Anda di halaman 1dari 10

“Mengenal Detektor Sintilasi”

Disusun Oleh :
Valerie Goldy (18/431329/TK/47922)

DEPARTEMEN TENIK NUKLIR TEKNIK FISIKA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS GADJAH MADA
2019
Mengenal Detektor Sintilasi
Radiasi adalah suatu pancaran energi dari suatu sumber ke lingkungannya, tanpa
membutuhkan medium perantara. Berdasarkan tingkat energi yang dimiliki, radiasi dapat
digolongkan menjadi dua jenis yaitu radiasi pengion, contohnya adalah radiasi alpha, radiasi
beta, radiasi gamma, radiasi neutron, dan radiasi non pengion, contoh adalah radiasi handphone,
radiasi TV, radiasi LCD proyektor, radiasi microwave, radiasi computer, radiasi inframerah,
radiasi UV, dan lain-lain. Radiasi non pengion adalah radiasi dengan energi yang tidak cukup
untuk menyebabkan terjadinya ionisasi pada materi yang dilintasinya, radiasi ini berupa
gelombang elektromagnetik. Sedangkan radiasi pengion adalah radiasi dengan energi yang besar
sehingga mampu untuk melakukan ionisasi dan eksitasi pada materi yang dilintasinya, radiasi ini
dapat berupa partikel atau gelombang elektromagnetik. Daya tembus berbagai sumber radiasi
ditunjukkan seperti pada gambar berikut :

Radiasi nuklir adalah perambatan energi dalam bentuk partikel atau gelombang (alpha,
beta, gamma, dan neutron) sedangkan material radioaktif merupakan material yang mengandung
atom yang memancarkan radiasi secara spontan contoh: Cs-137, Co-60, Ir-192, I-131, dll. Yang
membedakan radiasi dengan jenis energi lainnya adalah radiasi tidak dapat dirasakan dan dapat
menembus bahan. Dengan alasan tersebut, mutlak dibutuhkan instrumen yang digunakan untuk
mengukur dan mendeteksi besarnya intensitas, kuantitas, ataupun energi dari sebuah radiasi
dalam pemanfaatan teknologi nuklir. Instrumen itu disebut sebgai detektor radiasi. Telah dikenal
beberapa jenis detektor, yaitu detektor isian gas, detektor sintilasi, dan detektor semikonduktor.
Detektor merupakan suatu alat yang sangat peka terhadap adanya radiasi, yang apabila
terkena radiasi akan memberikan tanggapan (response) tertentu yang akan menjadi lebih mudah
diamati. Detektor berguna sebagai alat untuk mengukur dan menentukan adanya radiasi. Bahan
yang digunakan untuk sebuah detektor juga menentukan jenis radiasi yang dapat dideteksi oleh
detektor karena bahan yang sensitif terhadap suatu jenis radiasi belum tentu sensitif terhadap
jenis radiasi yang lain. Sebagai contoh, detektor radiasi gamma belum tentu dapat mendeteksi
radiasi neutron.
Detektor radiasi bekerja dengan cara mengukur perubahan yang disebabkan oleh
penyerapan energi radiasi oleh medium penyerap yang pada akhirnya menghasilkan keluaran
(output) yaitu berupa besaran fisis yang mudah untuk dilihat dan diukur. Sebenarnya terdapat
banyak mekanisme yang terjadi di dalam detektor tetapi yang sering digunakan adalah proses
ionisasi dan proses sintilasi. Essay ini akan membahas tentang detektor sintilasi.

Proses sintilasi adalah terpancarnya percikan cahaya ketika terjadi transisi elektron dari
tingkat energi yang lebih tinggi ke tingkat energi yang lebih rendah di dalam detektor, bila
terdapat kekosongan elektron pada orbit yang lebih dalam. Kekosongan tersebut dapat
disebabkan oleh lepasnya elektron (proses ionisasi) atau loncatnya elektron ke lintasan yang
lebih tinggi ketika dikenai radiasi (proses eksitasi). Dalam proses sintilasi ini, energi radiasi
diubah menjadi pancaran cahaya tampak. Semakin besar energi radiasi yang diserap maka
semakin banyak percikan cahayanya.
Detektor sintilasi selalu terdiri dari dua bagian yaitu bahan sintilator dan photomultiplier.
Bahan sintilator merupakan suatu bahan padat, cair maupun gas, yang akan menghasilkan
percikan cahaya bila dikenai radiasi pengion. Photomultiplier digunakan untuk mengubah
percikan cahaya yang dihasilkan bahan sintilator menjadi pulsa listrik. Mekanisme pendeteksian
radiasi pada detektor sintilasi dapat dibagi menjadi dua tahap yaitu:
1. Proses pengubahan radiasi yang mengenai detektor menjadi percikan cahaya di dalam
bahan sintilator :
Proses sintilasi pada bahan ini dapat dijelaskan dengan gambar yang terlampir
dibawah. Di dalam kristal bahan sintilator terdapat pita-pita atau daerah yang
dinamakan sebagai pita valensi dan pita konduksi yang dipisahkan dengan tingkat
energi tertentu. Pada keadaan dasar, (ground state), seluruh elektron berada di pita
valensi sedangkan di pita konduksi kosong.

