Anda di halaman 1dari 25

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Termodinamika adalah ilmu tentang energi, yang secara spesifik
membahas tentang hubungan antara energi panas dengan kerja. Energi dapat
berubah dari satu bentuk ke bentuk lain, baik secara alamai maupun hasil
rekayasa teknologi.
Ilmu ini menggambarkan usaha untuk mengubah kalor (perpindahan
energi yang disebabkan perbedaan suhu) menjadi energi serta sifat-sifat
pendukungnya. Termodinamika berhubungan erat dengan fisika energi, panas,
kerja, entropi dan kespontanan proses.
Selain itu, Termodinamika juga berhubungan dengan mekanika statik.
Cabang ilmu Fisika ini mempelajari suatu pertukaran energi dalam bentuk
kalor dan kerja, sistem pembatas dan lingkungan. Aplikasi dan penerapan
Termodinamika bisa terjadi pada tubuh manusia, peristiwa meniup kopi panas,
perkakas elektronik, Refrigerator, mobil, pembangkit listrik dan industri,
adalah peristiwa Termodinamika yang paling dekat dengan kehidupan sehari-
hari.
Proses termodinamik yang berlanggsung secara alami seluruhnya
disebut proses ireversibel (irreversibel process). Proses tersebut berlanggsung
secara spontan pada satu arah tetapi tidak pada arah sebaliknya. Contohnya
kalor berpindah dari benda yang bersuhu tinggi ke benda yang bersuhu rendah.
Hukum ketiga termodinamika terkait dengan temperatur nol absolut.
Hukum ini menyatakan bahwa pada saat suatu sistem mencapai temperatur nol
absolut, semua proses akan berhenti dan entropi sistem akan mendekati nilai
minimum. Hukum ini juga menyatakan bahwa entropi benda berstruktur
kristal sempurna pada temperatur nol absolut bernilai nol. Teori
termodinamika menyatakan bahwa panas (dan tekanan gas) terjadi karena
gerakan kinetik dalam skala molekular. Jika gerakan ini dihentikan, maka
suhu material tersebut akan mencapai 0 derajat kelvin. Aplikasinya yakni
2

kebanyakan logam bisa menjadi superkonduktor pada suhu sangat rendah,


karena tidak banyak keacakan gerakan kinetik dalam skala molekular yang
mengganggu aliran electron.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana hukum ketiga termodinamika itu?
2. Bagaimana perubahan entalpi pada reaksi kimia?
3. Apakah entropi dan probabilitas?
4. Bagaimana bentuk umum untuk omega?
5. Apakah distribusi energi?
6. Bagaimana entropi pencampuran dan pengecualian untuk hukum ketiga
termodinamika?

1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui hokum ketiga termodinamika.
2. Untuk mengetahui perubahan entalpi pada reaksi kimia.
3. Untuk mengetahui entropi dan probabilitas.
4. Untuk mengetahui bentuk umum untuk omega.
5. Untuk mengetahui distribusi energi.
6. Untuk mengetahui entropi pencampuran dan pengecualian untuk hukum
ketiga termodinamika.
3

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Hukum Ketiga Termodinamika


Bayangkanlah suatu transformasi dari suatu padatan dari nol mutlak
menuju temperatur T dibawah titik lelehnya:
Padatan (0 K, p) Padatan (T, p)
Perubahan entropi diberikan oleh pers. (9.38)

Karena Cp positif, integral dalam pers. (9.54) juga bernilai positif; oleh
karenanya entropi hanya dapat ditingkatkan dengan temperatur. Sehingga
pada 0 K memiliki nilai aljabar terkecil yang mungkin S0. Pada 1913 Planck
menyarankan bahwa nilai S0 untuk semua zat murni, yang kristal sempurna
adalah nol. Hal ini merupakan hukum ketiga dari termodinamika: Entropi
dari zat murni yang krisatal sempurna bernilai nol pada temperatur nol
mutlak.
Ketika kita mempergunakan hukum ketiga termodinamika pada pers.
(9.54), pers. Ini tereduksi menjadi
T Cp
S T =∫0 dT
T (9.55)
dimana ST disebut sebagai entropi hukum ketiga, atau sederhananya entropi,
dari padatan pada temperatur T dan tekanan p. Jika tekanan adalah 1 atm,
o
entropinya merupakan entropi standar S T .
Karena perubahan besar pada keadaan agregasi (pelelehan atau
penguapan) menyangkut peningkatan entropi, kontribusi ini harus
4

dimasukkan untuk perhitungan entropi dari suatu cairan atau gas. Untuk
entropi standar dari suatu cairan di atas titik lelehnya, kita mendapatkan

Sama halnya untuk gas diatas titik didihnya

Jika padatan mengalami sebarang transisi antara satu modifikasi


kristal dengan yang lainnya, maka entropi dari transisi tersebut harus
diikutkan juga. Untuk memperhitungkan entropi, kapasitas panas dari zat
dalam beragam keadaan agregasi harus diukur secara akurat pada rentang
temperatur nol mutlak hingga

Figure 9.3 Plot of Cp versus log 0 T.


temperatur yang bersangkutan. Nilai panas transisi dan temperatur trasnsisi
juga harus diukur. Semua pengukuran ini dapat dilakukan secara kalorimetrik.
Pengukuran kapasitas panas dari beberapa padatan telah dilakukan
hingga temperatur sekitar seratus diatas nol mutlak. Akan tetapi, hal ini
merupakan hal yang tidak biasa. Biasanya, pengukuran kapasitas panas
dilakukan dengan menurunkan temperatur hingga T’, yang biasanya
bervariasi pada rentang 10 hingga 15 K. Pada temperatur serendah ini,
5

kapasitas panas dari padatan mematuhi dengan akurat hukum “T-


kubik(pangkat tiga)” Debye; dimana
3
C v=aT , (9.58)
dimana a merupakan konstanta untuk masing-masing zat. Pada temperatur ini
Cp dan Cv tidak dapat dibedakan , sehingga hukum Debye dipergunakan untuk
mengevaluasi integral dari Cp/T pada rentang 0 K hingga temperatur terendah
pada pengukuran T’. Konstanta a ditentukan dari nilai Cp(=Cv) yang diukur
pada T’. Dari hukum Debye, a = (Cp)T/T3.
Pada rentang temperatur diatas T’, integral

dievaluasi secara grafis dengan memplot Cp/T versus T, atau Cp versus log T.
Daerah dibawah kurva merupakan nilai dari integral. Gambar 9.3 menunjukan

plot
C p versus log T untuk padatan dari 12 K hinga 298 K. Keseluruhan
daerah dibawah \kurva ketika dikalikan dengan 2,303 menghasilkan nilai
o
S 298 = 32,6 J/Kmol.

Dalam kesimpulannya, kita harus mengingat penyataan pertama


mengenai hukum ketiga termodinamika yang dibuat oleh Nernst pada 1906,
terorema panas Nernst, yang menyatakan bahwa dalam sebarang reaksi kimia
yang hanya melibatkan padatan kristalin yang murni, perubahannya
entropinya adalah nol pada 0 K. Pernyataan punya batasan yang sedikit lebih
longgar dibandingkan pernyataan Planck.
Hukum ketiga termodinamika ini menutupi celah generalisasi dari
hukum lain, karena hukum ini hanya berlaku untuk kelas tertentu dari zat,
yaitu zat kristalin yang murni, dan tidak untuk semua zat. Dengan adanya
pembatasan ini hukum ini menjadi sangat berguna. Alasan untuk
pengecualian terhadap hukum ini dapat dimengerti setelah kita membahas
interpretasi statistik dari entropi.
6

Komentar umum berikut ini dapat dibuat mengenai nilai entropi yang
ada pada Tabel 9.1
7
8

1. Entropi pada gas lebih besar dari entropi cairan, dan keduanya lebih besar
dari padatan. Hal ini merupakan konsekuensi dari pers. (9.57)
o
T C p ( s) ΔH ofus T C op (l ) ΔH ovap T C op ( g )
S oT = o m
∫ dT + +∫T dT + +∫T dT .
T Tm m T Tb b T
(9.57)

2. Entropi dari gas meningkat secara logaritmik sesuai dengan massa; hal ini
diperlihatkan oleh gas monoatomik, atau diatomik, HF, HCl, HBr, HI.
3. Dengan membandingkan gas yang memiliki massa yang sama-Ne, HF,
H2O-kita melihat dari kapasitas panas rotasional. Dua derajat kebebasan
rotasional ditambahkan 3,202R = 27,45 J/K mol dari Ne ke HF; satu rotasi
tambahan pada H2O dibandingkan HF menambahkan 1,811R = 15,06 J/K
mol. Sama halnya H2O dan NH3 memiliki entropi yang hampir sama.
(Keduanya memiliki 3 derajat kebebasan rotasional.) Untuk molekul
dengan massa dan kapasitas panas yang sama tetapi memiliki bentuk yang
berbeda, molekul yang lebih simetris akan memiliki nilai entropi yang
lebih rendah; contohnya tidak banyak, tetapi bandingkanlah N2 dengan Co
dan NH3 dan CH4.
4. Pada kasus padatan yang terdiri dari satu unit struktural sederhana,
kapasitas panasnya merupakan kapasitas panas vibrasional. Suatu padatan
yang sangat rapat (energi kohesif tinggi) memiliki frekuensi karakteristik
yang tinggi (Bagian 4.13), sehingga memiliki kapsitas panas yang lebih
rendah dan entropi yang rendah; sebagai contoh, intan memiliki energi
kohesif yang sangat tinggi, entropi yang sangat rendah; silikon memiliki
energi kohesif yang lebih rendah (juga frekuensi vibrasional yang lebih
tinggi sebagai akibat massa yang lebih besar), sehinga memiliki entropi
yang lebih besar.
5. Padatan yang terdiri dari dua, tiga,…, unit sederhana memiliki entropi
yang secara kasar dua, tiga, …, kali lebih besar dibandingkan yang
tersusun dari satu unit sederhana
6. Jika terdapat satu unit kompleks, gaya van der Waals (gaya kohesif yang
sangat lemah) mengikat padata tersebut. Entaropinya akan tinggi. Ingatlah
massa ynag diberikan pada tabel cukup besar.
9

7. Jika terdapat unit yang kompleks pada kristal, entropi menjadi lebih besar
karena kapasitas panas yang lebih besar karena adanya tambahan derajat
kebebasan yang berhubungan dengan unit ini.

