Anda di halaman 1dari 11

Nama : Arianda Pratama

NIM : 4211419062

Prodi : Fisika

Asal : Universitas Negeri Semarang

Resume Materi 7 Gas Ideal

1. Persamaan Keadaan

Rasio tekanan P gas pada tiap suhu dengan tekanan Ptp (titik tripel) gas yang sama,
batas nilai dari rasio ini dikalikan 273,16 K, didefinisikan sebagau suhu gas ideal T sistem
dimana suhu gas memberikan tekanan P. Misalkan tekanan P dan volume V dari n mol gas
ditahan pada suhu konstan diukur lebih dari berbagai nilai tekanan, dan produknya Pv,
dimana volume molar v = V/n, dirancang sebagai fungsi P. Hubungan antara Pv dan P dapat
dinyatakan sebagai gas sungguhan melalui deret (ekspansi virial) dengan bentuk :

Pv = A(1 +BP + CP2 + ... ),

dimana A, B, C, dll, disebut koefisien virial dan bergantung pada suhu dan sifat gas. Dalam
kisaran tekanan dari 0 sampai antara 40 standar atmosfer, hubungan Pv dan P praktis linier,
sehingga hanya 2 koefisien saja yang berpengaruh. Secara umum, semakin besar rentang
tekanan, semakin banyak koefisien dalam ekspansi virial.

Produk Pv diplot terhadap P untuk empat gas yang berbeda. Grafik atas pada suhu air
mendidih, grafik tengah pada titik tripel air, dan grafik bawah pada suhu CO 2 padat. Pada
setiap kasus dapaat dilihat bahwa ketika tekanan mendekati 0, produk Pv mendekati nilai
yang sama untuk semua gas pada setiap suhu yang sama. Hal ini berdasarkan baha koefisien
virial pertama A terlepas dari sifat gas dan hanya bergantung pada suhu. Dengan demikian,

Suhu T dari gas ideal didefiinisikan sebagai

, dengan V konstan

PV
n lim ⁡( Pv )
T = 273,16 K lim =¿273,16 K , dan
Ptp V lim ⁡( Pv ) tp
n

lim ⁡( Pv ) tp
lim (Pv) = [ 273,16 K ] T

Dengan nilai konstanta molar gas R yaitu :

lim ⁡( Pv ) tp
R=
273,16 K

Akhirnya, dengan mensubstitusi v dengan nilai V/n, maka persamaan keadaan gas di batas
tekanan rendah dalam bentuk :

lim (PV) = nRT

Karena lim)Pv) = A = RT, maka persamaan Pv = A(1 +BP + CP2 + ... ) menjadi

Pv
=¿1+ BP + CP2 + DP3 + ... .
RT

2. Energi Internal Gas

Bayangkan sebuah bejana dengan dinding yang kaku, dibagi menjadi dua ruangan
dengan sebuah sekat. Ruangan satu terdapat suatu gas dan yang satunya ruang hampa. Ketika
sekat dilepas maka gas akan mengalami yang namanya ekspansi bebas adiabatik yang tidak
terdapat kerja yang dilakukan dan tidak ada kalor yang ditransfer. Berdasarkan hukum
pertama, karena Q dan W bernilai 0, maka energi internal tetap tidak berubah selama
ekspansi bebas. Pertanyaannya, apakah terdapat perubahan suhu selama proses ekspansi?.
Pada awalnya perubahan suhu yang terjadi saat ekspansi dinyatakan dengan ( ∂ T /∂V )U yang
disebut sebagai koefisien Joule.

Secara umum, energi internal dari setiap gas adalah fungsi 2 dari 3 koordinat P, V,
dan T. Diferensial U adalah fungsi dari T dan V, yaitu :
Jika tidak ada perubahan suhu (dT = 0) pada ekspansi bebas (dU = 0), maka:

dengan kata lain, U tidak bergantung pada V, melainkan U adalah fungsi dari T dan P,
sehingga didapat :

Jika tidak ada perubahan temperatur (dT = 0) pada ekspansi bebas (dU = 0), maka

dengan kata lain, U tidak bergantung pada P. SehinggaU bebas dari V dan P, U merupakan
fungsi dari T saja. Jadi, untuk menentuka apakah energi internal merupakan fungsi suhu saja,
harus dibuktikan melalui eksperimen dimana suhu konstan dan menghitung apakah
( ∂ U /∂ V )T atau ( ∂ U /∂ P )T adalah 0.

Metode berikutnya untuk menjawab pertanyaan ketergantungan suhu terhadap energi


internal gas, meliputi pengukuran kuantitas , dimana u adalah energi internal molar,
dengan gas yang melakukan ekspansi isotermal dimana panas ditransfer dan kerja dilakukan.
Rangkaian pengukuran yang dilakukan oleh Rossini dan Frandsen, sebuah wadah B dengan n
mol gas dan tekanan P dan dihubungkan dengan udara melalui kumparan yang melingkari
wadah yang direndam dalam air dengan volume konstan sama dengan lingkungannya.
Cara kerjanya yaitu, saat katupnya terbuka sedikit kemudian gas mengalir ke udara,
pada saat yang sama suhu dari gas, wadah, kumparan, dan air dipertahankanoleh kumparan
pemanas listrik dalam air. Energi listrik disediakan untuk air, sehingga kalor Q diseap oleh
gas selama ekspansi, Kerja yang dilakukan oleh gas yaitu :

W = - P0(nv0 – V)

dengan :

P0 = tekanan atmosfer

v0 = volume molar pada suhu dan tekanan atmosfer

V = volume wadah, dan nv0 lebih besar dari V

Jika u(P,T) adalah molar energi internal pada tekanan P dan suhu T, dan jika u(P 0,T)
adalah molar energi internal pada tekanan atmosfer dan suhu yang sama, maka dari hukum
pertama, perubahan molar energi internal dapat dinyatakan dalam hal jumlah Q dan W
sebagai

Q+ W
u(P,T) - u(P0,T) =
n

Perubahan molar energi internal ∆u dihitung untuk berbagai nilai tekanan P pada suhu
konstan. Harga ∆u diplot untuk nilai tekanan yang sama. Karen u(P 0,T) konstan, kemiringan
kurvanya sama dengan . Pada rentang tekanan 1 sampai 40 stendar atmosfer, titik
percobaan akan jatuh pada garis lurus, artinya memiliki nilai yang sama pada tiap
tekanan. Sehingga

.
3. Gas Ideal

Telah kita ketahui pada kasus gas nyata, hanya pada tekanan sebagai pendekatan
menuju 0 yang berlaku persamaan keadaan dalam bentuk PV = nRT. Selain itu, energi pada
gas nyata merupakan fungsi tekanan serta temperatur. Hal ini cocok untuk menentukan sifat-
sifat gas ideal, meskipun tidak sesuai dengan gas yang ada, tetapi merupakan pendekatan
dengan gas nyata pada tekanan rendah. Menurut definisi gas ideal memenuhi persamaan

dengan syarat bahwa ( ∂ U / ∂ P )T =0 ditulis dengan cara lain, yaitu

dan karena , dan karena tidak bernilai 0, sementara nilai


= 0, maka hal tersebut sesuai dengan gas ideal.

Akhirnya, karena kedua dan sama dengan 0, maka

U = f(T) saja.

Gas nyata dapat dianggap sebagai gas ideal bergantung pada error yang dapat
ditoleransi pada saat perhitungan. Sebuah gas nyata dibawah tekanan 2 kali tekanan standar
atmosfer dapat dianggap sebagai gas ideal tanpa menyatakan error yang lebih besar dari
beberapa persen. Bahkan dalam kasus gas jenuh dalam kesetinmbangan dengan cairan,
persamaan keadaan gas ideal dapat digunakan dengan hanya error yang kecil jika tekanan uap
rendah.

Untuk sebuah proses infintesimal kuasistatis pada sistem hidrostatis, hukum pertama
yaitu

dan kapasitas kalor pada volume monstan diberikan dengan


Pada kasus khusus dari gas ideal, U hanya merupakan fungsi dari T, maka, turunan parsial
dengan T sama dengan turunan total. Akibatnya

