PENDAHULUAN
1
1.2 RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana prosedur persiapan pasien BNO IVP pada Kasus
urolithiasis di Instalasi Radiologi RSI Unisma Malang?
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
rongga sentral yang disebut renal sinus yang mengelilingi renal
pelvis. Ginjal dengan ukuran normal memiliki panjang sekitar 4-5
inchi (10-12 cm), lebar 2-3 inchi (5-7,5 cm) dan tebal 1 inchi (2,5 cm).
Bentuk dan ukuran ginjal kiri umumnya lebih ramping dan lebih
panjang dibanding dengan ginjal bagian kanan.(Syaifuddin, 1997)
Ginjal terletak pada dinding posterior abdomen, dibelakang
rongga peritoneum pada sisi kanan dan kiri vertebrae dengan bagian
konkafnya menghadap vertebrae. Ginjal kanan letaknya lebih rendah
dibanding dengan ginjal kiri karena adanya hati pada sisi kanan
abdomen.(Syaifuddin, 1997)
4
2) Parenkim Ginjal
Parenkim ginjal adalah jaringan ginjal yang menyelubungi
struktur sinus ginjal. Jaringan ini terbagi menjadi 2, yaitu :
1) Medula
Medula terdiri dari massa-massa triangular yang disebut
piramida ginjal. Ujung yang sempit dari setiap piramida (papilla)
masuk dengan pas dalam kaliks minor dan ditembus mulut duktus
pengumpul urine.
2) Korteks
Korteks tersusun dari tubulus dan pembuluh darah nefron
yang merupakan unit struktural dan fungsional ginjal. Korteks
terletak di dalam di antara piramida-piramida medulla yang
bersebelahan untuk membentuk kolumna ginjal yang terdiri dari
tubulus-tubulus pengumpul yang mengalir ke dalam duktus
pengumpul.
Proses pembentukan urine pada ginjal merupakan fungsi
fisiologis yang terjadi pada nefron. Ada tiga tahapan yang tetrjadi dalam
proses pembentukan urine, tahapan yang terjadi adalah sebagai berikut :
1) Filtrasi
Proses pembentukan urine diawali dengan penyaringan
darah yanng terjadi dikapiler glomerulus. Sel-sel kapiler
glomerulus yang berpori (podosit), tekanan dan permeabilitas
yang tinggi pada glomerulus mempermudah proses penyaringan.
Selain penyaringan di glomerulus juga terjadi
penyerapan kembali sel-sel darah, keping darah, dan sebagian
besar protein plasma. Bahan-bahan kecil yang terlarut didalam
plasma darah seperti glikosa, asam amino, natrium, kalium,
klorida, bikarbonat, dan urea dapat melewati saringan dan
menjadi bagian dari endapan.
5
Hasil dari penyaringan di glomerulus disebut filtrat
gloomerulus atau urine primer, mengandung asam amino,
glukosa, natrium, kalium, dan garam-garam lainnya.
2) Reabsorpsi
Bahan-bahan yang masih diperlukan didalam urine
primer akan diserap kembali ditubulus kontortus proksimal,
sedangkan ditubulus kontortus distal terjadi penambahan zat-zat
sisa dan urea.
Meresapnya zat pada tubulus ini melalui dua cara. Gula
dan asam amino meresap melalui peristiwa difusi, sedangkan air
melalui peristiwa osmosis. Penyerapan air terjadi pada tubulus
proksimal dan tubulus distal.
Substansi yang masih diperlukan seperti glukosa dan
asam amino dikembalikan ke darah. Zat amonia, obat-obatan
seperti penicilin, kelebihan garam dan bahan lain pada filtrat
dikeluarkan bersama urine. Setelah terjadi reabsorpsi maka
tubulus akan menghasilkan urine sekunder, zat-zat yang masih
diperlukan tidak akan ditemukan lagi. Sebaliknya, konsentrasi
zat-zat sisa metabolisme yang bersifat racun bertambah, misalnya
urea.
3) Augmentasi
Augmentasi adalah proses penambahan zat sisa dan urea
yang mulai terjadi di tubulus kontortus distal.
Dari tubulus-tubulus ginjal, urine akan menuju rongga
ginjal, selanjutnya menuju vesica urinaria melalui saluran ginjal.
Jika vesica urinaria telah penuh terisi urine, dinding vesica
urinaria akan tertekan sehingga timbul rasa ingin buang air kecil.
Urine akan keluar melalui uretra.
Komposisi urine yang dikeluarkan melalui uretra adalah
air, garam, urea dan sisa substansi lain, misalnya pigmen empedu
yang berfungsi memberi warna dan bau pada urine.
6
Selain memproduksi urine, ginjal mempunyai fungsi
antara lain :
2. Ureter
7
tengah yang berotot, dan lapisan mukosa sebelah dalam. Ureter mulai
sebagai pelebaran hilum ginjal, dan letaknya menurun dari ginjal
sepanjang bagian belakang dari rongga peritoneum dan di depan dari
muskulus psoas dan prosesus transversus dari vertebra lumbal dan
berjalan menuju ke dalam pelvis dan dengan arah oblik bermuara ke
vesica urinaria melalui bagian posterior lateral.
Terdapat dua ureter berupa dua saluran, yang masing-masing
bersambung dengan ginjal dan dari ginjal berjalan ke vesica urinaria.
Tebal ureter kira – kira setebal tangkai bulu angsa dan panjangnya 35
sampai 40 cm, terdiri atas dinding luar fibrus, lapisan tengah yang
berotot dan lapisan mukosa sebelah dalam. Ureter mulai sebagai
pelebaran hilum ginjal dan berjalan kebawah melalui rongga abdomen
masuk kedalam pelvis dan dengan oblik bermuara kedalam sebelah
posterior vesica urinaria.
Ureter mempunyai tiga penyempitan sepanjang perjalanannya,
yaitu pada ruang piala ginjal yang berhubungan dengan ureter, pada
waktu ureter menjadi kaku sewaktu melewati pinggir pelvis dan pada
waktu menembus dinding kemih yaitu :
1) Uretropelvic junction, yaitu ureter bagian proksimal mulai
dari renal pelvis sampai bagian ureter yang mengecil.
2) Pelvic brim, yaitu ureter yang bermula dari sisi pelvis yang
berpotongan antara pembuluh darah iliaka dengan uterus.
8
Gambar 2.4 Bagian Ureter
3. Vesica Urinaria
9
dan dinding otot elastis sehingga kandung kencing dapat membesar
dan menampung jumlah urine yang banyak. (Pearce, 1999).
4. Urethra
10
Gambar 2.6 Uretra
2) Urolithiasis
11
yang tinggi. Sebagian besar dari pada batu tersusun atas berbagai
campuran lima kristaloid, yaitu oksalat kalsium, fosfat kalsium,
fosfat magnesium amonium, asam urat, dan cystine. Selain kristaloid
ini batu tersebut juga mengandung matriks organik makroprotein
yang sangat penting sebagai nidus (tempat) pembentukan batu atau
merupakan lingkungan yang cocok bagi kristalisasi dari pada
substansi yang membentuk batu.
3) Batu Ginjal.
12
sangat sakit, biasanya terdapat sedikit hematuria dan infeksi yang
sering menyertai keadaan ini.
4) Hydronefrosis
13
2.3 Indikasi dan Kontra Indikasi Pemeriksaan
2.3.1 Indikasi Pemeriksaan
Menurut (Ballinger 2003) indikasi pemeriksaan sebagai berikut :
14
3. Gangguan pada hepar.
4. Kegagalan jantung.
5. Anemia.
6. Gagal ginjal akut maupun kronik.
7. Diabetes, khususnya diabetes mellitus.
8. Pheochrocytoma (tumor kelenjar jaringan adrenal).
9. Multipe myeloma (kanker yang dimulai dari sel-sel plasma
dan sumsum tulang).
10. Anuria ( tidak ada ereksi dari urine).
11. Perforasi ureter.
2. Media Kontras
15
anatomi maupun fisiologi) dalam pemeriksaan radiologi,
dimana dengan foto polos biasa organ tersebut kurang dapat
dibedakan dengan jaringan sekitarnya karena mempunyai
densitas relatif sama. (Bontrager 2005).
Media kontras yang sering digunakan pada
pemeriksaan Intra Vena Pyelografi (IVP) adalah Urografin
dan urografin yang dimasukkan secara intra vena. Tes
sensitifitas dilakukan dengan memasukkan media kontras ke
tubuh pasien untuk melihat kerentanan terhadap media
kontras. Hal ini dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut :
1) Skin tes
Memasukkan media kontras 5 cc di bawah kulit
secara intra kutan kemudian ditunggu 10 menit, jika
timbul tanda – tanda merah berarti alergi. Untuk pasien
ruangan dilakukan dengan cara memoleskan yodium di
permukaan kulit, ditutup kassa dan diplester.
2) Tes langsung
Memasukkan media kontras 2 cc melalui intra
vena. Tidak jarang orang yang dilakukan Intra Vena
Pyelografi (IVP) ini terjadi alergi sehinga tidak
diperlukan pengawasan secara khusus terhadap pasien.
Pada pasien yang tidak tahan terhadap media kontras
dapat terjadi reaksi mayor atau minor. Reaksi minor
ditunjukkan dengan gejala-gejala seperti : mual-mual,
gatal-gatal, mata menjadi merah, sesak nafas dan muka
menjadi sembab. Reaksi mayor dapat ditunjukkan
dengan gejala-gejala sebagai berikut : kolaps pembuluh
darah tepi, kejang dan cardiac arrest (berhentinya
denyut jantung) keadaan ini diikuti dengan badan terasa
dingin. Tindakan untuk mengatasi reaksi terhadap media
kontras adalah :
16
1) Memasang oksigen untuk mengatasi keadaan
shock, pasien sesak nafas.
2) Memberikan obat anti alergi baik intra meskuler
atau intra vena menurut petunjuk dokter.
Media kontras yang digunakan dapat dibedakan
menjadi dua jenis ionic dan non ionic :
17
dari keadaan pasien serta reaksi alergi yang dapat
ditimbulkan oleh media kontras ionic.
Bahan kontras yang digunakan:
1) Urografin 60 % - 70 %.
2) Urografin 300 mg.
3) Triosil 75 %.
4) Urovision 58 %.
5) Hipaque 45 %.
6) Conray 280, 325, 420
18
3) kassa,
4) kapas alkohol,
5) obat anti alergi dan
6) infus set.
Alat bantu non steril:
1) bengkok,
2) waktu,
3) tensimeter dan
4) tabung oksigen.
19
multiplemyoma, tingkat garam urea tinggi. Pada penderita
diabetes tidak boleh dehidrasi karena mempunyai resiko
terhadap media kontras yang dapat menyebabkan gagal
ginjal.
3. Pada pagi hari penderita diberi ducolax suppositoria yang
dimasukan lewat anal.
4. Selama berpuasa penderita diharapkan mengurangi
pembicaraan dan tidak merokok untuk menghindari adanya
bayangan gas.
5. Penderita dimohon buang air kecil terlebih dahulu sebelum
dilakukan pemeriksaan untuk pengosongan kandung kencing.
20
processus xypoideus dan batas bawah pada
symphysis pubis.
4) Central Ray : Vertikal tegak lurus terhadap kaset.
5) Titik Bidik : Pada MSP (Mid Sagital Plane) tubuh
setinggi garis yang menghubungkan crista
iliaca kanan dan kiri.
6) FFD : 100 cm.
7) Eksposi : Dilakukan pada saat ekspirasi dan
tahan nafas.
8) Kriteria : Dapat menampakan organ abdomen secara
keseluruhan, tidak tampak pergerakan
tubuh, kedua crista iliaca simetris kanan
dan kiri, gambaran vertebra tampak
dipertengahan radiograf.
Gambar 2.9 : Hasil radiograf foto polos abdomen proyeksi AP (Bontrager, 2005).
21
2.5.2 Penyuntikan Media Kontras
Sebelum penyuntikan media kontras terlebih dahulu
dilakukan skin test terhadap pasien. Selanjutnya setelah pasien
tidak mengalami alergi maka pasien tersebut telah memenuhi syarat
dilakukan pemeriksaan Intra Vena Pyelografi (IVP). Penyuntikan
Intra Vena Pyelografi (IVP) mempunyai dua cara pemasukan
media kontras yaitu penyuntikan langsung dan dengan cara drip
infus. Penyuntikan media kontras secara langsung dilakukan
melalui pembuluh darah vena dengan cara memasukkan wing
needle ke dalam vena mediana cubiti. Penyuntikan media kontras
drip infus adalah media kontras sebanyak 40 ml dicampur dengan
larutan fisiologis sebanyak 100 ml kemudian dimasukkan melalui
selang infus.(Bontrager, 2005)
22
iliaca kanan dan kiri.
6) FFD : 100 cm
7) Eksposi : Dilakukan pada saat ekspirasi dan
tahan nafas.
8) Kriteria : Dapat menampakan kedua kontur ginjal
yang terisi media kontras.
Gambar 2.10 : Foto abdomen proyeksi AP 5 menit post injeksi (Bontrager, 2005)
23
2) Posisi Objek : Pasien diatur sehingga MSP (Mid
Sagital Plane) berada ditengah meja
pemeriksaan, daerah symphysis pubis tidak
terpotong.
3) Ukuran Kaset : 30 x 40 cm diatur memanjang sejajar
tubuh dengan batas atas kaset pada
processus xypoideus dan batas bawah pada
symphysis pubis.
4) Central Ray : Vertikal tegak lurus terhadap kaset.
5) Titik Bidik : Pada MSP (Mid Sagital Plane) tubuh
setinggi garis yang menghubungkan crista
iliaca kanan dan kiri.
6) FFD : 100 cm.
7) Eksposi : Dilakukan pada saat ekspirasi dan
tahan nafas.
8) Kriteria : Dapat menampakan media kontras mengisi
kedua ureter.
24
Gambar 2.13: Hasil radiograf proyeksi AP 15 menit post injeksi.(Bontrager,2005).
25
7) Eksposi : Dilakukan pada saat ekspirasi dan
tahan nafas.
8) Kriteria : Dapat menampakan media kontras
mengisi kedua kontur ginjal, ureter, dan
vesica urinaria. Gambaran vertebra berada
di pertengahan radiograf, kedua crista
iliaka simetris kanan dan kiri.
Gambar 2.15 Hasil Radiograf foto abdomen proyeksi PA 30 menit post injeksi.
26
terutama pada kasus prostat hipertrofi atau pembesaran pada
prostat (Bontrager, 2005).
27
8) Kriteria : Tidak tampak media kontras pada
kandung kemih,tampak kedua ginjal dan
ureter, daerah symphysis pubis masuk
dalam radiograf.
28
Filosofi proteksi radiasi yang dipakai sekarang ditetapkan oleh
Komisi Internasional untuk Proteksi Radiasi ( International Commission on
Radiological Protection, ICRP ) dalam suatu pernyataan yang mengatur
pembatasan dosis radiasi, yang intinya sebagai berikut :
1) Suatu kegiatan tidak akan dilakukan kecuali mempunyai keuntungan
yang positif dibandingkan dengan risiko, yang dikenal sebagai azas
justifikasi.
2) Paparan radiasi diusahakan pada tingkat serendah mungkin yang bisa
dicapai ( as low as reasonably achievable, ALARA ) dengan
mempertimbangkan faktor ekonomi dan sosial, yang dikenal sebagai
azas optimasi.
3) Dosis perorangan tidak boleh melampaui batas yang
direkomendasikan oleh ICRP untuk suatu lingkungan tertentu, yang
dikenal sebagai azas limitasi.
Konsep untuk mencapai suatu tingkat serendah mungkin
merupakan hal mendasar yang perlu dikendalikan, tidak hanya untuk radiasi
tetapi juga untuk semua hal yang membahayakan lingkungan. Mengingat
bahwa tidak mungkin menghilangkan paparan radiasi secara keseluruhan,
maka paparan radiasi diusahakan pada tingkat yang optimal sesuai dengan
kebutuhan dan manfaat dari sisi kemanusiaan.
Menurut BAPETEN No. 04 Tahun 2013, nilai batas dosis dalam
satu tahun untuk pekerja radiasi adalah 50 mSv (5 rem), sedang untuk
masyarakat umum adalah 5 mSv (500 mrem).
29
4. Bangunan instalasi radiologi dirancang sedemikian rupa
sehingga radiasi hambur dapat diserap.
30
BAB III
PROFIL KASUS
31
Kreatinin = 0,5-1,5mg
2) Dua hari sebelum pemeriksaan dilakukan, pasien hanya
makan makanan lunak tanpa serat (bubur kecap).
3) Pada tanggal 19 Mei 2018 pasien makan terakhir jam 03.00
pagi.
4) Pukul 05.00 pagi sebelum pemeriksaan pasien minum
dulcolax sebanyak 4 tablet.
5) 8 jam sebelum pemeriksaan pasien tidak diperkenankan
minum, untuk menjaga kadar cairan.
6) Pukul 11.00 pagi pasien diminta memasukkan dulcolax
suppossitoria 10mg 2 tablet melalui anus, supaya usus besar
benar - benar bersih dari sisa makanan.
7) Tidak boleh bicara dan merokok.
8) Kemudian pukul 14.00 siang pasien datang ke Instalasi
Radiologi RSI Unisma Malang untuk dilakukan
pemeriksaan.
32
2) IV chateter + port no. 20 dan needle no.18, spuit 1 cc
4) Plesterin
33
5) Tourniquet
34
2) Kaset Ukuran 35x43cm dan Film ukuran 28x35cm
4) Marker R dan L
35
Sebelum dilakukannya pemeriksaan IVP, pasien harus mengisi
inform consern terlebih dahulu, dan diberi penjelasan oleh petugas
radiologi untuk persiapan pemeriksaan IVP. Sebelum dilakukan
pemeriksaan IVP, pasien terlebih dahulu diwawancarai apakah
mempunyai riwayat alergi atau tidak. Setelah itu dilakukan skin
test, ditunggu selama 5 menit dan pasien tidak didapatkan alergi
terhadap media kontra tersebut, kemudian dilakukan foto plain
abdomen (Plain foto abdomen adalah pengambilan fotoa bdomen
yang dibuat sebelum dilakukan penyuntikan media kontras).
Tujuan dibuatnya plain foto abdomen adalah melihat
persiapan pasien, menilai abdomen secara umum, mengetahui letak
ginjal, dan menentukan faktor eksposi.
Teknik pemeriksaanya sebagai berikut:
1) Posisi Pasien : Pasien supine di meja pemeriksaan dengan
kedua tangan berada di samping tubuh dan
kedua kaki lurus ke bawah.
2) Posisi Obyek : Bidang MSP (Mid Sagital Plane) tubuh
diatur sedemikian rupa sehingga berada
pada garis tengah bucky table.
3) Ukuran Kaset : 35 x 43 cm diatur membujur dengan batas
atas kaset pada procesus xypoideus dan
batas bawah kaset pada simphysis pubis.
4) Titik Bidik : Ditujukan pada MSP tubuh setinggi garis
yang menghubungkan antara crista iliaca
kanan dan kiri.
5) Arah Sinar : Vertikal tegak lurus terhadap kaset.
6) Eksposi : Pada saat pasien ekpirasi lalu tahan nafas.
7) Faktor Eksposi : kV : 62 mAs : 160
36
Gambar 3.9 Hasil Plain foto abdomen Tn. “W”
Teknik pemeriksaannya :
1) Posisi Pasien :Pasien supine diatas meja pemeriksaan,
kedua lengan di samping tubuh.
2) Posisi Objek :Pasien diatur sehingga MSP (Mid
Sagital Plane) berada di tengah meja
pemeriksaan, daerah symphysis pubis tidak
terpotong.
3) Ukuran Kaset : 35 x 43 cm diatur memanjang sejajar
tubuh dengan batas atas kaset pada
processus xypoideus dan batas bawah pada
symphysis pubis.
37
4) Central Ray : Vertikal tegak lurus terhadap kaset.
5) Titik Bidik : Pada MSP (Mid Sagital Plane) tubuh
setinggi garis yang menghubungkan crista
iliaca kanan dan kiri.
6) FFD : 100 cm.
7) Eksposi : Dilakukan pada saat ekspirasi dan
tahan nafas.
8) Kriteria : Dapat menampakan kedua kontur ginjal
yang terisi media kontras.
Gambar 3.10 Hasil radiograf proyeksi AP pada foto 5 menit post injeksi Tn. “W”
38
2) Posisi Objek :Pasien diatur sehingga MSP (Mid
Sagital Plane) berada ditengah meja
pemeriksaan, daerah symphysis pubis tidak
terpotong.
3) Ukuran Kaset : 35 x 43 cm diatur memanjang sejajar
tubuh dengan batas atas kaset pada
processus xypoideus dan batas bawah pada
symphysis pubis.
4) Central Ray : Vertikal tegak lurus terhadap kaset.
5) Titik Bidik : Pada MSP (Mid Sagital Plane) tubuh
setinggi garis yang menghubungkan crista
iliaca kanan dan kiri
6) FFD : 100 cm.
7) Eksposi : Dilakukan pada saat ekspirasi dan
tahan nafas.
8) Kriteria :Dapat menampakan media kontras mengisi
kedua ureter.
Gambar 3.11 Hasil radiograf proyeksi PA pada foto 15 menit post injeksi.
39
3.3.4 Foto Abdomen 30 menit Post Injeksi Media Kontras
Adapun tujuan dari pembuatan radiograf 30 menit adalah
untuk melihat vesika urinaria apakah sudah terisi bahan kontras
atau belum.. Teknik pemeriksaannya sama seperti foto plain
abdomen.
Teknik pemeriksaannya sebagai berikut :
1) Posisi Pasien : Pasien supine diatas meja pemeriksaan,
kedua lengan di samping tubuh.
2) Posisi Objek : Pasien diatur sehingga MSP (Mid
Sagital Plane) berada ditengah meja
pemeriksaan, daerah symphysis pubis tidak
terpotong.
3) Ukuran Kaset : 35 x 43 cm diatur memanjang sejajar
tubuh dengan batas atas kaset pada
processus xypoideus dan batas bawah pada
symphysis pubis.
4) Central Ray : Vertikal tegak lurus terhadap kaset.
5) Titik Bidik : Pada MSP (Mid Sagital Plane) tubuh
setinggi garis yang menghubungkan crista
iliaca kanan dan kiri.
6) FFD : 100 cm.
7) Eksposi : Dilakukan pada saat ekspirasi dan tahan
nafas.
8) Kriteria : Dapat menampakan media kontras
mengisi kedua kontur ginjal, ureter,
dan vesica urinaria. Gambaran vertebra
berada di pertengahan radiograf, kedua
crista iliaka simetris kanan dan kiri.
40
Gambar 3.12 Hasil Radiograf proyeksi AP pada foto 30 menit post injeksi Tn.“W”
41
7) Eksposi : Dilakukan pada saat ekspirasi dan tahan
nafas.
8) Kriteria :Dapat menampakan media kontras mengisi
kedua kontur ginjal, ureter, dan vesica
urinaria. Gambaran vertebra berada
dipertengahan radiograf, kedua crista iliaka
simetris kanan dan kiri.
Gambar 3.13 Hasil Radiograf proyeksi PA pada foto 60 menit post injeksi
Tn.“W”
42
2) Posisi Objek : Pasien diatur sehingga MSP (Mid
Sagital Plane) berada ditengah meja
pemeriksaan, daerah symphysis pubis tidak
terpotong.
3) Ukuran Kaset : 35 x 43 cm diatur memanjang sejajar
tubuh dengan batas atas kaset pada
processus xypoideus dan batas bawah pada
symphysis pubis.
4) Central Ray : Vertikal tegak lurus terhadap kaset.
5) Titik Bidik : Pada MSP (Mid Sagital Plane) tubuh
setinggi garis yang menghubungkan crista
iliaca kanan dan kiri.
6) FFD : 100 cm.
7) Eksposi : Dilakukan pada saat ekspirasi dantahan
nafas.
8) Kriteria : Tidak tampak media kontras pada
vesica urinaria, tampak kedua ginjal dan
ureter, daerah simphysis pubis masuk dalam
radiograf.
