Anda di halaman 1dari 64

BAB I

PERSAMAAN DIFFERENSIAL LINIER ORDE 1


[ PDL-1 ]

1.1 Pendahuluan
Bab ini akan membahas tentang PDL - 1 HOMOGEN & TAK
HOMOGEN Penyelesaian PDL-1 meliputi penyelesaian umum dan penyelesaian
khusus.
PD ini sangat bermanfaat untuk penerapannya dalam mata kuliah

 Rangkaian listrik, (ELECTRICAL CIRCUIT)


 Mesin-mesin listrik (ELECTRICAL
MACHINE)
 dan system pengaturan (CONTROL SYSTEM
 Elektronika Daya (POWER ELECTRONIC)

1.2 Konsep dasar


 P D ialah persamaan yang mengandung
turunan atau turunan-turunan suatu fungsi
yang tidak diketahui. Mengingat luasnya P.D, maka
pembahasan tentang P.D akan kita batasi pada:
1. Fungsi yang tidak diketahui di dalam persamaan differensial dipilih
hanya untuk fungsi dengan satu variabel saja.

2. P.D dipilih yang linier terhadap fungsi yang tidak diketahui dan
turunan-turunannya

1
3. Orde tertinggi dari turunan yang terdapat dalam persamaan
differensial adalah 1.
Dari batasan-batasan di atas, jelaslah bahwa P.D yang akan dibahas
adalah P.D linier orde 1 untuk bab ini, dan PDL Orde 2 untuk bab-bab
berikutnya.

 LINIER bila PD TSB PERPANGKAT 1


 ORDE TURUNAN TERTINGGI DALAM
PERSAMAAN TSB.

Contoh PDL-1
dy
x’ = sin t atau  sin t .
dx
dy
Dimana  x ' adalah turunan pertama x terhadap t.
dx

Penyelesaian dari contoh di atas diberikan oleh:


x(t) = - cos t + C ………………………………….. (1)
dimana C adalah konstanta sembarang.
Persamaan (1) merupakan penyelesaian umum dari contoh PDL-1 (setiap
penyelesaian umum selalu mengandung konstanta sembarang).
Jika pada persamaan (1) dipilih suatu nilai tertentu untuk C misalkan C = 1
maka diperoleh suatu persamaan sebagai berikut:
x(t) = - cosn t + 1 …………………………………. (2)
Persamaan (2) merupakan pemyelesaian khusus dari contoh PDL-1.
Dalam persamaan differensial linier, salah satu masalah yang menjadi pokok
bahasan ialah ada tidaknya penyelesaian suatu persamaan differensial linier,
terutama penyelesaian yang memenuhi syarat tertentu. Syarat yang biasanya
diberikan pada persamaan differensial linier antara lain:

2
1. Harga penyelesaian untuk nilai tertentu
2. Harga penyelesaian untuk nilai turunannya pada nilai variabel tersebut.
Jika syarat yang diberikan ialah harga/nilai penyelesaian untuk t = 0 (t variabel),
maka syarat seperti ini disebut dengan syarat awal dan persamaan differensial
linier yang dilengkapi dengan syarat awal disebut masalah nilai awal. Jika syarat
yang diberikan ialah harga/nilai penyelesaian pada dua nilai t yang berbeda maka
syarat yang seperti ini disebut syarat batas dan persamaan differensial linier yang
dilengkapi dengan syarat batas disebut masalah nilai batas. Masalah nilai awal
dan masalah nilai batas sering dijumpai dalam menyelesaikan masalah real,
misalnya dalam ilmu teknik, fisika dan lain sebagainya.

Bentuk umum PDL- 1 ialah:

x '  p(t ) x  r (t ) atau


dx ………………..
 p(t ) x  r (t ) (3)
dt
Dimana p(t) dan r(t) merupakan fungsi-fungsi sembarang dengan variabel t. Jika:
r(t) = 0, maka persamaan (3) disebut PDL-1 homogen (PDL-1H)..

r(t) ≠ 0, PDL-1TH .

Penyelesaian PDL-1TH berkaitan erat dengan penyelesaian PDL-

1H).. Berikut ini akan ditunjukkan cara penyelesaian persamaan differensial


linier orde 1 dengan metode pemisahan variabel.
Langkah-langkah metode pemisahan variabel sebagai berikut:
1. Bila x dan t merupakan variabel yang terkandung didalam PDL 1, maka
pisahkan kedua variabel x dan t ke dalam ruas yang berlawanan (misalkan
variabel x di ruas kiri dan variabel t di ruas kanan).
2. Integralkan kedua ruas itu.
3. Jika memungkinkan untuk mendapatkan hasil pengintegralan, maka variabel x
dapat dinyatakan secara eksplisit dalam variabel t.

3
Jika tidak memungkinkan atau tidak mudah unruk mendapatkan hasil
pengintegralan, maka hubungan antara variabel x dan variabel t dinyatakan
dalam bentuk integral. Selanjutnya akan kita gunakan metode pemisahan
variabel untuk menentukan penyelesaian persaamaan differensial linier orde 1.
Untuk itu perhatikan bentuk homogen PDL-1, yaitu:
dx
 p(t ) x  0,
dt
Dengan tunduk kepada langkah di atas, diperoleh:
dx
  p(t ) x,
dt
dx  -p(t)x.dt
dx
  p(t ).dt
x

Integralkan kedua sisinya maka diperoleh:


dx
 x 
  p(t ).dt

ln x    p(t ).dt

x(t )  ke 
 p ( t ) dt
C
Jadi penyelesaian homogennya ialah:

x(t )  ke 
 p ( t ) dt

Selanjutnya perhatikan bentuk tak homogen dari PDL-1, yaitu:

dx
 p(t ) x  r (t )
dt

Untuk menyelesaikan persamaan differensial ini, perhatikan kembali penyelesaian


homogen dari persamaan differensial yaitu:

x(t )  ke 
 p ( t ) dt

Jika dipilih k = 1, maka x(t )  e 


 p ( t ) dt

4
Misalkan u(t )  x(t )  e 
 p ( t ) dt

u (t )  e  h (t ) dimana h(t )   p (t )dt

u ' (t )  h(t )e  h (t )
  p(t )e h (t )
  p(t ).u (t )
Misalkan pula bahwa penyelesaian tak homogennya mempunyai bentuk sebagai
berikut:
x(t )  u (t ).v(t )
x ' (t )  u ' (t ).v(t )  u (t ).v ' (t )
  p(t ) u (t ).v(t )  u (t ) v ' (t )
Selanjutnya lakukan subtitusi ke bentuk tak homogennya yaitu:

x '  p (t ) x  r (t )
 p (t) u (t).v (t)  u (t) v (t)  ( p (t) .u (t) .v (t))  r (t)
'

u (t ) v ' (t )  r (t )
r (t ) r (t )
v ' (t )   h (t )
u (t ) e
v ' (t )  r (t ) e h (t ) dt  C
v(t )   r (t ) e h (t ) dt  C

Jadi penyelesaian tak homogennya ialah:


x(t )  u (t ) v(t )

x(t )  e h (t )  r (t ) e h ( t ) dt  C

Dimana h(t)   p(t)dt


( Ini merupakan penyelesai an umum)

1.3 Contoh Aplikasi

5
Tentukan penyelesaian dari persamaan differensial di bawah ini:

1) x '  x  e 2t
Penyelesaian; Bentuk tak homogen dari persamaan differensial di atas yaitu:
dx dx dx
x'  x  0  x0  x   dt
dt dt x
dx
 x 
 dt  ln x  t  C  x  e t C

x  ket dimana k  e C

Jadi penyelesaian tak homogennya adalah x(t )  k e t .

Untuk menentukan penyelesaian persamaan differensial di atas, perhatikan


kembali penyelesaian homogennya yaitu: x(t )  k e t

Jika dipilih k=1, maka x(t )  e t .

Misalkan u(t) = x(t )  e t

u ' (t )  e(t )  u (t ) .
Misalkan pula bahwa penyelesaian persamaan differensial di atas mempunyai
bentuk sebagai berikut:
x(t )  u (t ) v(t )
x ' (t )  u ' (t ).v(t )  u (t ).v ' (t )
x ' (t )  u (t ).v(t )  u (t ).v ' (t )
Selanjutnya lakukan subtitusi ke bentuk persamaan differensial di atas, yaitu:
x '  x  e 2t

u(t ). v(t )  u(t ) v (t )  u(t ) v(t )  e


' 2t

u (t ) v ' (t )  e 2t
e 2t e 2t
v (t ) 
'

u (t ) e t
v ' (t )  e t
v(t )   e t dt  e t  C

Jadi penyelesaian persamaan differensial di atas adalah:

6
x(t )  u(t ).v(t )  x(t )  et (et  C )  x(t )  e 2t  Cet

Penyelesaian persamaan differensial di atas akan terlihat lebih


sederhana bila kita langsung menggunakan rumusan yang ada, yaitu:

x(t )  e  h (t )  e h (t ) .r (t ) dt  C
yang mana r(t)  e 2t ;
p(t )  1, sehingga h(t )   p(t )dt    1 dt  t
x(t )  e ( t )  e t .e 2t dt  C
x(t )  e t  e t dt  C

x(t )  e t e t  C 
x(t )  e 2t  Cet

2) tx '  x  4  0
Bagilah persamaan di atas dengan t, konstanta pindahkan ke ruas kanan,
sehingga:
1 4
x'  x  
t t
Selanjutnya gunakan rumusan yang ada yaitu:
x(t )  e  h ( t )  e h (t ) .r (t ) dt  C

1 1 4
p(t )   h(t )   dt  ln t  r (t ) 
t t t
4 1 4 1
x(t )  e ln t  e ln t ( ) dt  C  x(t )   t ( ) dt  C
t
 x(t )   4 dt  C
t t t
x(t )   4t  C   x(t )  4 
1 C
t t

3). tx '  x  sin t , dengan syarat x( )  2 . Bagi dengan t sehingga:

7
1 1
x '  x  sin t
t t
1
p(t )  , maka h(t)  ln t
t

1
(t)  e ln t  e ln t ( sin t ) dt  C
t
1 1 1
x(t )   t.( sin t ) dt  C  x(t )   .sin t dt  C
t t t
 cos t C
x(t )   cos t )  C  
1

t t t
1 C
x( )  ( cos  ) 
 
1 C
2 
 
C  2  1
 cos t 2  1
x(t )  
t t

1.4 Penutup Soal Latihan/tugas 1


Selesaikan persamaan differensial linier orde 1 berikut:
1. x '  (tan t ) x  sin 2t , x(0)  1
2. x '  t 1 x  t 2
3. x '  x  2
4. x '  x  3e 2t
5. x '  x  3e t

BAB II
PERSAMAAN DIFFERENSIAL LINIER ORDE 2
(PDL-2)
2.1Pendahuluan
Persamaan differensial linier orde 2 (PDL-2) ialah suatu persamaan yang
mengandung turunan turunan suatu fungsi dan turunan tertinggi dalam
persamaan itu, turunan kedua.

8
Terdiri atas:
 PDL-2 H
 PDL02TH
 Penyelesaian PDL-2H meliputi akar akar persamaan Karakteristik
sedang
 Penyelesaian PDL-2TH, digunakan :
a). Metode koefisien tak tentu,
b). metode kompleks,
c). metode variasi parameter.
 Selanjutnya untuk PDL-2H & PDL-2TH Meliputi penyelesaian
umum dan penyelesaian khusus.
 PDL-2 ini sangat bermanfaat untuk penerapannya dalam mata kuliah
rangkaian listrik, mesin-mesin listrik dan system pengaturan.
 Persamaan differensial linier orde 2 ialah suatu persamaan yang
mengandung turunan turunan suatu fungsi dan turunan tertinggi
dalam persamaan itu, turunan kedua. Persamaan differensial linier
orde 2 meliputi persamaan differensial linier orde 2 homogen dan tak
homogen.
Bentuk umum persamaan differensial linier orde 2 adalah:
x"  a(t ) x'  b(t ) x  r (t )
atau
d 2x dx
 a (t )  b(t ) x  r (t )
dt 2 dt
Dimana a(t) danb(t) adalah fungsi-fungsi sembarang dengan variabel t.
Bila r(t) = 0 maka persamaan differensial disebut PDL-2H,
r(t) ≠ 0 disebut PDL-2TH.

2.2 PDL-2H
Bentuk umum

9
d 2x dx
x"  a (t ) x'  b (t ) x  0 atau 2  a (t )  b (t ) x  0
dt dt
Penyelesaian PDL-2H diatur oleh teorema berikut:
“Setiap Penyelesaian Persamaan Differensial Linier Orde 2 Homogen”
x"  a(t ) x'  b(t ) x  0

Dapat dituliskan sebagai: x(t )  C1e1 (t )  C2 e2 (t )


Jika dan hanya jika:
1. e1 (t ) dan e2 (t ) merupakan penyelesaian persamaan
differensial linier orde 2 homogen.
2. Determinan Wronsky dari e1 (t ) dan e2 (t ) harus
memenuhi syarat:
W e1 (t ), e2 (t )   0
Dimana :
e1 (t ) e2 (t )
W e1 (t ), e2 (t )   ' '
e1 (t ) e2 (t )

Karena luasnya aspek pembahasan persamaan differensial linier orde 2 ini, maka
pembahasan dibatasi pada persamaan differensial linier orde 2 dengan koefisien
konstanta.
Bentuk umum PDL-2 dengan koefisien konstanta dapat dinyatakan dengan:
x"  px'  qx  r (t )
Dimana p dan q konstanta.
Penyelesaian persamaan differensial ini juga berkaitan dengan penyelesaian
persamaan differensial linier homogennya.
Penyelesaian persamaan differensial linier orde 2 homogen dengan koefisien
constant: x"  px'  qx  0
Diduga mempunyai bentuk yang sama dengan penyelesaian persamaan
differensial linier orde 1 homogen,
Untuk itu perhatikan persamaan differensial linier orde 1 homogen: x'  ax  0

Persamaan differensial ini memberikan penyelesaian sebagai berikut: x(t )  Ce  at

10
Selanjutnya kita misalkan bahwa penyelesaian persamaan differensial orde 2
homogen dengan koefisien konstanta mempunyai bentuk sebagai berikut:
x(t )  Cet

Seandainya pemisalan ini benar, maka dengan mensubtitusikan x(t )  Cet ke


dalam persamaan x" px' qx  0 kita peroleh keidentikan untuk nilai yang
sesuai.

2.2.1 Persamaan Karakteristik


Dari hasil subtitusi diperoleh sebagai berikut:
 2

 p  q Cet  0
karena 
Ce t  0, maka 2  p  q  0
Untuk menentukan  perhatikan persamaan karakteristiknya yaitu:
2  p  q  0
Harga  yang memenuhi persamaan karaktertistikini adalah:
p 1
1    p 2  4q
2 2
p 1
2    p 2  4q
2 2

2.2.2 Akar-akar persamaan Karakteristik


Dalam hal ini tampak tiga kemunigkinan bentuk 1 dan 2 yaitu:

1 p 2  4q  0, yang memberikan 1 dan 2 keduanya ril dan berbeda (1  2 )

2. p 2  4q  0, yang memberikan 1  2 (akar Ganda/akar kembar ) dan ril .

3. p 2  4q  0, yang memberikan 1 & 2 akar kompleks .

Kasus-1 ( p 2  4q  0 )
Persamaan differensial dengan kasus ini memberikan dua penyelesaian yang
berbeda yaitu:
x1 (t )  C1e 11(t )  C2 e 2 (t )
Dimana

11
p 1 p 1
1    p 2  4q dan 2    p 2  4q
2 2 2 2
Bila kita pilih C = 1, maka determinan Wronsky dari kedua penyelesaian itu
adalah:

1 ( t ) 2 ( t ) e 1t e 2 t
W (e ,e )
1e  t 1
2e t 2

 t
 2 e 2t e 1t  .1e 11 .e 2t

 2 (e ( 1  2 )t )  1 (e ( 1  2 )t )
( 12 ) t
 (2  1 ).e
Karena kasus ini 1  2 dan e ( 1  2 )t  0
maka W (e 1 (t ) , e 2 (t ) )  0
Menurut teorema di atas, maka penyelesaian persamaan differensial dengan kasus
ini ialah:
1 t
x(t )  C1e  C2 e 2t
Contoh-1:
Tentukan penyelesaian umum persamaan differensial 2x” + 3x’ – 2x = 0
Jawab:
Persamaan Karakteristik dari persamaan differensial tersebut ialah :
22  3  2  0
Dengan menggunakan rumus abc maka diperoleh akar-akar persamaan
karakteristik sebagai berikut:

 3  (3) 2  4(2)( 2)


12 
4
 3  25
12 
4
35
12 
4
1  0,5 dan 2  2  x(t )  C1e 0,5t  C 2 e 2t
Bila x(0) = 1 dan x’(0) = 2 tentukan penyelesaian khususnya.

12
1  C1  C 2
x' (t )  0,5 C1e 0,5t 2C 2 e 3t
2  0,5C1  2C 2

Atau
C1  C2  1  x2
0,5C1  2C 2  2  x1
.........................................
2C1  2C 2  2
0,5C1  2C 2  2
2,5C1  4
C1  1,6
2(1,6)  2C 2  2
C 2  0,6
x(t )  1,6e 0,5t  0,6e  2t

Kasus-2 ( p 2  4q  0 )
Persamaan differensial dengan kasus ini memberikan dua penyelesaian yang sama
yaitu:
x1 (t )  x 2 (t )  Ce t
p
dimana   -
2
Bila kita pilih C = 1 dan kita hitung determian Wronsky maka akan diperoleh
 
W e t , e t  0 , hal ini tidak sesuai dengan teorema di atas. Untuk itu kita harus
mencari satu penyelesaian yang lain dimana determinan Wronsky ≠ 0.
Perhatikan ciri dari kasus ini, yaitu:
1 2
p 2  4q  0  p 2  4q q p
4
Selanjutnya lakukan subtitusi ke persamaan differensialnya
1 2
x"  px'  qx  0  x"  px'  p x0
4
Misalkan penyelesaian lainnya itu berbentuk sebagai berikut:

13
x(t )  v(t ) e t
sehingga :

x' (t)  v' (t) e t  v(t ) e t


x" (t)  v" (t) e t  v' (t ) e t  v' (t ) e t  v(t ) 2 e t
1 2
Selanjutnya lakukan subtitusi ke persamaan differensial x"  px'  p x0
4
diperoleh:


v" (t) e t  v' (t ) e t  v' (t ) e t  v(t ) 2 e t  p v' (t) e t  v(t ) e t  p2
4
 
v(t ) e t  0

atau :
v" (t )  0 ( sebab e t  0), sehinnga v(t )  C1t  C 2
Jadi penyelesai an yang lainnya berbentuk :
x 2 (t )  v(t ) e t
 (C1t  C 2 ) e t
Bila kita pilih C1  1 dan C 2  0 maka diperoleh x 2 (t )  t e t

Selanjutnya akan ditunjukkan determian Wronsky dari W (e t , tet )

e t tet t t t t t
t
W (e , te )  t
t t t
= e (e  te )  (te )(e )
e e  t e

  
 e 2 t  (e t )(te t )  (tet )(e t ) 
 e 2 t
Untuk sembarang W (e t , tet )  0.
Menurut teorema di atas, penyelesaian persamaan dengan kasus ini ialah:
x(t)  C1 e t  C2 t e t
Contoh-2:
Tentukan penyelesaian umum persamaan differensial x” - 2x’ + x = 0
Jawab:
Persamaan Karakteristik dari persamaan differensial tersebut ialah :
2  2  1  0
Dengan menggunakan rumus abc maka diperoleh akar-akar persamaan
karakteristik sebagai berikut:

14
2  (2) 2  4 (1) (1) 2 0
12  
2 2
12  1
x(t )  (C1t  C2 ) e t

Kasus-3 ( p 2  4q  0 )
Persamaan differensial dengan kasus ini memberikan dua penyelesaian yang
berbeda yaitu:
x1 (t )  C1e 11t dan x 2 (t )  C 2 e 2t
dimana 1    j dan 2    j
p 1
dengan     4q  p 2
2 2
Bila kita pilih C = 1 dan selanjutnya akan ditunjukkan determinan Wronsky dari

e 1t e 2 t
W (e 1t , e 2t ) 
1e  t 1
2 e  t
2

 (2 e 2t ).(e 1t )  (1e 1t ).( e 2t )


 (2  1 ) e ( 1 2 )t
Karena pada kasus ini 1  2 dan e ( 1 2 )t  0, maka W (e 1t , e 2t )  0
Menurut teorema di atas, penyelesaian persamaan differensial dengan kasus ini
ialah:
x(t )  C1e 1t  C 2 e 2t
atau
x(t )  C1e (  j ) t  C 2 e (  j ) t
x(t )  C1 (e .t .e jt )  C 2 (e .t .e  jt )

x(t )  et (C1e jt  C 2 e  jt )


x(t )  et C1 (Cos  t  jSin  t )  C 2 (Cos  t  jSin  t )
x(t )  et (C1  C 2 ) Cos  t  j (C1  C 2 ) Sin t 

x(t )  et K1 Cos  t  K 2 Sin  t 


Dimana K 1  (C1  C 2 ) dan K 2  j(C 1  C 2 )
Contoh-3:

15
Tentukan penyelesaian umum persamaan differensial x" 2 x  0
Jawab:
Persamaan Karakteristik dari persamaan differensial tersebut ialah :
2   2  0
Dengan menggunakan rumus abc maka diperoleh akar-akar persamaan
karakteristik sebagai berikut:

0  0  4 (1) ( 2 )   4 2
12  atau 12 
2 2

 j 2
12    j
2
x(t )  ( K1 Cos t  K 2 Sin t )

2.3 PDL-2TH
Bentuk umum

x" px'qx  r (t ) .
Penyelesaian PDL-2TH DENGAN KOEFISIEN KONSTAN
berkaitan erat dengan penyelesaian bentuk homogennya x" px' qx  0 . Jika
x(t )  xTH (t ) suatu penyelesaian persamaan tak homogen dan x(t )  xH (t )
adalah penyelesaian persamaan homogennya, maka x(t )  xH (t )  xYH (t ) adalah
penyelesaian persamaan differensial tak homogen.

Untuk menetukan penyelesaian PDL-2TH, khusus tak


homogen terdapat beberapa metode antara lain:

i. Metode Koefisien tak tentu


ii. Metode kompleks
iii. Metode variasi parameter

16
a. Metode Koefisien Tak Tentu
Metode ini hanya berlaku untuk r(t) yang mempunyai bentuk/tipe tertentu,
yaitu:
1. r(t) : Polinom
Jika r(t) polinom berderajat n, maka kita misalkan penyelesaian tak
homogennya x(t) polinom berderajat n pula dengan koefisien-koefisiennya
harus ditentukan. Jika hal ini tidak berhasil, misalkanlah x(t) polinom
berderajat lebih tinggi dan seterusnya sampai berhasil.
2. r(t) : Fungsi Eksponen.
Jika r(t) berbentuk Ae pt , maka kita misalkan penyelesaian tak
homogennya x(t )  Ce pt . Jika tidak berhasil, maka misalkanlah

x(t )  C t e pt dan seterusnya sampai berhasil.


3. r(t) : Fungsi Sinus atau Cosinus
Jika r(t) berbentuk A sin at atau B cos at maka kita misalkan,
penyelesaian tak homogennya x(t )  C1 Cos at  C 2 sin at

4. r(t) : Hasil kali antara eksponen dengan sin atau cos.


Jika r(t) berbentuk e pt sin at atau e pt cos at maka kita misalkan

penyelesaian tak homogennya x(t )  e pt (C1 Cos at  C2 sin at )

5. r(t) : Kombinasi dari tipe 1, 2 dan 3.


Jika r(t) berbentuk kombinasi dari tyipe 1, 2 dan 3 maka kita misalkan
penyelesaian tak homogennya mengikuti aturan-aturan yang berlaku pada
tipe 1, 2 dan 3 atau dipecahkan menjadi beberapa permasalahan tipe 1, 2
dan 3 dan selanjutnya penyelesaiannya merupakan penjumlahan dari
seluruh penyelsaian tipe 1, 2 dan 3.

b. Metode Kompleks

17
Metode kompleks digunakan untuk r(t) yang berbentuk bilangan kompleks
atau r(t) yang dapat dinyatakan dengan bilangan kompleks. Jika r(t) berbentuk e jt
maka kita misalkan penyelesain\annya berbentuk x(t )  Ce jt .
Jika r(t) berbentuk Cos t. maka kita misalkan penyelesaian tak homogennya
 
x(t )  Re x * (t )  . Dengan Re x * (t )  adalah komponen ril dari x* dan x*(t)
merupakan penyelesaian persamaan differensial kompleks. Jika r(t) berbentuk sin
t, maka kita misalkan penyelesaian tak homogennya ialah: 
x(t )  Im x * (t ) 
dimana Im(x*(t)) ialah komponen imajiner dari x* dan x*(t) merupakan
penyelesaian persamaan differensial kompleks.

Contoh-1 (Metode Koefisien Tak Tentu)


Contoh-1:
Tentukan penyelesaian umum persamaan differensial berikut:
2 x"3x'2 x  e 3t  t 2  1  2 sin t
Jawab:
Penyelesaian persamaan differensial linier Homogennya ialah:
x H (t )  C1e 0,5t  C2 e 2t (Lihat contoh - 1)
Penyelesaian persamaan differensial Tak Homogennya yaitu:
Ada 2 cara untuk menyelesaikan sebagai berikut:
1) Membagi permasalahan menjadi 3 bagian yaitu:
1. 2 x"3x'2 x  e 3t
2. 2 x"3x'2 x  t 2  1
3. 2 x"3x'2 x  2 sin t
2) Misalkan penyelesaiannya berbentuk:
Cara a:
1. 2 x"3x'2 x  e 3t

Misalkan x(t )  Ae3t

18
x' (t )  3 Ae 3t
x" (t )  9 Ae 3t
x(t), x' (t) dan x" (t)
Subtitusikan ke dalam persamaan differensial di atas, diperoleh:
2( 9 Ae 3t )  3(3 Ae 3t )  2 Ae 3t  e 3t
18 Ae 3t  9 Ae 3t  2 Ae 3t  e 3t
25 Ae 3t  e 3t
25 A  1
1
A
25
1 3t
Jadi x(t )  e
25
2. 2 x"3x'2 x  t 2  1

Misalkan x(t )  At 2  Bt  C
x' (t )  2 At  B
x" (t )  2 A
Subtitusik an x(t), x' (t) dan x" (t) kedalam persaaan differesia l, diperoleh :
4A  6At  3B - 2At 2  2 Bt  2C  t 2  1
 2 At 2  (6 A  2 B)t  (4 A  3B  2C )  t 2  1
1 1 3
 2 At 2  t 2  A   .  6 A  2 B  0  6( )  2 B  0  3  2 B  0  B  
2 2 2
7,5
4 A  3B  2C  1  2  4,5  2C  1  C  
2
1
x(t )   (t 2  3t  7,5)
2

3. 2 x"3x'2 x  2 sin t
Misalkan x(t )  A cos t  B sin t

19
x' (t )   A sin t  B cos t
x" (t )   A cos t  B sin t
Subtitusikan kepersamaan differensial diperoleh :
 2 A cos t  2 B sin t  3 A sin t  3B cos t  2 A cos t  2 B sin t  2 sin t
4 A  3 B  0  x3
 3 A  4B  2  x4
 12 A  9 B  0
 12 A  16 B  8 (diperkurangkan) diperoleh :
25B  8
8
B
25
8
 12 A  9( )0
25
72
 12 A  
25
6 6 8
A  Jadi  xTH (t )   Cost  S int
25 25 25
Jadi penyelesai an persamaan differensial tersebut ialah :
1 3t 1
xTH (t )  (e  6 cos t  8 sin t )  (t 2  3t  7,5)
25 2
x(t )  xH (t )  xTH (t )
1 3t 1
x(t )  C1e 0,5t  C2 e 2t  (e  6 cos t  8 sin t )  (t 2  3t  7,5)
25 2

Cara b:
Misalkan penyelesaiannya berbentuk:
x(t )  C1e 3t  C 2 t 2  C3 t  C 4  C 5 cos t  C 6 sin t
x' (t )  3C1e 3t  2C 2 t  C3  C 5 sin  C 6 cos t
x" (t )  9C1e 3t  2C 2  C5 cos t  C 6 sin t
Bila disubtitusikan ke dalam persamaan maka diperoleh:
18C1e 3t  4C2  2C5 cos t  2C6 sin t  9C1e 3t  6C 2 t  3C3  3C5 sin t  3C6 cos t
 2C1e 3t  2C2 t 2  2C3t  2C 4  2C5 cos t  2C6 sin t  e 3t  t 2  1  2 sin t

20
25C1e3t  2C2t 2  (6C2  2C3 )t  (4C2  3C3  2C4 )  (4C5  3C6 ) cos t 
(3C5  4C6 ) sin t  e3t  t 2  1  2 sin t
25C 1e3t  e3t
1 1
25C 1 1  C1   2C 2 t 2  t 2  2C 2  1  C 2  
25 2
6C 2  2C3  0
3
 3  2C3  0  C3  
2
7,5
4C 2  3C3  2C 4  1  2  4,5  2C 4  1  C 4  
2
 4C5  3C6  0  x 4
 3C5  4C6  2  x3
 16C5  12C 6  0
 9C5  12C6  6
6 24 8
 25C 5  6  C5     3C6  0  C6  
25 25 25
Jadi penyelesaiannya ialah :
1 3t 1
xTH (t )  (e  6 cos t  8 sin t )  (t 2  3t  7,5)
25 2
1 1
x(t )  C1e 0,5t  C 2 e  2t  (e 3t  6 cos t  8 sin t )  (t 2  3t  7,5)
25 2

Contoh-2 (Metode Kompleks)


Tentukan penyelesaian persamaan differensial berikut:
2x"3x'2x  6 cos t
Jawab:
Penyelesaian persamaan differensial linier Homogennya ialah:
x H (t )  C1e 0,5t  C2 e 2t (Lihat contoh - 1)
Selanjutnya akan dibahas penyelesaian persaaan differensial tak homogennya.
Hubungan antara 6 cost dengan bilangan kompleks, diperoleh dari persamaan
berikut:
6e jt  6(cos t  j sin t ) atau  6 cos t  Re( 6e jt ).
Karena itu diharapkan penyelesaian persamaan differensial di atas berbentuk:

21
xTH (t )  Re( x * (t ))
Bila x*(t) merupakan penyelesaian persamaan kompleks dan Re merupakan
bagian real dari bilangan kompleks tersebut, maka:
2 x*"3x*'2 x*  6e jt .
Misalkan penyelesaian tersebut berbentuk:
x * (t )  Ke jt
x*' (t )  jKe jt
x*" (t )   Ke jt
Subtitusikan kedalam persamaan differensial kompleks di atas, maka diperoleh:
 2 Ke jt  3 jKe jt  2 Ke jt  6e jt
(4  3 j ) Ke jt  6e jt
6 (4  j 3)  24 18
K  j
(4  j 3) (4  j 3) 25 25
  24 18 
x * (t )    j  e jt
 25 25 
  24 18 
x * (t )    j  (cos t  j sin t )
 25 25 
 24 24 18 18
x * (t )  cos t  j sin t  j cos t  sin t
25 25 25 25
 24 18 24 18
x * (t )  cos t  sin t  j ( sin t  cos t )
25 25 25 25
 24 18
Yang memenuhi syarat ialah  x * (t )  cos t  sin t ( Bagian Ril )
25 25
1
x * (t )   (24 cos t  18 sin t )
25
1
x(t )  C1e 0,5t  C 2 e 2t  (24 cos t  18 sin t )
25

Contoh-3 (Metode Variasi Parameter)


Tentukan penyelesaian umum persamaan differensial 2 x"3x'2 x  e 3t
Jawab:
Penyelesaian persamaan differensial homogennya (Lihat contoh sebelumnya)
dengan hasil sebagai berikut:

22
x H (t )  C1e 0,5t  C2 e 2t

Bila dipilih C1  C2  1, maka x H (t )  e 0,5t  e 2t


Selanjutnya misalkan penyelesaian umum dari persamaan differensial di atas
berbentuk x(t )  v1 (t )e 0,5t  v2 (t )e 2t

Dengan demikian x' (t )  v1 ' (t )e 0,5t  0,5v1 (t )e 0,5t  v2 ' (t )e 2t  2v2 (t )e 2t
Misalkan :
v1 ' (t )e 0,5t  v2 ' (t )e 2t  0....................................*)

Sehingga x' (t )  0,5v1 (t )e 0,5t  2v2 (t )e 2t


1
Dengan demikian x" (t )  0,5v1 ' (t )e 0,5t  v1 (t )e 0,5t  2v 2 ' (t )e 2t  4v 2 (t )e 2t
4
Subtitusikan kedalam persamaan differensial di atas diperoleh:
 0 , 5t 1 0 , 5t  2t  2t 
 2(0,5v1 ' (t )e  v1 (t )e  2v 2 ' (t )e  4v 2 (t )e )   3(0,5v1 (t )e  2v 2 (t )e )
0 , 5t

 2t

 4 

 2 v1 (t )e  v 2 (t )e
0 , 5t  2t
 e 3t

 v1 ' (t )e  v1 (t )e  4v 2 ' (t )e  8v 2 (t )e )   (1,5v1 (t )e  6v 2 (t )e ) 


 0 , 5t 1 0 , 5t  2t  2t  0 , 5t  2t

 2 
 
 2v1 (t )e 0,5t  2v 2 (t )e  2t  e 3t
atau
v1 ' (t )e 0,5t  4v 2 ' (t )e  2t  e 3t ................................................... * *)
Dari kedua persamaan tersebut di atas ( persamaan *) dan **) diperoleh
5
1 t 1
v1 ' (t )  e 2 dan v 2 ' (t )   e 5t , sehingga :
5 5
5 5
1 t 2 t
v1 (t )   e 2 dt  e 2  C1
5 25
1 1
v 2 (t )    e 5t dt   e 5t  C 2
5 25
Sehingga penyelesaiannya adalah:
 2 5t  t  1 
x(t )  v1 (t )e 0,5t  v2 (t )e 2t  x(t )   e 2  C1 e 2    e 5t C 2 e 2t
 25   25 

23
 2 3t t
1 3t  t
1

x(t )   e  C1e  e  C2 e 
2  3t
  x(t )  C1e  C2 e 3t  e 3t
2

 25 25  25
Tentukan penyelesaian khusus persamaan differensial berikut:
x"4 x'8 x  4 cos t  7 sin t dengan x(0 )  1 dan x' (0)  -1

Kunci Jawaban : x(t )  e 2t cos 2t  sin t

2.4 Penutup
SOAL- SOAL TUGAS 2
1. x"4 x'20 x  0 2. x"4 x'4 x  0 3. x"4 x'9 x  10e 2t  12 cos t
4. x" x'2 x  4 sin 3t 5. x"9 x'  2 sin 2t  3 cos 3t

6. x"2 x'2 x  2e t cos t


7. x" x'2 x  3e 3t , x(0)  0, x' (0)  2
8. x"2 x'2 x  2 cos 2t  3 sin 3t , x(0)  1, x' (0)  1
9. x" x'3x  2 sin 5t , x(0)  4, x' (0)  2 10.x"3x  2 sin 5t , x(0)  4, x' (0)  2

24
BAB III
APLIKASI PDL-1 DAN PDL2

3.1 Pendahuluan
Permasalahan dalam teknik umumnya berbentuk persamaan differensial
(biasa atau parsial) yang disertai dengan syarat awal, syarat batas atau keduanya.
Untuk dapat menyelesaikan permasalahan teknik, pertama kali kita harus
melakukan pemodelan matematika terhadap permasalahannya. Jika model
matematikanya sudah diperoleh, selanjutnya kita selesaikan model matematikanya
secara matematika. Jika penyelesaian matematikanya sudah diperoleh, berikutnya
kita interpretasikan penyelesaian matematika kedalam kenyataan yang ada.
Permasalahan teknik yang akan dibahas berikut ini merupakan masalah yang
berkaitan dengan jurusan/bidang teknik listrik dan berharap hanya ada satu
interpretasi tentang hasil dari penyelesaian masalah yang akan dibahas.

3.2Aplikasi Persamaan Differensial linier orde 1


Dalam rangkaian listrik, beda potensial sepanjang rangkaian dikendalikan
oleh hokum Kirchoff. Hukum Kirchoff menyatakan bahwa jumlah aljabar beda
potensial sepanjang rangkaian tertutup selalu sama dengan nol. Dengan perkataan
lain, beda potensial antara dua titik pada suatu rangkaian tertutup sama dengan
jumlah beda potensial pada bagian lain rangkaian tersebut.
a. Rangkaian RL
R

Gambar 3.1 Rangkaian RL

Jika arus sepanjang rangkaian di atas, yaitu I = i(t), maka beda potensial antara
dua titik pada rangkaian ialah:

25
dI
Vc  Va  R.I  Vb  Vc  L  Vb  Ca  E (t )
dt
Dari persamaan-persamaan di atas, diperoleh hubungan sebagai berikut:
dI
L  RI  E (t )
dt
dI RI E (t ) RI E (t )
atau    I ' 
dt L L L L
Model matematika rangkaian RL di atas merupakan persamaan differensial linier
orde satu.
dx
Bentuk umum persamaan differensial linier orde satu ialah  px  r (t ) .
dt
Dan penyelesaiannya adalah:
x(t )  e  h ( t )  e h (t ) .r (t ) dt  C

Atau x(t )  Ce  h (t )  e  h (t )  e h (t ) .r (t ) dt

Hubungan antara bentuk umum persamaan differensial linier orde satu dengan
model matematika rangkaian RL ialah:
R E (t ) R R
x(t )  I (t ); p ; r (t )   h(t )   dt  t
L L L L
Dengan demikian penyelesaian model matematika rangkaian RL ialah:

I (t )  Ce  h (t )  e  h (t )  e h (t ) .r (t )dt
R R R
 t  t E (t )
I (t )  Ce L
 e Lt e L dt
L
R
R  t R
 t e L t

L 
I (t )  Ce L

e E (t )dt L.

Bila E (t )  E0 (konstan )
R
R  t R
 t e L t
I (t )  Ce L

L  e L. E0 dt
E0  L t  L L t 
R R R
 t
I (t )  Ce L
 e  e  C1 
L R 
R
 t E0 E
I (t )  e L
(C  C1 ) 0
R R

26
R
 t E0
I (t )  ke L

R
E0
k  C  C1
R
E0
Jika t   maka I (t ) 
R
Jika diberikan syarat awal I (0)  0, maka :
E
I (0)  ke0  0
R
E
k 0
R
R
E  t E
Sehingga I (t )   0 e L  0
R R
E   t
R
I (t )  0 1  e L 
R  
Grafik dari I(t) terhadap t diberikan di bawah ini:

I (t)

E0
R
Gambar 3.2 Kurva I =f(t)

INTERPRETASI:
Sepanjang rangkaian ini I(t) membesar dari 0 dan setelah waktu yang cukup
E0
lama, I(t) hampir tetap yaitu I (t )  .
R
iv. Waktu yang diperlukan untuk membuat arus lebih cepat mencapai
harga konstan, tergantung pada besarnya R dan L. Bila L diperkecil
atau R diperbesar maka waktu yang diperlukan semakin lebih
cepat.
v. Laju perubahan pada arus berbanding lurus dengan besarnya arus.

27
Bila E (t )  E0 sin t , maka :

E0  L t  L L t 
R R R R
 t  t E0 E
I (t )  Ce L
 e  e  C1   I (t )  e L
(C  C1 ) 0
L R  R R
R R R R R R
 t 1  t t  t E  t t
I (t )  Ce L
 e L  e L E0 sin t dt  I (t )  Ce L
 0 e L e L
sin t dt
L L

R
t
Untuk menghitung e L
sin t dt , gunakan pengintegralan parsial dan diperoleh

hasilnya sebagai berikut:

R Lt   
R

R
t
e  
 R cos t   C , sehingga :
 e L
sin  t dt  L sin  t 
 R   
2 1
L
   
2

L 
 R Rt   
R  e L
 
 t E  Rt
I (t )  Ce L  0 e L  L  sin  t  R cos t   C
L  2  R 2  L 
1

      
 L 

L
R
 t E0 E0 R
I (t )  e L
(C  C1 ) (sin t 
cos t )
L R 2 R
L (  ( ) 2 2

L
R
 t E E
I (t )  e L (C  C1 0 )  2 2 0 2 R sin t  L cos t 
L  L R
R
 t E0 R sin t L cos t
I (t )  ke L  (  )
 L R
2 2 2
 L R
2 2 2
 2 L2  R 2
R
 t E0
I (t )  ke L
 (sin t cos   cos t sin  )
 L2  R 2
2

R
 t E0
I (t )  ke L
 sin( t   )
 2 L2  R 2
Dengan :

28
E0 R L L
k  C  C1 , Cos  , sin   , tan  
L  L R
2 2 2
 L R
2 2 2 R
L
  arc tan ,  : sudut fasa.
R
INTERPRETASI:
vi. I (t) terdiri atas 2 suku ya itu :
R
 t
Suku ke 1 ke L

E0
Sukuk k 2 sin( t   )
 L  R2
2 2

vii. Jika t   , maka suku ke 1 menjadi nol dan suku ke 2 tidak nol
(suku ke 2 yang berpengaruh)
viii. Suku ke 1 menyebabkan adanya arus transient, sedang suku ke 2
menyebabkan adanya arus steady (mantap).
ix. Jika t   , maka arus yang terjadi merupakan arus bolak balik
yang melakukan gerak harmonis.
x. Sudut fasa  akan sama dengan nol bila induktansi (L) sama
dengan nol.