Ketika terdapat radiasi yang memasuki kristal, terdapat kemungkinan bahwa


energinya akan terserap oleh beberapa elektron di pita valensi, sehingga dapat
meloncat ke pita konduksi. Beberapa saat kemudian elektron-elektron tersebut
akan kembali ke pita valensi melalui pita energi bahan activator sambil
memancarkan percikan cahaya. Jumlah percikan cahaya sebanding dengan energi
radiasi diserap dan dipengaruhi oleh jenis bahan sintilatornya. Semakin besar
energinya semakin banyak percikan cahayanya. Percikan-percikan cahaya ini
kemudian ‘ditangkap’ oleh photomultiplier. Beberapa contoh bahan sintilator
yang sering digunakan sebagai detektor radiasi adalah kristal NaI(Tl), kristal
ZnS(Ag), kristal LiI(Eu), dan sintilator Organik.
2. Proses pengubahan percikan cahaya menjadi pulsa listrik di dalam tabung
photomultiplier:
Sebagaimana telah dibahas sebelumnya, setiap detektor sintilasi terdiri atas dua
bagian yaitu bahan sintilator dan tabung photomultiplier. Bila bahan sintilator
berfungsi untuk mengubah energi radiasi menjadi percikan cahaya maka tabung
photomultiplier ini berfungsi untuk mengubah percikan cahaya tersebut menjadi
berkas elektron, sehingga dapat diolah lebih lanjut sebagai pulsa / arus listrik.

Mekanisme kerja detektor adalah sebagai berikut. NaI merupakan material isolator,
sehingga pita valensi penuh dengan elektron sedangkan pita konduksi dalam keadaan kosong.
Suatu radiasi  dapat mengeksitasi sebuah elektron dari pita valensi ke pita konduksi. Ketika
elektron kembali ke pita valensi, sebuahfoton dipancarkan. Foton ini akan menumbuk katoda
yang permukaannya terdapat lapisan fotosensitive yang biasanya terbuat dari antimony dan
cesium. Akibatnya, melalui mekanisme efek fotolistrik katoda akan menghasilkan paling sedikit
satu elektron tiap foton yang mengenainya. Di belakang katoda terdapat tabung pengganda
elektron yang dinamakan photomultiplier tube (PMT) yang terdiri atas beberapa elektroda yang
dinamakan dynode yang masing-masing dihubungkan dengan tegangan listrik searah yang
bertambah besar. Dynode ini diberi tegangan tinggi positif bertingkat untuk memperbanyak
cacah elektron dan cacah elektron ini akan terakumulasi di anoda sehingga mampu menimbulkan
sinyal dalam bentuk pulsa muatan. Pulsa muatan ini oleh preamplifier diubah menjadi pulsa
tegangan negatif berorde milivolt. Selanjutnya pulsa ini diperkuat kembali oleh amplifier
menjadi pulsa tegangan positif orde volt dan dianalisis dengan menggunakan penganalisis
saluran ganda (Multi Channel Analyzer, MCA).
Untuk meningkatkan kebolehjadian emisi foton dan mengurangi serapan cahaya oleh
kristal, sejumlah kecil material yang dinamakan aktivator ditambahkan ke dalam kristal NaI.
Aktivator yang banyak digunakan adalah thalium sehingga detektornya dinamakan NaI(Tl).
Effisiensi detektor ini bertambah dengan meningkatnya volume kristal sedangkan resolusi energi
tergantung pada kondisi pembuatan pada waktu penumbuhan kristal. Detektor NaI(Tl) terbuat
dari kristal tunggal natrium iodida yang bersifat higroskopis yang akan rusak menjadi tepung
ketika berinteraksi dengan udara bebas. Karena alasan ini, kristal tersebut ditempatkan dalam
ruang hampa udara ditutup rapat-rapat dengan wadah aluminium yang biasanya dilapisi dengan
kromium.
Dalam wadah aluminium itu kristal NaI(Tl) dibungkus dengan reflektor yang biasanya
adalah serbuk mangan oksida(MgO) atau aluminium trioksida (Al2O3). Di bagian belakang
kristal direkatkan pada sebuah tabung pelipat ganda elektron (Photo Multiplier Tube)
menggunakan perekat bening yang terbuat dari silikon oksida. Skema geometri NaI(Tl) dapat
dilihat pada gambar:

Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa radiasi akan diubah menjadi sebuah
pulsa listrik dengan ketinggian yang sebanding dengan energi radiasinya. Hal tersebut
merupakan fenomena yang sangat ideal karena pada kenyataannya tentu tidak demikian.
Detektor memiliki beberapa karakteristik yang membedakan detektor yang satu dengan detektor
yang lainnya yaitu efisiensi, kecepatan, dan resolusi yang dimiliki oleh masing-masing detektor.
Tabel yang terlampir di bawah ini merupakan table yang menunjukkan perbedaan dan persamaan
karakteristik beberapa jenis detektor secara umum yang didasarkan oleh pertimbangan
pernyataan sebelumnya.

