Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PRAKTIKUM

FISIKA KOMPUTASI II

METODE BEDA HINGGA: PDP PARABOLIK

NAMA : JUMATUL RAHMAYANI


NIM : 08021181621063
HARI / TANGGAL : JUMAT, 21 SEPTEMBER 2018
ASISTEN : 1. ANNISA SETIANINGRUM
2. ERIK ARI IRAWAN
3. KRISTINA

LABORATORIUM FISIKA KOMPUTASI


JURUSAN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2018
LAPORAN PRAKTIKUM
FISIKA KOMPUTASI II

LAPORAN
PRAKTIKUM FISIKA KOMPUTASI II

I. Nomor Percobaan : II
II. Nama Percobaan : Metode Beda Hingga : PDP Parabolik
III. Tujuan Percobaan :
Membuat program komputer (script Matlab(TM)) aplikasi metode beda hingga pada
kasus fisika terkait persamaan diferensial parsial tipe parabolik.

Fakultas MIPA – Jurusan Fisika


Universitas Sriwijaya
LAPORAN PRAKTIKUM
FISIKA KOMPUTASI II

IV. Dasar Teori


Persamaan Diferensial Parabolik
Banyak fenomena fisika yang dapat dimodelkan menjadi Persamaan Diferensial
Parsial (PDP) jenis parabolik. Salah satu contohnya adalah kasus distribusi panas
bergantung waktu pada sebuah objek. Misalkan distribusi panas pada sekeping logam
‘satu’ dimensi yang perumusannya seperti pada persamaan 4.1.
𝜕2 𝑢 𝜕𝑢
α2 𝜕𝑥2 (x, t) = 𝜕𝑡
(4.1)
Dengan batasan: 0 < x< L dan t ≥ 0; dengan α adalah sebuah konstanta. Persamaan
4.1 dapat diselesaikan dengan menggunakan FDM pendekatan forward difference,
backward difference, atau pendekatan Crank-Nicolson. Berikut ini adalah perumusan
umum FDM Forward-difference:
wi, j+1 = (1- 2𝜆) wi,j + 𝜆 wi+1,j + 𝜆 wi-1,j (4.2)
dengan:
α2 𝑢
𝜆 = (4.3)
ℎ2

(Monado dkk., 2018).


Persamaan parabolik biasanya merupakan persamaan yang tergantung pada waktu
(tidak permanen). Penyelesaian persamaan tersebut memerlukan kondisi awal dan batas.
Persamaan eliptik biasanya berhubungan dengan masalah keseimbangan atau kondisi
permanen (tidak tergantung waktu), dan penyelesaiannya memerlukan kondisi batas
disekeliling daerah tinjauan. Persamaan hiperbola biasanya berhubungan dengan
getaran, atau permasalahan di mana terjadi ketidak‐kontinyuan dalam waktu, seperti
gelombang kejut yang terjadi ketidak‐kontinyuan dalam kecepatan, tekanan dan rapat
massa.
Kasus Distribusi Panas
Penyelesaian dari persamaan hiperbolik mirip dengan penyelesaian persamaan
parabola. Persamaan konduksi panas yang model matematikanya berbentuk persamaan
diferensial parsial tipe parabolik dengan menggunakan metode beda hingga skema
eksplisit. Pada skema eksplisit, variabel (temperatur) pada suatu titik dihitung secara
langsung dari beberapa variabel di beberapa titik di sekitarnya pada waktu sebelumnya,
yang sudah diketahui nilainya. Dengan metode ini, penurunan persamaan diferensial ke
dalam bentuk beda hingga adalah mudah, namun kendala utamanya adalah

Fakultas MIPA – Jurusan Fisika


Universitas Sriwijaya
LAPORAN PRAKTIKUM
FISIKA KOMPUTASI II

kemungkinan terjadinya ketidakstabilan hitungan. Oleh karena itu dikaji pula stabilitas
skema eksplisit dengan cara mengambil beberapa nilai dari ∆t. Tafsiran grafis secara
intuisi aliran panas yang akan melalui medium padat seperti gambar berikut ini:

Gambar 4.1. Tafsiran secara intuisi aliran panas


Panas mengalir dari benda bertemperatur lebih tinggi ke benda bertemperatur
lebih rendah. Laju perpindahan panas yang melewati benda padat sebanding dengan
gradien temperatur atau beda temperatur persatuan panjang. Penyelesaian persamaan
tipe parabolik dengan menggunakan metode beda hingga dapat dibedakan menjadi dua
metode (skema) dasar, yaitu skema eksplisit dan skema implisit. Diperoleh kenyataan
bahwa distribusi temperatur pada sebatang logam panjang dan tipis mengikuti fungsi
parabolik dengan temperatur maksimum berada dibagian tengah dan temperatur
berubah terhadap waktu. Dari kajian ini pula diperoleh bahwa skema eksplisit akan
memberikan hasil yang baik (stabil) bila ∆t cukup kecil atau kondisi hitungan akan
∆t 1
stabil bila nilai 0 < < 2 (Sulistyono, 2015).
(∆x)2

Distribusi panas terjadi dari suatu tempat yang memiliki temperatur tinggi ke
tempat lain yang bertemperatur rendah. Pada suatu proses pekerjaan di bidang industri
dibutuhkan pemasukan ataupun pengeluaran panas untuk mencapai dan
mempertahankan keadaan suhu tertentu sesuai kebutuhan. Distribusi panas terjadi
karena adanya gaya dorong yaitu perbedaan temperatur. Jika suatu benda ingin
dipanaskan maka harus ada benda lain yang memiliki temperatur lebih panas. Demikian
pula sebaliknya jika ingin mendinginkan suatu benda maka diperlukan juga benda lain
yang bertemperatur lebih rendah.
Pada proses distribusi panas konduksi satu dimensi maka panas hanya merambat
dalam satu arah, misalnya hanya pada arah sumbu x. Persamaan distribusi panas
konduksi satu dimensi dimodelkan dengan persamaan difusi yang merupakan suatu ben-

Fakultas MIPA – Jurusan Fisika


Universitas Sriwijaya
LAPORAN PRAKTIKUM
FISIKA KOMPUTASI II

tuk persamaan diferensial parsial parabolik. Persamaan diferensial parsial parabolik


adalah salah satu jenis persamaan diferensial parsial orde dua yang solusinya dapat
ditentukan dengan metode analitik yang disebut solusi eksak, yang dimaksud dengan
metode analitik adalah metode penyelesaian model matematika dengan rumus-rumus
aljabar. Selain itu persamaan diferensial dapat juga diselesaikan dengan menggunakan
metode numerik. Metode numerik adalah teknik dimana masalah matematika
diformulasikan sedemikian sehingga dapat diselesaikan dengan operasi aritmatika
(Rebet dan Noorbaity, 2012).
Persamaan lapisan batas sebagai berikut:
𝜕𝑢 𝜕𝑣
+ 𝜕𝑦 = 0 (4.4)
𝜕𝑥

𝜕𝑢 𝜕𝑣 𝜕2 𝑢
𝑢 + 𝜕𝑦 = v (4.5)
𝜕𝑥 𝜕𝑦2

Persamaan-persamaan aliran lapisan batas (4.4 dan 4.5) adalah persamaan parabolik.
Secara umum penyelesaian dari persamaan-persamaan diferensial parsial non linier
(seperti persamaan lapisan batas diatas) sangat sulit untuk diperoleh. Namun dengan
menerapkan transformasi koordinat secara cerdik dan mengubah variabel-variabel,
Blasius meringkas persamaan diferensial parsial menjadi persamaan diferensial biasa
yang dapat dipecahkannya (Munson dkk., 2005).

Fakultas MIPA – Jurusan Fisika


Universitas Sriwijaya
LAPORAN PRAKTIKUM
FISIKA KOMPUTASI II

V. Algoritma
Step 1: Mulai
Step 2: Inisialisasi n = 9, alpha = 1.0, k = 0.0005, h = 0.1, lambda, i, pi, suhu, w0,
Matriks A, iterasi = 1000, j, w.
(alpha2 ) 𝑥 𝑘
Step 3: Proses lambda = ℎ2

Step 4: Proses suhu (i) = sin (𝑝𝑖 𝑥 𝑖 𝑥 0.1), lakukan perulangan untuk i = 1
sampai n
Step 5: Proses w0(i,1) = suhu (i), lakukan perulangan untuk i = 1 sampai n
Step 6: Proses matriks A = (1-2*lambda) lambda 0 0 0 0 0 0 0
lambda (1-2*lambda) lambda 0 0 0 0 0 0
0 lambda (1-2*lambda) lambda 0 0 0 0 0
0 0 lambda (1-2*lambda) lambda 0 0 0 0
0 0 0 lambda (1-2*lambda) lambda 0 0 0
0 0 0 0 lambda (1-2*lambda) lambda 0 0
0 0 0 0 0 lambda (1-2*lambda) lambda 0
0 0 0 0 0 0 lambda (1-2*lambda) lambda
0 0 0 0 0 0 0 lambda (1-2*lambda)
Step 7: Cetak “Perkalian Matriks”, lakukan perulangan untuk k = 1 sampai 1000
Step 8: Proses matriks w (i,1) = 0, lakukan perulangan untuk i = 1 sampai n
Step 9: Proses matriks w (i,1) = matriks w (i,1) + matriks A (i,j) x matriks w0 (j,1),
lakukan perulangan untuk j = 1 sampai n dan perulangan i = 1 sampai n.
Step 10: Cetak w
Step 11: Proses w0 = w
Step 12: Selesai

Fakultas MIPA – Jurusan Fisika


Universitas Sriwijaya
LAPORAN PRAKTIKUM
FISIKA KOMPUTASI II

VI. Flowchart
Mulai

Inisialisasi n = 9, alpha = 1.0, k =


0.0005, h = 0.1, lambda, i,
pi, suhu, w0, Matriks A,
iterasi = 1000, j, w.

(alpha2 ) 𝑥 𝑘
Proses lambda = ℎ2

Perulangan untuk i = 1 sampai n

Proses suhu (i) = sin (𝑝𝑖 𝑥 𝑖 𝑥 0.1),

Perulangan untuk i = 1 sampai n

Proses w0(i,1) = suhu (i), lakukan

(1-2*lambda) lambda 0 0 0 0 0 0 0
lambda (1-2*lambda) lambda 0 0 0 0 0 0
0 lambda (1-2*lambda) lambda 0 0 0 0 0
0 0 lambda (1-2*lambda) lambda 0 0 0 0
Proses matriks A= 0 0 0 lambda (1-2*lambda) lambda 0 0 0
0 0 0 0 lambda (1-2*lambda) lambda 0 0
0 0 0 0 0 lambda (1-2*lambda) lambda 0
0 0 0 0 0 0 lambda (1-2*lambda) lambda
0 0 0 0 0 0 0 lambda (1-2*lambda)
Perulangan untuk k = 1 sampai 1000

Cetak “Perkalian Matriks”

Fakultas MIPA – Jurusan Fisika


Universitas Sriwijaya
LAPORAN PRAKTIKUM
FISIKA KOMPUTASI II

A
Perulangan untuk i = 1 sampai n

Proses matriks w (i,1) = 0

Perulangan untuk i = 1 sampai n


Perulangan untuk j = 1 sampai n

Proses matriks w (i,1) = matriks w (i,1) + matriks A (i,j) x matriks w0 (j,1),


.

Cetak w

Proses w0 = w

Selesai

Fakultas MIPA – Jurusan Fisika


Universitas Sriwijaya
LAPORAN PRAKTIKUM
FISIKA KOMPUTASI II

VII. Listing
%Modul FDM-2
%Distribusi panas bergantung waktu 1D
%FDM Forward Difference

clear all
clc
format long;
n=9;
alpha=1.0;
k=0.0005;
h=0.1;

%Menghitung lambda
lambda=(alpha^2)*k/(h^2);
% Kondisi awal
for i=1:n
suhu(i)=sin(pi*i*0.1);
end

%Mengcopy kondisi awal ke w


for i=1:n
w0(i,1)=suhu(i);
end
%Menuliskan Matriks A
A=[ (1-2*lambda) lambda 0 0 0 0 0 0 0;
lambda (1-2*lambda) lambda 0 0 0 0 0 0;
0 lambda (1-2*lambda) lambda 0 0 0 0 0 ;
0 0 lambda (1-2*lambda) lambda 0 0 0 0;
0 0 0 lambda (1-2*lambda) lambda 0 0 0;
0 0 0 0 lambda (1-2*lambda) lambda 0 0;
0 0 0 0 0 lambda (1-2*lambda) lambda 0 ;
0 0 0 0 0 0 lambda (1-2*lambda) lambda ;

Fakultas MIPA – Jurusan Fisika


Universitas Sriwijaya
LAPORAN PRAKTIKUM
FISIKA KOMPUTASI II
0 0 0 0 0 0 0 lambda (1-2*lambda) ];

iterasi=1000;
for k=1:iterasi
disp(’perkalian matriks’)
%======================================
for i=1:n
w(i,1)=0.0;
end

for i=1:n
for j=1:n
w(i,1)=w(i,1)+A(i,j)*w0(j,1);
end
end
%====================================
w
w0=w;
end

Fakultas MIPA – Jurusan Fisika


Universitas Sriwijaya
LAPORAN PRAKTIKUM
FISIKA KOMPUTASI II

VIII. Tugas Pendahuluan


1. Buktikan bahwa persamaan (4.1) adalah PDP parabolik!

2. Apakah perbedaan FDM forward-difference, FDM backward-difference, dan
FDM Crank-Nicolson?

Jawaban:
𝜕2 𝑢 𝜕𝑢
1. Persamaan 4.1 𝛼 2 𝜕𝑥 2 (𝑥, 𝑡) = 𝜕𝑡

𝜕𝑢 𝜕 2𝑢
− 𝛼 2 2 (𝑥, 𝑡) = 0
𝜕𝑡 𝜕𝑥
A = 𝛼 2 , B = 0, dan C = 0
Maka nilai diskriminanya sama dengan nol. Sesuai dengan pernyataan bahwa
PDP Parabolik memiliki nilai deskriminan 𝑏 2 − 4𝑎𝑐 = 0
2. - FDM forward difference, digunakan untuk mencari nilai suatu fungsi jika
independent variablenya digeser ke depan (makanya namanya forward
difference) sebesar ∆x. Sederhananya, jika kita tahu f(x), maka forward
differenve mencari berapakah f(x+∆x).
- FDM backward difference.digunakan untuk mencari nilai suatu fungsi jika
independent variablenya digeser ke belakang sebesar ∆x. Jika kita tahu f(x),
maka backward difference mencari berapakah f(x-∆x).
-Telah diketahui bahwa FDM forward dan backward memiliki local trucnction
atau galat pemotongan. 𝑂(𝑘 + ℎ2 ), dengan 𝑂(𝑘) merupakan galat yang muncul
dari aproksimasi turunan pertama pada diferensial maju atau diferensial mundur
dalam waktu dan 𝑂(ℎ2 ) merupakan galat yang muncul dari aproksimasi turunan
kedua dalam ruang (saham). Metode Crank-Nicolson merupakan salah satu dari
beberapa metode beda hingga yang memiliki kestabilan tanpa syarat dan nilai
error-nya paling kecil dibandingkan metode-metode lainnya.

Fakultas MIPA – Jurusan Fisika


Universitas Sriwijaya
LAPORAN PRAKTIKUM
FISIKA KOMPUTASI II

IX. Data Hasil Pengamatan

Tabel 9.1. Hasil Simulasi Distribusi Panas Bergantung Waktu 1-Dimensi


Hasil Perhitungan Manual Hasil Perhitungan Perbandingan Eror
Xi Solusi Analitik Matlab (%)
0,1 0,00222241417851 0,002286520786578 2,88454819473303
0,2 0,00422728297276 0,004349220987440 2,88454819473297
0,3 0,00581835585643 0,005986189135246 2,88454819473291
0,4 0,00683988752999 0,007037187382262 2,88454819473291
0,5 0,00719188335583 0,007399336697334 2,88454819473292
0,6 0,00683988752999 0,007037187382262 2,88454819473290
0,7 0,00581835585643 0,005986189135246 2,88454819473291
0,8 0,00422728297276 0,004349220987440 2,88454819473291
0,9 0,00222241417851 0,002286520786578 2,88454819473289

Solusi Analitik:
2 × 0,5 )
𝑤𝑎𝑛𝑎𝑙𝑖𝑡𝑖𝑘 (1,i) = e( −π × sin (π × x(1,i))
x(1,i) = i × h x(1,1) = 1 × 0,1 = 0,1
x(1,2) = 2 × 0,1 = 0,2
x(1,3) = 3 × 0,1 = 0,3
x(1,4) = 4 × 0,1 = 0,4
x(1,5) = 5 × 0,1 = 0,5
x(1,6) = 6 × 0,1 = 0,6
x(1,7) = 7 × 0,1 = 0,7
x(1,8) = 8 × 0,1 = 0,8

Fakultas MIPA – Jurusan Fisika


Universitas Sriwijaya
LAPORAN PRAKTIKUM
FISIKA KOMPUTASI II

x(1,8) = 9 × 0,1 = 0,9


2 × 0,5 ) 2 × 0,5 )
𝑤𝑎𝑛𝑎𝑙𝑖𝑡𝑖𝑘 (1,1) = e( −π × sin (π × x(1,1)) = e( −3,14 × sin (180 × 0,1)
= 0,00222241417851
2 × 0,5 ) 2 × 0,5 )
𝑤𝑎𝑛𝑎𝑙𝑖𝑡𝑖𝑘 (1,2) = e( −π × sin (π × x(1,2)) = e( −3,14 × sin (180 × 0,2)
= 0,00422728297276
2 × 0,5 ) 2 × 0,5 )
𝑤𝑎𝑛𝑎𝑙𝑖𝑡𝑖𝑘 (1,3) = e( −π × sin (π × x(1,3)) = e( −3,14 × sin (180 × 0,3)
= 0,00581835585643
2 × 0,5 ) 2 × 0,5 )
𝑤𝑎𝑛𝑎𝑙𝑖𝑡𝑖𝑘 (1,4) = e( −π × sin (π × x(1,4)) = e( −3,14 × sin (180 × 0,4)
= 0,00683988752999
2 × 0,5 ) 2 × 0,5 )
𝑤𝑎𝑛𝑎𝑙𝑖𝑡𝑖𝑘 (1,5) = e( −π × sin (π × x(1,5)) = e( −3,14 × sin (180 × 0,5)
= 0,00719188335583
2 × 0,5 ) 2 × 0,5 )
𝑤𝑎𝑛𝑎𝑙𝑖𝑡𝑖𝑘 (1,6) = e( −π × sin (π × x(1,6)) = e( −3,14 × sin (180 × 0,6)
= 0,00683988752999
2 × 0,5 ) 2 × 0,5 )
𝑤𝑎𝑛𝑎𝑙𝑖𝑡𝑖𝑘 (1,7) = e( −π × sin (π × x(1,7)) = e( −3,14 × sin (180 × 0,7)
= 0,00581835585643
2 × 0,5 ) 2 × 0,5 )
𝑤𝑎𝑛𝑎𝑙𝑖𝑡𝑖𝑘 (1,8) = e( −π × sin (π × x(1,8)) = e( −3,14 × sin (180 × 0,8)
= 0,00422728297276
2 × 0,5 ) 2 × 0,5 )
𝑤𝑎𝑛𝑎𝑙𝑖𝑡𝑖𝑘 (1,9) = e( −π × sin (π × x(1,9)) = e( −3,14 × sin (180 × 0,9)
= 0,00222241417851

Fakultas MIPA – Jurusan Fisika


Universitas Sriwijaya
LAPORAN PRAKTIKUM
FISIKA KOMPUTASI II

X. Analisa
Persamaan diferensial parsial parabolik dalam penyelesaian kasus distribusi
panas bergantung waktu satu dimensi dapat diselesaikan dengan metode forward
difference maupun backward difference. Pada listing program terdapat iterasi k=0.0005;
yang bekerja pada waktu maksimum 0.5 detik yang berarti setiap 0.5 detiknya terdapat
seribu kali iterasi data. Dengan demikian perubahan waktu tercatat pada interval k dan
pada bidang horizontalnya terdapat titik simulasi yang berjarak h = 0.1 yang memenuhi
setiap titik dari mesh point. Sementara, sumbu vertikal menunjukan perubahan dari
waktu ke waktu dengan interval waktu sama dengan k dan karena α = 1, h = 0,1 dan k =
0,0005.
Dikarenakan nilai alpha telah diketahui sama dengan satu, maka nilai lambda
dapat dicari dengan rumusan alpha kuadrat dikali k dibadi dengan h kuadrat yang
hasilnya sama dengan 0,05. Setelah nilai lamda diketahui persamaan lanjar dari kasus
distribusi panas dapat diketahui, dengan menyusun sistem persamaan lanjar kedalam
iterasi dalam rumusan listing 𝑤(𝑖, 1) = 𝑤(𝑖, 1) + 𝐴(𝑖, 𝑗) ∗ 𝑤0(𝑗, 1) dapat dibuat
representasi matriks 𝐴𝑤 (𝑗) = 𝑤 (𝑗+1) dimana perhitungan dimulai dari j = 0 dan dengan
memasukkan syarat kondisi awal 𝑢(𝑥, 0) = sin 𝜋𝑥, 0 ≤ 𝑥 ≤ 1 nilai untuk masing-
masing u dapat diketahui, setelahnya notasi u diubah menjadi notasi w yang
menghasilkan nilai distribusi panas di masing-masing titik mesh point setelah selang
waktu 0,0005 detik dan proses perhitungan terus menerus diulang sampai mencapai
waktu maksimum, jika waktu maksimum adalah 0,5 detik maka iterasi yang terjadi
sebanyak 1000 kali.
Iterasi disini hanya untuk perulangan, banyaknya iterasi yang dilakukan pada
program tidak akan mempengaruhi tingkat ketelitian hasil yang didapat. Namun, tingkat
ketelitian yang didapat dipengaruhi oleh interval. Dengan kata lain pula, semakin
banyaknya mesh point maka hasil yang di dapakan akan lebih baik. Dari tabel hasil
pengamatan, berdasarkan perhitungan manual yang dilakukan, hasil yang didapat tidak
berbeda jauh dari nilai yang didapat pada perhitungan matlab. Hal ini dapat dilihat pada
tabel perbandian errornya yang bernilai berkisar 2.88% saja.

Fakultas MIPA – Jurusan Fisika


Universitas Sriwijaya
LAPORAN PRAKTIKUM
FISIKA KOMPUTASI II

XI. Tugas Akhir


1. Jelaskan bagaimana cara mendapatkan elemen w(i,j) dengan cara manual mengikuti
script program matlab ketika iterasi=1 dengan nilai i sesuai dengan nilai ujung NIM
JAWAB
1. NIM= 0021181621063
for i=1:n
Ketika i=3
W(i,1) = 0.0;
W(3,1)=0.0
End
For i=1:n
Ketika i=3
For j=1:n

(𝑖, 1) = 𝑤(𝑖, 1) + 𝐴(𝑖, 𝑗) × 𝑤0(𝑗, 1)


Untuk i=3 dan j=1
(𝑖, 1) = 𝑤(𝑖, 1) + 𝐴(𝑖, 𝑗) × 𝑤0(𝑗, 1)

𝑤(3,1) = 𝑤(3,1) + 𝐴(3,1) × 𝑤0(1,1) 𝑤(3,1) = 0


+ 0 × 0.30902
(3,1) = 0
Untuk i=3 dan j=2
(𝑖, 1) = 𝑤(𝑖, 1) + 𝐴(𝑖, 𝑗) × 𝑤0(𝑗, 1)

𝑤(3,1) = 𝑤(3,1) + 𝐴(3,2) × 𝑤0(2,1) 𝑤(3,1) = 0


+ 0.05 × 0.58779
(3,1) = 0.0293895
Untuk i=3 dan j=3
(𝑖, 1) = 𝑤(𝑖, 1) + 𝐴(𝑖, 𝑗) × 𝑤0(𝑗, 1)

(3,1) = 𝑤(3,1) + 𝐴(3,3) × 𝑤0(3,1)

(𝑖, 1) = 0.0293895 + 0.9 × 0.80902


(3,1) = 0.7575075

Untuk i=3 dan j=4

(𝑖, 1) = 𝑤(𝑖, 1) + 𝐴(𝑖, 𝑗) × 𝑤0(𝑗, 1)