Contoh-1
Pada rangkaian RL, dengan R = 1 Ohm, L = 100 Henry dan E = 100
Volt. Berapa arus pada setiap waktu t ? dengan I (0) = 0
Jawab:
R

I (t )  ke L t  E 0
100
I (t )  ke0, 01t 
1
 0 , 01t
I (t )  ke  100
I (0)  k (1)  100, k  100
Sehingga:
I (t )  100(e 0.01t  100)
I (t )  100(1  e 0.01t ), ampere

29
Contoh-2
Berkaitan dengan contoh-1, setelah berapa lamakah arus menjadi 5 ampere?
Jawab:
5  100 (1  e 0, 01t )
0,05  (1  e 0, 01t )
atau e 0, 01t  0,95
Ln e 0, 01t  Ln 0,95
 0,01 t  0,0512
Jadi  t  5,12 det ik

Contoh-3
Berkaitan dengan contoh-1, berapa lamakah waktu yang dibutuhkan untuk
menaikkan arus dari 5 ampere menjadi 15 ampere ?
Jawab:
Waktu yang dibutuhkan untuk menaikkan arus dari 0 ampere menjadi 5 ampere
adalah 5, 12 detik. Selanjutnya akan dihitung waktu yang dibutuhkan untuk
menaikkan arus dari 0 sampai 15 ampere sebagai berikut:
15  100 (1  e 0, 01t )
0,15  (1  e 0, 01t )
atau
e 0, 01t  0,85
Ln e 0, 01t  Ln 0,85
 0,01 t  0,1625
t  16,25 det ik
Jadi waktu yang dibutuhkan untuk menaikkan arus dari 5 ampere menjadi 15
ampere adalah 16,25 detik – 5,12 detik = 11,13 detik.
Contoh-4
Pada suatu rangkaian RL, dengan R = 30 Ohm, L = 10 Henry, E=110 sin 60  t
Tentukan:

30
1. Sudut fasa
2. Arus pada setiap waktu t
Jawab:
1. Bentuk umum persamaan beda potensial adalah E  E0 sin t , sehingga

  60 .
L 60 (10)
Tan  
R 30
  arc tan 20 
  89,08 0
  0,49 
2. Untuk menghitung arus tiap waktu digunakan rumus:
R
 t E0
I (t )  ke L
 sin(  t   )
 L2  R 2
2

30
 t 110
I (t )  ke 10
 sin( 60 t  0,49  )
(60 ) 2 (10) 2 (30) 2
R
 t E0
I (t )  keL
 sin(  t   )
 L2  R 2
2

30
 t 110
I (t )  ke 10
 sin( 60 t  0,49  )
(60 ) 2 (10) 2 (30) 2
I (t )  ke3t  0,058 sin( 60  t  0,49 ) ampere
k : konstanta sembarang yang besarnya tergantung syarat awal.

b. Rangkaian RC

Gambar 3.3 Rangkaian RC

31
Jika arus sepanjang rangkaian di atas yaitu I = I (t) maka beda potensial antara
dua titik pada rangkaian itu ialah:
1
C
VD  V A  R.I V BVD  Idt  VB  V A  E (t )

Dari persamaan di atas diperoleh hubungan sebagai berikut:


1 dI I d dI I 1 d
C
R.I  Idt  E (t ) R   E (t )    E (t )
dt C dt dt RC R dt
Dengan demikian model matematika rangkaian RC di atas merupakan persamaan
differensial linier orde 1. Hubungan antara bentuk umum persamaan differensial
linier orde 1 dengan model matematika rangkaian RC ialah:
1 1 dE (t )
x(t )  I (t ), p , r (t ) 
RC R dt
Jadi penyelesaian model matematika rangkaian RC di atas ialah:
1
1  t 1
 t e RC t dE (t )
I (t )  ke RC

R  e RC dt
dt

dE(t)
Bila E (t )  konstan, maka  0, sehinggga :
dt
1
1  t 1
 t e RC t
I (t )  ke RC

R  e RC .(0) dt
1
 t
I (t )  ke RC

1 1
RC  1
Sin   ; Cos  ; Tan  RC 
 1   1 
2  2 RC
     
2 2

 RC   RC 
Selanjutnya untuk menentukan muatan Q(t) pada rangkaian RC, menurut definisi

Q(t )   Idt
atau
dQ(t )
I (t ) 
dt
Dengan menggunakan difinisi ini, maka model matematika rangkaian RC
menjadi:

32
1 dQ Q dQ Q 1
C
RI  Idt  E (t ) R   E (t )    E (t )
dt C dt RC R
Model matematika rangkaian RC merupakan persamaan differensial linier orde 1
1 1
dengan x(t )  Q(t ), p  , r (t )  E (t ) .
RC R
Jadi penyelesaian model matematika rangkaian RC di atas ialah:
t
t  t
 e RC
Q(t )  ke RC

R e RC
E (t ) dt
t
t  t
 e RC

R 
Q(t )  ke RC

e E (t ) dt RC

Bila E (t )  E0  konstan, maka :

t
t  t
 e RC
Q(t )  ke RC

R e RC
E0 (t ) dt

E0  RC  
t t t

jadi  Q(t )  ke   RC 
  k1
RC
e  RC e
R  
t t
 E0  RC
Q(t )  ke RC
 E0 C  k1 e
R
t
 E0
Q(t )  e RC
(k  k )  E0 C
1 R
t
 E0
Q(t )  Ke RC
 K1  K  k k  K1  E0 C
1 R

Jika kita gunakan hubungan berikut Q (t )   Idt dan I ( t ) pada rangkaian RC

dengan E (t) = Eo telah kita tentukan yaitu:


t

I (t )  Ke RC

Maka:

33
t

Q(t )   Ke RC
dt
t

Q(t )  K ( RCe RC
 K1 )
t

Q(t )  K * e RC
 K1 *
Dengan K *   KRC dan K 1 *  KK1
Bila kita bandingkan kedua penyelesaian di atas, ternyata keduanya mencapai
hasil yang sama. Karena K dan K* sama (keduanya konstanta sembarang),
sedangkan K1 danK1 * juga sama (keduanya konstanta sembarang).
Bila E (t) = E0 Sin  t , maka:
t
t  t
 e RC
Q(t )  ke RC

R  e RC E0 Sin t dt
t
t  t

E e RC

R 
Q(t )  ke  0 RC
e RC Sint dt

 
t t
 E 
Q(t )  ke RC  0 e RC  udv
R

 udv  uv   vdu
t t
t RC
u  e RC  du 
e dt
RC
1
dv  Sin t dt  v   cos t

setelah diintegral kan diperoleh :
t

t 
t t
 E  e RC .e RC
Q (t )  ke RC
 0 e RC ( ( Sin t  1 Cost )  k1 )
R 1 RC
 2  ( )2
C

1
sin t

t
E0C E0 RC  Cost
Q(t )  e RC
(k  k1 ) ( 
1  (RC ) 2
R 2  (
1 2
)
1
 2  ( )2
1
 2  ( )2
RC RC RC
E
dengan  K  k  k1
R

34
1
RC 
Sin    Cos  
2 2
 1   1 
 
2
   2

 RC   RC 
1
1 1
tg   RC  atau   arc . tg
 RC RC

3.3 Aplikasi Persamaan Differensial Linier Orde 2


a. Rangkaian LC

Gambar 3.4 Rangkaian LC

Jika arus sepanjang rangkaian di atas yaitu I = i(t) maka beda potensial antara dua
titik pada rangkaian ini ialah:
dI
VP  V A  L
dt
1
C
VB  VP  I dt

V B  V A  E (t )
Dari persamaan-persamaan di atas, berdasarkan hokum Kirchoff diperoleh:
dI 1
dt C 
L  I dt  E (t )

Bila dilakukan pendiferensialan terhadap persamaan ini, diperoleh:


d 2I 1 dE (t ) I dE (t )
L 2  I atau LI " 
dt C dt C dt
Perhatikan bentuk homogen persamaan diferensial di atas, yaitu:

35
I
LI " 0
C
Penyelesaian bentuk homogennya ialah:
I H (t )  C1e 1t  C 2 e  2t
dengan :
L
- 0  02  4
 C
2L

L
 j
1, 2  C
L
Perhatikan bentuk tak homogen persamaan diferensial di atas, yaitu:
I dE (t )
L I " 
C dt
dE (t )
Bila E(t ) = Eo = konstan, maka  0 , sehingga penyelesaian tak
dt
homogennya sama dengan nol.
dE (t )
Bila E (t )  E0 sin t , maka  E 0 cos t , sehingga:
dt
1
L I " I  E 0 cos t
C
Karena ruas kanan persamaan ini mengandung cos t , dan cos t mempunyai
hubungan dengan e jt , yaitu sebagai komponen nyata, Re  (e jt )  cos t
Maka untuk menyelesaikan persamaan diferensial di atas kita gunakan persamaan
diferensial kompleks yaitu:
1
L I *" I *  E0 e jt
C
Selanjutnya misalkan penyelesaianya berbentuk:
I TH * (t )  Ke jt

I TH *' (t )  jKe jt


I TH *"(T )   Ke jt

36
Substitusikan kedalam persamaan diferensial di atas diperoleh:
1
I TH *' (t )  jKe jt   KLe jt  Ke jt  E0 e jt
C
1 E0 E0
( 2 L  ) Ke jt  E0 e jt K 
C 1 1
( 2 L  ) (L  )
C C
Jadi,
E0 E0
I TH * (t )  ( e j t ) 
(cos t  j sin t )
1 1
 L   L 
C C
E0
I TH * (t )  cos t  Komponen nyata.
1
 L 
C
Sehingga penyelesaian umum persamaan diferensial rangkaian LC ialah:
E0
I (t )  C1e 1t  C2 e 2t  cos t
1
 L 
C
j L j L
t  t E0
I (t )  C1e L C
 C2 e L C
 cos t
1
 L 
C
1 L 1 L E0
I (t )  k1 cos t  k 2 sin t cos t
L C L C  L  1
C
INTERPRETASI:

1. Harga 1 dan  2 umunya kompleks.


2. Arus yang terjadi (mengalir) pada rangkaian di atas hanya arus steady (sebab
tidak ada R)
Dengan menggunakan definisi:

Q(t )   I (t )dt

Selanjutnya akan ditentukan Q(t)

37
E0
Q(t )   (C1e 1t  C 2 e 2t  cos t ) dt
1
 L 
C
C1 C2 E0
Q(t )  e 1t  e 2 t  sin t  k1
1 2  L 
2 1
C
E0
Q(t )  Q(t )  K1e 1t  K 2 e 2t  sin t
1
 L 
2

C
dengan :
C1 C2
K1  dan K2  k1 dipilih sama dengan nol.
1 2
Contoh:
Tentukan arus steady dan muatan yang tersimpan dalam rangkaian LC bila L=0,1
Henry, C = 0,001 F dan E(t) = 155 sin 377 t volt
Jawab:
1 L 1 L E0
I (t )  k1 cos t  k 2 sin t cos t
L C L C 1
 L 
C
1 0,1 1 0,1 155
I (t )  k1 cos t  k 2 sin t cos 377t
0,1 0,001 0,1 0,001 1
 377(0,1) 
377(0,001)
I (t )  k1 cos100 t  k 2 sin 100 t  35 cos 377 t Ampere
Muatan yang tersimpan dalam rangkaian LC ialah:

Q(t )   I dt
Q(t )   (k1 cos 100 t  k 2 sin 100 t  35 cos 377 t ) dt
k1 k 35
Q(t )  sin 100 t  2 cos 100 t  sin 377 t
100 100 377
Q(t )  K1 sin 100 t  K 2 cos 100 t  0,09 sin 377 t Coulomb
k1 k2
K1  ; K2 
100 100

38
b. Rangkaian RLC
Jika arus sepanjang rangkaian ini adalah I = I(t), maka beda potensial antara
dua titik pada rangkaian ini ialah:

dI
VP  V A  RI , VQ  V A  L
dt
1
C
VB  VQ  I dt , VB  V A  E (t )

Gambar 3.5 Rangkaian RLC

Gambar 3.5 Rangkaian RLC

Dari persamaan-persamaan di atas diperoleh:


dI 1
L  RI   I dt  E (t ) ( Hukum Kirchoff)
dt C
dQ
Karena I  , dengan melakukan diferensiasi terhadap persamaan diferensial
dt
di atas diperoleh:
d 2I dI 1 dE (t )
L 2
R  I
dt dt C dt
Atau :
I
L I " R I '  E ' (t )
C
Bila E(t)  E 0 sin ωt, makaE ' (t)  ωE0 cos ωt, sehingga :
I
L I " R I '  ωE0 cos ωt
C
Selanjutnya akan ditentukan penyelesaian persamaan diferensial di atas,
perhatikan bentuk homogennya:
I
L I " R I ' 0
C
Penyelesaian bentuk homogennya ialah:
I H (t )  C1e 1t  C2 e 2t
Perhatikan bentuk tak homogennya:

39
I
L I " R I '   E 0 cos t
C
Karena ruas kanan persamaan ini mengandung cos t dan cos t , mempunyai

hubungan dengan e jt , yaitu :

Re (e jt )  cos t
Maka untuk menyelesaikan persamaan diferensial di atas kita gunakan persamaan
diferensial kompleksnya yaitu:
1
LI "*  RI '*  I *   E0 e jt
C
Selanjutnya, misalkan penyelesaiannya:
I *TH (t )  K e jt  I '*TH (t )  j K e jt  I "*TH (t )   2 K e jt
1
  2 LK e jt  jR K e jt  Ke jt  E0 e jt
C
1
( 2 L  jR  ) K e jt  E0 e jt
C
E0
K
1
( 2 L  jR  )
C
E0 E0 E0
K  K
1 1 jZ
(L  jR  ) j ( jL  R  j )
C C
Sehingga:
E0 jt E
I *TH (t )  e  I *TH (t )   j 0 e jt
jZ Z
E0 E
j j
e jt    j 0 e j (t  )
Z e Z

Re( I *T H (t )  Re ( j
E0
cos ( t   )  j sin ( t   )  E0 sin (t   )
Z Z

40
Jadi penyelesaian persamaan diferensial di atas adalah:
I TH (t )  Re ( I * (t ))
E0
 sin (t   )
Z

Mengingat sin( t   )  sin t cos   cos t sin  .


Re Z R
Dengan cos   
Z 1 2
R 2  (L  )
C
1
L 
sin  
Im Z
 C
Z 1 2
R 2  (L  )
C
Maka:

I TH (t ) 
E0
sin t cos   cos t sin  
1 2
R  (L 
2
)
C
 E0 1 
I TH (t )   R sin t  (L  ) cos t 
R 2  (L 
1
)2  C 
C
E 1
 2 0 2 ( R sin t  S cos t ), dengan S  L 
R S C
Jadi penyelesaian umum persamaan differensial rangkaian RLC ialah:
I (t )  I H (t )  I TH (t )
2t E0
I (t )  C1e 1t  C 2 e  ( R sin t  S cos t )
R  S2
2

INTERPRETASI:
- Harga 1 dan  2 umumnya negative sebab R L dan C tidak pernah
negative
E0
- Jika t   maka I (t )  ( R sin t  S cos t )
R  S2
2

- I(t) terdiri dari 3 suku yaitu:

41
Suku ke 1 : C1e 1t
2t
Suku ke 2 : C 2 e
E0
Suku ke 3 : ( R sin t  S cos t )
R  S22

Suku ke 1 dan suku ke 2 menyebabkan adanya arus transient, sedangkan


suku ke 3 menyebabkan asanya arus steady (mantap).
- Jika t  , maka arus yang terjadi merupakan arus steady (mantap).
Denagn menggunakan definisi:

Q(t )   I (t )dt , maka :


2t E0
Q(t )   (C1e1t  C2e  ( R sin t  S cos t )) dt
R  S2
2

C1 C2 2t E0
Q(t )  e 1t  e  ( R cos t  S sin t )  k
1 2 (R2  S 2 )
2t E0
Q(t )  K1e 1t  K 2 e  ( R cos t  S sin t )
(R 2  S 2 )
k  0 (dipilih )
Contoh:
Tentukan arus dalam rangkaian RLC, yang terdiri dari R = 100 Ohm, L=0,1
Henry dan C = 0,001 Farad, sedakan E(t) = 155 sin 377 t.
Diberikan syarat awal sebagai berikut: I (0) = 0 dan Q(0) = 0
Jawab:
2t E0
I (t )  C1e 1t  C2 e  ( R sin t  S cos t )
R  S2
2

0,1 I "100 I '1000 I  0


Persamaan Karakteristiknya :
0,12  100  1000  0

42
 100  (100) 2  4(0,1)(1000)
1, 2 
0,2
 100  (10.000  400)
1, 2 
0,2
 100  98
1, 2 
0,2
1  10 dan 2  990
1 1
S  L   377(0,1) 
C 377(0,001)
S  35 (dibulatkan)

155
I (t )  C1e 10t  C2e 990t  (100 sin 377 t  35 cos 377 t )
(100) 2  (35) 2
I (t )  C1e 10t  C2e 990t  1,38 sin 377t  0,48 cos 377t
Syarat awal I (0)  0, sehingga :
0  C1  C2  1,38(0)  0,48(1)

C1  C2  0,48.........................*)
Q(t )   I (t )dt

Q(t )   (C1e 10t  C2e 990t  1,38 sin 377t  0,48 cos 377t ) dt
C1 10t C 1,38 0,48
Q(t )  e  2 e 990t  cos t  sin t
 10  990 377 377
C1 C 1,38 C1 C2 1,38
Q(0)   2     .................... * *)
 10  990 377 10 990 377
Dari *) dan * *) diperoleh :
C 1 0,04
C2  0,53

Jadi: I (t )  0,04 e 10t  0,53 e 990t  1,38 sin 377t  0,48 cos 37t

Contoh
Tentukan arus transient rangkaian RLC bila R = 40 Ohm, L = 10 Henry dan
C = 0,02 Farad dan E (t) = 800 cos 5t volt.

43
Jawab:
2t E0
I (t )  C1e 1t  C2 e  ( R sin t  S cos t )
R  S2
2

I
L I " R I '
0  10 I "40 I '50 I  0
C
Persamaan Karakteristiknya :
102  40  50  0
 40  (40) 2  4(10)(50)
1, 2 
20

 40  (1.600  2000)
1, 2 
20
 40   400
1, 2 
20
 40  j 20
1, 2   2  j
20
1  2  j dan 2  2  j
1 1
S  L   5(10) 
C 5(0,02)
S  40
800
I (t )  e 2t ( K1 cos t  K sin t )  (40 sin 5 t  40 cos 5 t )
(40)  (40) 2
2

I(t)  e 2t (K 1cost  K sint)  10 (sin5t  cos5t)


Ini merupakan arus Transien
Tentukan besarnya arus steady pada soal di atas.
Jawab:
I(t)  e 2t (K1cost  K sint)  10 (sin5t  cos5t)
Jika t → ∞, maka I (t) = 10 (sin 5t - cos 5t)
Ini merupakan arus steady.

44
3.4 Penutup
SOALTUGAS 3
1. Tentukan arus steady rangkaian RL, bila :
a. R = 20 Ohm, L=100 Henry E(t) = 50 sin t volt
b. R = 240 Ohm, L=40 Henry E(t) = 300 sin 10 t volt
c. R = 40 Ohm, L=10 Henry E(t) = 800 cos t volt
2. Tentukan arus transient dalam soal soal di atas
3. Tentukan arus steady rangkaian RC, bila:
a. R = 20 Ohm, C = 0,05 Farad E(t) = 50 sin t volt
b. R = 240 Ohm, C = 0,001 Farad E(t) = 300 sin 10 t volt
c. R = 40 Ohm, C =0,02 Farad E(t) = 800 cos t volt
4. Tentukan arus transient dalam soal no. 3 di atas
5. Tentukan muatan dalam soal no. 3 di atas
6. Tentukan arus steady rangkaian LC bila:
a. L = 100 Henry, C = 0,05 Farad E(t) = 50 sin t volt
b. L = 40 Henry, C = 0,001 Farad E(t) = 300 sin 10 t volt
c. L = 10 Henry, C =0,02 Farad E(t) = 800 cos t volt
7. Tentukan muatan dalam soal no. 6 di atas
8. Tentukan arus steady rangkaian RLC bila:
a. R = 20 Ohm, L = 100 Henry, C = 0,05 Farad E(t) = 50 sin t volt
b. R = 240 Ohm, L = 40 Henry, C = 0,001 Farad E(t) = 300 sin 10 t volt
c. R = 40 Ohm, L = 10 Henry, C =0,02 Farad E(t) = 800 cos t volt
9. Tentukan arus transient dalam soal no. 8 di atas
10. Tentukan muatan dalam soal no. 8 di atas.

45
BAB IV
TRANSFORMASI LAPLACE

4.1.Pendahuluan
Kuliah ini akan membahas tentang Definisi dan sifat-sifat Transformasi
Laplace suatu fungsi t. Pembahasan selanjutnya adalah Transformasi Laplace
suatu turunan dan integral serta penerapannya.
Transformasi Laplace merupakan metode alternative dalam memecahkan
persamaan differensial. Karena mudah dan sederhana sehingga membantu untuk
penerapannya dalam mata kuliah rangkaian listrik dan system pengaturan.
Transformasi Laplace merupakan suatu metode untuk menyelesaikan
masalah nilai awal ataupun masalah nilai batas dari persamaan differensial.
Proses dalam transformasi Laplace terdiri atas tiga langkah utama yaitu:
1. Menuliskan maslah dalam bentuk persamaan yang lebih sederhana
(persamaan pembantu) dengan menggunakan Transformasi Laplace.
2. Menyelesaikan persamaan pembantu, semata-mata dengan manipulasi
aljabar.
3. Mengembalikan penyelesaian persamaan pembantu menjadi penyelesaian
masalah semula dengan menggunakan balikan transformasi Laplace.
Jadi dengan transformasi Laplace, suatu persamaan differensial diubah
menjadi persamaan aljabar. Walaupun penentuan transformasi Laplace suatu
fungsi atau penentuan balikan transformasi Laplace dapat dilakukan dengan
menggunakan tabel, tetapi karena keterbatasan tabel itu maka perlu dipahami
betul cara menentukan transformasi Laplace suatu fungsi ataupun cara
menentukan balikannya. Disamping itu biasanya perlu pula dilakukan pengolahan
seperlunya terlebih dahulu sehingga tabel yang ada dapat digunakan.
Transformasi Laplace ini banyak digunakan dalam matematika teknik.
Antara lain karena masalahnya menjadi sangat sederhana. Misalnya untuk
menentukan masalah nilai awal, tidak perlu kita terlebih dahulu menentukan
penyelesaian umumnya, karena syarat awal itu segera dipakai pada waktu
melakukan transformasi Laplace.

46
4.2. Transformasi Laplace dan Sifat-sifatnya
Definisi: Transformasi Laplace suatu fingsi f yang didefinisikan pada t  0

ialah suatu fungsi F atau L(f) sehingga F ( S )  L( f )   e  st f (t ) dt .
0

Contoh:
Tentukan Transformasi laplace dari
1. f(t)  k, k : konstanta

F(S)   e -st f(t) dt
0

F ( S )   e -st k) dt
0

F ( S )  k  e -st ) dt
0

1  st 
F (S )  k ( e ) 0
s
1
F ( S )  k ( (e  s  e 0 )),  e   0; e 0  1
s
1 k
F ( S )  k ( (0  1)) 
s s
2. f(t)  t

F S    e -st f(t) dt
0
 
F(S)   e -st .t dt   t.e -st dt   udv
0 0


Misalkan u  t  du  dt
dv  e  st dt  Integralkan kedua sisi diperoleh :

 dv   e
 st
dt
Jadi :
1  st
v e
s

47
 

 udv  uv   vdu
0 0

t  st 1  st
 e  e dt
-s 0
s
t  st 1  st 
( e  2e ) 0
-s s

1
 (0  (0  1))
s2
1
F(S)  dimana s  0.
s2
3. f (t )  t 2
 
F ( S )   e .t dt   t 2 e st dt
 st 2

0 0

 udv  uv   vdu
Misalkan u  t 2  du  2t dt
1 st
dv  e st dt  v  e
s

1 1 st
F ( S )  t 2 ( e st )   e .2tdt
s 0
 s
 
1 1
F ( S )  0   2t ( e st ) dt   2t e st dt
0
s 0
s
Misalkan u  2t  du  2dt ;
1 1 st
dv  e st dt  v  e
s  s2
 
1 st 1 st
0 udv  2t (
s 2
e )  
0
 s2
e .2dt


1 st
 0   2( e )dt
0
 s2
2 st 
 e
s3 0

2
  3 (0  1)
s
2
F ( S )  3 dimana s  0.
s

48
4. f(t)  e at

F ( S )   e  st .e at dt
0

1 
F(S)   e (-sa) t dt  F(S)  e (  sa)t
0
(s  a) 0

1 1
F(S)  (0  1)  F(S) 
(s  a) sa

5. f(t)  e -at

F(S)   e st .e at dt
0

F(S)   e (-sa) t dt
0

1 
F(S)  e ( sa)t 0
(s  a)
1
F(S)  (0  1)
(s  a)
1
F(S)  untuk s  0.
sa
Dengan cara yang sama jika :
f(t)  e jt
1 ( s  j )
F (S )  x
( s  j  ) ( s  j )
( s  j )
F (S )  2
(s   2 )
s 
F (S )  2  j 2
(s   ) 2
(s   2 )

49
e jt  cos t  j sin t ; sehingga :
s 
L(cos t )  2 dan L(sin t )  2
s  2
s 2
6. f (t )  cosh at
F ( S )  ........ ?
1
2
1
2
 1

cosh at  e at  e  at  e at  e  at
2
1 1 1 
F (S )    
2sa sa
1 sa sa 
F (S )   2  
2  s  a2 s2  a2 
1  2s 
F (S )   2 
2  s  a2 
s
F (S )  2
s  a2
7. f (t )  sinh at ; maka
a
F (S )  2
s  a2
Tabel 4.1 Transformasi Laplace Suatu Fungsi t

No F(t) F(S) Keterangan


k
1 k k: konstanta
s
1
2 t
s2
2
3 t2 s3
n!
4 tn s n 1
n:bilangan asli
1
5 e at sa s>a
1
6 e  at sa s>a
s
7 Cos t
s 2
2 s 

8 Sin t
s 2
2 s 
s
9 Cosh at s>a
s  a2
2

a
10 Sinh at s>a
s  a2
2

50
4.3. Transformasi Laplace Suatu Turunan dan Integral
Alasan yang membuat Transformasi laplace dapat digunajan untuk
menyelesaikan persamaan diferensial ialah karena adanya kaitan tertentu antara
Transformasi Laplace suatu fungsi dengan transformasi laplace suatu turunan dan
integralnya.
Transformasi Laplace suatu turunan fungsi didefinisikan oleh:
L(f ’) = s L(f) – f(0) , dimana f ‘ turunan pertama dari f.
Jika f mempunyai turunan ke n dan f beserta turunannya mempunyai
Transformasi Laplace, maka definisi Transformasi Laplace suatu turunan data
diperluas menjadi sebagai berikut:
L( f n )  s n L( f )  s n1 f (0)  s n2 f ' (0)  ............  f n1 (0)
n
Dimana f turunan ke n dari f.
Untuk n = 2 maka :
L( f ' ' )  s 2 L( f )  sf (0)  f ' (0)

Contoh:
Tentukan Transformasi Laplace dari :
1). f (t )  t 2
Jawab :
f (t )  t 2 , maka f (0)  0
f ' (t )  2t , maka f ' (0) 
f " (0)  2, maka f " (0)  2
L( f " )  s 2 L( f )  sf (0)  f ' (0)
L ( 2)  s 2 L ( f )  0  0
2
 s 2 L( f )
s
2
L( f )  3  L( f )  F ( S )
s
2
Jadi F ( S )  3
s

51
2). f (t )  sin 2 t , maka f (0)  0
f ' (t )  2 sin t cos t  sin 2t , makaf ' (0)  0
L( f ' )  L(sin 2t )

2
sL ( f )  f (0) 
s 4
2

2
L( f ) 
s( s  4)2

2
F (S ) 
s( s  4)
2

3). f (t )  t sin at
f (t )  t sin at , maka f (0)  0
f ' (t )  sin at  ta cos at , maka f ' (0)  0
f " (t )  a cos at  a cos at  ta sin at 2

f " (t )  2a cos at  a 2 t sin at

lAPLACEKAN :

L( f " )  2aL(cos at )  a 2 L( f )
s
s 2 L( f )  sf (0)  f ' (0)  2a  a 2 L( f )
s a 2
2

2as
( s 2  a 2 ) L( f ) 
(s  a 2 )
2

2as
L( f ) 
(s  a 2 ) 2
2

2as
F (S )  2
(s  a 2 ) 2
4). Selesaikan persamaan diferensial berikut:
Y” + 4 Y’ +3Y = 0, Y(0) = 3 dan Y’(0) = 0

52
L(Y "4Y '3Y )  L(0)
L(Y " )  4 L(Y ' )  3L(Y )  L(0); dimana L(Y )  Y ( S )
s 2Y ( S )  sY (0)  Y ' (0)  4( sY ( s )  Y (0))  3Y ( S )  0
s 2Y ( S )  3s  1  4 sY ( S )  12  3Y ( S )  0
 
Y ( S ) s 2  4 s  3  3s  13
3s  13
Y (S )  2
 s  4s  3 
3s  13
Y (S ) 
( s  3)( s  1)
A B
Y (S )  
s  3 s 1

3s  13  9  13
A    2
s  3 s  1  3 1
3s  13  3  13
B   5
s  1 s3 1 3
2 5
Y (S )  
s  3 s 1
y (t )  2e 3t  5e t

5). Y '3Y  0, Y (3)  1


L(Y '3Y )  L(0)
sY ( S )  Y (0)  3Y ( S )  0

Y ( S )s  3  Y (0)
1
Y ( S )  Y (0)
s3

53
y (t )  Y (0) e 3t
Y (3)  1
1  Y ( 0) e  9
Y (0)  e 9
y (t )  e 9 .e 3t
y (t )  e 93t
6). Tentukan penyelesai an masalah nilai awal
Y1 '  3Y1  4Y2
Y2 '  2Y1  3Y2
Y1 (0)  1; Y2 (0)  3
Jawab :
L(Y1 ' )  L(3Y1  4Y2 )
sY1 ( s )  Y1 (0)  3Y1 ( s )  4Y2 ( s )
sY1 ( s )  1  3Y1 ( s )  4Y2 ( s )
sY1 ( s )  3Y1 ( s )  4Y2 ( s )  1
Y1 ( s ) ( s  3)  4Y2 ( s )  1.........................(1)
L(Y2 ' )  L(2Y1  3Y2 )
sY2 ( s )  Y2 (0)  2Y1 ( s )  3Y2 ( s )
sY2 ( s )  3  2Y1 ( s )  3Y2 ( s )
2Y1 ( s )  Y2 ( s )( s  3)  3...........................(2)

Y1 (s) danY2 (s) dapat ditentukan dengan metode Determinan


( s  3) 4
  ( s  3)( s  3)  8
2 ( s  3)
  s 2 1
1 4
3 ( s  3)  s  3  12
Y1 ( s)  
s 1
2
s 2 1
 s  15 s 15
Y1 ( s )   Y1 ( s )   2
s2 1 s 1 s 1
2

y1 (t )  L1Y1 ( s)
y1 (t )   Cosh t  15 Sinh t

54
( s  3)  1
2 3 3s  9  2 3s  11
Y2 ( s )    Y2 ( s ) 
s 1
2
s 2 1 s 2 1
3s 11
Y2 ( s )  2  2
s 1 s 1
Y2 ( s )  3 Cosh t  11Sinh t

Transformasi Laplace suatu integral didefinisikan oleh:


t
1
L (  f ( z ) dz  L( f )
0
s
atau :
t
1
L1 ( F ( s )   f ( z ) dz
s 0

4.4. Penerapan Transformasi Laplace


Transformasi Laplace memliki keistimewaan karena jika Transformasi
Laplace dapat diterapkan, maka Transformasi Laplace akan memetakan masalah
yang diketahui ke suatu masalah yang lebih sederhana.

Contoh-1:
Tentukan fungsi arus terhadap waktu pada rangkaian RLC, bila R = 40 Ohm, L =
20 henry dan C = 0,05 Farad serta V(t) = sin t.
Jawab:
Persamaan differensial yang merupakan model matematika rangkaian tersebut
ialah:

55
dI q
L  R.I   V (t )...............(1)
dt C
dq
dimana I 
dt
Hubungan antara Laplace arus dan muatan q
dq
L(I )  L
dt
I ( s )  s q ( s )  q (0)
I (0)  0 dan q (0)  0 maka :
I ( s)  s q( s)
1
Jadi q ( s )  I ( s )
s
q
L( L I '  RI  )  L( Sin t )
C
LsI ( s)  I (0)  R I ( s)  1 I (s)  V ( s)
Cs
 1 
I ( s )  Ls   R   V ( s)
 Cs 
1
I (s)  V ( s)
1
( Ls  R  )
Cs
1
I (s)  V (s)
1
Ls  Rs 
2

C
s
s
I (s)  V ( s ), Masukkan nilainya :
1
Ls  Rs 
2

C
s 1
I (s)  V ( s ); L(sin t )  2
20s  40s  20
2
s 1
s
I (s)  2 20
( s  2 s  1)( s 2  1)
s
I )s)  20
( s  1) 2 ( s 2  1)

56
Untuk memudahkan menentukan balikan Transformasi Laplace, maka kita
lakukan dekomposisi pecahan parsial ( memanipulasi aljabar) pada persamaan di
atas sebagai berikut:
s
20 A B Cs  D
   2
( s  1) ( s  1) ( s  1)
2 2 2
( s  1) ( s  1)
A( s 2  1)  B( s 2  1)( s  1)  (Cs  D)( s  1) 2

( s  1) 2 ( s 2  1)
s
As  A  B( s  s  s  1)  (Cs  D)( s  2s  1)
2 3 2 2
20

( s  1) ( s  1)
2 2
( s  1) 2 ( s 2  1)
s
As 2  A  B(s 3  s 2  s  1)  (Cs  D)(s 2  2s  1) 
20
s
As 2  A  Bs 3  Bs 2  Bs  B)  Cs 3  (2C  D)s 2  (C  2D)s  D 
20
s
(B  C)s 3  (A  B  2C  D) 2  (B  C  2D)s  (A  B  D) 
20
B  C  0.........................(1)
A  B  2C  D  0..........(2)
1
B  C  2D  .............(3)
20
A  B  D  0..................(4)
Dari (2)  B  2C  D  -A
1
(5) dan (6) A  C  D  
20
ACD  0
1 1
diperoleh - 2D  - , sehingga D  , subtitusi ke (4) diperoleh :
20 40
s
 B  2C  D) 2  (B  C  2D)s  (A  B  D) 
20
B  C  0................
1 1
A  B   ...... (7) Jika B  0 maka A   ,
40 40
1 1 1
sehingga dari (5)    C   , C0
40 40 20
s 1 1

20  40  40
(s  1) 2 ( s 2  1) (s  1) 2 ( s 2  1)

57
1 1 1
I (s)  (  2 )
40 ( s  1) ( s  1)
2

1 1 1
I (t )  L1 I ( s)  L1 ( (  2 ))
40 ( s  1) ( s  1)
2

1
I (t )  (t e t  sin t )
40

Contoh-2
Pada suatu rangkaian RL, dengan:
R = 30 Ohm, L = 10 Henry dan E = 110 Sin 60  t Volt.
Tentukan arus pada setiap waktu t, Bila I(0) = 0.
Jawab:
Model matematika rangkaian RL ialah :
dI
L  R.I  E (t )
dt
dI
10  30 I  110 sin 60 t
dt
Transformasi laplace dari persamaan ini ialah :
dI
L(10  30 I )  L(110 sin 60 t )
dt
L(10 I '30 I )  L(110 sin 60t )
(60 )
10( sI ( s )  I (0)  30 I ( s )  110
s  (60 ) 2
2

(60 )
10sI ( s )  30 I ( s )  110 2
s  (60 ) 2
60
I ( s ) 10s  30  110 2
s  (60 ) 2
(110) (60 ) (110) (60 )
I ( s)  
(10s  30)( s  (60 ) ) 10( s  3)( s 2  (60 ) 2 )
2 2

(110) (6 )
I ( s) 
( s  3)( s 2  (60 ) 2 )
Untuk menentukan balikan Transformasi Laplace dari I(s) terlebih dahulu
dilakukan manipulasi aljabar terhadap ruas kanan persamaan yaitu:

58
11(60 ) A Bs  C
  2
( s  3)( s  (60 )
2 2
( s  3) ( s  (60 ) 2
A(( s 2  (60 ) 2  ( Bs  C )( s  3)  110(6 )
As 2  (60 ) 2 A  Bs 2  (3B  C ) s  3C  11(60 )
A  B  0............(1)
3B  C  0..........(2)
(60 ) 2 A  3C  11(60 ).......(3)

Dari (1) B  -A subtitusi ke (2)


- 3A  C  0............(4)
(3) dan (4)

(60 ) 2 A  3C  11(60 )  x1
- 3A  C  0  x3
...............................................

(60 ) 2 A  3C  11(60 )
 9 A  3C  0
(9  (60 ) 2 ) A  11(60 )

11(60 ) 11(60 ) 33 (60 ))


A ; berarti B  - ; dan C  3A C
(9  (60 ) )
2
(9  (60 ) )
2
(9  (60 ) 2 )
11(60 ) 11(60 ) s 33 (60 ) 1
I ( s)   (  ).( 2 )
(9  (60 ) )( s  3)
2
(9  (60 ) ) (9  (60 ) ) ( s  (60 ) 2
2 2

11(60 )  (11s  33)(60 )  1


I ( s)    .( 2
(9  (60 ) )( s  3)  (9  (60 ) )  ( s  (60 ) 2
2 2

11(60 ) 1 11(60 )  s 3 
I ( s)  .  2 
 2 2
(9  (60 ) ) ( s  3) (9  (60 ) )  ( s  (60 )
2 2 2
s  (60 ) 
11(60 )  1 s  11(3)  60 
I ( s)  2 
 2 2
 2  2 2
(9  (60 ) )  ( s  3) ( s  (60 )  (9  (60 ) )  s  (60 ) 
11(60 )
I (t ) 
(9  (60 ) )
2

e 3t  Cos (60 ) t  
11(3)
(9  (60 ) 2 )
Sin 60 t

60 3 60
Jika : Sin  ; Cos  ; Maka Tan   20
9  (60 ) 2
9  (60 ) 2 3
  Arc Tan 20

59
11(60 ) 3t 11
Sehingga : I (t )  e  Sin Cos 60t 
9  (60 ) 2
(9  (60 ) 2
11
Cos Sin 60t )
(9  (60 ) 2

11
I (t )  Ke 3t  ( Sin 60t Cos  Cos 60t Sin )
9  (60 ) 2
110
I (t )  Ke 3t  Sin ( 60t   )
90  (60 ) 2 (10) 2
11(60 )
Dengan K 
9  (60 ) 2

4.5.Penutup
SOAL-SOAL TUGAS 4
A. Selesaikan dengan Transformasi Laplace tiap fungsi berikut:
1
1. 5  10t 2. cos 15 t 3. cos 2t  sinh 3t
5
d 5t d2
4. t 4  5t 6  4t 3 5. (te ) 6. 2 (cos t  tet )
dt dt
7. 5 cos 4t  4 sin 5t
B. Selesaikan nilai awal berikut dengan Transformasi Laplace
1. Y'  2Y  0; Y(0)  1
2. Y"  3Y'- 4Y  0; (Y0)  0 Y' (0)  - 5
3. Y"  2Y'  Y  0; Y(0)  3 Y' (0)  - 3
4. Y" - Y  6 e -t ; Y(0)  2, Y' (0)  3
5. Y "  10Y'25Y  2e -5t ; Y(0)  0 Y' (0) - 1
6. Y" - 9Y'  18Y  54; Y(0)  0 Y ' (0)  3
7. Y "  9Y  e t ; Y(0)  0 Y' (0)  0
8. Y"  10 Y'  26 Y  37e t ;Y (0)  1 Y ' (0)  2
9. Y1 '  4Y1 - Y2
Y 2 '  2Y1  Y2 ; Y1 (0)  1, Y2 (0)  3
10. Y1 '  4Y1 - 2Y2
Y 2 '  Y1  Y2 ; Y1 (0)  1, Y2 (0)  0

60
BAB V
DERET FOURIER

5.1. Pendahuluan
Kuliah ini akan membahas tentang Fungsi-fungsi periodik, koefisien
fourier meliputi A0, An dan Bn dan cara menentukan koefisien tersebut.
Pembahasan selanjutnya adalah fungsi ganjil dan fungsi genap. Materi ini erat
kaitannya dengan matakuliah power electronic dalam analisis gelombang sebuah
rangkaian.
A, Fungsi periodik
Suat fungsi periodik terhadap waktu Xp (t) dengan periode dasar To, dapat
dinyatakan sebagai jumla h gelombang gelombang sinusoidal.
Fungsi periodik Xp(t)=Xp(t+To). Dalam buku yang lain dikatakan bahwa Bila
f(x) merupakan fungsi periodik dalam interval(-L,L), yaitu periode 2L maka f(x)
dapat dinyatakan dalam bentuk deret yang disebut deret Fourier yaitu:

A0  nx l nx
f x   (   An cos   Bn sin )
2 1 L 1 L

nx l nx
ATAU f  x   ( A0   An cos   Bn sin )
1 L 1 L
L
f x dx
1
2 L L
dim ana A0 

nx nx
L L
f x  cos f x sin
1 1
An  
L L L
dx,  Bn  
L L L
dx

A0, An dan Bn disebut koefisien FOURIER

n  0,1,2,.............

61
5.2. Sifat sifat simetri
Even and Odd function
a. Suatu fungsi f(t) dikatakan fungsi GENAP (EVEN) jika memenuhi f(-x)=f(x)
b. Suatu fungsi f(t) dikatakan fungsi GANJIL (ODD) jika memenuhi f(-x)=-f(x)
c. Deret fourier Dengan fungsi genap biasa disebut FOURIER cosine series,
sedang fungi ganjil disebut FOURIER sine series
d. Dalam hal periode=2π Ao & An ada sedang Bn =0 untuk fungsi genap,
untuk fungsi ganjil , nilai Bn ADA sedang Ao & An Bernilai nol

Beberapa contoh penyelesaian deret fourier


Tentukan deret FOURIER fungsi berikut
0 if  2x  1

1. f  x   k if  1x1
0 if 1x2 p  2L  4 L2
 maka
1
k dx  k .x   x   1  1 
1 1 k k k
Ao  
4 1 4 4 4 2
nx nx 1  2k n 
1
f x . cos
1 1
An 
2  2
dx   k cos
2 1 2
dx  
2  n
sin 
2 
k n
An  sin
n 2
2k
An  jika n  1,5,9
n
Bn  0 jika n  1,2,.........
k 2k   3 5 1 7 1 9 
f x  
1 1
sehingga   cos x  cos x  cos  cos  cos 
2  2 3 2 5 2 7 2 9 2 

62
5.3. Penutup
SOAL-SOAL TUGAS
Find the FOURIER series of the periodic fungction f(x)p = 2L and sketch f(x)
and the first three partial sums

 1 if  1x0
1. f  x   
1 if 0x1 p  2 L  2
2. f  x   1 if 1x3 p  2L  4
 0 if  2x0
3. f  x   
2 if 0x2 p  2 L  4
 x if  1x1 p  2 L  2
4. f  x   

 2 if  1x0
5. f  x   
21 if 0x1 p  2 L  2
 1 if  1x0
6. f  x   
1 if 0x2 p  2 L  6

63
64

Anda mungkin juga menyukai