energi ambang untuk proses ini adalah sama dengan
2m0c2. Hal ini mengungkapkan bahwa, jika foton energinya lebih besar dar 1,02
MeV menumbuk sebuah logam dengan Z yang tinggi, foton hilang dan dan pada
posisinya terbentuklah pasangan elektron-positron seperti yang terlihat pada
Gambar 7a. Jika pasangan ini diproduksi pada kamar kabut dalam medan magnet,
elektron dan positron akan dibelokkan dengan arah yang berlawanan seperti yang
ditunjukkan pada Gambar b sebagai berikut.

Gambar 7a. Pembentukan Pasangan Elektron Positron


Gambar 7 b. Produksi Pasangan Pada Kamar Kabut

Produksi pasangan terjadi pada inti dan kekekalan energi dapat


dinyatakan dengan persamaan berikut.

h  2m0 c 2  E   E   E
nuc

Di mana h : Energi foton penumbuk

2m0 c 2 : Energi yang ekivalen dengan massa diam elektron dan positron

E , E , E
nuc : Energi kinetik elektron, positron, dan inti terhambur.

Oleh karena massa inti sangat besar, sehingga dihasilan energi kinetik yang
sangat kecil, maka E
nuc dapat diabaikan. Dengan demikian persamaan 25
menjadi

h  2 m 0 c 2  E   E 

D. Konversi Internal

Sebuah inti yang tidak stabil tereksitasi dapat kembali ke keadaan dasar
dengan memberikan energy eksitsinya langsung ke electron di sekelilingnya
bukan dari pancaran gamma sehingga terjadi transfer energy. Electron itu sendiri
memancarkan energy kintik ketika berada di orbitnya dan . Energy kinetic dari
konversi elektron memberikan persamaan:
Ke = Et- EB
Keterangan :
EB = energi ikat dari elektron
Et = energi yang tersedia untuk pancaran gamma,

Gambar 9.30 –spektrum elektron momentum berkelanjutan dari I dengan garis


konversi ditumpangkan di atasnya ( Dari Owen , GE , D . Moe , dan CS ,
Gook , Phys , Rev. 74,1879,19480 .

Gambar 9.30 menunjukkan 7 baris ditumpangkan pada spektrum beta secara


terus menerus, jika masa peluruhan gamma panjang maka spektrum garis
elektron konversi akan bebas dari β - spektrum kontinu .

Transisi gamma dan konversi internal timbul karena interaksi


elektromagnetik .Karena konversi internal dan pancaran γ berlawanan , total
perpindahan λ untuk keadaan tertentu menjadi jumlah dari peluang perpindahan
untuk emisi γ , λ , yaitu,

α = λγ +λe
Dan
αe = λK +λL + λM +

Dimana λK , λL , dan λM adalah peluang, perpindahan masing-masing,


untuk K , L , dan M pancaran konversi elektron - . Jika radioaktif memancarkan
sinar gamma Nγ , dalam waktu tertentu dan Ne elektron konversi dalam waktu
yang sama , perbandinga N e / Nγ dinamakan koefisien konversi , α , yaitu,

α= Ne/Nγ =λe / λγ …(9.75)


Dimana α mempunyai nilai diantara 0 sampai , karena Ne = Nk + NL +NM +
…, sehingga:

Persamaan ( 9.77 ) menunjukkan teori yang mengasumsikan model partikel


tunggal ( titik inti ) harus dikoreksi untuk purata transisi elektron konversi .

Untuk LI / LII , LII / LIII dan perbandingan L / M konversi dapat diukur.


Karena αK = Nk / Nγ dan αL = NL / Nγ , membagi satu dengan yang lainnya ,
kita dapatkan :
K/L =αK / αL

E. Teori Peluruhan Gamma

Peluruhan inti yang memancarkan sebuah partikel seperti sebuah partikel alfa
atau beta, selalu meninggalkan inti pada keadaan tereksitasi.Energi yang tersedia
untuk peluruhan selanjutnya menjadi lebih rendah atau dapat mencapai energi
pada keadaan dasar yang tidak cukup untuk menyebabkan pemancaran partikel
lain, atau peluruhan dengan pemancaran partikel. Hal ini menyebabkan terjadinya
transisi dari keadaan energi yang lebih tinggi Ei menuju keadaan energi yang
lebih rendah Ef , dan ini mengeluarkan kelebihan energi  E = Ei - Ef oleh salah
satu dari tiga proses yakni:

a. pemancaran sinar gamma,


b. konversi internal atau
c. pembentukan pasangan internal
Secara fisis dapat dijelaskan bahwa transisi tersebut dapat terjadi karena jika
suatu inti dalam keadaan tidak stabil maka akan mencapai tingkat
kestabilan/menuju ke tingkat dasar.

Daftar Pustaka
Arthur Beiser, 1986, Konsep Fisika Modern. Erlangga.
Allonso-Finn, 1968, Fundamental University Physics, Vol. III. Quantum And
Statistical Physics. Addison-Wesley Publishing Co. Massachusetts.
Irving Kaplan, 1963, Nuclear Physics. Addison Wesley Publishing Co.
Massachusetts.
Knetth Krane, 1992. Fisika Modern. UI Press Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai