Anda di halaman 1dari 50

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Seiring dengan kemajuan jaman, dunia kesehatan dituntut untuk
dapat mengatasi jenis-jenis penyakit yang timbul, diantaranya harus mampu
memberikan diagnosa yang akurat terhadap kasus-kasus yang dihadapi.
Sejak ditemukannya sinar-x pertama kali oleh seorang ilmuwan Jerman
bernama Wilhelm Conrad Roentgent pada tahun 1985, perkembangan ilmu
pengetahuan dibidang imaging semakin pesat. Diagnosa yang akurat dapat
ditegakkan antara lain dengan ditemukannya teknologi Computed
Tomography Scan (CT Scan), fluoroscopy, maupun Magnetic Resonance
Imaging (MRI).Salah satu pemanfaatan sinar-x untuk mendiagnosa suatu
penyakit adalah pemeriksaan BNO IVP.(Amstrong, 1987)
Pemeriksaan BNO IVP adalah pemeriksaan secara radiologi dari
saluran perkemihan dengan memasukkan media kontras positif secara intra
vena dengan tujuan untuk melihat anatomi, fungsi, dan kelainan lain pada
traktus urinarius. Pemeriksaan BNO IVP dapat digunakan pada kasus kolik
ginjal, hipertensi, batu ginjal, dan lain-lain. (Amstrong, 1987).
Tujuan dari pemeriksaan kontras radiologi BNO-IVP adalah untuk
mendapatkan gambaran radiologi dari letak anatomi dan fisiologi serta
mendeteksi kelainan patologis dari ginjal, ureter,dan vesica urinaria.
Pemeriksaan ini juga bertujuan menilai keadaan anatomi dan fungsi ginjal.
Selain itu BNO-IVP dapat mendeteksi adanya batu semi-opak ataupun batu
non opak yang tidak dapat terlihat oleh foto polos abdomen.(Purnomo BB,
2011).
Urolithiasis merupakan obstruksi benda padat pada saluran
kencing yang terbentuk karena faktor presipitasi endapan dan senyawa
tertentu.(Grace & Borley, 2006).
Berdasarkan uraian di atas dan untuk mengkaji lebih jauh tentang
pemeriksaan BNO IVP pada kasus urolithiasis, penulis mengangkatnya
menjadi sebuah laporan kasus dengan judul ini.

1
1.2 RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana prosedur persiapan pasien BNO IVP pada Kasus
urolithiasis di Instalasi Radiologi RSI Unisma Malang?

2. Mengapa pada pemeriksaan Intra Vena Pyelografi (IVP) di Instalasi


Radiologi RSI Unisma Malang dilakukan foto 60 menit post injeksi
menggunakan proyeksi PA (Postero-Anterior)?

1.3 TUJUAN PENULISAN


Tujuan penulisan laporan kasus ini adalah untuk :
1. Mengetahui prosedur persiapan pasien BNO IVP pada kasus
urolithiasis di Instalasi Radiologi RSI Unisma Malang.
2. Untuk mengetahui tujuan dilakukan foto 60 menit post injeksi
menggunakan proyeksi PA (Postero-Anterior).

1.4 MANFAAT PENULISAN

Manfaat yang diperoleh penulis dari penulisan laporan kasus


dengan judul ”Teknik Pemeriksaan Intra Vena Pyelografi (IVP) pada
kasus Urolithiasis di RSI Unisma Malang adalah :

1. Bagi Rumah Sakit khususnya Instalasi Radiologi


Dapat dipakai sebagai masukan dalam prosedur
pemeriksaan Intra Vena Pyelography (IVP) di Instalasi Radiologi.
1. Bagi Penulis
Dapat menambah wawasan dan pengetahuan penulis
tentang teknik pemeriksaan Intravena Pyelografi (IVP)pada kasus
Urolithiasis.
2. Bagi Akademik
Sebagai kajian pustaka tentang teknik pemeriksaan
Intravena Pyelografi (IVP) pada kasus Urolithiasis bagi
mahasiswa Jurusan Teknik Radiodiagnostik dan Radioterapi Stikes
Widya Cipta Husada Kepanjen.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi Traktus Urinarius

Sistem organ Tractus Urinarius adalah suatu system tentang


pembentukan urine mulai dari ginjal, ureter, vesica urinaria, dan uretra.
(Pearce, 1999).

Gambar 2.1 Anatomi Traktus Urinarius


Secara umum sistem ini bekerja menyaring darah yang mengalir
didalam tubuh dan membuang bahan yang tidak berguna dalam darah dalam
bentuk urine. Sistem tractus urinarius terdiri atas beberapa organ dengan
fungsi tertentu.
1. Ginjal

Ginjal (renal atau kidney), merupakan organ pada tractus


urinarius yang memiliki peranan utama dalam mengeluarkan material
sisa dari dalam darah. Secara fisik ginjal merupakan organ yang
dilapisi lemak tebal dan berbentuk bean-shaped dimana bagian tepi
lateralnya konveks (cembung) sedangkan tepi medialnya konkaf
(cekung). Tepi medial dari masing-masing ginjal memiliki sebuah
hilum sebagai tempat masuknya pembuluh darah, pembuluh limfe,
saraf, dan ureter pada ginjal. Hilum masuk kedalam membentuk

3
rongga sentral yang disebut renal sinus yang mengelilingi renal
pelvis. Ginjal dengan ukuran normal memiliki panjang sekitar 4-5
inchi (10-12 cm), lebar 2-3 inchi (5-7,5 cm) dan tebal 1 inchi (2,5 cm).
Bentuk dan ukuran ginjal kiri umumnya lebih ramping dan lebih
panjang dibanding dengan ginjal bagian kanan.(Syaifuddin, 1997)
Ginjal terletak pada dinding posterior abdomen, dibelakang
rongga peritoneum pada sisi kanan dan kiri vertebrae dengan bagian
konkafnya menghadap vertebrae. Ginjal kanan letaknya lebih rendah
dibanding dengan ginjal kiri karena adanya hati pada sisi kanan
abdomen.(Syaifuddin, 1997)

Gambar 2.2 Bagian bagian Ginjal


Bagian-bagian ginjal :
1) Kalik (Calises)
Bentuknya seperti cawan yang bertangkai yang bermula dari
apises piramidis dari ginjal. Permulaan dari bentuk tangkai itu disebut
kalik minor dan jumlahnya 7 sampai 12 buah. Kumpulan dari kalik
minor yang jumlahnya 2 sampai 5 buah dinamakan renal pelvis. Bagian
yang lebar dari renal pelvis terletak pada sinus renal, sedangkan bagian
bawahnya berbentuk lonjong berjalan melalui hilus dan dilanjutkan
menjadi ureter.

4
2) Parenkim Ginjal
Parenkim ginjal adalah jaringan ginjal yang menyelubungi
struktur sinus ginjal. Jaringan ini terbagi menjadi 2, yaitu :
1) Medula
Medula terdiri dari massa-massa triangular yang disebut
piramida ginjal. Ujung yang sempit dari setiap piramida (papilla)
masuk dengan pas dalam kaliks minor dan ditembus mulut duktus
pengumpul urine.

2) Korteks
Korteks tersusun dari tubulus dan pembuluh darah nefron
yang merupakan unit struktural dan fungsional ginjal. Korteks
terletak di dalam di antara piramida-piramida medulla yang
bersebelahan untuk membentuk kolumna ginjal yang terdiri dari
tubulus-tubulus pengumpul yang mengalir ke dalam duktus
pengumpul.
Proses pembentukan urine pada ginjal merupakan fungsi
fisiologis yang terjadi pada nefron. Ada tiga tahapan yang tetrjadi dalam
proses pembentukan urine, tahapan yang terjadi adalah sebagai berikut :
1) Filtrasi
Proses pembentukan urine diawali dengan penyaringan
darah yanng terjadi dikapiler glomerulus. Sel-sel kapiler
glomerulus yang berpori (podosit), tekanan dan permeabilitas
yang tinggi pada glomerulus mempermudah proses penyaringan.
Selain penyaringan di glomerulus juga terjadi
penyerapan kembali sel-sel darah, keping darah, dan sebagian
besar protein plasma. Bahan-bahan kecil yang terlarut didalam
plasma darah seperti glikosa, asam amino, natrium, kalium,
klorida, bikarbonat, dan urea dapat melewati saringan dan
menjadi bagian dari endapan.

5
Hasil dari penyaringan di glomerulus disebut filtrat
gloomerulus atau urine primer, mengandung asam amino,
glukosa, natrium, kalium, dan garam-garam lainnya.
2) Reabsorpsi
Bahan-bahan yang masih diperlukan didalam urine
primer akan diserap kembali ditubulus kontortus proksimal,
sedangkan ditubulus kontortus distal terjadi penambahan zat-zat
sisa dan urea.
Meresapnya zat pada tubulus ini melalui dua cara. Gula
dan asam amino meresap melalui peristiwa difusi, sedangkan air
melalui peristiwa osmosis. Penyerapan air terjadi pada tubulus
proksimal dan tubulus distal.
Substansi yang masih diperlukan seperti glukosa dan
asam amino dikembalikan ke darah. Zat amonia, obat-obatan
seperti penicilin, kelebihan garam dan bahan lain pada filtrat
dikeluarkan bersama urine. Setelah terjadi reabsorpsi maka
tubulus akan menghasilkan urine sekunder, zat-zat yang masih
diperlukan tidak akan ditemukan lagi. Sebaliknya, konsentrasi
zat-zat sisa metabolisme yang bersifat racun bertambah, misalnya
urea.
3) Augmentasi
Augmentasi adalah proses penambahan zat sisa dan urea
yang mulai terjadi di tubulus kontortus distal.
Dari tubulus-tubulus ginjal, urine akan menuju rongga
ginjal, selanjutnya menuju vesica urinaria melalui saluran ginjal.
Jika vesica urinaria telah penuh terisi urine, dinding vesica
urinaria akan tertekan sehingga timbul rasa ingin buang air kecil.
Urine akan keluar melalui uretra.
Komposisi urine yang dikeluarkan melalui uretra adalah
air, garam, urea dan sisa substansi lain, misalnya pigmen empedu
yang berfungsi memberi warna dan bau pada urine.

6
Selain memproduksi urine, ginjal mempunyai fungsi
antara lain :

1) Memegang peranan penting dalam pengeluaran zat-zat


toksik atau racun yang terkandung dalam darah.

2) Mempertahankan suasana keseimbangan cairan dalam


tubuh.

3) Mempertahankan keseimbangan kadar asam dan basa


dari cairan tubuh (pH cairan).

4) Mempertahankan keseimbangan garam-garam mineral


serta zat-zat lain dalam tubuh.

5) Mengeluarkan sisa-sisa metabolisme hasil akhir dari


protein ureum, kreatinin, dan amoniak.

Gambar 2.3 Proses Pembentukan Urine

2. Ureter

Ureter adalah lanjutan dari renal pelvis yang panjangnya


antara 10 sampai 12 inchi (25-30 cm), dan diameternya sekitar 1 mm
sampai 1 cm. Ureter terdiri atas dinding luar yang fibrus, lapisan

7
tengah yang berotot, dan lapisan mukosa sebelah dalam. Ureter mulai
sebagai pelebaran hilum ginjal, dan letaknya menurun dari ginjal
sepanjang bagian belakang dari rongga peritoneum dan di depan dari
muskulus psoas dan prosesus transversus dari vertebra lumbal dan
berjalan menuju ke dalam pelvis dan dengan arah oblik bermuara ke
vesica urinaria melalui bagian posterior lateral.
Terdapat dua ureter berupa dua saluran, yang masing-masing
bersambung dengan ginjal dan dari ginjal berjalan ke vesica urinaria.
Tebal ureter kira – kira setebal tangkai bulu angsa dan panjangnya 35
sampai 40 cm, terdiri atas dinding luar fibrus, lapisan tengah yang
berotot dan lapisan mukosa sebelah dalam. Ureter mulai sebagai
pelebaran hilum ginjal dan berjalan kebawah melalui rongga abdomen
masuk kedalam pelvis dan dengan oblik bermuara kedalam sebelah
posterior vesica urinaria.
Ureter mempunyai tiga penyempitan sepanjang perjalanannya,
yaitu pada ruang piala ginjal yang berhubungan dengan ureter, pada
waktu ureter menjadi kaku sewaktu melewati pinggir pelvis dan pada
waktu menembus dinding kemih yaitu :
1) Uretropelvic junction, yaitu ureter bagian proksimal mulai
dari renal pelvis sampai bagian ureter yang mengecil.

2) Pelvic brim, yaitu ureter yang bermula dari sisi pelvis yang
berpotongan antara pembuluh darah iliaka dengan uterus.

3) Uretrovesical junction, yaitu ujung ureter dan masuk ke


dalam vesica urinaria.

8
Gambar 2.4 Bagian Ureter

3. Vesica Urinaria

Kandung kemih (vesica urinaria) merupakan muskulus


membrane yang berbentuk kantong yang merupakan tempat
penampungan urine yang dihasilkan oleh ginjal, organ ini berbentuk
seperti buah pir (kendi). Letaknya di dalam panggul besar, sekitar
bagian postero superior dari symphysis pubis. Bagian vesica urinaria
terdiri dari fundus (berhubungan dengan rectal ampula pada laki-laki,
serta uterus bagian atas dari kanalis vagina pada wanita), korpus, dan
korteks. Dinding kandung kemih (vesica urinaria) terdiri dari lapisan
peritoneum (lapisan sebelah luar), tunika muskularis (lapisan otot),
tunika submukosa, dan lapisan mukosa (lapisan bagian dalam). Vesica
urinaria bervariasi dalam bentuk, ukuran, dan posisinya, tergantung
dari volume urine yang ada di dalamnya. Secara umum volume dari
vesica urinaria adalah 350-500 ml.Kandung kemih (vesica urinaria)
berfungsi sebagai tempat penampungan sementara (reservoa) urine,
mempunyai selaput mukosa berbentuk lipatan disebut rugae (kerutan)

9
dan dinding otot elastis sehingga kandung kencing dapat membesar
dan menampung jumlah urine yang banyak. (Pearce, 1999).

Gambar 2.5 Vesica Urinaria ( Bontrager, 2005)

4. Urethra

Urethra merupakan saluran yang berjalan dari leher kandung


kencing ke lubang luar, dilapisi membran mukosa yang bersambung
dengan membran yang melapisi vesica urinaria.(Pearce, 2006)
Urethra berfungsi untuk transport urine dari vesica urinaria ke
meatus eksterna, urethra merupakan sebuah saaluran yang berjalan
dari leher vesica urinaria hingga lubang air. (Pearce, 2006)
Dindingnya terdiri dari tiga lapisan yaitu epitel transional,
columnair pseudostratified dan quamous stratified dengan muaranya
terdiri dari serabut otot lingkar yang membentuk sphincter urethra.
Panjang uretra wanita dan laki-laki berbeda, pada wanita panjangnya
2,5 – 3,5 cm sedang pada laki-laki panjangnya sekitar 17 – 23 cm.
Uretra pria dibagi atas pars prostatika, pars membrane, dan pars
kavernosa. (Pearce, 1999).

10
Gambar 2.6 Uretra

2.2 Patologi Traktus Urinarius

1) Trauma Traktus Urogenitalis

Adanya benturan yang mengenai traktus urogenitalis ginjal


,ureter, vesica urinaria dan uretra.

2) Urolithiasis

Urolithiasis adalah pembentukan batu (calculus) dalam


saluran kemih. Keadaan penyakit yang berhubungan dengan adanya
batu dalam dalam saluran kemih.

Pembentukan batu biasanya mulai dari calyses dan pelvis,


kemudian dapat menyebar ke dalam ureter dan vsica urinaria.
Beberapa batu dapat dibentuk dalam saluran kemih bagian bawah.
Kelainan ini tidak jarang ditemukan, namun sering tidak
menimbulkan gejala.