Gambar 3.14 Hasil radiograf proyeksi AP pada foto post void Tn. “W”
43
3.4 Hasil Pemeriksaan Radiologi
Didapatkan :
1) Pada foto polos, tidak didapatkan bayangan batu opak di
sepanjang proyeksi traktus urinarius D/S.
2) Tampak osteofit pada corpus vertebrae L3-5.
3) Dimasukkan kontras water soluable, 60cc, intra venous dan di
ikuti perjalanannya pada traktus urinarius.
4) Fungsi sekresi dan ekskresi ginjal D/S baik, nefrogram ginjal
Dekstra/Sinistra tampak pada menit ke 5 sistem pelviokalises
ginjal D/S baik, ujung calyx tampak cupping.
5) Fungsi drainage D/S baik, tampak pada menit ke 5.
6) Ureter D/S baik, kaliber normal, tidak tampak filling defek atau
stenosis.
7) Buli contour normal, mukosa terlihat reguler, tidak tampak
indentasi/filling defek/additional shadow.
8) Post Void : Hanya tampak minimal residu urine.
44
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Pembahasan
4.1.1 Prosedur Persiapan Intra Vena Pyelography (IVP) :
1. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium memperlihatkan dengan hasil
kadar ureum 20 dan kadar kreatinin 1,08.
2. Persiapan Pasien
1) Cek kadar ureum dan kreatinin
Ureum =15-40mg
Kreatinin = 0,5-1,5mg
2) Dua hari sebelum pemeriksaan dilakukan, pasien hanya
makan-makanan lunak tanpa serat (bubur kecap).
3) Pada tanggal 19 Mei 2018 pasien makan terakhir pukul 03.00
pagi sebelum dilakukan pemeriksaan.
4) Pukul 05.00 pagi sebelum pemeriksaan pasien minum
dulcolax sebanyak 4 tablet.
5) 8 jam sebelum pemeriksaan pasien tidak diperkenankan
minum, untuk menjaga kadar cairan.
6) Pukul 11.00 pagi pasien diminta memasukkan dulcolax
suppossitoria 10mg 2 tablet melalui anus, supaya usus besar
benar benar bersih dari sisa makanan.
7) Tidak boleh bicara dan merokok.
8) Kemudian pukul 14.00 siang pasien datang ke Instalasi
Radiologi RSI Unisma Malang untuk dilakukan pemeriksaan.
45
pengisian media kontras pada sepertiga distal ureter dan vesica
urinaria. Dapat dilihat juga bahwa letak anatomi dari sepertiga
distal ureter dan vesica urinaria lebih kearah anterior sehingga
lebih baik digunakan proyeksi PA. Sehingga akan memudahkan
dokter untuk mengevaluasi radiograf pada daerah vesica urinaria.
46
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
1) Prosedur pemeriksaan IVP di RSI Unisma Malangyaitu dengan
melakukan pemeriksaan Laboratorium terlebih dahulu untuk
memperlihatkan hasil kadar ureum dan kadar kreatinin, pasien hanya
makan-makanan rendah serat (bubur kecap). Kemudian pasien
minum dulcolax sebanyak 4 tablet dan pasien diminta memasukkan
dulcolax suppossitoria 10mg 2 tablet melalui anus, supaya usus
besar benar - benar bersih dari sisa makanan.
2) Dan pada saat dilakukan foto 60 menit post injeksi menggunakan
proyeksi PA dikarenakan pada pengambilan foto di menit ke 30
ureter dan vesica urinaria belum terisi, maka diperlukan
penambahan waktu untuk melihat pengisian media kontras pada
sepertiga distal ureter dan vesica urinaria. Dapat dilihat bahwa letak
anatomi dari sepertiga distal ureter dan vesica urinaria lebih kearah
anterior sehingga lebih baik digunakan proyeksi PA.
5.2 Saran
1) Lakukan pemeriksaan sesuai dengan prosedur, agar tidak terjadi
pengulangan foto.
2) Perhatikan proteksi radiasinya, baik untuk pasien, untuk keluarga
pasien yang dimintai tolong dalam proses jalannya pemeriksaan
ataupun untuk petugas radiasi.
47
DAFTAR PUSTAKA
48
LAMPIRAN-LAMPIRAN
49
Gambar 3. Surat pengantar radiologi
50