Gerak harmonik (osilator harmonik) adalah gerak osilasi yang terjadi akibat
penyimpangan suatu sistem, baik itu sistem yang dalam keadaan kesetimbangan statis maupun
dinamis (Astono, 2004: 12). Disini osilator harmonik akan dibedakan menjadi tiga yaitu gerak
osilasi atau getaran harmonik sederhana untuk keadaan bebas, osilasi teredam (getaran
harmonik teredam), dan osilasi dengan gaya pemicu (getaran teredam dengan gaya paksaan).
Dengan menganggap bahwa sistem tidak dipengaruhi oleh gaya-gaya lain (bergerak secara
2
bebas) maka sesuai dengan Hukum II Newton, yaitu () = , maka persamaan gerak
2
atau
2
+ 2 = 0
2
Apabila gaya F(t) adalah sebuah gaya yang berubah secara sinusuida maka
persamaan 6 mengarah pada peristiwa resonansi, di mana amplitudo getaran menjadi sangat
besar bila frekuensi dari gaya luar yang bekerja sama dengan frekuensi dari getaran dalam
keadaan bebas tak teredam (Yasa, 2000).
Persamaan 3, 5 dan 6 adalah merupakan contoh persamaan diferensial linier orde
kedua. Orde dari persamaan diferensial ditunjukkan oleh orde turunan tertinggi yang ada
pada persamaan diferensial tersebut. Bentuk umum dari persamaan diferensial orde ke-n
dinyatakan dengan:
Penyelesaian ini bergantung pada dua konstanta tertentu yaitu A dan , dikatakan
tertentu karena tidak menjadi masalah berapa nilai yang diberikan persamaan 8 akan tetap
cocok dengan persamaan 3. Tetapi dalam kasus fisika kedua konstanta tersebut tidak dapat
dikatakan tertentu tetapi bergantung pada keadaan awal.
Dapat ditunjukkan bahwa penyelesaian umum dari setiap persamaan diferensial
orde kedua bergantung pada dua konstanta tertentu. Dengan pernyataan ini secara umum
penyelesaian dari setiap persamaan differensian orde kedua dapat dituliskan menjadi:
= (; 1 , 2 )........(9)
Dengan demikian untuk setiap harga dari C1 dan C2 atau untuk setiap harga dalam
sebuah interval x(t; C1,C2) akan cocok dengan persamaan.
Selanjutnya dapat dibentuk dua teorema untuk persamaan diferensial homogen orde
kedua :
1. Jika x = x1(t) adalah penyelesaian dari sebuah persamaan diferensial linier
homogen dan C adalah sembarang konstanta maka x = C.x1(t) juga merupakan
sebuah penyelesaiannya.
2. Jika x = x1(t) dan x = x2(t) adalah dua buah penyelesaian dari sebuah
persamaan differensial linier homogen, maka x = x1(t) + x2(t) juga merupakan
sebuah penyelesaiannya.
Teorema tersebut hanya untuk kasus persamaan orde kedua, karena persamaan mekanik
umumnya dari jenis ini adalah:
d 2x
a2 t a1 t a0 t x 0
dx
2
dt dt
Asumsikan x x1 t , maka:
d 2 Cx1 d Cx1 d 2 x1 dx
a 2 t 2
a1 t a 0 t Cx1 C 2
a t 2
a1 t 1 a 0 t x1 0
dt dt dt dt
d 2 x1 x 2 d x1 x 2 d 2 x1 dx
a 2 t 2
a1 t a0 t x1 x 2 2
a t 2
a1 t 1 a 0 t x1
dt dt dt dt
d 2x dx
a 2 t 2 2 a1 t 2 a 0 t x 2 0
dt dt
Karena x x1 t x2 t juga memenuhi persamaan diatas. Selanjutnya teorema 1
dan 2 akan menjamin bahwa = 1 1 () + 2 2 () juga merupakan sebuah bentuk
penyelesaiannya. Karena penyelesaiannya mengandung dua konstanta tertentu maka
bentuk penyelesaian
= 1 1 () + 2 2 ()..........(10)
Persamaan 10 merupakan bentuk umum penyelesaian persamaan diferensial linier
homogen orde kedua.
Persyaratan bahwa x1(t) dan x2(t) tidak saling bergantung mengandung arti bahwa
salah satunya tidak merupakan kelipatan dari yang lainnya. Jika x1(t) merupakan kelipatan
konstan dari x2(t) maka persamaan 10 hanya akan mengandung satu konstanta tertentu.
Persamaan 10 disebut sebuah kombinasi linier dari x1 dan x2.
Dalam kasus persamaan 3 dan persamaan 5 di mana koefisiennya adalah konstan,
maka sebuah penyelesaian dalam bentuk = selalu ada. Untuk membuktikannya
anggaplah m, b dan k adalah konstan, dan substitusikan persamaan berikut:
2
= , = , = 2 , .........(11)
2
Sehingga,
d 2x
a2 t a1 t a0 t x 0
dx
2
dt dt
a2 p 2e pt a1 pe pt a0 e pt 0
a 2
p 2 a1 p a0 e pt 0
m p 2e pt ke pt
2 + = 0 ..........(14)
persamaan ini menghasilkan penyelesaian:
mp2 k 0
mp2 k
k
p2
m
= = .........(15)
Dengan = . Persamaan 5 menghasilkan penyelesaian umum:
= 1 0 + 2 0 ..........(16)
untuk menginterpretasikan persamaan 6 ingatlah bahwa:
= + ........(17)
Apabila x sebagai penyelesaian persamaan diferensial dinyatakan sebagai bilangan
kompleks, maka konstanta C1 dan C2 juga harus dinyatakan dalam bentuk kompleks, agar
persamaan 6 menjadi sebuah penyelesaian umum. Semua penyelesaian persamaan
diferensial sebagai pernyataan fisi haruslah dalam bentuk riil, karena semua peristiwa alam
yang dijelaskan dalam bentuk matematika adalah suatu peristiwa riil, sehingga C1 dan C2
haruslah dipilih sedemikian sehingga x kembali menjadi sebuah bilangan riil. Jumlah dua
buah bilangan kompleks hasilnya riil jika salah satunya merupakan kompleks konjugatenya
dari bilangan yang lainnya. Dengan kondisi tersebut maka persamaan 6 akan menghasilkan
sebuah penyelesaian riil jika:
1 = = + .........(18)
2 = = ..........(19)
kemudian dari persamaan 18 dan 19 diperoleh : 1 + 2 = 2 dan 1 2 = 2, juga dari
persamaan 16 diketahui bahwa 0 adalah kompleks konjugate dari 0 , dengan
demikian persamaan 16 dapat dinyatakan menjadi;
= cos(0 + ).........(24)
1
dalam hal ini diambil r = 2 A . Persamaan 24 merupakan bentuk riil dari penyelesaian
umum persamaan 16.
terhadap harga-harga dari p yang diperoleh dari persamaan 27 maka dalam fenomena fisis
dapat dibedakan menjadi tiga kasus fisika yaitu:
2
a. Kasus untuk > (2)
Untuk memperoleh penyelesaiannya misalkan: = , = 2, dan 1 =
1
( 2 2 ) 2, dengan disebut koefisien peredaman dan ( 2 ) merupakan frekuensi
= +1 cos(1 + ).......(30)
persamaan 30 menyatakan sebuah getaran dengan frekuensi ( 21 ) dan amplitudo
Energi getaran adalah tidak tetap, gaya gesekan -b x sangat berpengaruh terhadap energi
getaran. Dalam kasus faktor peredamnya kecil, dapat dimbil 1
selanjutnya diabaikan terhadap . Dengan pendekatan tersebut diperoleh
pendekatan harga energi getaran adalah:
1
= 2 2 2 = 2 ........(32)
1
= 2 = + ( 2 2 ) 2 .........(33)
maka bentuk penyelesaian umumnya adalah:
= 1 1 + 2 2 ..........(34)
Kedua suku penyelesaian berkurang secara eksponensial terhadap waktu t.
Salah satu sukunya lajunya lebih cepat dari yang lainnya. Konstanta C1 dan C2 dapat
dipilih sedemikian sehingga memenuhi keadaan awal. Lebih lanjut kepada pembaca
disarankan untuk mencoba menentukan kedua konstanta persamaan 34 untuk dua kasus
Persamaan diatas tidak dapat diselesaikan jika tidak tahu bentuk gaya Fd yang digunakan.
Oleh karena itu, pada bagian ini dibatasi pada getaran linier dan diasumsikan gaya
geraknya mempunyai bentuk sinusoida, yaitu:
Fd F0 cos(t 0 )
Sehingga persamaan Fnst dinyatakan menjadi:
Fnet Fs Ff Fd
m x kx b x F0 cos(t 0 )
m x b x kx F0 cos(t 0 )
d 2x dx
m 2
b kx F0 cos(t 0 )
dt dt
Persamaan tersebut sesuai dengan persamaan 6 yang ditulis secara lebih sederhana yaitu:
d2 d
m 2 ( As cos(t s )) b ( As cos(t s )) k ( As cos(t s )) F0 cos(t 0)
dt dt
d2 d
m 2
( As cos(t s )) b ( As cos(t s )) k ( As cos(t s )) F0 cos(t )
dt dt
Bentuk aljabar yang akan dihadapi akan menjadi lebih sederhana bila bentuk persamaan
gaya luar dinyatakan dalam bentuk real dari fungsi kompleksnya.
() = ( )..........(46)
= 2
Dengan memasukkan ke persamaan 48 diperoleh :
d 2x dx
m 2
b kx F0 e it
dt dt
m ( 2 x0 eit ) b (i x0 eit ) k ( x0 eit ) F0 e it
m ( 2 x0 ) b (i x0 ) k ( x0 ) F0
b k F
( 2 x0 ) (i x0 ) ( x0 ) 0
m m m
b k
2 dan 0
2
dimana
m m
dan
2
tg = 2 2
..........(52)
Persamaan di atas menyatakan hasil hubungan antara amplitudo dan fase dari osilator
harmonik teredam di bawah pengaruh gaya pemicu yang sinusuidal. Amplitudo xo
mencapai maksimum pada frekuensi tertentu r yang disebut dengan frekuensi resonansi,
sehingga penyebut dari persamaan 53 disebut resonansi denominator. untuk memperoleh
r maka persamaan 51 diturunkan terhadap sama dengan nol. Sehingga diperoleh :
= ( 2 2 2 )1/2..........(55)
dalam kasus peredaman yang kecil maka frekuensi hanya berbeda sedikit saja dengan o.
Akan tetapi untuk kasus ekstrem di mana peredaman sangat kuat maka tidak akan terjadi
resonansi.
Adapun solusi untuk kecepatannya, yaitu:
x i x0 e it
iF0 e it
x
m 0 2 2 2i
Cara paling sederhana untuk menuliskan persamaan tersebut adalah dengan menyatakan
semua persamaan tersebut dalam factor polar kompleks, seperti:
c a ib re i
Jadi:
i e i 2
Sehingga:
Dimana:
2 1 0
2 2
tan tan 1
2 0 2 2 2
0 2 2
sin
0
2
2
2 4 2 2
12
2
cos
0
2
2
2 4 2 2
12
Sehingga:
x Re ( x )
F0
cos(t 0 )
x
m 2 2 2 4 2 2 1 2
0
Dan
x Re ( x) Re ( x i)
F0 1
sin (t 0 )
x
m 2 2 2 4 2 2 1 2
0
Solusi tertentu untuk persamaan sebelumnya yang tidak mengandung konstanta yang
sembarang. Dengan teorema 3 dan persamaan x Ae t cos(1t ) , maka solusi
umumnya, yaitu:
F0 m
x Ae t cos (1t ) sin (t 0 )
2 12
2 4 2 2
2
0
Ketika = 0
Gambar 3. Penjumlahan Vektor pada Superposisi Dua Persamaan Posisi Gerak Osilasi
Sederhana
Penggambaran metode penjulahan vektor ini sesuai secara fisis dan matematis dari fenomena
superposisi dua persamaan posisi gerak osilasi sederhana.
Dengan 1 = 2 , Maka
1 () = 1 cos() (68)
2 () = 2 cos() (69)
Untuk dapat enyelesaikan ini, aka gunakan cara fasor
2 = (1 )2 + (2 )2 + 21 2 cos(1 2 ) (70)