Anda di halaman 1dari 22

PERSAMAAN GELOMBANG

Pada 1925, Erwin Schrodinger dan Werner Heisenberg secara independen merumuskan teori
kuantum umum. Secara sepintas, kedua metode tersebut tampak berbeda karena metode
Heisenberg dirumuskan dalam bentuk matriks, sedangkan metode Schrodinger dirumuskan dalam
bentuk persamaan diferensial parsial. Namun, hanya setahun kemudian, Schrodinger menunjukkan
bahwa kedua percabangan itu setara secara matematis. Karena sebagian besar mahasiswa kimia
fisika tidak terbiasa dengan aljabar matriks, teori kuantum biasanya disajikan menurut rumus
Schrodinger, fitur utamanya adalah persamaan diferensial parsial yang sekarang dikenal sebagai
persamaan Schrodinger. Persamaan diferensial parsial mungkin terdengar tidak lebih nyaman
daripada aljabar matriks, tetapi untungnya kita hanya memerlukan kalkulus dasar yang kita peroleh
di kuliah Matematika Kimia, untuk menangani masalah dalam buku ini. Kita telah mempelajari
bahwa materi (elektron) dapat berperilaku sebagai gelombang, jadi tidak mengherankan jika
persamaan Schrodinger (terkadang disebut persamaan gelombang Schrodinger) menggambarkan
perilaku seperti gelombang. Persamaan gelombang fisika klasik menggambarkan berbagai fenomena
gelombang seperti vibrasi tali, vibrasi kendang (drumhead), gelombang laut, dan gelombang akustik.
Persamaan gelombang klasik tidak hanya memberikan latar belakang fisik pada persamaan
Schrodinger, tetapi, sebagai tambahan, matematika yang terlibat dalam penyelesaian persamaan
gelombang klasik adalah pusat dari setiap diskusi tentang mekanika kuantum. Karena sebagian
besar mahasiswa kimia fisik memiliki sedikit pengalaman dengan persamaan gelombang klasik, bab
ini membahas topik ini. Secara khusus, kita akan memecahkan masalah standar dari persamaan
gelombang tali (vibrasi string) karena tidak hanya metode penyelesaian masalah ini mirip dengan
metode yang akan kita gunakan untuk menyelesaikan persamaan Schrodinger, tetapi juga memberi
kita kesempatan yang sangat baik untuk menghubungkan solusi matematika dari masalah dengan
sifat fisik masalah. Banyak masalah di akhir bab yang menggambarkan hubungan antara masalah
fisik dan matematika yang dikembangkan dalam bab ini.

Persamaan Gelombang Klasik


2.1 Persamaan Gelombang Satu Dimensi Menjelaskan Gerakan Vibrasi String

Gambar 2.1 Vibrasi tali yang ujungnya diikat pada 0 dan l. Perpindahan getaran pada posisi x dan
waktu t adalah u (x, t).

Pertimbangkan tali seragam yang direntangkan di antara dua titik tetap, seperti yang ditunjukkan
pada Gambar 2.1. Perpindahan maksimum senar (tali) dari posisi horizontal kesetimbangannya
disebut amplitudo. Jika kita membiarkan u (x, t) menjadi perpindahan (displacement) string, maka
u(x, t) memenuhi persamaan

∂ 2u 1 ∂ 2u
= (2.1)
∂x 2 v 2 ∂t 2
di mana ν adalah kecepatan pergerakan gangguan (disturbance) di sepanjang tali. Persamaan 2.1
adalah persamaan gelombang klasik. Persamaan 2.1 merupakan persamaan diferensial parsial
karena hal yang tidak tidak diketahui, u (x, t) terjadi dalam bentuk turunan parsial. Variabel x dan t
dikatakan sebagai variabel bebas dan u (x, t), yang bergantung pada x dan t, dikatakan sebagai
variabel terikat. Persamaan 2.1 adalah persamaan diferensial parsial linier karena (x, t) dan
turunannya hanya muncul pangkat pertama (pangkat 1) dan tidak ada suku persilangan.

Selain harus memenuhi Persamaan 2.1, perpindahan u (x, t) juga harus memenuhi kondisi fisik
tertentu. Karena ujung-ujung benang atau tali dipertahankan tetap posisinya (diikat), perpindahan
pada kedua titik ini selalu nol, jadi kita punya syarat bahwa

1. u (0, t ) = 0 
 (untuk semua t ) (2.2)
2. u (l , t ) = 0 

Kedua kondisi ini disebut kondisi batas atau syarat batas karena sudah ditetapkan sebelumnya untuk
membatasi u (x, t). Umumnya, persamaan diferensial parsial harus diselesaikan dengan tunduk pada
kondisi batas tertentu, yang sifatnya akan terlihat pada dasar fisik.

2.2 Persamaan Gelombang Dapat Dipecahkan dengan Metode Pemisahan Variabel


Persamaan gelombang klasik, serta persamaan Schrodinger dan banyak persamaan diferensial
parsial lainnya yang muncul dalam kimia fisika, dapat diselesaikan dengan mudah dengan metode
yang disebut pemisahan variabel (separation of variables). Kita akan menggunakan masalah vibrasi
string untuk mengilustrasikan metode ini.

Langkah kunci dalam metode pemisahan variabel adalah dengan mengasumsikan bahwa u (x, t)
dapat difaktorkan menjadi fungsi dari x, X ( x) , dan fungsi dari t, T (t ) , atau bahwa

u ( x, t ) = X ( x)T (t ) (2.3)

Jika kita substitusi Persamaan 2.3 ke Persamaan 2.1, kita dapatkan

d 2 X ( x) 1 d 2T (t )
T (t ) = X ( x ) (2.4)
dx 2 v2 dt 2
Sekarang kita membagi kedua sisi Persamaan 2.4 dengan u ( x, t ) = X ( x)T (t ) dan mendapatkan

1 d 2 X ( x) 1 d 2T (t )
= (2.5)
X ( x) dx 2 v 2T (t ) dt 2

Ruas kiri Persamaan 2.5 merupakan fungsi dari x saja dan ruas kanan merupakan fungsi dari t saja.
Karena x dan t adalah variabel independen, setiap sisi Persamaan 2.5 dapat divariasikan secara
independen. Satu-satunya cara agar kedua sisi persamaan tetap terpenuhi (yakni nilai sisi kiri = nilai
sisi kanan) ketika x dan t divariasikan adalah setiap sisi harus sama dengan konstanta. Jika kita
memilih konstanta ini adalah K, kita bisa menulis

1 d 2 X ( x)
=K (2.6)
X ( x) dx 2

dan
1 d 2T (t )
=K (2.7)
v 2T (t ) dt 2

dimana K disebut konstanta pemisahan (separation constant) dan akan ditentukan kemudian.
Persamaan 2.6 dan 2. 7 dapat ditulis sebagai

d 2 X ( x)
− KX ( x) =
0 (2.8)
dx 2
Dan

d 2T (t )
2
− Kv 2T (t ) =
0 (2.9)
dt
Persamaan 2.8 dan 2.9 disebut persamaan diferensial biasa (sebagai lawan persamaan diferensial
parsial) karena dalam hal ini, yang tidak diketahui, X ( x) dan T (t), terjadi sebagai turunan biasa.
Kedua persamaan ini disebut persamaan diferensial linier karena “yang tidak diketahui dan
turunannya” hanya muncul pada pangkat pertama dan tidak ada suku silang. Selanjutnya, koefisien
dari setiap suku yang melibatkan hal-hal yang tidak diketahui dalam persamaan ini adalah konstanta,
yaitu, 1 dan − K pada Persamaan 2.8 dan 1 dan − Kv 2 pada Persamaan 2.9. Persamaan-persamaan
ini disebut persamaan diferensial linier dengan koefisien konstan dan cukup mudah untuk
diselesaikan, seperti yang akan kita lihat.