Kelainan ini lebih sering ditemukan pada pria dari pada


wanita. Biasanya diatas usia 30 tahun dan terutama diatas usia 50
tahun, disebabkan oleh incidence obstruksi air kemih dan infeksi

11
yang tinggi. Sebagian besar dari pada batu tersusun atas berbagai
campuran lima kristaloid, yaitu oksalat kalsium, fosfat kalsium,
fosfat magnesium amonium, asam urat, dan cystine. Selain kristaloid
ini batu tersebut juga mengandung matriks organik makroprotein
yang sangat penting sebagai nidus (tempat) pembentukan batu atau
merupakan lingkungan yang cocok bagi kristalisasi dari pada
substansi yang membentuk batu.

Berikut ini adalah istilah penyakit batu bedasarkan letak batu


antara lain: (Prabawa & Pranata, 2014):

1) Nefrolithiasis disebut sebagai batu pada ginjal.


2) Ureterolithiasis disebut batu pada ureter.
3) Vesikolithiasis disebut sebagai batu pada vesica urinaria/batu
buli.
4) Uretrolithisis disebut sebagai batu pada ureter.

3) Batu Ginjal.

Jenis batu yang ditemukan dalam traktus urinarius umumnya


adalah kalsium oksalat, fosfat, tripel fosfat, asam urat, sistin, disertai
papilla yang mengapur. Gambaran klinis batu di dalam traktus
urinarius bermacam-macam dapat berupa gambaran radiopaque
maupun radiolooscent. Batu kecil di dalam kalik tidak selalu
memberikan keluhan, jadi dapat tanpa gejala. Keluhan yang paling
banyak bila batu berada di dalam ureter.

Batu parenkim ginjal merupakan klasifikasi jinak dalam


ginjal. Sedang yang patologik adalah parut ginjal dan kalsifikasi
abses, penyakit granuloma tua, abses ginjal, atau hematoma.

Batu dalam kandung kencing dapat terbentuk di tempat atau


berasal dari ginjal masuk ke dalam vesica urinaria, karena vesica
urinaria berkontraksi untuk mengeluarkan air kencing maka batu
akan tertekan pada trigonum yang peka menyebabkan rasa yang

12
sangat sakit, biasanya terdapat sedikit hematuria dan infeksi yang
sering menyertai keadaan ini.

4) Hydronefrosis

Pembesaran pada satu ginjal atau keduanya akibat adanya


sumbatan aliran urine, sehingga terdapat banyak cairan pada ginjal.

5) Stenosis Ureter Subpelvis

Stenosis subpelvis atau stenosis sambungan biasanya


merupakan obstruksi fungsional pada peralihan pielum dengan
ureter dan menyebabkan hidronefrosis, yang menyebabkan rasa
nyeri sampai dipinggang , kadang-kadang seperti kolik serta kalau
ada infeksi saluran kemih disertai demam dan menggigil.

Gambar 2.7 Patologi Urolithiasis

13
2.3 Indikasi dan Kontra Indikasi Pemeriksaan
2.3.1 Indikasi Pemeriksaan
Menurut (Ballinger 2003) indikasi pemeriksaan sebagai berikut :

1. Mengetahui fungsi, lokasi, ukuran, dan bentuk dari ginjal dan


ureter.
2. Urolithiasis adalah adanya batu pada ginjal atau saluran
kemih.
3. Pyelonephritis adalah infeksi dari saluran kemih bagian atas
(ginjal dan renal pelvis).
4. Benigna Prostatica Hyperplasi (pembesaran prostat jinak),
adalah suatu tumor prostate yang disebabkan oleh adanya
penyempitan atau obstruksi uretra.
5. Bladder calculi/vesico lithiasis/batu vesica urinaria.
6. Hidronefrosis, adalah distensi dari renal pelvis dan system
kalises dari ginjal yang disebabkan oleh obstruksi renal pelvis
atau ureter.
7. Hipertensi ginjal (renal hypertension), adalah meningkatnya
tekanan darah pada ginjal melalui renal arteri.
8. Obstruksi ginjal (renal obstruction), adalah obstruksi pada
ginjal yang disebabkan oleh batu, trombosis, atau trauma.
9. Penyakit ginjal polikistik (polycystic kidney disease), yaitu
suatu penyakit ginjal yang ditandai dengan banyaknya kista
yang tidak teratur pada satu atau kedua ginjal.
10. Cystitis, yaitu peradangan pada vesica urinaria.
11. Vesicoureteral reflux adalah kembalinya urine dari vesica
urinariake ureter.

2.3.2 Kontra Indikasi Pemeriksaan


Menurut (Bontrager, 2005) pemeriksaan Intra Vena Pyelografi
(IVP) tidak dilakukan pada kelainan-kelainan sebagai berikut:
1. Hipersensif terhadap media kontras.
2. Tumor ganas.

14
3. Gangguan pada hepar.
4. Kegagalan jantung.
5. Anemia.
6. Gagal ginjal akut maupun kronik.
7. Diabetes, khususnya diabetes mellitus.
8. Pheochrocytoma (tumor kelenjar jaringan adrenal).
9. Multipe myeloma (kanker yang dimulai dari sel-sel plasma
dan sumsum tulang).
10. Anuria ( tidak ada ereksi dari urine).
11. Perforasi ureter.

2.4 PemeriksaanIntra Vena Pyelografi ( IVP )


2.4.1 Pengertian Intra Vena Pyelografi (IVP)
Pemeriksaan Intra Vena Pyelografi (IVP) adalah suatu
teknik radiografi dengan menggunakan media kotras positif yang
dimasukkan kedalam pembuluh darah vena untuk mengevaluasi
anatomi dan fisiologi saluran urinaria. Pemeriksaan Intra Vena
Pylografi (IVP) dapat digunakan pada kasus kolik ginjal,
hidronefrosis, tumor, dan batu ginjal.(Bontrager, 2005)
2.4.2 Prosedur Pemeriksaan
1. Tujuan Pemeriksaan

Pemeriksaan Intra Vena Pyelografi (IVP) merupakan


pemeriksaan traktus urinarius dengan menggunakan media
kontras positif yang dimasukkan kedalam intra vena dengan
tujuan untuk melihat anatomi dan fisiologis, dari fungsi ginjal
juga kelainan - kelainan lain dari traktus
urinarius.(Bontrager, 2005)

2. Media Kontras

Media kontras merupakan bahan yang dapat di gunakan


untuk menampakkan struktur gambar suatu organ tubuh (baik

15
anatomi maupun fisiologi) dalam pemeriksaan radiologi,
dimana dengan foto polos biasa organ tersebut kurang dapat
dibedakan dengan jaringan sekitarnya karena mempunyai
densitas relatif sama. (Bontrager 2005).
Media kontras yang sering digunakan pada
pemeriksaan Intra Vena Pyelografi (IVP) adalah Urografin
dan urografin yang dimasukkan secara intra vena. Tes
sensitifitas dilakukan dengan memasukkan media kontras ke
tubuh pasien untuk melihat kerentanan terhadap media
kontras. Hal ini dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut :
1) Skin tes
Memasukkan media kontras 5 cc di bawah kulit
secara intra kutan kemudian ditunggu 10 menit, jika
timbul tanda – tanda merah berarti alergi. Untuk pasien
ruangan dilakukan dengan cara memoleskan yodium di
permukaan kulit, ditutup kassa dan diplester.
2) Tes langsung
Memasukkan media kontras 2 cc melalui intra
vena. Tidak jarang orang yang dilakukan Intra Vena
Pyelografi (IVP) ini terjadi alergi sehinga tidak
diperlukan pengawasan secara khusus terhadap pasien.
Pada pasien yang tidak tahan terhadap media kontras
dapat terjadi reaksi mayor atau minor. Reaksi minor
ditunjukkan dengan gejala-gejala seperti : mual-mual,
gatal-gatal, mata menjadi merah, sesak nafas dan muka
menjadi sembab. Reaksi mayor dapat ditunjukkan
dengan gejala-gejala sebagai berikut : kolaps pembuluh
darah tepi, kejang dan cardiac arrest (berhentinya
denyut jantung) keadaan ini diikuti dengan badan terasa
dingin. Tindakan untuk mengatasi reaksi terhadap media
kontras adalah :

16
1) Memasang oksigen untuk mengatasi keadaan
shock, pasien sesak nafas.
2) Memberikan obat anti alergi baik intra meskuler
atau intra vena menurut petunjuk dokter.
Media kontras yang digunakan dapat dibedakan
menjadi dua jenis ionic dan non ionic :

1) Media Kontras Organik Ionic

Jenis media kontras ini memiliki nilai


osmolalitas yang lebih tinggi bila dibanding menia
kontras non ionic. Namun penggunaan media kontras
ini lebih berisiko menimbulkan reaksi alergi. Bahan
kontras ini terdiri dari opacifying element dan
komponen kimia lainnya yang menjadi satu molekul
kompleks. Komponen utamanya umumnya disusun
oleh kelompok carboxyl yang berbentuk benzoid acid
yang kemudian dicampur dengan bahan lainnya. Media
kontras ionic juga tersusun oleh suatu yang dikenal
sebagai cation. Cation merupakan garam, yang
biasanya berupa sodium atau meglumin atau kombinasi
dari keduanya. Garam akan meningkatkan daya larut
kontras media. Bahan kontras ionic yang sering
digunakan pada pemeriksaan IVP ialah urografin.
2) Media Kontras Organik Non-Ionik

Media kontras ini pertama kali diperkenalkan di


US pada tahun 1984. pada media kontras ini ioning
carboxil diganti dengan amide atau glukosa sehingga
reaksi alergi yang timbul dapat diminimalisasi. Bila
dibanding dengan kontras ionic, bahan kontras ini jauh
lebih mahal. Namun banyak departemen radiologi
yang telah menggunakan jenis kontras ini, menimbang

17
dari keadaan pasien serta reaksi alergi yang dapat
ditimbulkan oleh media kontras ionic.
Bahan kontras yang digunakan:
1) Urografin 60 % - 70 %.
2) Urografin 300 mg.
3) Triosil 75 %.
4) Urovision 58 %.
5) Hipaque 45 %.
6) Conray 280, 325, 420

2.4.3 Persiapan Alat


Adapun peralatan yang digunakan dalam pemeriksaan Intra
Vena Pyelografy (IVP) adalah sebagai berikut :
1. Pesawat sinar-x yang dilengkapi bucky table atau bucky
stand.Bucky berfungsi untuk mengurangi radiasi hambur
sehingga kontras film menjadi lebih baik.
2. Film dam kaset ukuran 30 x 40 cm.
3. Marker R atau L.
4. Alat–alat steril.
5. Alat–alat non steril.
6. Obat anti alergi seperti : dexametason, cortizonedan lain-lain.
7. Baju pasien.
8. Mediakontras, adapun jenis media kontras yangdigunakan
adalah positif yaitu media kontras yang memiliki nomor atom
dan kerapatan tinggi sehingga tampak lebih opaque, serta
bersifat water soluble atau larut dalam air.
Pada pemeriksaan Intra Vena Pyelografi (IVP) perlu
dipersiapkan alat untuk memasukkan media kontras terdiri alat
bantu steril dan non steril antara lain:
Alat bantu steril:
1) spuit 20 cc,
2) jarum ukuran 20-21,

18
3) kassa,
4) kapas alkohol,
5) obat anti alergi dan
6) infus set.
Alat bantu non steril:
1) bengkok,
2) waktu,
3) tensimeter dan
4) tabung oksigen.

2.4.4 Persiapan Pasien


Sebelum tindakan Intra Vena Pyelografi (IVP) dilakukan,
pasien diberikan penjelasan terlebih dahulu tentang pemeriksaan
yang akan dilakukan, selanjutnya keluarga pasien dipersilakan
untuk mengisi dan menandatangani surat inform consent sebagai
pernyataan hukum. Ini sangat penting dilakukan karena apabila
terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, radiografer mendapat
perlindungan secara hukum bila memang pemeriksaan yang kita
lakukan sesuai dengan prosedur yang telah ada.(Bontrager, 2005)
Menurut (Bontrager,2005), persiapan pemeriksaan Intra
Vena Pyelografi (IVP) perlu dilakukan bertujuan agar abdomen
bebas dari feses dan udara dengan melakukan urus-urus. Selain itu
juga harus dilakukan pemeriksaan kadar kreatinin (normal 0,5-1,5
mg/100ml) dan ureum normal (15-40 mg/100) darah diambil di
laboratorium serta pengukuran tekanan darah pasien.

Prosedur pelaksanaan urus–urus:


1. Diet makan – makanan lunak yang tidak berserat satu sampai
dua hari sebelum pemeriksaan.
2. 12 jam sebelum pemeriksaan pasien puasa hingga
pemeriksaan selesai. Pasien minum laktasit atau obat
pencahar misalnya garam inggris sebanyak 30 gram atau
dulcolax sebanyak 4 butir tetapi pada penderita

19
multiplemyoma, tingkat garam urea tinggi. Pada penderita
diabetes tidak boleh dehidrasi karena mempunyai resiko
terhadap media kontras yang dapat menyebabkan gagal
ginjal.
3. Pada pagi hari penderita diberi ducolax suppositoria yang
dimasukan lewat anal.
4. Selama berpuasa penderita diharapkan mengurangi
pembicaraan dan tidak merokok untuk menghindari adanya
bayangan gas.
5. Penderita dimohon buang air kecil terlebih dahulu sebelum
dilakukan pemeriksaan untuk pengosongan kandung kencing.

2.5 Teknik Pemeriksaan Intra Vena Pyelografi (IVP)


2.5.1 Foto Polos Abdomen Proyeksi Antero-Posterior (AP)
Foto polos abdomen adalah pengambilan foto abdomen
yang dibuat sebelum dilakukan penyuntikan media kontras. Tujuan
dibuatnya plain foto abdomen adalah :
1) Untuk melihat persiapan pasien.
2) Untuk menentukan faktor eksposi.
3) Untuk mengetahui ketepatan posisi pasien.
4) Untuk menilai organ –organ yang ada dalam abdomen secara
keseluruhan.
Menurut (Bontrager, 2005), teknik pemeriksaanya sebagai
berikut:
1) Posisi Pasien : Pasien supine diatas meja pemeriksaan,
kedua lengan di samping tubuh.
2) Posisi Objek : Pasien diatur sehingga MSP (Mid
Sagital Plane) berada ditengah meja
pemeriksaan, daerah symphysis pubis tidak
terpotong.
3) kuran Kaset : 30 x 40 cm diatur memanjang sejajar
tubuh dengan batas atas kaset pada

20
processus xypoideus dan batas bawah pada
symphysis pubis.
4) Central Ray : Vertikal tegak lurus terhadap kaset.
5) Titik Bidik : Pada MSP (Mid Sagital Plane) tubuh
setinggi garis yang menghubungkan crista
iliaca kanan dan kiri.
6) FFD : 100 cm.
7) Eksposi : Dilakukan pada saat ekspirasi dan
tahan nafas.
8) Kriteria : Dapat menampakan organ abdomen secara
keseluruhan, tidak tampak pergerakan
tubuh, kedua crista iliaca simetris kanan
dan kiri, gambaran vertebra tampak
dipertengahan radiograf.

Gambar 2.8 : Foto polos abdomen proyeksi AP (Bontrager, 2005)

Gambar 2.9 : Hasil radiograf foto polos abdomen proyeksi AP (Bontrager, 2005).

21
2.5.2 Penyuntikan Media Kontras
Sebelum penyuntikan media kontras terlebih dahulu
dilakukan skin test terhadap pasien. Selanjutnya setelah pasien
tidak mengalami alergi maka pasien tersebut telah memenuhi syarat
dilakukan pemeriksaan Intra Vena Pyelografi (IVP). Penyuntikan
Intra Vena Pyelografi (IVP) mempunyai dua cara pemasukan
media kontras yaitu penyuntikan langsung dan dengan cara drip
infus. Penyuntikan media kontras secara langsung dilakukan
melalui pembuluh darah vena dengan cara memasukkan wing
needle ke dalam vena mediana cubiti. Penyuntikan media kontras
drip infus adalah media kontras sebanyak 40 ml dicampur dengan
larutan fisiologis sebanyak 100 ml kemudian dimasukkan melalui
selang infus.(Bontrager, 2005)

2.5.3 Foto Proyeksi APAbdomen 5 menit Post Injeksi


Menurut (Bontrager, 2005) tujuan pemeriksaan ini adalah
untuk melihat fungsi ginjal dan untuk melihat pengisian media
kontras pada pelviocalises. Teknik pemeriksaanya adalah sebagai
berikut :
1) Posisi Pasien : Pasien supinediatas meja pemeriksaan,
kedua lengan di samping tubuh.
2) Posisi Objek : Pasien diatur sehingga MSP (Mid
Sagital Plane) berada ditengah meja
pemeriksaan, daerah symphysis pubis tidak
terpotong.
3) Ukuran Kaset : 30 x 40 cm diatur memanjang sejajar
tubuh dengan batas atas kaset pada
processus xypoideus dan batas bawah pada
symphysis pubis.
4) Central Ray : Vertikal tegak lurus terhadap kaset.
5) Titik Bidik : Pada MSP (Mid Sagital Plane) tubuh
setinggi garis yang menghubungkan crista

22
iliaca kanan dan kiri.
6) FFD : 100 cm
7) Eksposi : Dilakukan pada saat ekspirasi dan
tahan nafas.
8) Kriteria : Dapat menampakan kedua kontur ginjal
yang terisi media kontras.

Gambar 2.10 : Foto abdomen proyeksi AP 5 menit post injeksi (Bontrager, 2005)

Gambar 2.11 : Hasil radiograf abdomen proyeksi AP 5 menit post


injeksi.(Bontrager, 2005).

2.5.4 Foto Proyeksi APAbdomen 15 menit Post Injeksi


Menurut (Bontrager, 2005) tujuan pemeriksaan ini adalah
untuk melihat kelainan pada ureter dan melihat pengisisan media
kontas pada ureter. Teknik pemeriksaannya adalah sebagai berikut:
1) Posisi Pasien : Pasien supine diatas meja pemeriksaan,
kedua lengan di samping tubuh.

23
2) Posisi Objek : Pasien diatur sehingga MSP (Mid
Sagital Plane) berada ditengah meja
pemeriksaan, daerah symphysis pubis tidak
terpotong.
3) Ukuran Kaset : 30 x 40 cm diatur memanjang sejajar
tubuh dengan batas atas kaset pada
processus xypoideus dan batas bawah pada
symphysis pubis.
4) Central Ray : Vertikal tegak lurus terhadap kaset.
5) Titik Bidik : Pada MSP (Mid Sagital Plane) tubuh
setinggi garis yang menghubungkan crista
iliaca kanan dan kiri.
6) FFD : 100 cm.
7) Eksposi : Dilakukan pada saat ekspirasi dan
tahan nafas.
8) Kriteria : Dapat menampakan media kontras mengisi
kedua ureter.

Gambar 2.12 : Foto abdomen proyeksi AP 15 menit post injeksi.(Bontrager,2005)

24
Gambar 2.13: Hasil radiograf proyeksi AP 15 menit post injeksi.(Bontrager,2005).

2.5.5 Foto Proyeksi PAAbdomen 30 menit Post Injeksi


Menurut (Bontrager, 2005), tujuan dilakukan pemeriksaan
ini adalah untuk melihat pengisisan media kontras pada ureter dan
vesica urinaria. Teknik pemeriksaannya adalah sebagai berikut :
1) Posisi Pasien : Pasien prone diatas meja pemeriksaan,
kedua lengan di samping tubuh.
2) Posisi Objek : Pasien diatur sehingga MSP (Mid
Sagital Plane) berada ditengah meja
pemeriksaan, daerah symphysis pubis tidak
terpotong.
3) Ukuran Kaset : 30 x 40 cm diatur memanjang sejajar
tubuh dengan batas atas kaset pada
processus xypoideus dan batas bawah pada
sympisis pubis.
4) Central Ray : Vertikal tegak lurus terhadap kaset.
5) Titik Bidik : Pada MSP (Mid Sagital Plane) tubuh
setinggi garis yang menghubungkan crista
iliaca kanan dan kiri.
6) FFD : 100 cm.

25
7) Eksposi : Dilakukan pada saat ekspirasi dan
tahan nafas.
8) Kriteria : Dapat menampakan media kontras
mengisi kedua kontur ginjal, ureter, dan
vesica urinaria. Gambaran vertebra berada
di pertengahan radiograf, kedua crista
iliaka simetris kanan dan kiri.

Gambar 2.14 : Foto abdomen proyeksi PA menit ke 30 post injeksi.(Bontrager,


2005).

Gambar 2.15 Hasil Radiograf foto abdomen proyeksi PA 30 menit post injeksi.

Pada fase menit ke 30 ini disebut juga fase Cystogram yaitu


fase dimana kontras mulai masuk ke dalam vesica urinaria.
Apabila pada pengambilan radiograf tujuan pengambilan radiograf
belum terpenuhi maka dibuat radiograf 60 menit, 90 menit, 120
menit. Apabila diperlukan dibuat proyeksi oblik kanan dan kiri

26
terutama pada kasus prostat hipertrofi atau pembesaran pada
prostat (Bontrager, 2005).

2.5.6 Foto Proyeksi AP Post Void


Apabila pada foto 30 menit vesica urinaria sudah terisi
penuh media kontras dan sudah diberikan proyeksi tambahan
tertentu, maka pasien dipersilakan buang air kecil terlebih dahulu.
Kemudian dilanjutkan foto Post Void. Adapun foto Post Void satu
proyeksi yang biasa digunakan foto Post Void adalah proyeksi
Antero Posterior (AP) (Bontrager, 2005).
Tujuan dilakukan pemotretan ini adalah untuk melihat
residu urine, untuk melihat kondisi seperti massa atau tumor,
melihat pelebaran kelenjar prostat pada laki-laki, dan untuk melihat
apakah ada gangguan ren mobiles. Teknik pemeriksaannya adalah
sebagai berikut :
1) Posisi Pasien :Pasien supine diatas meja pemeriksaan,
kedua lengan di samping tubuh.
2) Posisi Objek :Pasien diatur sehingga MSP (Mid
Sagital Plane) berada ditengah meja
pemeriksaan, daerah symphysis pubis tidak
terpotong.
3) Ukuran Kaset : 30 x 40 cm diatur memanjang sejajar
tubuh dengan batas atas kaset pada
processus xypoideus dan batas bawah pada
symphysis pubis.
4) Central Ray : Vertikal tegak lurus terhadap kaset.
5) Titik Bidik : Pada MSP (Mid Sagital Plane) tubuh
setinggi garis yang menghubungkan crista
iliaca kanan dan kiri.
6) FFD : 100 cm.
7) Eksposi : Dilakukan pada saat ekspirasi dan
tahan nafas.

27
8) Kriteria : Tidak tampak media kontras pada
kandung kemih,tampak kedua ginjal dan
ureter, daerah symphysis pubis masuk
dalam radiograf.

Gambar 2.16 Foto abdomen proyeksi AP post void.(Bontrager:2005).

Gambar 2.17 Hasil Radiograf foto abdomen proyeksi AP post void.

2.6 Proteksi Radiasi

Proteksi Radiasi adalah suatu cabang ilmu pengetahuan yang


berkaitan dengan teknik kesehatan lingkungan yaitu tentang proteksi yang
perlu diberikan kepada seseorang atau sekelompok orang terhadap
kemungkinan diperolehnya akibat negatif dari radiasi pengion.(BAPETEN
No. 04 Tahun 2013).

28
Filosofi proteksi radiasi yang dipakai sekarang ditetapkan oleh
Komisi Internasional untuk Proteksi Radiasi ( International Commission on
Radiological Protection, ICRP ) dalam suatu pernyataan yang mengatur
pembatasan dosis radiasi, yang intinya sebagai berikut :
1) Suatu kegiatan tidak akan dilakukan kecuali mempunyai keuntungan
yang positif dibandingkan dengan risiko, yang dikenal sebagai azas
justifikasi.
2) Paparan radiasi diusahakan pada tingkat serendah mungkin yang bisa
dicapai ( as low as reasonably achievable, ALARA ) dengan
mempertimbangkan faktor ekonomi dan sosial, yang dikenal sebagai
azas optimasi.
3) Dosis perorangan tidak boleh melampaui batas yang
direkomendasikan oleh ICRP untuk suatu lingkungan tertentu, yang
dikenal sebagai azas limitasi.
Konsep untuk mencapai suatu tingkat serendah mungkin
merupakan hal mendasar yang perlu dikendalikan, tidak hanya untuk radiasi
tetapi juga untuk semua hal yang membahayakan lingkungan. Mengingat
bahwa tidak mungkin menghilangkan paparan radiasi secara keseluruhan,
maka paparan radiasi diusahakan pada tingkat yang optimal sesuai dengan
kebutuhan dan manfaat dari sisi kemanusiaan.
Menurut BAPETEN No. 04 Tahun 2013, nilai batas dosis dalam
satu tahun untuk pekerja radiasi adalah 50 mSv (5 rem), sedang untuk
masyarakat umum adalah 5 mSv (500 mrem).

2.6.1 Proteksi Radiasi Untuk Masyarakat Umum :


1. Nilai batas dosis radiasi untuk masyarakat umum adalah 5
mSv / tahun atau 1/10 dari pekerja radiasi.
2. Nilai batas dosis untuk penyinaran lokal adalah 50 mSv (5
rem) / tahun selain lensa mata 15 mSv (1,5 rem) / tahun.
3. Pengantar pasien atau perawat tidak diperbolehkan berada di
dalam ruang pemeriksaan pada waktu eksposi.

29
4. Bangunan instalasi radiologi dirancang sedemikian rupa
sehingga radiasi hambur dapat diserap.

2.6.2 Proteksi Radiasi Untuk Pasien :


1. Membatasi luas lapangan penyinaran.
2. Gunakan apron untuk melindungi gonad pasien, ini
seharusnya.
3. Mengatur dosis radiasi sesuai kondisi obyek yang akan
diperiksa/meminimalisasi dosis radiasi.
4. Memposisikan pasien dengan benar sehingga dapat
mengurangi terjadinya pengulangan pemotretan.

2.6.3 Proteksi Radiasi Untuk Pekerja Radiasi :


1. Nilai batas dosis pekerja radiasi adalah 50 mSv / tahun atau (
5 rem) / tahun.
2. Pekerja radiasi tidak dibenarkan memegang pasien selama
eksposi.
3. Hindari penyinaran bagian-bagian yang tidak terlindungi.
4. Pemakaian sarung tangan, apron yang berlapis Pb dengan
tebal 0,5 mmPb.
5. Gunakan alat pengukur radiasi.
6. Periksa perlengkapan-perlengkapan yang akan digunakan
apabila ada kemungkinan bocor / rusak.

30
BAB III
PROFIL KASUS

3.1 Ilustrasi Kasus


Pada Tanggal 19 Mei 2018 pasien yang bernama Tn. “W”, laki-laki
umur 51 tahun datang ke Instalasi Radiologi. Setelah diperiksa oleh Dokter
Spesialis Penyakit Dalam, diduga adanya urolithiasis. Dua hari sebelum
pemeriksaan, perawat ruangan menghubungi petugas radiologi untuk
mendaftarkan pasien Tn. “W” untuk melakukan pemeriksaan IVP. Petugas
radiologi menyuruh perawat ruangan untuk mengantarkan surat pengantar
Pasien Tn. “W”.
Setelah perawat mengantarkan surat pengantar, petugas radiologi
memberikan penjelasan tentang prosedur pemeriksaan IVP, setelah itu
tanggal 19 Mei 2018 pasien datang ke Instalasi Radiologi untuk melakukan
pemeriksaan IVP. Dengan data sebagai berikut:
Nama : Tn. W
Umur : 51 Th
Jenis Kelamin : Laki-laki
No. RM : 25XXXX
Waktu Pemeriksaan : 19 Mei 2018
Pemeriksaan : IVP
Keterangan Klinis : Hipertensi, Urolitiasis, Renal Colit
Dr. Pengirim : dr. Gatoet I. Sp. PD
Ureum / Kreatinin : 20mg / 1,08mg
Alamat : Rawat Inap.
3.2 Prosedur pemeriksaan pasien
3.2.1 Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium memperlihatkan dengan hasil
kadar ureum 20 dan kadar kreatinin 1,08.

3.2.2 Persiapan Pasien


1) Cek kadar ureum dan kreatinin
Ureum =15-40mg

31
Kreatinin = 0,5-1,5mg
2) Dua hari sebelum pemeriksaan dilakukan, pasien hanya
makan makanan lunak tanpa serat (bubur kecap).
3) Pada tanggal 19 Mei 2018 pasien makan terakhir jam 03.00
pagi.
4) Pukul 05.00 pagi sebelum pemeriksaan pasien minum
dulcolax sebanyak 4 tablet.
5) 8 jam sebelum pemeriksaan pasien tidak diperkenankan
minum, untuk menjaga kadar cairan.
6) Pukul 11.00 pagi pasien diminta memasukkan dulcolax
suppossitoria 10mg 2 tablet melalui anus, supaya usus besar
benar - benar bersih dari sisa makanan.
7) Tidak boleh bicara dan merokok.
8) Kemudian pukul 14.00 siang pasien datang ke Instalasi
Radiologi RSI Unisma Malang untuk dilakukan
pemeriksaan.

3.2.3 Pelaksanaan Pemeriksaan


1. Persiapan Alat dan Bahan IVP
Peralatan Alat Steril yang digunakan di dalam pemeriksaan IVP
meliputi :
1) spuit ukuran 50 ml

Gambar 3.1 spuit ukuran 50ml

32
2) IV chateter + port no. 20 dan needle no.18, spuit 1 cc

Gambar 3.2IV chateter + port no. 20 dan needle no.18, spuit 1 cc


3) Media kontras iopamiro 370, 50 ml dan 25ml aquades

Gambar 3.3iopamiro 370, 50 ml dan 25ml aquadest

4) Plesterin

Gambar 3.4 Plesterin

33
5) Tourniquet

Gambar 3.5 Tourniquet

2. Persiapan Alat dan Bahan Foto Rontgen


Peralatan Alat Rontgen yang digunakan meliputi :
1) Pesawat Sinar X
Merek Pesawat : Shimadzu Ezy - Rad
Type : 1.2U161CS
Nomer seri : 53224315
Kondisi Maksimum : 125kV/200mA

Gambar 3.6 Pesawat X-Ray

34
2) Kaset Ukuran 35x43cm dan Film ukuran 28x35cm

Gambar 3.7 Kaset Ukuran 35x43cm dan Film ukuran 28x35cm.

3) Printer dan Komputer

Gambar 3.8 Komputer dan Printer

4) Marker R dan L

3.3 Teknik Pemeriksaan Intra Vena Pyelografi (IVP) di RSI Unisma


Malang
3.3.1 Foto Plain Foto Abdomen
Pasien diantar perawat ruangan datang ke Instalasi
Radiologi pada pukul 14.00 untuk dilakukannya pemeriksaan IVP.

35
Sebelum dilakukannya pemeriksaan IVP, pasien harus mengisi
inform consern terlebih dahulu, dan diberi penjelasan oleh petugas
radiologi untuk persiapan pemeriksaan IVP. Sebelum dilakukan
pemeriksaan IVP, pasien terlebih dahulu diwawancarai apakah
mempunyai riwayat alergi atau tidak. Setelah itu dilakukan skin
test, ditunggu selama 5 menit dan pasien tidak didapatkan alergi
terhadap media kontra tersebut, kemudian dilakukan foto plain
abdomen (Plain foto abdomen adalah pengambilan fotoa bdomen
yang dibuat sebelum dilakukan penyuntikan media kontras).
Tujuan dibuatnya plain foto abdomen adalah melihat
persiapan pasien, menilai abdomen secara umum, mengetahui letak
ginjal, dan menentukan faktor eksposi.
Teknik pemeriksaanya sebagai berikut:
1) Posisi Pasien : Pasien supine di meja pemeriksaan dengan
kedua tangan berada di samping tubuh dan
kedua kaki lurus ke bawah.
2) Posisi Obyek : Bidang MSP (Mid Sagital Plane) tubuh
diatur sedemikian rupa sehingga berada
pada garis tengah bucky table.
3) Ukuran Kaset : 35 x 43 cm diatur membujur dengan batas
atas kaset pada procesus xypoideus dan
batas bawah kaset pada simphysis pubis.
4) Titik Bidik : Ditujukan pada MSP tubuh setinggi garis
yang menghubungkan antara crista iliaca
kanan dan kiri.
5) Arah Sinar : Vertikal tegak lurus terhadap kaset.
6) Eksposi : Pada saat pasien ekpirasi lalu tahan nafas.
7) Faktor Eksposi : kV : 62 mAs : 160

36
Gambar 3.9 Hasil Plain foto abdomen Tn. “W”

3.3.2 Foto Abdomen 5 menit Post Injeksi Media Kontras


Setelah dilakukan plain foto abdomen,skin tes, pasien Tn.
“W” dilakukan foto abdomen 5 menit post injeksi media kontras,
tujuan dilakukan foto 5 menit adalah untuk melihat dan menilai
neprogram/fungsi ekskresi ginjal, dan untuk melihat pengisian
media kontras pada daerah PCS (Pelvic Calics System).
Media kontras diinjeksikan secara bolus. Media kontras yang
dipakai adalah iopamiro dengan konsentrasi 370 sebanyak 50 cc.

Teknik pemeriksaannya :
1) Posisi Pasien :Pasien supine diatas meja pemeriksaan,
kedua lengan di samping tubuh.
2) Posisi Objek :Pasien diatur sehingga MSP (Mid
Sagital Plane) berada di tengah meja
pemeriksaan, daerah symphysis pubis tidak
terpotong.
3) Ukuran Kaset : 35 x 43 cm diatur memanjang sejajar
tubuh dengan batas atas kaset pada
processus xypoideus dan batas bawah pada
symphysis pubis.

37
4) Central Ray : Vertikal tegak lurus terhadap kaset.
5) Titik Bidik : Pada MSP (Mid Sagital Plane) tubuh
setinggi garis yang menghubungkan crista
iliaca kanan dan kiri.
6) FFD : 100 cm.
7) Eksposi : Dilakukan pada saat ekspirasi dan
tahan nafas.
8) Kriteria : Dapat menampakan kedua kontur ginjal
yang terisi media kontras.

Gambar 3.10 Hasil radiograf proyeksi AP pada foto 5 menit post injeksi Tn. “W”

3.3.3 Foto Abdomen 15 menit Post Injeksi Media Kontras


Tujuan dari pembuatan radiograf 15 menit adalah untuk
melihat ureter. Teknik pemeriksaannya sama seperti foto plain
abdomen hanya saja proyeksinya berbeda, yaitu menggunakan
proyeksi Postero-Anterior (PA).
Teknik Pemeriksaannya :
1) Posisi Pasien : Pasien prone diatas meja pemeriksaan,
kedua lengan di samping tubuh.

38
2) Posisi Objek :Pasien diatur sehingga MSP (Mid
Sagital Plane) berada ditengah meja
pemeriksaan, daerah symphysis pubis tidak
terpotong.
3) Ukuran Kaset : 35 x 43 cm diatur memanjang sejajar
tubuh dengan batas atas kaset pada
processus xypoideus dan batas bawah pada
symphysis pubis.
4) Central Ray : Vertikal tegak lurus terhadap kaset.
5) Titik Bidik : Pada MSP (Mid Sagital Plane) tubuh
setinggi garis yang menghubungkan crista
iliaca kanan dan kiri
6) FFD : 100 cm.
7) Eksposi : Dilakukan pada saat ekspirasi dan
tahan nafas.
8) Kriteria :Dapat menampakan media kontras mengisi
kedua ureter.

Gambar 3.11 Hasil radiograf proyeksi PA pada foto 15 menit post injeksi.

39
3.3.4 Foto Abdomen 30 menit Post Injeksi Media Kontras
Adapun tujuan dari pembuatan radiograf 30 menit adalah
untuk melihat vesika urinaria apakah sudah terisi bahan kontras
atau belum.. Teknik pemeriksaannya sama seperti foto plain
abdomen.
Teknik pemeriksaannya sebagai berikut :
1) Posisi Pasien : Pasien supine diatas meja pemeriksaan,
kedua lengan di samping tubuh.
2) Posisi Objek : Pasien diatur sehingga MSP (Mid
Sagital Plane) berada ditengah meja
pemeriksaan, daerah symphysis pubis tidak
terpotong.
3) Ukuran Kaset : 35 x 43 cm diatur memanjang sejajar
tubuh dengan batas atas kaset pada
processus xypoideus dan batas bawah pada
symphysis pubis.
4) Central Ray : Vertikal tegak lurus terhadap kaset.
5) Titik Bidik : Pada MSP (Mid Sagital Plane) tubuh
setinggi garis yang menghubungkan crista
iliaca kanan dan kiri.
6) FFD : 100 cm.
7) Eksposi : Dilakukan pada saat ekspirasi dan tahan
nafas.
8) Kriteria : Dapat menampakan media kontras
mengisi kedua kontur ginjal, ureter,
dan vesica urinaria. Gambaran vertebra
berada di pertengahan radiograf, kedua
crista iliaka simetris kanan dan kiri.

40
Gambar 3.12 Hasil Radiograf proyeksi AP pada foto 30 menit post injeksi Tn.“W”

3.3.5 FotoAbdomen 60 menit Post Injeksi Media Kontras


Dilakukan dengan alasan mengevaluasi perjalanan kontras
lancar atau tidak, sehingga mengisi penuh vesica urinaria. Teknik
pemeriksaannya diposisikan proyeksi Postero-Anterior (PA).
Teknik Pemeriksaannya :
1) Posisi Pasien : Pasien prone diatas meja pemeriksaan,
kedua lengan di samping tubuh
2) Posisi Objek :Pasien diatur sehingga MSP (Mid
Sagital Plane) berada ditengah meja
pemeriksaan, daerah symphysis pubis tidak
terpotong.
3) Ukuran Kaset : 35 x 43 cm diatur memanjang sejajar
tubuh dengan batas atas kaset pada
processus xypoideus dan batas bawah pada
symphysis pubis.
4) Central Ray : Vertikal tegak lurus terhadap kaset.
5) Titik Bidik : Pada MSP (Mid Sagital Plane) tubuh
setinggi garis yang menghubungkan crista
iliaca kanan dan kiri.
6) FFD : 100 cm.

41
7) Eksposi : Dilakukan pada saat ekspirasi dan tahan
nafas.
8) Kriteria :Dapat menampakan media kontras mengisi
kedua kontur ginjal, ureter, dan vesica
urinaria. Gambaran vertebra berada
dipertengahan radiograf, kedua crista iliaka
simetris kanan dan kiri.

Gambar 3.13 Hasil Radiograf proyeksi PA pada foto 60 menit post injeksi
Tn.“W”

3.3.6 Foto Abdomen Post Void


Pengambilan foto abdomen post void ini langsung
dilakukan karena pada menit ke 60 media kontras telah mengisi
penuh vesica urinaria. Tujuan dari pembuatan foto post void adalah
untuk menilai kemampuan dan daya kontraksi dari vesica urinaria
setelah media kontras dikeluarkan dan untuk melihat pengosongan
blass. Teknik pemeriksaannya sama seperti foto plain abdomen.
TeknikPemeriksaannya :
1) Posisi Pasien : Pasien supine diatas meja pemeriksaan,
kedua lengan di samping tubuh.

42
2) Posisi Objek : Pasien diatur sehingga MSP (Mid
Sagital Plane) berada ditengah meja
pemeriksaan, daerah symphysis pubis tidak
terpotong.
3) Ukuran Kaset : 35 x 43 cm diatur memanjang sejajar
tubuh dengan batas atas kaset pada
processus xypoideus dan batas bawah pada
symphysis pubis.
4) Central Ray : Vertikal tegak lurus terhadap kaset.
5) Titik Bidik : Pada MSP (Mid Sagital Plane) tubuh
setinggi garis yang menghubungkan crista
iliaca kanan dan kiri.
6) FFD : 100 cm.
7) Eksposi : Dilakukan pada saat ekspirasi dantahan
nafas.
8) Kriteria : Tidak tampak media kontras pada
vesica urinaria, tampak kedua ginjal dan
ureter, daerah simphysis pubis masuk dalam
radiograf.

Gambar 3.14 Hasil radiograf proyeksi AP pada foto post void Tn. “W”

43
3.4 Hasil Pemeriksaan Radiologi
Didapatkan :
1) Pada foto polos, tidak didapatkan bayangan batu opak di
sepanjang proyeksi traktus urinarius D/S.
2) Tampak osteofit pada corpus vertebrae L3-5.
3) Dimasukkan kontras water soluable, 60cc, intra venous dan di
ikuti perjalanannya pada traktus urinarius.
4) Fungsi sekresi dan ekskresi ginjal D/S baik, nefrogram ginjal
Dekstra/Sinistra tampak pada menit ke 5 sistem pelviokalises
ginjal D/S baik, ujung calyx tampak cupping.
5) Fungsi drainage D/S baik, tampak pada menit ke 5.
6) Ureter D/S baik, kaliber normal, tidak tampak filling defek atau
stenosis.
7) Buli contour normal, mukosa terlihat reguler, tidak tampak
indentasi/filling defek/additional shadow.
8) Post Void : Hanya tampak minimal residu urine.

44
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Pembahasan
4.1.1 Prosedur Persiapan Intra Vena Pyelography (IVP) :
1. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium memperlihatkan dengan hasil
kadar ureum 20 dan kadar kreatinin 1,08.
2. Persiapan Pasien
1) Cek kadar ureum dan kreatinin
Ureum =15-40mg
Kreatinin = 0,5-1,5mg
2) Dua hari sebelum pemeriksaan dilakukan, pasien hanya
makan-makanan lunak tanpa serat (bubur kecap).
3) Pada tanggal 19 Mei 2018 pasien makan terakhir pukul 03.00
pagi sebelum dilakukan pemeriksaan.
4) Pukul 05.00 pagi sebelum pemeriksaan pasien minum
dulcolax sebanyak 4 tablet.
5) 8 jam sebelum pemeriksaan pasien tidak diperkenankan
minum, untuk menjaga kadar cairan.
6) Pukul 11.00 pagi pasien diminta memasukkan dulcolax
suppossitoria 10mg 2 tablet melalui anus, supaya usus besar
benar benar bersih dari sisa makanan.
7) Tidak boleh bicara dan merokok.
8) Kemudian pukul 14.00 siang pasien datang ke Instalasi
Radiologi RSI Unisma Malang untuk dilakukan pemeriksaan.

4.1.2 Tujuan dan alasan foto 60 menitpost injeksi menggunakan


proyeksi PA
Adapun tujuan dilakukan pengambilan radiograf pada menit
ke 60 dilakukan dengan proyeksi PA adalah dikarenakan pada
pengambilan foto di menit ke 30 ureter dan vesica urinari belum
terisi, maka perlu ditunggu untuk foto ke menit 60 untuk melihat

45
pengisian media kontras pada sepertiga distal ureter dan vesica
urinaria. Dapat dilihat juga bahwa letak anatomi dari sepertiga
distal ureter dan vesica urinaria lebih kearah anterior sehingga
lebih baik digunakan proyeksi PA. Sehingga akan memudahkan
dokter untuk mengevaluasi radiograf pada daerah vesica urinaria.

46
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
1) Prosedur pemeriksaan IVP di RSI Unisma Malangyaitu dengan
melakukan pemeriksaan Laboratorium terlebih dahulu untuk
memperlihatkan hasil kadar ureum dan kadar kreatinin, pasien hanya
makan-makanan rendah serat (bubur kecap). Kemudian pasien
minum dulcolax sebanyak 4 tablet dan pasien diminta memasukkan
dulcolax suppossitoria 10mg 2 tablet melalui anus, supaya usus
besar benar - benar bersih dari sisa makanan.
2) Dan pada saat dilakukan foto 60 menit post injeksi menggunakan
proyeksi PA dikarenakan pada pengambilan foto di menit ke 30
ureter dan vesica urinaria belum terisi, maka diperlukan
penambahan waktu untuk melihat pengisian media kontras pada
sepertiga distal ureter dan vesica urinaria. Dapat dilihat bahwa letak
anatomi dari sepertiga distal ureter dan vesica urinaria lebih kearah
anterior sehingga lebih baik digunakan proyeksi PA.
5.2 Saran
1) Lakukan pemeriksaan sesuai dengan prosedur, agar tidak terjadi
pengulangan foto.
2) Perhatikan proteksi radiasinya, baik untuk pasien, untuk keluarga
pasien yang dimintai tolong dalam proses jalannya pemeriksaan
ataupun untuk petugas radiasi.

47
DAFTAR PUSTAKA

Armstrong, T. 1987. In Their Own Way : Discovering and Encouraging Your


Child’s Personal Learning Style. Terjemahan Rina Buntaran. Jakarta. 2005 : PT.
Gramedia Pustaka Utama.
Purnomo, B.B. 2011. Dasar-Dasar Urologi. Edisi 3. Jakarta: Sagung Seto.
Grace, Pierce A. dan Neil R. Borley. At a Glance Ilmu Bedah . Alih Bahasa dr.
Vidia Umami. Editor Amalia S. Edisi 3. Jakarta: Erlangga, 2006.
Pearce, Evelyn C. 1999. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta. : PT.
Gramedia Pustaka Utama.
Prabowo.E, Pranata , AE, (2014). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Sistem
Perkemihan Pendekaatan NANDA, NIC dan NOC. Yogyakarta: Nuha Medika.
Ballinger, Philip W. dan Eugene D. Frank. 2003.Merrill’s Atlas
of RadiographicPositions and Radiologic Prosedures, Tenth Edition, Volume Thr
ee.Saint Louis : Mosby.
Scholtmeijer R.J, dan Schroder R.H. 1999. Urologi. Alih Bahasa Soelarto R.
URC. Penerbit Buku Kedokteran. Jakarta.
Syaifuddin. 1997. Anatomi Fisiologi untuk Siswa Perawat. Jakarta : EGC.
Bontrager, Kenneth L. 2005. Textbook of Radiographic Positioning and Related
Anatomy, Fifth Edition. USA : CV. Mosby Company.
Bontrager, Kenneth L. 2001. Textbook of Radiographic Positioning and Related
Anatomy, Fifth Edition. USA : CV. Mosby Company.
Peraturan Kepala Badan Pengawas Tenaga Nuklir Nomor 04 Tahun 2013 Tentang
Proteksi Dan Keselamatan Radiasi Dalam Pemanfaatan Tenaga Nuklir.
Bilotta, Kimberly, A, J. (2011). Kapita Selekta Penyakit :dengan implikasi
keperawatan edisi 2. Jakarta: EGC
Sumber: RSI Unisma Malang.

48
LAMPIRAN-LAMPIRAN

Gambar 1. Inform Consent

Gambar 2. Hasil Pemeriksaan Radiologi

49
Gambar 3. Surat pengantar radiologi

50

Anda mungkin juga menyukai