Jenis Detektor
Spesifikasi
Isian Gas Sintilasi Semi Konduktor
Efisiensi Rendah Tinggi Rendah
Kecepatan Rendah Tinggi Rendah
Resolusi Rendah Rendah Tinggi
Konstruksi Sederhana Rumit Rumit

Dari tabel di atas, dinyatakan bahwa detektor sintilasi memiliki efisiensi yang tinggi, juga
kecepatan yang tinggi, dengan resolusi yang rendah, dan memiliki konstruksi yang rumit.
Analisa Parameter Kinerja Peralatan system deteksiterdiri dari :
Spektrum tenaga, terdiri dari latar dan suatu luasan pada puncak tenaga dengan besar tenaga
tertentu yang sesuai dengan tenaga sumber radiasi yang digunakan. Setiap sumber radiasi
memiliki jumlah puncak tenaga spektrum yang berbeda-beda tergantung pada banyaknya tenaga
yang dimiliki sumber radiasi tersebut.
Resolusi detektor, dinyatakan dengan lebar setengah tinggi maksimum dimana satuan
yang diguanakan adalah keV atau dinyatakan dalam % terhadap tenaga dan dinyatakan dengan
persamaan:

dengan E adalah tenagan puncak dari sumber referensi. Nilai resolusi yang semakin kecil
menunjukkan resolusi yang semakin baik. Detektor yang memiliki resolusi yang tinggi adalah
detektor yang mampu memisahkan dua puncak tenaga yang sangat berdekatan.
Efisiensi detektor, dinyatakan sebagai perbandingan antara banyaknya cacah dengan
aktivitas mutlak sumber yaitu cacah pancaran radiasi yang dihasilkan oleh sumber ke segala arah
(4π). Kemampuan detektor untuk menerima pancaran radiasi dapat dipengaruhi oleh jarak
sumber radiasi dengan detektor, medium antara detektor dengan sumber radiasi dan besarnya
volume aktif detektor (sintilator). Makin besar volume aktifnya makin banyak jumlah cacah
radiasi yang dapat
diterima oleh detektor. Dengan memperhatikan factor geometri dan faktor dari sumber, efisiensi
detektor dinyatakan dengan persamaan:

dengan N = cacah pulsa, Ao = aktivitas awal sumber radiasi, t = selang waktu aktivitas awal
sumber radiasi sampai dengan t. Ф = faktor geometri, F = factor koreksi dan Y = persentase
gamma yang dipancarkan sumber (yield).
Faktor geometri berhubungan dengan medium antara detektor dan sumber radiasi serta
bentuk sumber radiasi. Untuk sumber radiasi yang berbentuk silinder, faktor geometri dihitung
dengan persamaan berikut:
Jika Ф = 1 penyebarannya dikatakan 4π karena detektor menerima semua radiasi dari sumber.
Jika Ф = 0,5 penyebarannya dikatakan 4π yaitu detektor hanya menerima setengah dari radiasi
yang berasal dari sumber.
Detektor sintilasi merupakan detektor yang sangat special jika dibandingkan dengan jenis
detektor yang lain karena berwujud cair. Sampel radioaktif yang akan diukur dilarutkan dahulu
ke dalam sintilator cair ini sehingga sampel dan detektor menjadi satu kesatuan larutan yang
homogen. Secara geometri pengukuran ini dapat mencapai efisiensi 100% karena semua radiasi
yang dipancarkan sumber dapat diterima oleh detektor. Metode ini sangat berguna untuk
mengukur sampel yang memancarkan radiasi betta yang memiliki energi rendah seperti tritium
dan C14.