Fakultas MIPA – Jurusan Fisika


Universitas Sriwijaya
LAPORAN PRAKTIKUM
FISIKA KOMPUTASI II

(3,1) = 𝑤(3,1) + 𝐴(3,4) × 𝑤0(4,1)

(3,1) = 0.7575075 + 0.05 × 0.95106


(3,1) = 0.8050605
Untuk i=3 dan j=5
(𝑖, 1) = 𝑤(𝑖, 1) + 𝐴(𝑖, 𝑗) × 𝑤0(𝑗, 1)

(3,1) = 𝑤(3,1) + 𝐴(3,5) × 𝑤0(5,1)

(3,1) = 0.8050605 + 0 × 1
(3,1) = 0.8050605
Untuk i=3 dan j=6
(𝑖, 1) = 𝑤(𝑖, 1) + 𝐴(𝑖, 𝑗) × 𝑤0(𝑗, 1)

(3,1) = 𝑤(3,1) + 𝐴(3,6) × 𝑤0(6,1)

(3,1) = 0.8050605 + 0 × 0.95106


(3,1) = 0.8050605
Untuk i=3 dan j=7
(𝑖, 1) = 𝑤(𝑖, 1) + 𝐴(𝑖, 𝑗) × 𝑤0(𝑗, 1)

(3,1) = 𝑤(3,1) + 𝐴(3,7) × 𝑤0(7,1)

(3,1) = 0.8050605 + 0 × 0.80902


(3,1) = 0.8050605
Untuk i=3 dan j=8
(𝑖, 1) = 𝑤(𝑖, 1) + 𝐴(𝑖, 𝑗) × 𝑤0(𝑗, 1)

(3,1) = 𝑤(3,1) + 𝐴(3,8) × 𝑤0(8,1)

(3,1) = 0.8050605 + 0 × 0.58779


(3,1) = 0.8050605
Untuk i=3 dan j=9
(𝑖, 1) = 𝑤(𝑖, 1) + 𝐴(𝑖, 𝑗) × 𝑤0(𝑗, 1)

(3,1) = 𝑤(3,1) + 𝐴(3,9) × 𝑤0(9,1)

(3,1) = 0.8050605 + 0 × 0.30902


(3,1) = 0.8050605

Fakultas MIPA – Jurusan Fisika


Universitas Sriwijaya
LAPORAN PRAKTIKUM
FISIKA KOMPUTASI II

XII. Kesimpulan
1. Pada listing program terdapat iterasi k=0.0005; yang bekerja pada waktu
maksimum 0.5 detik yang berarti setiap 0.5 detiknya terdapat seribu kali iterasi
data.
2. notasi u diubah menjadi notasi w yang menghasilkan nilai distribusi panas di
masing-masing titik mesh point setelah selang waktu 0,0005 detik dan proses
perhitungan terus menerus diulang sampai mencapai waktu maksimum.
3. banyaknya iterasi yang dilakukan pada program tidak akan mempengaruhi
tingkat ketelitian hasil yang didapat.
4. Dari tabel hasil pengamatan, berdasarkan perhitungan manual yang dilakukan,
hasil yang didapat tidak berbeda jauh dari nilai yang didapat pada perhitungan
matlab.

Fakultas MIPA – Jurusan Fisika


Universitas Sriwijaya
LAPORAN PRAKTIKUM
FISIKA KOMPUTASI II

DAFTAR PUSTAKA

Monado, F., KorIyanti, E., dan Ariani, M., 2018. Modul Praktikum Fisika Komputasi II.
Indralaya : Universitas Sriwijaya.
Munson, B. R., Young, D. F ., dan Okiishi, T, H., 2005. Mekanika Fluida Jilid 2.
Jakarta: Erlangga.
Rebetor , I. dan Noorbaity, 2012. Aproksimasi Distribusi Panas dengan Menggunakan
Metode Forward-Backward Difference. Jurnal Politeknologi, 3(11): 265-266.
Sulistyono, B. A., 2015. Aplikasi Metode Beda Hingga Skema Eksplisit pada
Persamaan Konduksi Panas. Jurnal Math Educator Nusantara, 1(1) : 41-42.

Fakultas MIPA – Jurusan Fisika


Universitas Sriwijaya

Anda mungkin juga menyukai