Anda di halaman 1dari 6

Eksperimen Joule-Thomson, yang dipimpin oleh James Joule dan William Thomson

(Lord Kelvin) pada abad ke-19, muncul dari penelitian tentang sifat-sifat termal gas. Melalui
serangkaian eksperimen, mereka menemukan efek Joule-Thomson, yang menunjukkan bahwa
saat gas mengalami pemampatan atau perluasan dalam melakukan pekerjaan, energi
internalnya berubah, memengaruhi suhu gas dalam proses kerja adiabatik tanpa pertukaran
panas dengan lingkungan.
Secara lebih lanjut, eksperimen Joule-Thompson merupakan sebuah eksperimen di
mana gas dibiarkan memuai secara bebas dalam wadah yang telah dievakuasi. Adapun konsep
eksperimen tersebut disusun seperti pada gambar 1.1. Di mana, gas yang diamati terdapat
dalam wadah kiri, kemudian dihubungkan ke wadah evakuasi kanan melalui lubang di antara
keduanya. Prosedur eksperimentalnya melibatkan mencapai kesetimbangan termal dalam
sistem. Selama pemuaian bebas, gas tidak melakukan usaha terhadap lingkungannya.

Gambar 1.1. Konsep Eksperimen Joule-Thomson

Selama proses pemuaian, gas yang masih berada di dalam wadah kiri melakukan
usaha terhadap gas yang telah mengalir ke dalam wadah kanan, namun ini terjadi pada level
komponen sistem satu sama lain, bukan pada sistem secara keseluruhan terhadap
lingkungannya. Hal ini juga diperlukan untuk menghindari aliran panas dari gas ke
lingkungannya atau mengurangi aliran tersebut hingga menjadi proporsi yang diabaikan,
tetapi secara praktis hal ini sulit dilakukan. Jika ruang di luar wadah didekati dengan hampa
udara, atau jika wadah dikelilingi oleh bahan penghantar panas yang buruk, perpindahan
panas antara wadah dan lingkungannya akan sangat kecil. Wadah menjadi lingkungan
terdekat bagi gas, sehingga ketika gas mengalami perubahan suhu selama pemuaian, akan
terjadi perpindahan panas antara gas dan wadah. Kapasitas kalor gas jauh lebih besar daripada
wadahnya, sehingga perubahan suhu gas tersebut relatif kecil dan sulit diamati dengan tepat
dibandingkan jika gas berada dalam kondisi terisolasi. Namun, dengan mengetahui kapasitas
kalor gas dan wadahnya, pada dasarnya kita dapat menghitung berapa perubahan suhu gas
jika tidak ada aliran panas dari gas tersebut.
Dalam eksperimen Joule-Thomson, gas mengalir melalui sumbat berpori dari tekanan
dan suhu tinggi ke tekanan rendah dan suhu rendah dengan isolasi termal. Setelah mencapai
kondisi mapan, entalpi gas tidak berubah, sehingga kurva entalpi konstan menghubungkan
titik-titik dalam diagram tekanan-suhu. Meskipun gas tidak melewati serangkaian kondisi
kesetimbangan, kurva ini tidak merepresentasikan proses yang dilalui gas secara langsung
melalui sumbat karena tidak terdapat sebuah teori di mekanika yang menyatakan bahwa
kenaikan energi kinetik pada suatu sistem sama dengan besarnya usaha W yang dihasilkan
pada sistem tersebut. Dalam tanda termodinamika yang umum dipakai, usaha yang dihasilkan
oleh sebuah sistem dianggap positif, sehingga teori ini dapat dirumuskan sebagai berikut

∆Ek = - W

Berdasarkan eksperimen Gay-Lussac dan Joule dan Thomson, maka dapat diperoleh
suatu rumus persamaan:

η= ( ∂∂ Tv ) =− c1 ( ∂∂ Tv )
u v T

μ= ( ∂∂ TP ) =− c1 ( ∂∂ Ph )
u p T

…(1.1)
Adapun gabungan hukum pertama dan kedua dapat diperoleh simpulan bahwa
kuantitasberupa ( )
du
dv
T dan ( )
du
dP
T dapat dihitung dari persamaan keadaan sebuah sistem
melalui persamaan tersebut berdasarkan hukum gas Van der Waal:

( )
2 2
∂h RT v b−2 av ( v−b )
= 2
∂P T 2
RT v −2 a ( v−b )
…(1.2)

Sedangkan, dalam perubahan volume yang terbatas:

T 2−T 1 =
1

1
(

1
cv V 2 V 1 )
…(1.3)

Pada persamaan (1.2) terdapat kurva in~rsion yang merupakan lokus titik-titik di
mana (dT/dP)h = 0, dan temperatur pada titik tersebut adalah temperatur inersia, Ti, Hence
menetapkan (dT/dP)h = 0 pada Persamaan (1.2), maka diperoleh persamaan kurva inversi
gas van der Waals:
𝑇1=2𝑎(𝑣−𝑏)²/𝑅v²𝑏

(1.4)

Hubungan antara suhu absolut T dan tekanan absolut P, diperoleh dengan


menghilangkan volume spesifik v dari persamaan keadaan gas. Kurva yang dihasilkan
memiliki pola umum yang serupa dengan perilaku gas nyata, meskipun nilai
numeriknya tidak selalu cocok. Saat menerapkan efek Joule-Thomson untuk
mendinginkan gas, gas harus diprecool di bawah suhu inversi maksimumnya, yang
terjadi ketika tekanannya rendah dan volume spesifiknya tinggi. Dengan demikian, kita
dapat menggunakan perkiraan (v - b) dalam Persamaan (1.4) dengan nilai v, terutama
untuk gas van der Waals :

𝑇1(𝑚𝑎𝑥) =2𝑎/𝑅𝑏

(1.5)

Dalam proses isotermal ketika sistem berada dalam wilayah padat-cair, cair-uap, atau
padat-uap, terjadi perubahan fase dari padat menjadi cair, cair menjadi uap, atau padat
menjadi uap. Selama perubahan fase, sistem menyerap panas, dan Mat transformasi I
dihitung sebagai rasio panas yang diserap terhadap massa m yang mengalami perubahan
fase. Perubahan fase selalu melibatkan perubahan volume, sehingga kerja dilakukan pada
atau oleh sistem selama perubahan fase (kecuali pada titik kritis di mana volume spesifik
cairan dan uap sama). Jika perubahan terjadi pada suhu dan tekanan konstan, kerja spesifik
yang dilakukan oleh sistem dapat dihitung.

𝑤 = 𝑃(𝑣2− 𝑣1)

(1.6)

di mana v1 dan v,. adalah volume spesifik akhir dan awal. Kemudian dari hukum
pertama, perubahan energi internal spesifik adalah
𝑢2− 𝑢1= 1 − 𝑃(𝑣2− 𝑣1)
(1.7)

Persamaan tersebut dapat ditulis :


𝐼 = (𝑢2+ 𝑃v 2) − (𝑢1+ 𝑃v1)

(1.8)

Dalam bidang termodinamika, seringkali ditemui kombinasi (u + Pv). Karena u,


P, dan v merupakan sifat-sifat sistem, kombinasi tersebut juga dianggap sebagai sifat
sistem dan dikenal sebagai entalpi spesifik, disimbolkan dengan H. Dapat ditulis sebagai
berikut :

ℎ = 𝑢 + 𝑃𝑣

(1.9)

RESUME THERMODINAKA

Nama : Anthonio benarivo

NIM : 235090700111001

Kelompok : 03

Dalam eksperimen Joule-Thomson, gas mengalir melalui sumbat berpori dari tekanan dan suhu tinggi
ke tekanan rendah dan suhu rendah dengan isolasi termal. Setelah mencapai kondisi mapan, entalpi
gas tidak berubah, sehingga kurva entalpi konstan menghubungkan titik-titik dalam diagram tekanan-
suhu. Meskipun gas tidak melewati serangkaian kondisi kesetimbangan, kurva ini tidak
merepresentasikan proses yang dilalui gas secara langsung melalui sumbat karena tidak terdapat
sebuah teori di mekanika yang menyatakan bahwa kenaikan energi kinetik pada suatu sistem sama
dengan besarnya usaha W yang dihasilkan pada sistem tersebut. Dalam tanda termodinamika yang
umum dipakai, usaha yang dihasilkan oleh sebuah sistem dianggap positif, sehingga teori ini dapat
dirumuskan sebagai berikut

∆Ek = - W

Secara keseluruhan, suatu sistem memiliki kemampuan untuk mengubah energi internalnya,
termasuk energi kinetiknya, selama suatu proses. Ini dapat terjadi karena panas masuk ke sistem
atau karena sistem melakukan usaha. Persamaan yang menggambarkan kondisi ini adalah:
Penambahan energi internal ditambah dengan penambahan energi kinetik sama dengan panas yang
masuk dikurangi usaha yang dilakukan oleh sistem sebagai berikut.

∆U + ∆Ek = Q - W.

Jika suatu sistem terpengaruh oleh gaya konservatif, maka sistem tersebut akan memiliki energi
potensial. Dalam konteks termodinamika, usaha yang dilakukan oleh gaya konservatif tersebut sama
dengan perubahan energi potensial (∆Ep) pada sistem. Untuk menjelaskan lebih lanjut, dapat
didefinisikan besaran W* sebagai selisih antara total usaha (W) dan usaha (Wo) pada gaya
konservatif apa pun.

W*= W -Wo atau W = W* + Wo

Kemudian

∆U + ∆Ek = Q – W* - Wo.

Kemudian, istilah "usaha" dapat digantikan dengan Wo. dengan asumsi perubahan energi
potensial ∆Ep, dan menggeser suku ini ke sisi "energi” dalam persamaan. Hal ini akan menghasilkan:

∆U + ∆Ek + ∆Ep = Q – W*.

Definisi pada sistem energi E total sebagai jumlah dari energi internalnya, meliputi energi kinetik dan
energi potensial dapat dirumuskan:

E= U+Ek+Ep.

Oleh karena itu

∆E = ∆U + ∆Ek + ∆Ep

Terakhir, jika Eb dan Ea merepresentasikan nilai energi total pada akhir dan awal suatu proses:

∆E = Eb - Ea = Q – W* (3-34)

Apabila aliran panas dan usaha memiliki besaran yang sama-sama kecil:

dE = d' Q - d' W* (3-35)

Jika energi kinetik dan energi potensial konstan, ∆E = ∆U dan W* = W, jadi Persamaan. (3-34)
dan (3-35) diturunkan menjadi :

Ub - Ua = Q - W dU =

d'Q - d'W.

Dengan menggunakan persamaan keadaan zat, kita dapat menghitung turunan parsial (du/dv)t dan
(dh/2P)t untuk menggambarkan hubungan antara energi zat dengan perubahan volume dan
tekanan pada suhu tetap, yang diatur oleh hukum kedua termodinamika. Meskipun energi internal
dan entalpi tidak bisa diukur langsung, kita dapat mengestimasi mereka secara eksperimental
dengan mengubahnya menjadi sifat yang dapat diukur. Proses isothermal terjadi saat terjadi
perubahan fase zat, yang sering terkait dengan perubahan volume. Pada titik kritis, volume spesifik
cairan dan uap menjadi sama. Untuk perubahan suhu dan tekanan tetap, sistem melakukan kerja
menggunakan persamaan w = P(v2 - v1). Hukum dasar perubahan energi internal spesifik adalah I =
(u2 + Pv2) - (u1 + Pv1), di mana (u+Pv) dikenal sebagai entalpi spesifik atau h. Dari penjelasan ini,
kita dapat mencapai persamaan entalpi gas ideal, h = u + Pv, dengan satuan joule per kilogram.

Anda mungkin juga menyukai