Masalah yang harus diperhatikan pada metode ini adalah quenching yaitu berkurangnya
sifat transparan dari larutan (sintilator cair) karena mendapat campuran sampel. Semakin pekat
konsentrasi sampel maka akan semakin buruk tingkat transparansinya sehingga percikan cahaya
yang dihasilkan tidak dapat mencapai photomultiplier.
Secara konvensional sistem pencacah radiasi gamma terdiri dari detektor sintilasi dengan
penguat awalnya, penguat pulsa, penganalisis tinggi pulsa, pencacah dan pewaktu serta unit
tegangan tinggi sebagai catu daya detektor. Untuk membuat sistem tersebut lebih kompak serta
memberdayakan kemampuan ataupun pengolahan data. Walaupun saat ini perkembangan
komputer telah demikian pesatnya dengan kecenderungan komunikasi data melalui mode serial,
akan tetapi masih banyak tersisa komputer di bawah Pentium III yang masih memiliki slot ISA
(Industry Standard Architecture). Dalam hal ini sistem pencacah radiasi gamma menggunakan
mikrokomputer di bawah Pentium III yang masih memiliki slot ISA.
Dalam hal penggunaan detektor sintilasi, pencacahan memungkinkan untuk dilakukan
dengan fasilitas pemilihan energi dari sumber yang dicacah dengan mode pencacahan secara
integral ataupun dalam mode window untuk memilih energi spesifik dari sumber yang dicacah
dengan lebar window sekitar 30 % di atas ambang batas bawahnya.
Keuntungan sistem peralatan yang berbasiskan mikrokomputer adalah fleksibilitas tujuan
penggunaan peralatan yang dapat diubahubah melalui perangkat lunaknya disesuaikan dengan
kebutuhan yang direncanakan. Misalnya, sistem pencacah radiasi yang sama dapat digunakan
untuk mencacah maksimal 10 kali dengan menampilkan hasil akhir cacahan rataratanya ataupun
memonitor aktivitas sumber yang dicacah lebih banyak disertai perekaman data yang bisa diolah
lebih lanjut seperti tampilan grafik dan lain sebagainya. Gambar berikut ini memperlihatkan
diagram blok sistem pencacah radiasi berbasiskan mikrokomputer. Dalam hal ini semua unit
kecuali detektor dan penguat awalnya dibuat dan terpasang dalam komputer.
Daftar Pustaka :
Bahri, Syamsul. 2007. Perbandingan Kinerja Detektor NaI(Tl) Dengan Detektor CsI(Tl)
Pada Spektroskopi Radiasi Gamma. Jurnal Gradien Vol.3 No.1 Hal: 204-209.

BATAN. Pengenalan Radiasi. [online] http:batan.go.id/pusdiklat/elearning/proteksiradiasi/pengenalan_radiasi/1-


1.htm (Diakses 30 November 2019)
Desy dan Munir. 2001. Pengaruh Perubahan Tegangan Tinggi Tabung Photomultiplayer (PMT)
Terhadap Amplitudo Keluaran Detektor NaI(Tl). Jurnal Berkala Fisika Vol.4, No.3 , hal 69-
78.

Dwi, nanik. (2011). Detektor Radiasi. [online]  http://nanikdn.staff.uns.ac.id/files/2011/04/detektorradiasi-


compatibility-mode.pdf. (Diakses 30 November 2019)

Fathonah, Annisatun. 2010. “SIMULASI EFFISIENSI DETEKTOR NaI(Tl) DAN HPGe MENGGUNAKAN
METODE MONTE CARLO, SOFTWARE MCNP5”. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.
Universitas Sebelas Maret: Surakarta.

Hashem M. H., Hamed P.,dan Alireza V. N. 2007. Nonlinier Response of a 3x3 in. NaI
scintillaton Detector. Journal Asian Experiment science, Vol 21, No.1.

Jati B. Murdaka Eka dan Priyambodo T. Kuntoro. 2010. Fisika Dasar untuk Mahasiswa Ilmu-ilmu Eksakta dan
Teknik. Yogyakarta: Andi Yogyakarta.

Nazaroh. 2017. “Pengukuran Laju Emisi Neutron (Fluens) dengan Sistem Manganese Sulphate Bath
(MnSO4.H2O)”. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Pengelolaan Limbah XV, ISSN 1410-6086, hal
63-71, Jakarta Selatan.

Tavakoli A., Izadi R.N., dan Hakimabad H. M. 2009. The Effect of Detector Dimensions On The NaI(Tl) Detector
response. Journal Of Applied sciences, Vol 9, No.11, Hal 2168-2173.

Tsoulfanidis, N., Measurement and Detection of Radioation, 1972, Helmisphere Publishing Corporation, New York,
London.

Widya A. Gammayani dan Didi Gayani. 2009. Sistem Pencacah Radiasi Dengan Detektor Sintilasi Berbasis
Mikrokomputer. Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi Nuklir PTNBR – BATAN Bandung.

Wijayanto, Adi. 2012. “Perancangan Sistem Monitoring Radiasi Terpusat Berbasis Komputer Sebagai Antisipasi
Kontaminasi Zat Radioaktif dari Kecelakaan PLTN Fukushima”. Fakultas Teknik. Universitas Indonesia:
Depok.

Zubaidah Alatas, Sri Hadayati, Mukhlis Akhadi dkk. 2009. Buku Pintar Nuklir. Badan Tenaga Nuklir Nasional
BATAN: Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai