Anda di halaman 1dari 13

SIFAT ENTROPI DAN HUKUM KETIGA

TERMODINAMIKA
Disajikan oleh : Machmud SYAM

1 SIFAT ENTROPI
Entropi berhubungan dengan “keacakan” dalam distribusi ruang maupun energi dari partikel-
partikel penyusun. Entropi didefinisikan dengan persamaan deferensial

dQrev
dS = , (01)
T
sehingga entropi menurut persamaan ini bernilai tunggal, dan merupakan sifat ekstensif dari
sistem. Diferensial dS merupakan diferensial eksak. Untuk perubahan kecil dari keadaan 1 menuju
keadaan 2, dari pers. (01) kita mendapatkan

dQrev
ΔS = S1 − S 2 = 
2
. (02)
1 T
Nilai dari ∆S tidak bergantung dari apakah proses reversibel atau tidak, akan tetapi dari hanya
dari keadaan S1 dan S2. Akan tetapi jika kita mempergunakan pers. (02) kita harus
mempergunakan kalor yang diserap dari jalur reversibel yang menghubungkan kedua keadaan.

2 SYARAT KESTABILAN TERMAL DAN MEKANIK DARI SUATU SISTEM


Sebelum membicarakan lebih rinci mengenai entropi, terdapat dua hal yang harus kita tetapkan.
Pertama kapasitas panas pada volume konstan Cv selalu bernilai positif untuk senyawa murni dalam
keadaan agregasi tunggal, kedua koefisien kompresibilitas κ juga bernilai positif.
Koefisien kompresibilitas telah didefinisikan sebagai

1  V 
 = −   ; (03)
V  p  T

sehingga pada temperatur konstan dp = - (dV/V κ).

3 PERUBAHAN ENTROPI PADA TRANSFORMASI ISOTERMAL


Pada sebarang perubahan keadaan isotermal, dimana nilai nilai T konstan sehingga dapat
dikeluarkan dari integral pada pers. (02), sehingga berubah menjadi

Qrev
ΔS = . (04)
T
Persamaan (04) dipergunakan untuk memperhitungkan perubahan entropi yang dihubungkan
dengan perubahan keadaan agregasi pada temperatur kesetimbangan. Bayangkanlah suatu cairan
yang berkesetimbangan dengan uapnya pada tekanan 1 atm. Temperaturnya merupakan
temperatur kesetimbangan, yaitu titik didih normal dari cairan. Bayangkanlah sistem dimasukkan
kedalam sautu silinder yang dibatasi dengan suatu piston yang melayang denmgan pemberat yang
memberikan tekanan ekuivalen dengan tekanan 1 atm. Silinder direndam dalam suatu reservoir
dengan temperatur kesetimbangan Tb. Jika temperatur silinder dinaikkan cukup besar, sejumlah
kecil kalor mengalir dari sistem menuju lingkungan, sejumlah cairan menguap, dan massa M naik.
Jika temperatur reservoir diturunkan cukup kecil, sejumlah kalor yang sama mengalir kembali
kedalam sistem, dan massa pemberat kembali ke posisi asalnya. Baik sistem maupun reservoir
keduanya dikembalikan kekeadaan aslinya dalam siklus kecil ini, dan transformasinyapun
reversibel; jumlah kalor yang diperlukan adalah Qrev. Karena tekanan konstan Qp = ∆H; sehingga
untuk penguapan cairan pada titik didih, pers. (04) menjadi

H vap
S vap = . (05)
Tb
Dengan ungkapan yang sama, entropi penggabungan pada titik leleh diberikan oleh

H fus
S fus = , (06)
Tm
dimana ∆Hfus merupakan panas pembentukan pada titik leleh Tm. Untuk sebarang perubahan fase
pada temperatur kesetimbangan Te, entropi transisi diberikan oleh

H
S = , (07)
Tc
dimana ∆H merupakan kalor transisi pada Te.

4 Aturan Trouton
Untuk kebanyakan cairan, entropi penguapan pada titik didih normal mempunyai nilai yang
hampir sama:
S vap  90 J/K mol. (08)

Persamaan (8) merupakan aturan Trouton. Untuk cairan yang mematuhi aturan Trouton,

H vap  (90 J/K mol)Tb (09)


persamaan ini sangat berguna untuk menetukan suatu nilai pendekatan untuk panas penguapan
dari cairan dari titik didihnya.
Aturan Trouton gagal untuk menggambarkan cairan seperti air, alkohol dan amina. Aturan ini juga
gagal menerangkan zat dengan titik didih dibawah 150 K. Untuk zat non cairan dengan titik didih
rendah dapat dipergunakan aturan Hildebrand.
5 PERUBAHAN ENTROPI DALAM HUBUNGANNYA TERHADAP PERUBAHAN VARIABEL
KEADAAN
Persamaan yang mendefinisikan entropi kembali kita tulia,

dQrev
dS = , (10)
T
menghubungkan perubahan entropi dengan suatu efek, dQrev, pada lingkungan. Persamaan ini akan
sangat berguna jika dapat diubah dalam bentuk variabel-variabel sifat keadaan.
Jika yang terjadi hanya kerja tekanan-volume, dan transformasinay reversibel, kita mendapatkan
Pop = p, yang merupakan tekana dari sistem, sehinggan hukum pertama menjadi

dQrev = dU + pdV . (11)

Dengan membagi pers. (11) dengan T dan mempergunakan definisi dS, kita mendapatkan

1 p
dS = U + dV , (12)
T T

yang menghubungkan perubahan entropi dengan energi dan volume. Pers. (12) merupakan gabungan
dari hukum pertama dan hukum kedua termodinamika yang merupakan dasar dari termodinamika.
Pembahasan kita selanjutnya tentang kesetimbangan keadaan sistem akan berawal dar persamaan
ini atau persamaan yang berhubungan langsung dengan persamaan ini.
Dari persamaan diatas dapat dilihat bahwa ada dua cara untuk meningkatkan entropi, yaitu dengan
menaikan energi atau menaikan volume dari sistem.

6 ENTROPI SEBAGAI FUNGSI TEMPERATUR DAN VOLUME


Dengan menganggap entropi sebagai suatu fungsi dari T dan V, kita mendapatkan S = S(T,V);
diferensial keseluruhannya ditulis sebagai

 S   S 
dS =   dT +   dV . (13)
 T V  V T

Pers. (12) dapat dibuat dalam bentuk pers. (13) jika kita mengungkapkan dU dalam bentuk dT dan
dV. Dalam variabel ini,
 S 
dU = Cv dT +   dV . (14)
 V  T

Mempergunakan nilai ini untuk dU kita mendapatkan

Cv 1   U  
dS = dT + p +   dV . (15)
T T   V  T 
Karena pers. (15) mengungkapkan perubahan entropi dalam bentuk perubahan dalam T dan V,
persamaan ini akan identik dengan pers. (13). Dengan kesamaan ini kita dapat menuliskan

 S  C
  = v, (16)
 T V dT

dan
 S  1   U  
  = p +  . (17)
 V  T T   V  T 

Karena Cv selalu bernilai positif (bagian 2) pers. (16) mengungkapkan fakta penting bahwa entropi
pada volume konstan meningkat seiring dengan peningkatan temperatur. Untuk perubahan kecil
temperatur pada volume konstan

Cv
S = 
T1
dT . (18)
T1 T

CONTOH:
Satu mol argon dipanaskan pada volume konstan dari 300K hingga 500K; C v = 2
3 R.
Hitunglah perubahan entropi untuk perubahan keadaan ini.

500 2R 500 K
S =  3
dT = 23 R ln = 0,766 R = 0,766(8,314 J/Kmol) = 6,37J/Kmol ).
300 T 300 K

Ingatlah jika argon yang dipakai jumlahnya dua kali lipat, Cv-pun nilainya akan dua kali lipat
sehingga nilai entropinyapun akan dua kali lipat.
Kebergantungan entropi terhadap perubahan volume pada temperatur konstan diturunkan dengan
cara yang lebih rumit dibandingkan dengan kebergantungannya pada temperatur. Ingatlah
kebergantungan volume pada energi konstan, pada pers. (13) cukup sederhana. Kita dapat
mendapatkan ungkapan sederhana mengenai kebergantungan volume isotermal dari entropi dengan
persamaan ini. Kita mendeferensiasikan pers. (16) terhadap volume, dengan mempertahankan
temperatur konstan; hal ini menghasikan

2S 1 Cv 1  2U
= = .
TV T V T VT

Pada sisi kanan kita mengantikan Cv dengan (∂U/∂T)V. kemudian kita mendeferensiasikan pers.
(17) terhadap temperatur dengan volume konstan, untuk mendapatkan
2S 1  C   2U  1   U  
=  v  + − p +  .
TV T  V V VT  T 2   V  T 

Karena S merupakan fungsi dari V dan T (dS adalah diferensial eksak) turunan campuran kedua
haruslah sama; karenanya kita mendapatkan

2S 2S
= ,
VT TV
atau
1   2U  1  p  1   2U  1   U  
  =   +   − 2 p +  .
T2  VT  T  T V T  TV  T   V  T 

Sekarang hal yang sama berlaku untuk U; turunan campuran keduanya juga sama. Hal ini mereduksi
persamaan menjadi

 U   p 
p+  = T  . (19)
 V  T  T V

Membandingkan pers. (18) dan (19) kita mendapatkan

 S   p 
  =  . (20)
 V T  T V

Persamaan (20) merupakan ungkapan yang relatif sederhana untuk kebergantungan entropi
terhadap volume iostermal dalam bentuk turunan (∂p/∂T)V, yang dapat diukur untuk sebarang
sistem. Dari pers.(20), aturan siklik, kita mendapatkan (∂p/∂T)V = α/κ. Mempergunakan hasil ini,
kita mendapatkan
 S  
  = . (21)
 V  T 

Karena κ positif, tanda dari turunan bergantung dari α; untuk kebanyakan zat volume meningkat
seiring dengan kenaikan temperatur sehingga α bernilai positif. Sesuai dengan pers. (21) maka,
untuk kebanyakan senyawa entropi akan meningkat seiring dengan kenaikan temperatur. Akan
tetapi untuk air α antara 0-4oC bernilai negatif sehingga menyimpang dari aturan ini.
Persamaan yang ditulis pada bagian ini dapat dipergunakan untuk sebarang zat. Sehingga untuk
sebarang zat kita dapat menuliskan diferensial keseluruhan dari entropi dalam bentuk T dan V

Cv 
dS = dT + dV (22)
T 
Kecuali untuk gas, pengaruh dari volume pada temperatur konstan dalam kenyataannya dapat
diabaikan karena kecilnya.

7 ENTROPI SEBAGAI FUNGSI TEMPERATUR DAN TEKANAN


Jika entropi dianggap sebagai fungsi dari temperatur dan tekanan S =S(T,p), diferensial
totalnya ditulis sebagai
 S   S 
dS =   dT +   dp. (23)
 T  p  p  T

Untuk memasukkan pers. (12) dalam bentuk ini, kita mempergunakan hubungan antara energi dan
entalpi dalam bentuk U = H – pV; mendeferensiasikannya kita mendapatkan

dU = dH − pdV − Vdp.

Mempergunakan nilai ini untuk dU pada pers. (9.12), kita mendapatkan

1 V
dS = dH + dp, (24)
T T

yang merupakan versi lain dari persamaan dasar (12); persamaan ini menghubungkan dS dengan
perubahan entalpi dan tekanan. Kita dapat menyatakan dH dalam bentuk dT dan dp, seperti yang
kita lihat sebelumnya:
 H 
dH = C p dT +   dp. (25)
 p  T

Mempergunakan nilai ini pada dH pada pers. (24) kita memperoleh

Cp 1  H  
dS = dT +   − V  dp. (26)
T T  p T 

Karena pers. (24) dan (25) keduanya menyatakan dS dalam bentuk dT dan dp, keduanya mestinya
identik. Perbandingan kedua persamaan ini menunjukkan bahwa

 S  C
  = v, (27)
 T V T
 S  1  H  
dan   =   − V . (27)
 p  T T  p  T 
Untuk sebarang zat, rasio Cp/T selalu positif. Sehingga, pers (26) menjadi mengatakan bahwa
pada tekanan tetap entropi selalu naik jika temperatur ditingkatkan.rasio dari kapasitas panas
dengan temperatur.
Dalam pers. (27) kita mendapatkan suatu ungkapan yang sedikit menyulitkan untuk kebergatungan
entropi terhadap tekanan pada temperatur konstan. Untuk menyederhanakannya, sekali lagi kita
mencari turunan keduanya dan menyamakannya. Penurunan dari pers. (26) terhadap tekanan pada
temperatur menghasilkan

2S 1  C p  1 2H
=   = .
pT T  p  T T pT

Untuk menyamakan dengan sisi kanan kita menetapkan Cp = (∂H/∂T)p. Sama halnya penurunan dari
pers. (27) terhadap temperatur menghasilkan

2S 1   2 H  V   1  H  
=  −   −   − V .
pT T  pT  T  p  T  p T 

Dengan menyamakan turunan campuran kita mendapatkan

1 2H 1  2 H 1  V  1  H  
= −   − 2   − V 
T pT T Tp T  T  p T  p T 

Karena pencampuran turunan kedua dari H juga sama persamaan ini tereduksi menjadi

 H   V 
  − V = −T   (28)
 p  T  T  p

Menggabungkan hasil ini dengan pers. (27) kita mendapatkan

 S   V 
  = −  = −V . (29)
 p  T  T  p

Untuk mendapatkan kesamaan dengan sisi kanan dipergunakan definisi dari α. Dalam pers (29)
kita mendapatkan ungkapan mengenai kebergantungan entropi terhadap V dan α yang dapat diukur
untuk sebarang sistem. Entropi dapat dituliskan dalam bentuk temperatur dan tekanan

Cp
dS = dT − Vdp (30)
T
8 PENGARUH TEMPERATUR PADA ENTROPI
Jika sistem digambarkan dalam suku temperatur dan variabel lain yang disebut x, maka kapasitas
panas dari sistem pada transformasi reversibel pada x konstan adalah Cx = (dQrev)x/dT).
Menggabungkan persamaan ini dengan definisi dari dS, kita mendapatkan pada x konstan

Cx  S  C
dS = dT atau   = x, (31)
T  T  x T

sehingga pengaruh temperatur pada entropi menjadi sederhana; koefisien turunan dari kapasitas
panas yang dimaksudkan dibagi dengan temperatur. Dalam kebanyakan aplikasi praktis, x dapat
berupa V atau p. Sehingga kita dapat menyatakan suatu definisi ekuivalen dari kapasitas panas

 S   S 
Cv = T   atau Cp = T  (32)
 T  v  T  p

9 PERUBAHAN ENTROPI PADA GAS IDEAL


Hubungan yang diturunkan dari bagian sebelumnya dapat dipakai untuk sebarang sistem. Turunan
ini mempunyai bentuk yang sederhana jika dipergunakan pada gas ideal, yang merupakan akibat
dari fakta bahwa pada gas ideal energi dan temperatur merupakan variabel yang ekuivalen: dU =
CvdT. Mempergunakan nilai dU ini kita mendapatkan

Cv p
dS = dT + dV . (32)
T T

Hasil yang sama diperoleh dengan mempergunakan hukum Joule, (∂U/∂V)T = 0, pada pers. (12).
Untuk, mempergunakan pers. (32), semua kuantitas harus dinyatakan dalam bentuk fungsi dari
variabel T dan V. Sehingga kita menggantikan tekanan dengan p = nRT/V; dan pers. Menjadi

Cv nR
dS = dT + dV . (33)
T V

Dengan membandingkan pers. (33) dengan (13), kita melihat bahwa

 S  nR
  = . (34)
 V  T V

Turunan ini selalu positif, pada perubahan isotermal, entropi dari gas ideal meningkat seiring
dengan peningkatan volume. Laju peningkatan berkurang pada volume yang besar, karena V
menjadi penyebut.
Untuk perubahan keadaan yang kecil, kita mengintegrasikan pers. (33) menjadi
Cv V2 dV
S = 
T2
dT + nR .
T1 T V1 V

Jika Cv merupakan suatu konstanta, persamaan ini terintegrasi menjadi

T  V 
S = C v ln  2  − nR 2  (35)
 T1   V1 

Entropi dari gas ideal dinyatakan sebagai fungsi dari T dan p dengan mempergunakan sifat dari
gas ideal, dh = CpdT, pada pers. (35) yang tereduksi menjadi

Cp V
dS = dT − dp. (36)
T T

Untuk menyatakan semua variabel dalam bentuk T dan p, kita mempergunakan V = nRT/p, sehingga

Cp nR
dS = dT − dp. (37)
T p
Membandingkan pers. (36) dengan pers. (23), kita mendapatkan

 S  nR
  = − , (38)
 p  T p

yang menunjukkan bahwa entropi menurun sebanding dengan peningkatan tekanan isotermal, suatu
hasil yang diharapkan dari pengaruh volume pada entropi. Untuk perubahan kecil pada keadaan,
pers. (37) diintegrasikan menjadi

T  V 
S = C p ln  2  − nR 2 
 T1   V1 

10 Entropi Standar Untuk Gas Ideal


Karena untuk perubahan keadaan pada temperatur konstan, pers. (37) dapat ditulisakan

R
dS = − dp
p

Anggaplah bahwa kita mengintegrasikan persamaan dari p = 1 atm untuk sebarang tekanan p.
Maka
o  p 
S − S = − R ln  , (39)
 1 atm 
dimana xyz merupakan nilai entropi molar pada tekanan 1 atmosfer; sehingga nilai yang dicari
adalah nilai entropi pada temperatur tertentu.
Untuk menghitung nilai numerik dari logaritma pada sisi kanan pers. (39), nilai dari tekanan
haruslah dalam bentuk atm. Kemudian rasio dari (p/1 atm) akan sepenuhnya berupa angka, dan
operasi penarikan logaritma menjadi mungkin. Sehingga persamaan diatas dapat berubah
menjadi

o
S − S = − R ln p (40)

Haruslah diingat bahwa dalam pers. (40) p sepenuhnya berupa angka, angka yang diperoleh
dengan membagi tekanan dalam atm dengan 1 atm.

11 HUKUM KETIGA TERMODINAMIK


Bayangkanlah suatu transformasi dari suatu padatan dari nol mutlak menuju temperatur T
dibawah titik lelehnya:

Padatan (0 K, p) Padatan (T, p)

Perubahan entropi diberikan oleh pers. (38) menjadi

T Cp
S = S T − S 0 =  dT
0 T
(41)
T Cp
ST = S 0 +  .
0 dT

Karena Cp positif, integral dalam pers. (41) juga bernilai positif; oleh karenanya entropi hanya
dapat ditingkatkan dengan temperatur. Sehingga pada 0 K memiliki nilai aljabar terkecil yang
mungkin S0. Pada 1913 Planck menyarankan bahwa nilai S0 untuk semua zat murni, yang kristal
sempurna adalah nol. Hal ini merupakan hukum ketiga dari termodinamika: Entropi dari zat
murni yang krisatal sempurna bernilai nol pada temperatur nol mutlak.
Ketika kita mempergunakan hukum ketiga termodinamika pada pers. (41), pers. Ini tereduksi
menjadi

T Cp
ST =  dT (42)
0 T

dimana ST disebut sebagai entropi hukum ketiga, atau sederhananya entropi, dari padatan pada
temperatur T dan tekanan p. Jika tekanan adalah 1 atm, entropinya merupakan entropi standar
S To .
Karena perubahan besar pada keadaan agregasi (pelelehan atau penguapan) menyangkut
peningkatan entropi, kontribusi ini harus dimasukkan untuk perhitungan entropi dari suatu cairan
atau gas. Untuk entropi standar dari suatu cairan di atas titik lelehnya, kita mendapatkan

Tm C po ( s ) H ofus T C po (l )
S =  dT + + (43)
o
T dT .
o T Tm Tm T

Sama halnya untuk gas diatas titik didihnya

Tm C po ( s ) H ofus T C po (l ) H vap
o
T C po ( g )
S To = 
o T
dT +
Tm
+
Tm T
dT +
Tb
+
Tb T
dT . (44)

Jika padatan mengalami sebarang transisi antara satu modifikasi kristal dengan yang lainnya,
maka entropi dari transisi tersebut harus diikutkan juga. Untuk memperhitungkan entropi,
kapasitas panas dari zat dalam beragam keadaan agregasi harus diukur secara akurat pada
rentang temperatur nol mutlak hingga temperatur yang bersangkutan. Nilai panas transisi dan
temperatur trasnsisi juga harus diukur. Semua pengukuran ini dapat dilakukan secara
kalorimetrik.
Pengukuran kapasitas panas dari beberapa padatan telah dilakukan hingga temperatur sekitar
seratus diatas nol mutlak. Akan tetapi, hal ini merupakan hal yang tidak biasa. Biasanya,
pengukuran kapasitas panas dilakukan dengan menurunkan temperatur hingga T’, yang biasanya
bervariasi pada rentang 10 hingga 15 K. Pada temeratur serendah ini, kapasitas panas dari padatan
mematuhi dengan akurat hukum “T-kubik (pangkat tiga)” Debye; dimana

Cv = aT 3 , (45)

dimana a merupakan konstanta untuk masing-masing zat. Pada temperatur ini Cp dan Cv tidak
dapat dibedakan, sehingga hukum Debye dipergunakan untuk mengevaluasi integral dari Cp/T pada
rentang 0 K hingga temperatur terendah pada pengukuran T’. Konstanta a ditentukan dari nilai
Cp(=Cv) yang diukur pada T’. Dari hukum Debye, a = (Cp)T/T3.
Pada rentang temperatur diatas T’, integral

T Cp T T

T' T
dT = C p d (ln T ) = 2,303 C p d (log T )
T' T'

dievaluasi secara grafis dengan memplot Cp/T versus T, atau Cp versus log T. Daerah dibawah
kurva merupakan nilai dari integral. Gambar yang menunjukan plot C p versus log T untuk padatan
dari 12 K hinga 298 K dapat dicari dari beragam sumber. Keseluruhan daerah dibawah kurva ketika
o
dikalikan dengan 2,303 menghasilkan nilai S 298 = 32,6 J/Kmol.
Dalam kesimpulannya, kita harus mengingat penyataan pertama mengenai hukum ketiga
termodinamika yang dibuat oleh Nernst pada 1906, teorema panas Nernst, yang menyatakan
bahwa dalam sebarang reaksi kimia yang hanya melibatkan padatan kristalin yang murni,
perubahannya entropinya dalah nol pada 0 K. Pernyataan punya batasan yang sedikit lebih longgar
dibandingkan pernyataan Planck.

Hukum ketiga termodinamik ini menutupi celah generalisasi dari hukum lain, karena hukum ini
hanya berlaku untuk kelas tertentu dari zat, yaitu zat kristalin yang murni, dan tidak untuk semua
zat. Dengan adanya pembatasan ini hukum ini menjadi sangat berguna. Alasan untuk pengecualian
terhadap hukum ini dapat dimengerti setelah kita membahas interpretasi statistik dari entropi.