2.2 Perubahan Entalpi pada Reaksi kimia


Perubahan entalpi standar pada suatu reaksi kimia dihitung dari data
yang telah ditabulasi dengan cara yang sama untuk perubahan standar pada
entalpi. Akan tetapi terdapat suatu perbedaan penting: Nilai entropi standar
untuk unsur tidak diberikan sebagai nol. Nilai karakteristik untuk entropi
untuk setiap unsur pada 25oC dan tekanan 1 atm diketahui dari hukum ketiga.
Sebagai contoh, pada reaksi
Fe2O3(g) + 3H2(g) 2Fe(s) + 3H2O(l),
Dan perubahan entropi standar diberikan oleh
∆ S °=S ° akhir−S ° awal (9.59)
Kemudian

Dari nilai pada tabel 9.1 , kita temukan untuk reaksi ini pada suhu 25ο C.

Karena entropi gas jauh lebih besar jika dibandingkan dengan fase
terkondensasi, akan terjadi penurunan entropi yang besar jika gas
dipergunakan bereaksi untuk membentuk fase terkondensasi. Sebaliknya juga
akan terjadi peningkatan entropi jika fase terkondensasi bereaksi dan berubah
menjadi gas.
o
Cu2O(s) + C(s) 2Cu(s) + CO(g) ΔS 298 =158 J /Kmol

Nilai ∆So untuk reaksi ini didapatkan dengan

ΔS o =S o ( produk )−S o (reak tan ).


Dengan menurunkan persamaan ini terhadap temperatur pada tekanan
konstan, kita mendapatkan
10

Menuliskan pers. (9.61) dalam bentuk diferensial dan mengintegrasikannya


antara temperatur T0 dan T, kita dapatkan

persamaan ini berlaku untuk sebarang reaksi kini yang mengalami perubahan
keadaan agregasi pada rentang temperatur T0 hingga T.

2.3 Entropi dan Probabilitas


Entropi sistem pada keadaan tertentu dapat dihubungkan dengan
sesuatu yang disebut sebagai probabilitas dari keadaan tersebut dari sistem.
Untuk membuat hubungan ini atau bahkan untuk memahami hubungan ini
diperlukan suatu model struktural dari sistem. Hal ini berlainan dengan
definisi entropi dari hukum kedua yang tidak bergantung pada dari apa model
struktrural tersebut tersusun.
Bayangkanlah suatu keadaan berikut. Suatu ruang besar berbentuk
persegi yang benar-benar tersekat serta vakum dan disalah satu sudutnya
terdapat suatu kotak yang memuat gas dengan tekanan atmosferik. Ketika
kotak berisi gas dibuka setelah beberapa saat kita mendapatkan bahwa gas
telah tersebar merata keseluruh ruangan dan memiliki kecepatan dan posisi
tertentu, sesuai dengan sudut pandang klasik. Selanjutnya bayangkanalah
molekul tersebut berbalik dari gerakan aslinya, dan kemudian akan
11

mengumpul pada salah satu sudut ruangan dan masuk kembali kedalam
kotak.
Hal yang aneh adalah kita tidak memiliki alasan mengapa gerakan
menyebar keseluruh ruangan lebih dipilih gas dibandingkan gerakan
mengumpul disudut ruangan. Tetapi menmgapa kita tidak menemukan
gerakan mengumpul dari partikel gas? Fakta ini disebut sebagai paradoks
Boltzmann.
Paradoks ini teratasi dengan cara berikut. Memang benar bahwa ada
yang tepat gerak molekul memiliki probabilitas yang sama seperti gerak yang
ditentukan lainnya.Tapi juga benar bahwa dari semua kemungkinan gerakan
yang ditentukan persis dari sekelompok molekul. Jumlah gerakan ini yang
mengarah pada pengisian seragam ruang yang tersedia jauh lebih besar dari
jumlah gerakan ini yang mengarah pada pendudukan saja sebagian kecil dari
ruang yang tersedia.dan sebagainya, meski masing-masing gerak individu
dari sistem memiliki probabilitas yang sama, probabilitas mengamati ruang
yang tersedia terisi secara seragam sebanding dengan jumlah total gerakan
yang akan menghasilkan pengamatan ini.
Akibatnya, probabilitas untuk mengamati pengisian seragam sangat
besar dibandingkan dengan kemungkinan pengamatan lainnya.Sulit
membayangkan gerak rinci bahkan satu partikel, apalagi yang dari itu banyak
partikel. Untungnya, untuk perhitungan kita tidak harus berurusan dengan
mosi dari partikel, tapi hanya dengan jumlah cara untuk mendistribusikan
partikel dalam tertentu volume. Ilustrasi sederhana cukup untuk menunjukkan
bagaimana probabilitas perbedaan seragam dibandingkan dengan yang tidak
seragam. Misalkan kita memiliki set sel kita masing-masing yang bisa berisi
satu bola. Set offour Sel kemudian terbagi menjadi dua; setiap setengahnya
memiliki dua sel, seperti pada Gambar 9.4 (a). Kami menempatkan dua bola
di sel; pengaturan pada Gambar.9.4 (b) mungkin (O menunjukkan sel kosong,
x menunjukkan sel yang diduduki). Dari keenam pengaturan ini, empat
sesuai dengan pengisian seragam; Artinya, satu bola di setiap setengah kotak.
Kemungkinan pengisian seragam adalah karena itu sedangkan probabilitas
untuk menemukan kedua bola di satu sisi kotak adalah . Itu kemungkinan
12

pengaturan tertentu adalah Tapi empat pengaturan tertentu mengarah pada


pengisian seragam, hanya dua pengaturan tertentu yang menyebabkan
pengisian tidak seragam.
Misalkan ada delapan sel dan dua bola; maka jumlah total pengaturan
adalah 28. Dari 28 pengaturan, 16 di antaranya sesuai dengan satu bola di
setiap setengah kotak. Probabilitas distribusi seragam adalah Mudah untuk
menunjukkan bahwa, seperti jumlah sel meningkat tanpa batas, probabilitas
untuk menemukan satu bola dalam satu setengah dari kotak dan yang lainnya
di bagian lain kotak mendekati nilainya

Pada titik ini tampaknya masuk akal untuk menanyakan apa semua ini
berkaitan dengan entropi. Entropi suatu sistem dalam keadaan tertentu dapat
didefinisikan dalam hal jumlah kemungkinan susunan partikel yang
menyusun sistem yang sesuai dengan keadaan sistem. Setiap pengaturan yang
memungkinkan semacam itu disebut corak sistem.berikut Boltzmann, kita
mendefinisikan entropi dengan persamaan

dimana k adalah konstanta Boltzmann, k = R/N A, dan Ω adalah jumlah


kompleksitas sistem yang sesuai dengan keadaan sistem yang ditentukan.
Karena probability dari keadaan sistem tertentu sebanding dengan jumlah
corak yang terbentuk Sampai keadaan itu, jelas dari Pers.(9.63) bahwa entropi
bergantung pada logaritma kemungkinan keadaan.
Misalkan kita menghitung entropi untuk dua situasi di contoh di atas.
Situasi 1. Dua bola terbatas pada setengah kiri kotak. Hanya ada satu susunan
(corak) yang menghasilkan situasi ini; maka, Ω = 1, dan
13

Entropi dari keadaan ini adalah nol.

Situasi 2. Dua bola bisa berada di mana saja di dalam kotak. Seperti yang
telah kita lihat, ada enam kompleksitas yang sesuai dengan situasi ini; maka,
Ω = 6, dan

Peningkatan entropi berhubungan dengan perluasan sistem dari 2 sel ke 4 sel


itu

Hasil ini mudah digeneralisasi untuk diterapkan pada kotak yang


memiliki sel N. Berapa banyak susunan yang dimungkinkan untuk dua bola
dalam sel N? Ada pilihan N untuk penempatan: bola pertama; Untuk setiap
pilihan sel untuk bola pertama ada pilihan N - 1 untuk yang kedua bola.
Jumlah total pengaturan 2 bola dalam sel N tampaknya N (N-1). Namun,
karena kita tidak dapat membedakan antara bola 1 pada posisi x, bola 2 pada
posisi y, dan susunan bola 1 di y, bola 2 di x, nomor ini harus dibagi 2 untuk
mendapatkan jumlah pengaturan yang berbeda; karenanya,

Entropi dari sistem ini adalah, dengan Persamaan (9.63),

Jika kita meningkatkan jumlah sel yang tersedia untuk N', maka Ω2 = N' (N'-
1), dan

Peningkatan entropi yang terkait dengan peningkatan jumlah sel dari N ke N


'adalah
14

Jika N' = 4 dan N = 2, ini menghasilkan hasil yang diperoleh awalnya


untuk ekspansi dari 2
untuk 4 sel.
Aplikasi yang lebih instruktif dari Persamaan (9.64) diperoleh jika
kita menganggap bahwa keduanya N dan N 'sangat besar, sangat besar
sehingga N - 1 bisa diganti dengan N dan N' - 1 oleh N '. Kemudian Pers.
(9.64) menjadi:

Jika kita bertanya pada situasi fisik apa penempatan bola secara acak
ini dalam sel, diaplikasikan, gas ideal datang ke pikiran. Dalam gas ideal
posisi molekul pada apapun adalah hasil dari kesempatan murni. Kedekatan
molekul lainnya tidak mempengaruhi kemungkinan molekul berada di tempat
itu. Jika kita menerapkan Pers.(9.65) ke gas ideal, bola menjadi molekul dan
jumlah sel sebanding dengan volume yang ditempati gas. Dengan demikian,
N'/ N = V' / V, dan Pers. (9,65) menjadi:

Karena N A k = R, konstanta gas, untuk satu mol, kita miliki

yang identik dengan istilah kedua Persamaan (9.48), ekspresi kenaikan


entropi yang menyertai ekspansi isotermal satu mol gas ideal dari volume V
ke volume V'. Dari sudut pandang definisi struktural dan statistik entropi ini,
ekspansi panas gas meningkatkan entropi karena ada lebih banyak cara untuk
mengatur sejumlah molekul dalam volume besar daripada dalam volume
kecil. Karena probabilitas suatu keadaan diberikan sebanding dengan jumlah
cara mengatur molekul.
Dalam keadaan itu, gas yang terkurung dalam volume besar berada
dalam keadaan yang lebih mungkin daripada jika memang demikian
terkurung dalam volume kecil. Jika kita berasumsi bahwa keadaan
ekuilibrium gas adalah keadaan dengan probabilitas tertinggi, maka bisa
15

dimaklumi mengapa gas di ruangan tidak pernah terkumpul dalam a sudut


kecilgas mencapai keadaan yang paling mungkin dengan mengisi volume
sebanyak yang ada tersedia untuk itu Keadaan ekuilibrium memiliki
probabilitas maksimum yang konsisten dengan kendala pada sistem sehingga
memiliki entropi maksimal.

2.4 Bentuk Umum untuk Omega


Untuk menghitung jumlah penataan dari tiga partikel dalam N sel, kita
melakukan dengan cara yang sama seperti sebelumnya. Terdapat N pilihan
untuk menempatkan partikel pertama, N-1 pilihan untuk menepatkan pilihan
kedua, N-2 pilihan untuk menempatkan pilihan ketiga. Hal ini membuatnya
kelihatan seperti penataan N(N-1)(N-2); tetapi sekali lagi kita tidak dapat
membedakan yang hanya permutasi dari tiga partikel antara sel x, y, z.
Terdapat 3! Permutasi: xyz, xzy, yxz, yzx, zxy, zyx. Oleh karananya untuk tiga
partikel dalam N sel jumlah complexion adalah
N ( N−1)( N−2 )
Ω= .
3! (9.67)
Jika jumlah sel jauh lebih besar dibandingkan dengan jumlah partikel,
hal ini mereduksi tiga partikel menjadi
N3
Ω= .
3!
Dari bentuk pendekatan ini kita dapat segera menyimpulkan bahwa
untuk Na partikel , jika N jauh lebih besar dari Na, maka, pendekatannya
adalah
N
N a
Ω= .
N a! (9.68)
Sebaliknya, jika kita memerlukan bentuk eksak dari Ω, pers. (9.67)
dapat digeneralisasi untuk Na partikel menjadi
N ( N−1)( N−2 )(N −3 ). ..( N −N a + 1)
Ω= .
N a!
Jika kita mengalikan persamaan terkahir dengan (N-Na) pada
pembilang dan penyebut, persamaan ini tereduksi menjadi
16

( N !)
Ω= .
N a !( N−N a )! (9.69)
Entropi yang terjadi untuk ekspansi dari N menjadi N’ sel dapat
dengan mudah dihitung dengan pers. (9.68). Untuk N sel,
N
S=k [ ln N a −ln( N ! )],
sedangkan untuk N’ sel,
N
S '=k [ ln N ' a−ln(N a !)] .

Nilai dari ∆S adalah


S = S’ – S =
N a k ln ( NN' ) .
Sebagaimana sebelumnya, kta mengambil rasio N’/N = V’/V; maka jika Na =
NA, persamaan berubah menjadi

ΔS=R ln ( VV ' ) ,
yang identik dengan pers. (9.66).

2.5 Distribusi Energi


Agak mudah untuk membuat terjemahan dalam konsep dari
pengaturan bola di dalam sel susunan fisik molekul dalam elemen volume
kecil. Dengan mengatur molekul dalam unsur volume kita mendapatkan
distribusi ruang molekul. Masalah dalam distribusi ruang disederhanakan
dengan asumsi implisit yang ada paling banyak satu molekul dalam elemen
volume tertentu.
Masalah pengaturan translasi bola di sel ke distribusi energi adalah
hanya sedikit lebih sulit Kami berasumsi bahwa setiap molekul dapat
memiliki nilai energi antara nol dan tak terbatasKita membagi seluruh rentang
energi ini menjadi kompartemen kecil dengan lebar dϵ. Kompartemen diberi
label, dimulai dengan energi terendah,
17

dengan ϵ1, ϵ2, 3, ···, seperti pada Gambar 9.5. Distribusi energi dijelaskan
dengan menentukan jumlah molekul yang memiliki energi tergeletak di
kompartemen pertama, jumlah n2 dalam kompartemen kedua, dan seterusnya.
Pertimbangkan kumpulan molekul N yang distribusi energinya dijelaskan
dengan angka n1, n2, n3, n4, ns, ....dalam berapa banyak cara ini bisa distribusi
ini tercapai? Kita mulai dengan anggapan bahwa ada tiga molekul dalam ϵ 1;
ada N cara memilih molekul pertama, (N - 1) memilih yang kedua, dan (N - 2)
cara memilih yang ketiga. Dengan demikian tampaknya ada N (N - 1) (N - 2)
cara memilih tiga molekul dari molekul N. Namun, urutan pilihan tidak
masalah; sama distribusi diperoleh dengan molekul 1, 2, dan 3 apakah mereka
dipilih sesuai pesanan 123, 132; 213, 231, 312, atau 321. Kita harus membagi
jumlah cara memilih dengan 3! Untuk mendapatkan jumlah pilihan cara yang
dapat dibedakan;

Misalkan ada dua molekul di kompartemen kedua; ini harus dipilih


dari molekul N - 3 yang tersisa; yang pertama bisa dipilih dengan cara N - 3,
yang kedua dengan cara N - 4. Sekali lagi pesanannya tidak masalah, jadi
kami membagi dengan 2!. Dua molekul di kompartemen kedua dapat dipilih
di

cara yang berbeda jumlah total cara memilih tiga molekul dalam
kompartemen pertama dan dua molekul di kompartemen kedua adalah produk
dari ungkapan ini:

Kami kemudian menemukan berapa banyak cara memilih jumlah


molekul di bagian tiga dari molekul N - 5 yang tersisa, dan seterusnya.
Pengulangan ini menghasilkan hasil akhir untuk Ω, jumlah total cara untuk
18

menempatkan molekul n1 dalam di kompartemen 1, molekul n2 di


kompartemen 2, ...:

Nilai Ω, jumlah kompleksitas untuk distribusi tertentu, yang


diberikan oleh Pers. (9.70) sepertinya agak melarang. Namun, kita tidak perlu
melakukan banyak hal untuk melakukannya. Di dapatkan informasi yang kita
butuhkan seperti biasa, entropi dihasilkan dari distribusi molekul di atas
berbagai energi berhubungan dengan jumlah kompleksitas oleh S = k In Ω.
Jika Ω sangat besar, entropi akan menjadi besar. Hal ini jelas dari Pers. (9.70)
yang lebih kecil dari populasi kompartemen, n1, n2, n3,..., yang lebih besar
akan menjadi nilai Ω.
Misalnya, jika setiap kompartemen kosong atau hanya berisi 1
molekul, semua faktor penyebutnya adalah 0! atau 1!. Penyebut kemudian
akan menjadi satu kesatuan dan Ω = N!. Ini adalah nilai kemungkinan
terbesar Ω, dan sesuai dengan nilai entropi terbesar. Perhatikan bahwa dalam
situasi ini molekulnya menyebar keluar sangat luas selama rentang energi.
Dengan demikian distribusi energi yang luas berarti tinggi entropi.
Sebaliknya, perhatikan situasi di mana semua molekul tapi satu penuh sesak
tingkat pertama; kemudian

Jika N besar, maka N sangat jauh lebih kecil dari N!. Entropi dalam
hal ini sangat banyak lebih kecil dari itu untuk distribusi yang luas. Untuk
mencapai entropi tinggi, molekul karenanya akan mencoba menyebar luas
sebuah distribusi energi mungkin, sama seperti molekul gas mengisi ruang
sebanyak yang tersedia. Distribusi spasial dibatasi oleh dinding wadah.
Distribusi energi tunduk pada batasan yang sama. Dalam keadaan tertentu,
sistem memiliki nilai tetap total energi. Dari distribusi nilai ini
19

Jelas bahwa sistem ini mungkin tidak memiliki banyak molekul di


kompartemen energi tinggi. Jika memang demikian, distribusi akan
menghasilkan nilai energi di atas nilai tetap pada tempat tertentu. Pembatasan
ini membatasi jumlah kompleksitas sistem yang cukup parah. Nilai Ω tetap
mencapai maksimum yang konsisten dengan batasan energi harus berjumlah
nilai tetap U. Molekul-molekul itu menyebarkan diri sebagai jangkauan yang
luas energi sesuai dengan total energi total sistem. Jika energi sistem
meningkat, distribusinya bisa lebih luas. Nomor dari kompleksitas dan
entropi dari sistem naik. Ini adalah interpretasi statistik dari fakta yang
digambarkan oleh persamaan fundamental (9.12):

dari mana kita memperoleh koefisien diferensial

Kami mencatat di Bagian 9.5 bahwa koefisien ini selalu positif. Untuk
saat ini kita sederhana. Perhatikan kesepakatan di tanda koefisien ini dengan
argumen statistik yang meningkat dalam energi meningkatkan jumlah
kompleksitas dan entropi. Dua cara mendasar untuk memvariasikan entropi
sistem yang diungkapkan oleh persamaan fundamental ditafsirkan sebagai
dua cara untuk mencapai distribusi yang lebih luas. Dengan meningkatkan
volume, distribusi spasial meluas; dengan meningkatkan energi, distribusi
energi melebar. Distribusi yang lebih luas adalah yang lebih mungkin, karena
bisa dibuat dengan cara yang lebih banyak. Sekarang mudah dipahami
mengapa entropi cairan dan padatan hampir tidak berubah oleh perubahan
tekanan. Volume bahan terkondensasi sedikit berubah oleh sebuah perubahan
tekanan bahwa luasnya distribusi ruang tinggal tetap berada di sekitar sama.
Oleh karena itu entropi tetap pada nilai yang hampir sama. Kita juga bisa
memahami fenomena ekspansi adiabatik reversibel dari a gas. Dalam
ekspansi seperti itu, dQrev= 0, sehingga dS = 0. Karena volume naik, distribusi
di ruang angkasa semakin luas, dan bagian entropi ini meningkat. Jika total
entropi perubahan menjadi nol, distribusi energi harus semakin sempit; ini
20

sesuai untuk penurunan energi yang tercermin dalam penurunan suhu gas. Itu
pekerjaan yang dihasilkan dalam perluasan adiabatik gas diproduksi dengan
mengorbankan penurunan energi sistem.

2.6 Entropi Pencampuran dan Pengecualian untuk Hukum Ketiga


Termodinamika
Hukum ketiga termodinamika hanya dapat dipakai untuk zat yang
tersusun dalam konfigurasi yang benar-benar teratur pada temperatur nol
mutlak. Dalam suatu kristal murni, sebagai contoh, atom terletak apda sis
yang pasti dari lattice. Jika kita memperhitungkan jumlah complexion dari N
atom yang disusun pada N sisi, kita mendapatkan bahwa walaupun terdapat
N! cara penyusunan, karena atom-atom tersebut identik, penyusunan ini
hanay berlaku dibatas atom-atom yang dipilih. Karena penyusunannya tidak
dapat dibedakan, kita harus membagi dengan N!, dan kita mendapatkan Ω = 1
untuk kristal yang tersusun sempurna. Oleh karenanya entropi menjadi
S=k ln(1)=0.
Anggaplah bahwa kita menyusun atom A dan B yang berbeda pada N
sisi dari kristal. Jika Na merupakan jumlah dari atom A, dan Nb merupakan
jumlah dari atom B, maka Na + Nb = N, jumlah keseluruhan sisi. Jumlah cara
yang dapat dipilih untuk menyusun atom A dalam Na sisi dan atom B dalam
Nb sisi adalah;

Entropi untuk kristal campuran diberikan oleh


N!
S=k ln
Na ! N b ! . (9.72)
Untuk mengevaluasi ungakapan ini kita mempergunakan pendekatan Stirling:
ketika N sangat besar, maka
ln N !=N ln N −N . (9.73)
Ungkapan untuk entropi menjadi
S=k ( N ln N −N−N a ln N a +N a −N b ln N b +N b ).
Karena N = Na + Nb, maka
21

S=−k ( N a ln N a +N b ln N b −N ln N ).
Tetapi, Na = xaN, dan Nb = xbN, dimana xa merupakan fraksi mol dari A dan
xb merupakan fraksi mol dari B. Ungkapan untuk entropi direduksi menjadi
S mix =−Nk ( x a ln x a + x b ln x b ). (9.74)
Karena suku dalam kurung dalam pers. (9.74) bernilai negatif (logaritma dari
fraksinya negatif), emtropi dari kristal yang dicampur adalah positif. Jika kita
membayangkan kristal campuran terbentuk dari kristal murni A dan B, maka
untuk proses pencampuran
A murni + B murni kristal campuran.
Perubahan entropinya adalah
ΔS mix =S (kristal campuran )−S( A murni)−S (B murni ) .

Entropi untuk kristal murni adalah nol, sehingga ∆S pencampuran


disederhanakan menjadi
ΔS mix =−Nk ( x a ln x a +x b ln x b ), (9.75)
dan bernilai positif.
Karena kristal tak murni setidaknya memiliki entropi pencampuran
pada nol absolute, entropi tidak bisa nol. Substansi semacam itu tidak
mengikuti hukum ketiga dari teori mistikus. Beberapa zat yang secara
kimiawi murni tidak memenuhi kebutuhan kristal tersebut dengan sempurna
dipesan pada suhu nol mutlak. Karbon monoksida, CO, dan oksida nitrat,
TIDAK, adalah contoh klasik.Dalam kristal CO dan NO, beberapa molekul
berada berorientasi berbeda dari yang lain. Dalam kristal sempurna CO,
semua molekul seharusnya berbaris dengan oksigen menunjuk ke utara dan
karbon menunjuk ke selatan, misalnya. Di kristal sebenarnya, dua ujung
molekul berorientasi secara acak; Seolah-olah ada dua macam dari karbon
monoksida dicampur, setengah dan setengah.entropi pencampuran molar akan
menjadi :

Nilai sebenarnya untuk entropi residu karbon monoksida kristal


adalah O.55R = 4.6 JIK mol, pencampuran ini tampaknya tidak cukup
22

setengah dan setengah. Dalam kasus NO, entropi residu adalah 0,33R = 2,8
J / K mol, yaitu sekitar satu setengah dari 5,76 mol JIK. Ini telah dijelaskan
oleh pengamatan bahwa molekul dalam kristal NO adalah dimer, (TIDAK) 2.
Dengan demikian satu mol NO hanya mengandung! N Molekul ganda; ini
mengurangi entropi residu dengan faktor dua. Di dalam es, entropi residu
tetap berada pada titik nol mutlak karena keacakan dalam ikatan hidrogen dari
molekul air dalam kristal. Besarnya sisa entropi telah dihitung dan sesuai
dengan yang diamati.Telah ditemukan bahwa hidrogen kristal memiliki
entropi residu O.750R = 6.23 J/K mol pada suhu nol mutlak. Entropi ini
bukan akibat kelainan di kristal, tapi dari distribusi di beberapa negara
kuantum. Hidrogen biasa adalah a campuran orto- dan para-hidrogen, yang
memiliki nilai yang berbeda dari total putaran nuklir momentum sudut.
Sebagai akibat dari perbedaan ini, energi rotasi hidrogen ortho pada suhu
rendah tidak mendekati nol seperti halnya para-hidrogen, namun mencapai
nilai yang terbatas. Ortho-hydrogen bisa berada di salah satu dari sembilan
negara bagian, semua memiliki energi yang sama, sementara para-hidrogen
ada dalam satu keadaan tunggal. Sebagai hasil dari pencampurandua jenis
hidrogen dan distribusi hidrogen ortho dalam sembilan berbeda keadaan
energi, sistem memiliki keacakan dan oleh karena itu merupakan entropi
residu. Murni para hidrogen, karena ada dalam keadaan tunggal pada suhu
rendah, tidak memiliki residu entropi dan mengikuti hukum ketiga. Orto-
hidrogen murni akan didistribusikan. Sembilan negara bagian pada nol
absolut dan akan memiliki entropi residu.
Dari apa yang telah dikatakan, jelas bahwa zat kaca atau amorf akan
memiliki a susunan acak dari partikel penyusun dan karenanya akan memiliki
entropi residu pada mutlak nol Oleh karena itu, hukum yang ketiga terbatas
pada zat kristal murni. Final pembatasan harus dilakukan dalam penerapan
hukum ketiga: Substansi harus berada dalam a keadaan kuantum tunggal.
Persyaratan terakhir ini akan mengurus kesulitan yang timbul dalam kasus
hidrogen.
23

BAB III
PENUTUPAN

3.1 Kesimpulan
Hukum ketiga Termodinamika terkait dengan temperatur nol absolut.
Hukum ini menyatakan bahwa pada saat suatu sistem mencapai temperatur
nol absolut, semua proses akan berhenti dan entropi sistem akan mendekati
nilai minimum. Hukum ini juga menyatakan bahwa entropi benda berstruktur
kristal sempurna pada temperature nol absolut bernilai nol.
Umumnya, penerapan hukum ketiga termodinamika terjadi pada
aplikasi kimia dan fisika yang memerlukan suhu rendah. Kebanyakan logam
bisa menjadi superkonduktor pada suhu sangat rendah, karena tidak banyak
keacakan gerakan kinetik dalam skala molekular yang menggangu aliran
elektron.
Hukum ketiga ini telah diterapkan oleh Robert Ettinger, seorang
ilmuwan Amerika yang menemukan Teknik cryonic untuk membekukan
mayat agar selnya tidak rusak sehingga bisa dibangkitkan kembali jika
ditemukan obat yang menyebabkan kematiannya. Dalam kehidupan nyata,
hukum ketiga termodinamika dapat kita asumsikan dengan semakin banyak
terpapar sinar matahari, metabolisme akan semakin tinggi sehingga proses
penuaan menjadi yang terpapar langsung seperti kulit dan rambut.
Pada kasus padatan yang terdiri dari satu unit struktural sederhana,
kapasitas panasnya merupakan kapasitas panas vibrasional. Suatu padatan
yang sangat rapat (energi kohesif tinggi) memiliki frekuensi karakteristik
yang tinggi, sehingga memiliki kapsitas panas yang lebih rendah dan entropi
yang rendah; sebagai contoh, intan memiliki energi kohesif yang sangat
tinggi, entropi yang sangat rendah; silikon memiliki energi kohesif yang lebih
rendah (juga frekuensi vibrasional yang lebih tinggi sebagai akibat massa
yang lebih besar), sehinga memiliki entropi yang lebih besar.
Karena entropi gas jauh lebih besar jika dibandingkan dengan fase
terkondensasi, akan terjadi penurunan entropi yang besar jika gas
24

dipergunakan bereaksi untuk membentuk fase terkondensasi. Sebaliknya juga


akan terjadi peningkatan entropi jika fase terkondensasi bereaksi dan berubah
menjadi gas.

3.2 Saran
Dalam penyusunan makalah ini, penulis menyadari masih banyak
kekurangan materi ataupun sumber dalam penulisan sehingga makalah ini
jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik
dan saran yang bersifat konstruktif demi kesempurnaan di masa mendatang.
25

DAFTAR PUSTAKA

Castellan, Gilbert W. 1983. Physical Chemistry Edisi ke-3. Canada : Addison-


Wesley Publishing Company.

Anda mungkin juga menyukai