Nilai K dalam Persamaan 2.8 dan 2.9 belum ditentukan. Sekarang kita belum tahu, apakah K itu
positif, negatif, atau bahkan nol. Mari kita asumsikan bahwa K = 0. Dalam kasus ini, Persamaan 2.8
dan 2.9 dapat diintegrasikan segera untuk mendapatkan

X (=
x) a1 x + b1 (2.10)

Dan

T (=
t ) a2t + b2 (2.11)

di mana a dan b hanyalah konstanta integrasi, yang dapat ditentukan dengan menggunakan syarat
batas yang diberikan dalam Persamaan 2.2. Dalam X ( x) dan T (t), syarat batasnya adalah

u (0, t ) X=
= (0)T (t ) 0

dan

u (l , t ) X=
= (l )T (t ) 0

Karena T (t) pasti tidak hilang (does not vanish) untuk semua t, maka kita harus memiliki kalau

=X (0) 0=
dan X (l ) 0 (2.12)

yang menunjukkan bagaimana kondisi batas mempengaruhi X (x). Kembali ke Persamaan 2.10, kita
menyimpulkan bahwa satu-satunya cara untuk memenuhi Persamaan 2.12 adalah dengan
a=
1 b=
1 0 , yang berarti bahwa X (x) = 0 dan u (x, t) = 0 untuk semua x. Ini disebut solusi sepele
(trivial solution) untuk Persamaan 2.1 dan tidak ada kepentingan fisik. (Membuang solusi persamaan
matematika seharusnya tidak mengganggu Anda. Yang kita ketahui dari fisika adalah bahwa setiap
solusi yang dapat diterima secara fisik u (x, t) harus memenuhi Persamaan 2.1, bukan bahwa setiap
solusi persamaan dapat diterima secara fisik.) Dalam bahasa kimia dasar, ketika kita mencari
konsentrasi zat tertentu dalam kesetimbangan, bisa jadi dari persamaan kuadrat, maka kita kadang
mendapatkan solusi bilangan negatif. Konsentrasi negatif, tidak memiliki makna dalam kimia,
sehingga kita buang solusi tersebut dan hanya kita ambil solusi yang memenuhi.

Sekarang anggaplah K > 0 dalam Persamaan 2.8. Untuk tujuan ini, tulis K sebagai k 2 , di mana k
adalah nyata (real). Ini memastikan bahwa K positif karena ini adalah kuadrat dari bilangan real.
Dalam hal ini, Persamaan 2.8 menjadi

d 2 X ( x)
− k 2 X ( x) =
0 (2.13)
dx 2
Pengalaman menunjukkan bahwa solusi persamaan diferensial linier dengan koefisien konstan yang
ruas kanannya sama dengan nol berbentuk X ( x) = eα x , dengan a adalah konstanta yang akan
ditentukan.

Contoh 2.1

d2y dy
Selesaikan persamaan 2
− 3 + 2y =
0
dx dx
Penyelesaian

Jika kita substitusikan y ( x) = eα x ke dalam persamaan differensial ini, kita peroleh

α 2 y − 3α y + 2 y =
0

α 2 − 3α + 2 =0
(α − 2)(α − 1) =
0

Atau α = 1 dan α = 2 . Dua solusi persamaan differensial tersebut adalah y ( x) = e x dan


y ( x) = e 2 x dan

x) c1e x + c2e 2 x
y (=

juga merupakan solusi. Anda bisa membuktikan dengan substitusi kelmbali ke dalam persamaan
awal.

Sekarang kita mencari solusi untuk Persamaan 2.13 dengan menggunakan X ( x) = eα x dan
mendapatkan

(α 2 − k 2 ) X ( x) =
0

Oleh karena itu, salah satu (α 2 − k 2 ) atau X ( x) harus sama dengan nol. Kasus X ( x) = 0 adalah
solusi trivial, jadi (α 2 − k 2 ) harus sama dengan nol. Karena itu,

α = ±k
Jadi, ada dua solusi: X ( x) = e kx dan X ( x) = e − kx . Kita bisa dengan mudah membuktikannya bahwa
( x) c1e kx + c2e − kx
X= (2.14)

(dengan c1 dan c2 adalah konstanta) juga merupakan solusi. Ini adalah solusi umum untuk semua
persamaan diferensial dengan bentuk Persamaan 2. 13. Fakta bahwa jumlah dari dua solusi, e kx dan
e − kx , juga merupakan solusi adalah konsekuensi langsung dari Persamaan 2.13 yang menjadi
persamaan diferensial linier. Perhatikan bahwa turunan tertinggi dalam Persamaan 2.13 adalah
turunan kedua, yang menyiratkan bahwa dalam beberapa hal kita melakukan dua integrasi saat
menemukan solusinya. Saat kita melakukan dua integrasi, kita selalu mendapatkan dua konstanta
integrasi. Solusi yang kita temukan memiliki dua konstanta, c1 dan c2 , yang menunjukkan bahwa ini
adalah solusi paling umum.

Menerapkan kondisi batas yang diberikan oleh Persamaan 2.12 ke Persamaan 2.14 memberikan

c1 + c2 0 dan c1e kl=


= + c2e − kl 0

Satu-satunya cara untuk memenuhi kondisi ini adalah dengan c=


1 c=
2 0 , dan sekali lagi, kita hanya
menemukan solusi trivial.

Sejauh ini, kita hanya menemukan solusi trivial untuk Persamaan 2.1 jika K = 0 atau K > 0.

2.3 Beberapa Persamaan Diferensial Memiliki Solusi Osilasi


Mari kita berharap bahwa dengan mengasumsikan K adalah negatif akan memberi kita sesuatu yang
menarik. Jika kita menetapkan K = − β 2 , maka K bernilai negatif jika β real. Dalam hal ini
Persamaan 2.8 adalah

d 2 X ( x)
2
+ β 2 X ( x) =
0 (2.15)
dx

Mari kita ambil X ( x) = eα x untuk memperoleh

(α 2 + β 2 ) X ( x) =
0

Atau bahwa

α = ±i β
(Baca lagi Matematika Kimia tentang bilangan kompleks). Solusi umum untuk Persamaan 2.15 adalah

( x) c1ei β x + c2e − i β x
X= (2.16)

Kita dapat dengan mudah memverifikasi bahwa ini adalah solusi dengan substitusi Persamaan 2.16
langsung ke Persamaan 2.15.

Terkadang lebih mudah untuk menulis ulang ekspresi seperti ei β x atau e − i β x dalam Persamaan 2.16
menggunakan rumus Euler (Lihat MATKIM bilangan kompleks):

e ± iθ cosθ ± i sin θ
=
Jika kita substitusi rumus Euler ke Persamaan 2.16, kita temukan
X ( x) = c1 (cos β x + i sin β x) + c2 (cos β x − i sin β x)
=(c1 + c2 )cos β x + (ic1 − ic2 )sin β x

Tetapi (c1 + c2 ) dan (ic1 − ic2 ) juga hanya konstanta, dan jika kita menyebutnya sebagai c3 dan c4 ,
kita dapat menulis

X ( x) c3 cos β x + c4 sin β x
=

daripada merulisnya dalam bentuk

( x) c1ei β x + c2e − i β x
X=

Kedua bentuk X (x) ini setara.

CONTOH 2-2

Buktikan itu

y ( x) A cos β x + B sin β x
=

(dengan konstanta A dan B) adalah solusi persamaan diferensial

d2y
2
+ β 2 y ( x) =
0
dx
Penyelesaian

Turunan pertama y ( x) adalah

dy
− Aβ sin β x + Bβ cos β x
=
dx
Dan turunan keduanya adalah

d2y
− Aβ 2 cos β x − Bβ 2 sin β x
=
dx 2
Karena itu, kita melihat

d2y
2
+ β 2 y ( x) =− Aβ 2 cos β x − Bβ 2 sin β x + β 2 ( A cos β x + B sin β x)
dx
=− Aβ 2 cos β x − Bβ 2 sin β x + Aβ 2 cos β x + Bβ 2 sin β x
=0
=
atau bahwa y ( x) A cos β x + B sin β x adalah solusi dari persamaan diferensial

d2y
2
+ β 2 y ( x) =
0
dx
Contoh berikutnya adalah penting dan contoh yang solusi umumnya harus dipelajari.

Contoh 2.3
d 2x
Selesaikan persamaan + ω 2 x(t ) =
0
dt 2
dengan syarat pada kondisi awal x(0) = A dan dx / dt = 0 pada t = 0.

Penyelesaian:

Dalam hal ini, kita temukan α = ±iω dan

x(t ) c1eiωt + c2e − iωt


=

atau

x(t ) c3 cos ωt + c4 sin ωt


=

Juga dari syarat batas x(0) = A , kita peroleh A = c3

Perhatian pada t = 0 maka x(0) = A = c3 cos ω (0) + c4 sin ω (0) = c3 ⋅ 1 + c4 ⋅ 0 = c3 .

Dari turunan pertama kita peroleh c4 = 0

Perhatian turunan pertama x(t ) adalah

dx
−ωc3 sin ωt + ωc4 cos ωt
=
dt
sehingga

 dx 
 = c= 4ω 0
 dt t = 0

Yang mengisyaratkan bahwa c4 = 0 dan bahwa solusi umum yang kita cari adalah

x(t ) = A cos ωt

Solusi ini diplot pada Gambar 2.2. Perhatikan bahwa ia berosilasi secara kosinusoid dalam waktu,
dengan amplitudo A dan frekuensi v, diberikan oleh (lihat Soal 3)

ω
ν=

GAMBAR 2.2 Plot x(t ) = A cos ωt , solusi dari soal di Contoh 2-3. Amplitudo adalah A, panjang
gelombang 2πν /ω , dan frekuensinya ω /2π .

Mengacu pada Contoh 2-2, kita melihat bahwa solusi umum untuk Persamaan 2.15 dapat dituliskan
sebagai
X ( x) A cos β x + B sin β x
= (2.17)

Kondisi batas bahwa X(0) = 0 mengimplikasikan bahwa A = 0. Kondisi pada batas x = l menyatakan
bahwa

= sin β l 0
X (l ) B= (2.18)

Persamaan 2.18 dapat dipenuhi dengan dua cara. Salah satunya adalah B = 0, tetapi ini bersama
dengan fakta bahwa A = 0 menghasilkan solusi trivial. Cara lain adalah mensyaratkan bahwa
sin β l = 0 . Karena sin θ = 0 ketika θ = 0, π , 2π ,3π  , Persamaan 2.18 menyiratkan bahwa

sin β l n=
= π n 1, 2,3, (2.19)

di mana kita telah menghilangkan kasus n = 0 karena mengarah ke β = 0, dan solusi trivial.
Persamaan 2.19 menentukan parameter β dan karenanya konstanta pemisah K = –β2. Sampai saat
ini, kita memiliki

nπ x
X ( x) = B sin (2.20)
l

2.4 Solusi Umum Persamaan Gelombang Adalah Superposisi Mode Normal


Ingatlah bahwa kita juga memiliki Persamaan 2.9 yang harus diselesaikan. Karena K = –β2, Persamaan
2.9 bisa ditulis sebagai

d 2T (t )
2
+ β 2v 2T (t ) =
0 (2.21)
dt
dimana Persamaan 2.19 mengatakan bahwa β = nπ/l. Mengacu pada hasil yang diperoleh dalam
=
Contoh 2-2 lagi, solusi umum untuk Persamaan 2.21 adalah x(t ) c3 cos ωt + c4 sin ωt

T (t ) D cos ωnt + E sin ωnt


= (2.22)

dimana ω
= n βν
= nπν /l . Kita tidak memiliki kondisi batas untuk menentukan D dan E, sehingga
amplitudo u (x, t) adalah (lihat Persamaan 2.3)

u ( x, t ) = X ( x)T (t )
nπ x
= B sin ( D cos ωnt + E sin ωnt )
l
nπ x
( F cos ωnt + G sin ωnt )sin
= 1, 2,
n=
l
dimana kita menggunakan F = DB dan G = EB. Karena ada u (x, l) untuk setiap bilangan bulat n dan
karena nilai F dan G bergantung pada n, kita harus menulis u (x, t) sebagai

nπ x
( Fn cos ωnt + Gn sin ωnt )sin
u ( x, t ) = 1, 2,
n= (2.23)
l
CONTOH 2.4

Tunjukkan bahwa Persamaan 2.23 adalah solusi Persamaan 2.1.

SOLUSI: Turunan parsial kedua dari un (x, t) adalah


∂ 2un ( x, t ) n 2π 2 nπ x
2
= 2 ( Fn cos ωnt + Gn sin ωnt )sin ≠
∂x l l
n 2π 2
= − 2 u n ( x, t )
l
= −ωn un ( x, t )
2

Menggunakan fakta bahwa ωn = nπν /l , kita melihat bahwa ωn2 = n 2π 2 /l 2 , dan Persamaan 2.1
terpenuhi.

Karena setiap un (x, t) dalam Persamaan 2.23 adalah solusi untuk persamaan diferensial linier,
Persamaan 2.1, maka jumlahnya juga merupakan solusi dari Persamaan 2.1 dan sebenarnya
merupakan solusi umum. Oleh karena itu, kita punya

nπ x
∑ ( Fn cos ωnt + Gn sin ωnt )sin
u ( x, t ) =
n =1 l
1, 2,
n= (2.24)

Tidak peduli bagaimana senar (string) awalnya dipetik, bentuknya akan berkembang menurut
Persamaan 2.24. Kita dapat dengan mudah memverifikasi bahwa Persamaan 2.24 adalah solusi
Persamaan 2.1 dengan substitusi langsung. Soal 5 menunjukkan bahwa F cos ωt + G sin ωt dapat
ditulis dalam bentuk ekuivalen, A cos(ωt + φ ) , di mana A dan φ adalah konstanta yang dapat
diekspresikan dalam F dan G. Kuantitas A adalah amplitudo gelombang dan φ disebut sudut fase.
Dengan menggunakan relasi ini, kita dapat menulis Persamaan 2.24 dalam bentuk

nπ x ∞
=n
u ( x, t )= ∑ An cos(ωnt + φn )sin
1= l
= ∑ u n ( x, t )
n 1
(2.25)

Persamaan 2.25 memiliki interpretasi fisik yang bagus. Setiap un ( x, t ) disebut mode normal (normal
mode), dan ketergantungan waktu dari setiap mode normal merepresentasikan frekuensi gerakan
harmonik

ωn ν n
un
= = (2.25)
2π 2l
di mana kita telah menggunakan fakta bahwa ω
= n βν
= nπν /l (lihat Persamaan 2.19).
Ketergantungan spasial dari beberapa suku pertama dalam Persamaan 2.25 ditunjukkan pada
Gambar 2.3.

Gambar 2.3. Tiga mode normal pertama dari string bergetar. Perhatikan bahwa setiap mode normal
adalah gelombang berdiri dan harmonik ke-n memiliki node n - I.

Suku pertama, u1 ( x, t ) , disebut mode fundamental atau harmonik pertama (fundamental mode or
first harmonic), mewakili ketergantungan waktu frekuensi cosinusoidal (harmonik), ν /2l dari
gerakan yang digambarkan pada Gambar 2.3a. Harmonik kedua atau overton pertama (second
harmonic or first overtone), u2 ( x, t ) , bervibrasi secara harmonis dengan frekuensi ν /l dan tampak
seperti gerakan yang digambarkan pada Gambar 2.3b. Perhatikan bahwa titik tengah harmonik ini
ditetapkan pada nol untuk semua t. Titik seperti itu disebut nodal (node), sebuah konsep yang juga
muncul dalam mekanika kuantum. Perhatikan bahwa u (0) dan u (l ) juga sama dengan nol. Suku-
suku ini bukan nodal karena nilainya ditetapkan oleh kondisi batas. Perhatikan bahwa harmonik
kedua berosilasi dengan frekuensi dua kali lipat dari harmonik pertama. Gambar 2.3c menunjukkan
bahwa harmonik ketiga atau overton kedua memiliki dua titik. Mudah untuk melanjutkan dan
menunjukkan bahwa jumlah nodal sama dengan n - l. Gelombang yang ditunjukkan pada Gambar 2.3
disebut gelombang berdiri (standing waves) karena posisi nodal ditetapkan dalam waktu. Di antara
nodal, string berosilasi ke atas dan ke bawah.

Pertimbangkan kasus sederhana di mana u ( x, t ) hanya terdiri dari dua harmonisa pertama dan
berbentuk (lihat Persamaan 2.25)

πx 1  π  2π x
) cos ω1t sin
u ( x, t= + cos  ω2t +  sin (2.27)
l 2  2 l
Persamaan 2.27 diilustrasikan pada Gambar 2.4. Sisi kiri Gambar 2.4 menunjukkan ketergantungan
waktu masing-masing mode secara terpisah. Perhatikan bahwa u2 ( x, t ) telah melalui satu osilasi
lengkap dalam waktu yang digambarkan sementara u1 ( x, t ) telah melalui hanya setengah dari siklus,
dengan baik menggambarkan bahwa ω2 = 2ω1 . Sisi kanan Gambar 2.4 menunjukkan jumlah dari dua
harmonik, atau gerakan string yang sebenarnya, sebagai fungsi waktu. Anda dapat melihat
bagaimana superposisi (superposition) gelombang berdiri di sisi kiri gambar menghasilkan
gelombang berjalan di sisi kanan. Dekomposisi setiap gerakan gelombang umum yang rumit menjadi
penjumlahan atau superposisi mode normal adalah sifat dasar perilaku osilasi dan mengikuti fakta
bahwa persamaan gelombang adalah persamaan linier.

Gambar 2.4 Ilustrasi tentang bagaimana dua gelombang berdiri dapat bergabung untuk
menghasilkan gelombang berjalan. Di kedua bagian, waktu bertambah ke bawah. Bagian kiri
menunjukkan gerakan independen dari dua harmonisa pertama. Kedua harmonik adalah gelombang
berdiri; Harmonik pertama melewati setengah siklus dan harmonik kedua melewati satu siklus
lengkap dalam waktu yang ditunjukkan. Sisi kanan menunjukkan jumlah dari dua harmonisa.
Jumlahnya bukanlah gelombang berdiri. Seperti yang ditunjukkan, jumlahnya adalah gelombang
perjalanan yang bergerak bolak-balik antara ujung tetap. Gelombang berjalan (traveling wave) telah
melalui setengah siklus dalam waktu yang ditunjukkan.

Jalur kita dari persamaan gelombang ke penyelesaiannya cukup panjang karena kita harus belajar
menyelesaikan kelas persamaan diferensial biasa tertentu di perjalanan ini. Prosedur keseluruhan
sebenarnya sangat mudah, dan untuk menggambarkan prosedur ini, kita akan memecahkan masalah
membran persegi panjang yang bergetar, masalah dua dimensi, di Bagian 2.5 berikut.

2.5 Vibrasi Membran Dijelaskan oleh Persamaan Gelombang Dua Dimensi


Generalisasi Persamaan 2.1 ke dua dimensi adalah

∂ 2u ∂ 2u 1 ∂ 2u
+ = (2.28)
∂x 2 ∂y 2 v 2 ∂t 2

dimana u = u ( x, y, t ) dan x, y, dan t adalah variabel bebas. Kita akan menerapkan persamaan ini ke
membran persegi panjang yang seluruh kelilingnya dijepit. Dengan mengacu pada geometri pada
Gambar 2.5, kita melihat bahwa syarat batas yang harus dipenuhi u = u ( x, y, t ) (karena keempat
sisinya dijepit) adalah

(0, y ) u=
u= ( a, y ) 0 
 (untuk semua t ) (2.29)
( x,0) u=
u= ( x, b ) 0 

Gambar 2.5 Membran persegi panjang dijepit di sekelilingnya.

Dengan menerapkan metode pemisahan variabel ke Persamaan 2.28, kita mengasumsikan bahwa
u = u ( x, y, t ) dapat ditulis sebagai hasil kali dari bagian spasial dan bagian temporal atau bahwa

= ( x, y, t ) F ( x, y )T (t )
u u= (2.30)

Kita substitusi Persamaan 2.30 ke Persamaan 2.28 dan membagi kedua sisi dengan F ( x, y )T (t )
untuk menemukan

1 d 2T 1  ∂2F ∂2F 
=  +  (2.31)
v 2T (t ) dt 2 F ( x, y )  ∂x 2 ∂y 2 

Ruas kanan Persamaan 2.31 adalah fungsi dari x dan y saja dan ruas kiri adalah fungsi t saja.
Persamaan tersebut bisa benar untuk semua t, x, dan y hanya jika kedua sisi sama dengan sebuah
konstanta. Mengantisipasi bahwa konstanta pemisah akan negatif, seperti di bagian sebelumnya,
kita menuliskannya sebagai − β 2 dan mendapatkan dua persamaan terpisah

d 2T
2
+ v 2 β 2T (t ) =
0 (2.32)
dt
dan
∂2F ∂2F
2
+ 2 + β 2 F ( x, y ) =
0 (2.33)
∂x ∂y

Persamaan 2.33 masih merupakan persamaan diferensial parsial. Untuk mengatasinya, kami sekali
lagi menggunakan pemisahan variabel. Substitusi F ( x, y ) = X ( x)Y ( y ) ke dalam Persamaan 2.33
dan bagi kedua sisinya dengan X ( x)Y ( y ) untuk mendapatkan

1 d2X 1 d 2Y
2
+ 2
+ β2 =
0 (2.34)
X ( x) dx Y ( y ) dy

Sekali lagi kita berpendapat bahwa karena x dan y adalah variabel independen, satu-satunya cara
persamaan ini dapat valid adalah bahwa

1 d2X
2
= − p2 (2.35)
X ( x) dx

dan

1 d 2Y
2
= −q 2 (2.36)
Y ( y ) dy

di mana p2 dan q2 adalah konstanta pemisah, yang menurut Persamaan 2.34 harus memenuhi

β2
p2 + q2 = (2.37)

Persamaan 2.35 dan 2.36 dapat ditulis ulang sebagai

d2X
2
+ p 2 X ( x) =
0 (2.38)
dx
dan

d 2Y
2
+ q 2Y ( y ) =
0 (2.39)
dy

Persamaan 2.28, persamaan diferensial parsial dalam tiga variabel, telah direduksi menjadi tiga
persamaan diferensial biasa (Persamaan 2.32, 2.38, dan 2.39), yang masing-masing persis seperti
yang dibahas dalam Contoh 2.2. Solusi Persamaan 2.38 dan 2.39 adalah

X ( x) A cos px + B sin px
= (2.40)

dan

Y ( y ) C cos qy + D sin qy
= (2.41)

Kondisi batas, Persamaan 2.29, dalam hal fungsi X ( x) dan Y ( y ) adalah

(0)Y ( y ) X=
X= (a )Y ( y ) 0

dan

( x)Y (0) X=
X= ( x)Y (b) 0
yang menyiratkan itu

X=(0) X=(a) 0
(2.42)
(0) Y=
Y= (b) 0

Penerapan persamaan pertama dari persamaan 2.42 ke persamaan 2.40 menunjukkan bahwa A = 0
dan pa = nπ , sehingga


=X n ( x) B=
sin x n 1, 2,3, (2.43)
a
Dengan cara yang persis sama, kita menemukan bahwa C = 0 dan pb = mπ , di mana
m = 1, 2,3, dan seterusnya

mπ y
=Ym ( y ) D=
sin m 1, 2,3, (2.44)
b

β 2 , kita melihat bahwa


Mengingat p 2 + q 2 =
1/ 2
 n2 m2  n = 1, 2,3,
β nm
= ( y) π  2 + 2  (2.45)
a b  m = 1, 2,3,

dimana kita telah menggunakan subskrip β untuk menekankan bahwa itu tergantung pada dua
bilangan bulat n dan m.

Akhirnya, sekarang kita menyelesaikan Persamaan 2.32 untuk ketergantungan waktu:

Tnm (t ) Enm cos ωnmt + Fnm sin ωnmt


= (2.46)

dimana
1/ 2
 n2 m2 
ω
= nm νβ
= nm νπ  2+ 2 (2.47)
a b 

Menurut Soal 5, Persamaan 2.46 dapat ditulis sebagai

Tnm (t ) Gnm cos(ωnmt + φnm )


= (2.48)

Satu solusi untuk Persamaan 2.28 diberikan oleh hasil kali unm ( x, y, t ) = X n ( x)Ym ( y )Tnm (t ) , dan
solusi umum diberikan oleh
∞ ∞
u ( x, y, t ) = ∑∑ unm ( x, y, t )
n 1=
= m 1
(2.49)

nπ x

mπ y
= ∑∑ Anm cos(ωnmt + φnm )sin sin
n 1=
= m 1 a b
Seperti dalam kasus satu dimensi dari vibrasi senar, kita melihat bahwa gerakan vibrasi umum
kendang persegi panjang dapat diekspresikan sebagai superposisi mode normal, unm ( x, y, t ) .
Beberapa mode ini ditunjukkan pada Gambar 2.6. Perhatikan bahwa dalam soal dua dimensi ini kita
mendapatkan garis nodal. Dalam soal dua dimensi, simpul (nodal) berupa garis, dibandingkan
dengan nodal dalam soal satu dimensi yang berupa titik. Gambar 2.6 menunjukkan mode normal
untuk kasus di mana a ≠ b . Kasus di mana a = b adalah kasus yang menarik. Frekuensi mode normal
diberikan oleh Persamaan 2.47. Ketika a = b dalam Persamaan 2.47, kita punya

νπ 2
( n + m2 )
1/ 2
ωnm
= (2.50)
a

Kita lihat dari Persamaan 2.50 bahwa ω=


12 ω=
21 πν 5 / a dalam kasus ini; namun mode normal
u12 ( x, y, t ) dan u21 ( x, y, t ) tidak sama, seperti terlihat pada Gambar 2.7. Ini adalah contoh
degenerasi, dan kita katakan bahwa frekuensi ω12 = ω21 berdegenerasi dua kali (doubly degenerate)
atau berdegenerasi dua kali lipat (two-fold degenerate). Perhatikan bahwa fenomena degenerasi
muncul karena kesimetrian yang diperkenalkan ketika a = b. Fenomena ini dapat dilihat dengan
mudah dengan membandingkan mode u12 = u21 pada Gambar 2. 7. Persamaan 2.50 menunjukkan
bahwa akan ada setidaknya degenerasi dua kali lipat ketika m ≠ n karena n 2 + m 2 = m 2 + n 2 . Kita
akan melihat bahwa konsep degenerasi juga muncul dalam mekanika kuantum.

Gambar 2.7 Modus normal membran persegi, menggambarkan terjadinya degenerasi pada sistem
ini. Mode normal u12 dan u21 memiliki orientasi berbeda tetapi frekuensi yang sama, diberikan oleh
Persamaan 2.50. Seperti pada Gambar 2.6, nilai positifnya u berwarna jingga dan nilai negatif u
berwarna abu-abu. Perhatikan bahwa garis nodal untuk u12 sejajar dengan sumbu x sedangkan
untuk u21 sejajar dengan sumbu y. Hal yang sama berlaku untuk mode normal u13 dan u31 .

2.6 Sifat Karakteristik Gelombang Adalah Bahwa Mereka Menyebabkan Interferensi


Kita telah melihat di Bagian 2.4 bahwa gelombang berjalan dapat diekspresikan sebagai superposisi
gelombang berdiri. Untuk melihat ini lebih eksplisit, mulailah dengan suku pertama dalam
Persamaan 2.27,

πx
u ( x, t ) = cos ω1t sin
l
Dimana ω1 = π x /l . Sekarang gunakan identitas trigonometri

1 1
sin α cos=
β sin(α + β ) + sin(α − β )
2 2
untuk menuliskan u (x, t) dalam bentuk

1 π  1 π 
( x, t )
u= sin  ( x + ν t )  + sin  ( x − ν t )  (2.51)
2 l  2 l 
Mari kita lihat suku kedua dalam ungkapan ini. Gambar 2.8 menunjukkan sin π ( x − ν t )/l diplot
terhadap x untuk nilai t yang meningkat. Perhatikan bahwa bentuknya tidak berubah seiring waktu;
kurva hanya bergerak secara seragam ke kanan. Faktanya, kecepatan geraknya adalah v , yang dapat
Anda lihat dengan menetapkan π ( x + ν t )/l = konstan, dan kemudian menurunkannya (mengambil
turunnnya) terhadap l untuk menemukan bahwa dx / dt = v . Demikian pula, suku pertama pada
Persamaan 2.51 adalah bentuk gelombang yang bergerak secara seragam ke kiri dengan kecepatan
v.

Gambar 2.8 Ilustrasi fakta bahwa gelombang bentuk sin π ( x − ν t )/l bergerak seragam ke kanan
dengan meningkatnya t . Waktu, t2 , pelabelan kurva putus-putus untuk waktu lebih besar dari t1 ,
yang diberi label kurva padat (tidak putus-putus).

Kita dapat menuliskan sin π ( x − ν t )/l dalam notasi yang berbeda. Perhatikan dari Gambar 2.3a
bahwa λ = 2l . Oleh karena itu, kita dapat menulis

π   2π 
f ( x=
, t ) sin  ( x − vt=
)  sin  ( x − vt )  (2.52)
l  λ 
Sekarang gunakan fakta bahwa λ v = υ , di mana υ adalah frekuensi yang dinyatakan dalam siklus
per detik (s–1 ), untuk menulis Persamaan 2.52 sebagai

 2π 
f ( x, t ) sin  ( x − λ vt ) 
=
λ 
Terakhir, dengan memasukkan frekuensi sudut ω = 2π v (radian per detik) dan k = 2π / λ untuk
menulis

( x, t ) sin(kx − ωt )
f= (2.53)

Persamaan 2.53 menyatakan gelombang berjalan dalam notasi yang sangat umum. Besaran k
disebut vektor gelombang. Dalam satu dimensi, k hanyalah skalar, tetapi dalam dua atau tiga
dimensi k adalah vektor yang menggambarkan arah rambat gelombang. Besarnya k , k = k ,
masih sama dengan 2π / λ .

Persamaan 2.53 merepresentasikan gelombang berjalan dari vektor gelombang k dan frekuensi ω
berjalan ke arah x positif dengan kecepatan ω / =
k 2π v / (2π / λ=
) λ=
v υ . Tentu saja, kita juga
bisa mendapatkan cos(kx − ωt ) sebagai alternatif dari sin(kx − ωt ) . Saat berhadapan dengan
gelombang berjalan, biasanya lebih mudah menggunakan notasi eksponensial kompleks dan
menyatakan f ( x, t ) di atas sebagai

f ( x, t ) = ei ( kx−ωt ) (2.54)

dan mengambil bagian nyata atau bagian imajiner. Gelombang dengan bentuk yang dijelaskan pada
Persamaan 2.54 disebut gelombang bidang (plane wave) karena seragam pada bidang y -z .

Jika, misalnya, gelombang tersebut adalah gelombang elektromagnetik, maka f ( x, t ) mewakili


medan listrik pada suatu titik (x, t) dan kita tulis
E ( x, t ) = E0ei ( kx−ωt ) (2.55)

dimana E0 adalah amplitudo gelombang. Kita hanya mengambil bagian nyata dari f ( x, t ) untuk
mendapatkan cos(kx − ωt ) atau bagian imajiner untuk mendapatkan sin(kx − ωt ) . Salah satu
alasan mengapa notasi eksponensial kompleks lebih mudah digunakan daripada menggunakan
cos(kx − ωt ) atau sin(kx − ωt ) adalah karena setiap turunan dari Persamaan 2.54 memberikan
waktu konstan f ( x, t ) , tetapi Anda harus memutar melalui bilangan genap dari turunan dalam
Persamaan 2.53.

CONTOH 2-5

Tunjukkan bahwa f ( x, t ) yang diberikan oleh Persamaan 2.54 adalah solusi Persamaan 2.1.

SOLUSI: Turunan kedua dari f ( x, t ) adalah

∂2 f 1 ∂2 f ω2
=
− kf ( x , t ) dan =
− f ( x, t )
∂x 2 v 2 ∂t 2 v2
Menggunakan hubungan k = 2π / λ dan ω= π v 2=
/ k 2= π v 2πυ / λ , kita melihat bahwa
k 2 = ω 2 / υ 2 , dan Persamaan 2.1 terpenuhi.
Mari kita gunakan Persamaan 2.55 untuk mendapatkan pola interferensi percobaan dua celah.
Gambar 2.9, mengilustrasikan geometri yang terkait dengan percobaan. Jika kita mengambil x0
menjadi jarak S1 P pada Gambar 2.9 dan menggunakan Persamaan 2.55, kita dapat menuliskan
medan listrik pada titik P sebagai

E (θ ) E0 ei ( kx0 −ωt ) + E0 ei[ k ( x0 + d sin θ −ωt )]


=
= E0 ei ( kx0 −ωt ) (1 + eikd sin θ )
(2.56)
= E0 (1 + eikd sin θ )ei ( kx0 −ωt )
= A(θ )ei ( kx0 −ωt )

di mana A(θ ) adalah amplitudo dari ei ( kx0 −ωt ) . Kita telah menulis E dan A sebagai E (θ ) dan A(θ )
untuk menekankan ketergantungannya pada sudut θ . Soal latihan di akhir bab akan menunjukkan
pada Anda bahwa Intensitas gelombang diberikan oleh kuadrat amplitudonya, atau dalam kasus di
mana kita mewakili gelombang dalam notasi kompleks, itu diberikan oleh A*A. Oleh karena itu,
intensitas radiasi yang dijelaskan oleh Persamaan 2.56 diberikan oleh

I (θ ) = A* A (2.57)

dan Persamaan 2.56 memberi kita

E02 (1 + e − ikd sin θ )(1 + eikd sin θ )


I (θ ) =
=E02 (2 + eikd sin θ + e − ikd sin θ ) (2.57)
= 2 E [(1 + cos(kd sin θ )]
2
0

Menggunakan fakta bahwa k = 2rr / A., Kita punya


 2π kd sin θ 
I (θ ) 2 E02 1 + cos
= 
 λ 

Gambar 2.9 Diagram skema percobaan interferensi dua celah (kanan). Jarak I cukup besar
dibandingkan jarak antar celah, d, sehingga kedua gelombang cahaya pada dasarnya sejajar. Sudut fJ
adalah sudut yang dibuat balok dengan garis tegak lurus antara dua layar. Diagram di sebelah kiri
menunjukkan perbesaran daerah yang dilingkari di sebelah kanan.

cos 2α 2 cos 2 α − 1 untuk menuliskannya sebagai


Sekarang gunakan identitas trigonometri =

π d sin θ
I (θ ) = 4 E02 cos 2 (2.58)
λ
Gambar 2.10 menunjukkan I (θ ) diplot terhadap θ untuk d = 0,010 mm dan λ = 6000 A.
Perhatikan bahwa I (θ ) mencapai nilai maksimum ketika cos 2 (π d sin θ / λ ) = 1 , atau ketika

π d sin θ
= nπ n = 0, ±1, ±2, ±3,
λ
Perhatikan bahwa ini hanyalah relasi ( d sin θ = nλ ) yang telah kita turunkan.

Gambar 2.10 I (θ ) diberikan oleh Persamaan 2.58 diplotkan terhadap θ untuk nilai tipikal dari
percobaan dua celah, d = 0.01 mm dan λ = 6000 A.

CONTOH 2-6

Misalkan layar kedua ditempatkan l = 0 m di luar celah. Berapa pemisahan maksimum yang
berdekatan di sepanjang layar kedua? Ambil d = 0.010 mm dan λ = 6000 A.

Penyelesaian:

Jarak z sepanjang layar kedua dari garis tegak lurus dari pertengahan antara celah ke layar kedua
diberikan oleh z = l sin θ (lihat Gambar 2.9). Oleh karena itu, jarak antara maksima berturut-turut
diberikan oleh
 λ λ λ
z l (n + 1) − n =
∆= l
 d d  d
−7
(1.0 m)(6.0 ×10 m)
= = 60 mm
1.0 ×10−5 m
Bab ini telah menyajikan pembahasan tentang persamaan gelombang dan solusinya. Dalam Bab
selanjutnya, kita akan menggunakan metode matematika yang dikembangkan di sini, dan kami
merekomendasikan untuk mengerjakan banyak soal di akhir bab ini sebelum melanjutkan. Beberapa
masalah melibatkan sistem fisik dan berfungsi sebagai penyegar atau pengantar mekanika klasik.

Soal-soal
1. Temukan solusi umum untuk persamaan diferensial berikut.
d2y dy
(a) 2
− 4 + 3y =0
dx dx
d2y dy
(b) 2
+ 6 + 3y =0
dx dx
dy
(c) + 3y = 0
dx
d2y dy
(d) 2
+2 − y = 0
dx dx
d2y dy
(e) 2
−3 + 2y = 0
dx dx
2. Pecahkan persamaan diferensial berikut:
d2y dy
(a) 2
− 4 y =0 y (0) =2 (pada x =0) =4
dx dx
d2y dy dy
(b) 2
−5 + 6y = 0 y (0) = −1 (pada x ==0) 0
dx dx dx
dy
=
(c) − 2y 0 = y (0) 2
dx
3. Buktikan bahwa x(t ) = cos ωt berosilasi dengan frekuensi υ = ω / 2π . Buktikan bahwa
= x(t ) A cos ωt + B cos ωt berosilasi dengan frekuensi yang sama, υ = ω / 2π .
4. 2-4. Pecahkan persamaan diferensial berikut:
d 2x dx
(a) + ω 2 x(t ) =
0 x(0) =
0 (pada t = υ0
0) =
dt 2 dt
d 2x dx
(b) 2
+ ω 2 x(t ) =
0 x(0) =
A (pada t = υ0
0) =
dt dt
Buktikan dalam kedua kasus bahwa x(t ) berosilasi dengan frekuensi υ = ω / 2π .
5. Solusi umum untuk persamaan diferensial
d 2x
+ ω 2 x(t ) =
0
dt 2
adalah
x(t ) c1 cos ωt + c2 sin ωt
=
Untuk kenyamanan, kita sering menulis solusi ini dalam bentuk ekuivalen
A sin(ωt + φ )
x(t ) = atau x(t ) = B cos(ωt +ψ )
Tunjukkan bahwa ketiga ekspresi ini untuk x(t ) adalah ekivalen. Turunkan persamaan untuk A
dan φ dalam c1 dan c2 , dan untuk B dan ψ dalam c1 dan c2 . Tunjukkan bahwa tiga bentuk
x(t ) berosilasi dengan frekuensi ω / 2π .
Petunjuk:
Gunakan identitas trigonometri berikut
sin(α=
+ β ) sin α cos β + cos α sin β dan cos(α=
+ β ) cos α cos β − sin α sin β
6. Dalam semua persamaan diferensial yang telah kita bahas sejauh ini, nilai eksponen α yang
telah kita temukan bisa real atau imajiner murni. Mari kita pertimbangkan sebuah kasus di mana
α ternyata berupa bilangan kompleks. Pertimbangkan persamaan
d2y dy
2
+ 2 + 10 y =
0
dx dx
Jika kita mengganti y ( x) = eα x ke dalam persamaan ini, kita menemukan bahwa
0 atau α =−1 ± 3i . Solusi umumnya adalah
α 2 + 2α + 10 =
y ( x) =c1e( −1+3i ) x + c2 e( −1−3i ) x =c1e − x e3ix + c2 e − x e −3ix
Tunjukkan bahwa y ( x) dapat ditulis dalam bentuk padanannya
=y ( x) e − x (c3 cos 3 x + c4 sin 3 x)
Jadi kita melihat bahwa nilai kompleks dari α mengarah ke solusi trigonometri yang dimodulasi
oleh faktor eksponensial. Selesaikan persamaan berikut:
d2y dy
(a) 2
+ 2 + 2y = 0
dx dx
d2y dy
(b) 2
− 6 + 25 y = 0
dx dx
d2y dy
(c) 2
+ 2β + (β 2 + ω 2 ) y =0
dx dx
d2y dy dy
(d) 2
+ 4 + 5y = 0 y (0) = 1 (pada x ==
0) −3
dx dx dx
7. Soal ini untuk mengembangkan gagasan mengenai osilator harmonik klasik. Pertimbangkan
massa m yang menempel pada pegas, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.11.

Gambar 2.11 Sebuah benda bermassa m yang dihubungkan ke dinding oleh pegas.
Misalkan tidak ada gaya gravitasi yang bekerja pada m sehingga gaya hanya berasal dari pegas.
Ambil panjang pegas yang relaks atau tidak terdistorsi adalah x0 . Hukum Hooke mengatakan
−k ( x − x0 ) , di mana k adalah sifat konstan
bahwa gaya yang bekerja pada massa m adalah f =
pegas dan disebut konstanta gaya pegas. Perhatikan bahwa tanda minus menunjukkan arah dari
gaya: ke kiri jika x > x0 (diperpanjang) dan ke kanan jika x < x0 (dikompresi). Momentum dari
massa tersebut adalah
dx d ( x − x0 )
=p m= m
dt dt
Hukum kedua Newton mengatakan bahwa laju perubahan momentum sama dengan gaya
dp
= f
dt
Mengganti f ( x) dengan hukum Hooke, tunjukkan bahwa
d 2x
m 2 = −k ( x − x0 )
dt
Dengan mengambil ξ= ( x − x0 ) sebagai perpindahan pegas dari panjangnya yang tidak
terdistorsi, maka
d 2ξ
m 2 + kξ =
0
dt
Mengingat bahwa massa dimulai pada ξ = 0 dengan kecepatan awal v0 , tunjukkan bahwa
perpindahan diberikan oleh
1/2
m  k 1/2 
ξ (t ) = v0   sin   t 
k  m  
Tafsirkan dan diskusikan solusi ini. Seperti apa gerakan itu? Berapa frekuensinya? Berapa
amplitudonya?
8. Ubah Soal 7 ke kasus di mana massa bergerak melalui media kental (viscous medium) dengan
gaya kental yang sebanding tetapi berlawanan dengan kecepatan. Tunjukkan bahwa persamaan
gerak adalah
d 2ξ dξ
m 2
+γ + kξ =
0
dt dt
dengan γ adalah koefisien hambatan kental (viscous drag coefficient). Selesaikan persamaan ini
dan diskusikan perilaku ξ (t ) untuk berbagai nilai m, γ , dan k. Sistem ini disebut osilator
harmonik teredam (damped harmonic oscillator).
9. Pertimbangkan persamaan diferensial linier orde kedua
d2y dy
2
+ a1 ( x) + a0 ( x) y ( x) =
0
dx dx
Perhatikan bahwa persamaan ini linier karena y ( x) dan turunannya hanya muncul pangkat
pertama dan tidak ada suku silang. Namun, tidak ada koefisien konstan, dan tidak ada metode
umum dan sederhana untuk menyelesaikannya seperti jika koefisiennya adalah konstanta.
Faktanya, setiap persamaan jenis ini harus diperlakukan lebih atau kurang secara individual.
Namun demikian, karena linier, kita harus memiliki, jika y1 ( x) dan y2 ( x) adalah dua solusi,
maka kombinasi linier,
y ( x) c1 y1 ( x) + c2 y2 ( x)
=
di mana c1 dan c2 adalah konstanta, juga merupakan solusi. Buktikan bahwa y ( x) adalah
solusi.
10. Kita akan melihat di Bab berikutnya bahwa persamaan Schrodinger untuk partikel bermassa m
yang dibatasi untuk bergerak bebas di sepanjang garis antara 0 dan a adalah
d 2ψ  8π 2 mE 
+ ψ ( x) =
0
dx 2  h 2 
dengan syarat batas
ψ=(0) ψ= (a) 0
Dalam persamaan ini, E adalah energi partikel dan ψ ( x) adalah fungsi gelombangnya.
Selesaikan persamaan diferensial ini untuk ψ ( x) , terapkan kondisi batas, dan tunjukkan bahwa
energi hanya dapat memiliki nilai
n2h2
=En = n 1, 2,3,
8ma 2
atau energinya dikuantisasi.
11. Buktikan bahwa
 2π 
= y ( x, t ) A sin  ( x − vt ) 
λ 
adalah gelombang dengan panjang gelombang λ dan frekuensi v = υ / λ yang bergerak ke
kanan dengan kecepatan v .
12. Soal ini adalah perluasan dari soal 10 ke masalah dua dimensi. Dalam hal ini, partikel dibatasi
untuk bergerak bebas di atas permukaan persegi panjang yang sisinya adalah a dan b.
Persamaan Schrodinger untuk soal ini adalah
∂ 2ψ ∂ 2ψ  8π 2 mE 
+ + ψ ( x, y ) =
0
∂x 2 ∂y 2  h 2 
dengan syarat batas
ψ (0,= y ) ψ (a=, y ) 0 untuk semua y, 0 ≤ y ≤ b
ψ ( x=, 0) ψ ( x=, b) 0 untuk semua x, 0 ≤ x ≤ b
Selesaikan persamaan ini untuk ψ ( x, y ) , terapkan kondisi batas, dan tunjukkan bahwa
energinya dikuantisasi menurut
2 2
nx2 h 2 n y h  nx = 1, 2,3,
Enx ,ny = + 
8ma 2 8mb 2 n y = 1, 2,3,
13. Perluas Soal 10 dan 12 ke tiga dimensi, di mana sebuah partikel dibatasi untuk bergerak bebas di
seluruh kotak persegi dengan panjang sisi a, b, dan c. Persamaan Schrodinger untuk sistem ini
adalah
∂ 2ψ ∂ 2ψ ∂ 2ψ  8π 2 mE 
+ + + ψ ( x, y, z ) =
0
∂x 2 ∂y 2 ∂z 2  h 2 
dan syarat batasnya adalah bahwa ψ ( x, y, z ) menghilang (sama dengan 0) di semua permukaan
kotak.
14. Pertimbangkan pendulum sederhana seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.12. Kita
membiarkan panjang bandul menjadi l dan mengasumsikan bahwa semua massa pendulum
terkonsentrasi di ujungnya, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.12. Contoh fisik kasus ini
mungkin berupa massa yang digantung oleh tali. Kita berasumsi bahwa gerakan pendulum diatur
sedemikian rupa sehingga berosilasi di dalam bidang sehingga kita memiliki soal atau
permasalahan dalam bidang koordinat kutub (plane polar coordinates). Marilah kita ambil jarak
sepanjang busur pada gambar menggambarkan gerakan bandul, sehingga momentumnya adalah
mds / dt = mldθ / dt dan laju perubahan momentumnya adalah mld 2θ / dt 2 . Tunjukkan bahwa
komponen gaya pada arah gerak adalah − mg sin θ , dimana tanda minus terjadi karena arah
gaya ini berlawanan dengan sudut θ . Tunjukkan persamaan gerak adalah
d 2θ
ml = −mg sin θ
dt 2

Gambar 2.12 Sistem koordinat menggambarkan sebuah bandul berosilasi.


Sekarang asumsikan bahwa gerakan terjadi hanya melalui sudut yang sangat kecil dan tunjukkan
bahwa gerakan tersebut menjadi gerakan osilator harmonik sederhana. Berapa frekuensi alami
osilator harmonik ini? Petunjuk: Gunakan fakta bahwa sin θ ≈ θ untuk nilai θ kecil.
15.

Anda mungkin juga menyukai