Komentar umum berikut ini dapat dibuat mengenai nilai entropi sebagai berikut:

1. Entropi pada gas lebih besar dari entropi cairan, dan keduanya lebih besar dari padatan. Hal
ini merupakan konsekuensi dari pers. (44)
2. Entropi dari gas meningkat secara logaritmik sesuai dengan massa; hal ini diperlihatkan oleh
gas monoatomik, atau diatomik, HF, HCl, HBr, HI.
3. Dengan membandingkan gas yang memiliki massa yang sama-Ne, HF, H2O-kita melihat dari
kapasitas panas rotasional. Dua derajat kebebasan rotasional ditambahkan 3,202R = 27,45
J/K mol dari Ne ke HF; satu rotasi tambahan pada H2O dibandingkan HF menambahkan 1,811R
= 15,06 J/K mol. Sama halnya H2O dan NH3 memiliki entropi yang hampir sama. (Keduanya
memiliki 3 derajat kebebasan rotasional.) Untuk molekul dengan massa dan kapasitas panas
yang sama tetapi memiliki bentuk yang berbeda, molekul yang lebih simetris akan memiliki nilai
entropi yang lebih rendah; contohnya tidak banyak, tetapi bandingkanlah N 2 dengan CO dan
NH3 dan CH4.
4. Pada kasus padatan yang terdiri dari satu unit struktural sederhana, kapasitas panasnya
merupakan kapasitas panas vibrasional. Suatu padatan yang sangat rapat (energi kohesif
tinggi) memiliki frekuensi karakteristik yang tinggi, sehingga memiliki kapsitas panas yang
lebih rendah dan entropi yang rendah; sebagai contoh, intan memiliki energi kohesif yang
sangat tinggi, entropi yang sangat rendah; silikon memiliki energi kohesif yang lebih rendah
(juga frekuensi vibrasional yang lebih tinggi sebagai akibat massa yang lebih besar), sehinga
memiliki entropi yang lebih besar.
5. Padatan yang terdiri dari dua, tiga,…, unit sederhana memiliki entropi yang secara kasar dua,
tiga, …, kali lebih besar dibandingkan yang tersusun dari satu unit sederhana
6. Jika terdapat satu unit kompleks, gaya van der Waals (gaya kohesif yang sangat lemah)
mengikat padatan tersebut. Entaropinya akan tinggi. Ingatlah massa ynag diberikan cukup
besar.
7. Jika terdapat unit yang kompleks pada kristal, entropi menjadi lebih besar karena kapasitas
panas yang lebih besar karena adanya tambahan derajat kebebasan yang berhubungan dengan
unit ini.
Latihan:

1. Tentukan perubahan entropi air yang terkandung dalam sistem tertutup akibat
perubahan fasa dari cairan jenuh menjadi uap jenuh saat tekanan tetap 0,1 MPa.
Mengapa perubahan entropi positif untuk proses ini?

2. Steam pada 1 MPa, 600C, mengembang dalam turbin hingga 0,01 MPa.
a. Jika prosesnya reversibel, tentukan suhu akhir, entalpi akhir uap, dan kerja
turbin spesifik turbin.
b. Jika prosesnya ireversibel, tentukan perubahan entropi dari system.

3. Aluminium pada suhu 100oC ditempatkan dalam tangki besar berinsulasi yang memiliki 10
kg air pada suhu 30oC. Jika massa aluminium adalah 0,5 kg, tentukan suhu kesetimbangan
akhir aluminium dan air, perubahan entropi aluminium dan air, dan total perubahan
entropi alam semesta karena proses ini. Sebelum Anda membahas masalahnya, jawablah
prtanyaan berikut:
a. Menurut Anda, Apakah perubahan entropi akan menjadi positif atau negatif?
b. Bagaimana dengan entropi yang dihasilkan saat proses berlangsung?

Makassar, 28-03-021
Terima kasih
Machmud SYAM

Anda mungkin juga menyukai