dan

Sekarang, semua keadaan setimbang dinyatakan dengan persamaan gas ideal PV =


nRT, dan untuk proses infinitesimal kuasistatis,

PdV + V dP = nRdT

Substitusikan kedua persamaan, maka akan didapat

dibagi dengan dT, maka

Jika pada tekanan konstan, maka dQ/dT menjadi Cp dan dP = 0, sehingga

Dengan hasil tersebut, maka kapasitas kalor sebuah gas ideal pada tekanan konstan
selalu lebih besar daripada kapasitas kalor pada volume konstan, perbedaannya selalu tetap
sebesar nR. Alasan mengapa Cp lebih besar dari Cv yaitu : Karena panas yang diberikan
sistem pada tekanan konstan, gas mengembang dan bekerja terhadap tekanan eksternal, yang
tentu saja sama dengan tekanan gas pada proses kuasistatis. Oleh karena itu, Cp termasuk
kerja ekspansi, yang mana tidak ada pada kapasitas kalor volume konstan Cv

Karena U merupakan fungsi dari T saja untuk gas ideal, maka dari itu

dU
Cv = = fungsi dari T saja, dan juga
dT

Cp = Cv + nR = fungsi dari T saja

Satu lagi persamaan yang dapat berguna diperoleh karena

maka
4. Proses Adiabatik

Dalam proses adiabatik, tidak terjadi interaksi kalor antara sistem dan lingkungan.
Hukum I menjadi :

dW = dU

apabila diintegrasi diperoleh :

W1-2 = U2 – U1

Oleh karena itu, kerja yang dilakukan pada sistem sama dengan perubahan energi internal
sistem. Apabila gas ideal menjalani proses adiabatik reversibel, dapat dinyatakan :

Apabila diinegrasi menghasilkan :

Rasio temperatur juga dapat dinyatakan dalam rasio tekanan. Untuk gas ideal :

Karena pada gas ideal Cp + Cv = R dapat dinyatakan hubungan tekanan- volume :

atau = konstan

dengan γ menyatakan kalor jenis :

5. Persamaan Keadaan Gas Ideal dari Teori Kinetik

Hipotesis pokok teori kinetik gas ideal adalah

1. Setiap sampel kecil gas terdiri dari banyak molekul N. Banyak mol n adalah
mN
n=
M

Banyaknya molekul per mol gas disebut bilangan Avogadro NA

N M molekul
NA = = = 6,0225 x 1023
n m mol

2. Molekul gas ideal dianggap menyerupai bola keras yang kecil dan ada dalam keadaan
kerak rambang terus menerus.

3. Molekul gas ideal dianggap tidak menimbulkan gaya tarik atau tolak pada molekul lainnya,
kecuali jika molekul tersebut saling bertumbukan dengan dinding.

4. Bagian dinding yang ditumbuk molekul dianggap rata, dan tumbukannya dianggap lenting
sempurna.

5. Bila tidak ada gaya medan eksternal, molekul terdistribusi merata ke seluruh wadahnya.
Kerapatan molekul N/V dianggap tetap sehingga pada bagian kecil volume dV terdapat
dN molekul dengan

N
dN = dV
V

6. Tidak terdapat arah istimewa untuk kecepatan molekul mana pun.

7. Tidak semua molekul berkelajuan sama.

Luas dA’ adalah :

d A ' =( rdθ ) (rsinθ d ∅)

sudut ruang dΩ yang dibentuk garis dari ) dan menyentuh sisi dA’ besarnya

dA ' ( rdθ )(rsinθ d ∅)


d Ω= =
r2 r2

d Ω=sinθ dθd ∅
Karena luas terbesar permukaan pada bola adalah keseluruhan permukaan bola itu, yaitu 4πr2,
maka sudut maksimumnya adalah 4π sr(steradian).

Jika dNw menyatakan banyaknya molekul dengan kelajuan antara w dan w + dw, maka fraksi
umlah molekul yang arahnya terletak pada dΩ adalah dΩ/4π, sehingga jumlah molekul dalam
kisaran kelajuan dw, dengan arah antara θ dengan kisaran dθ dan ∅ dengan kisaran d∅ adalah


d 3 N w ,θ , ∅=d N w

persamaan tersebut menunjukkan kecepatan molekular tidak mempunyai arah istimewa.

Volume tabung dV adalah

dV = w dt cos θ dA

Banyaknya molekul (dengan kisaran kelajuan dw; kisaran θ, dθ; kisaran ∅, d∅) yang
menumbuk dA dalam waktu dt dapat dinyatakan sebagai :

3 dV
dt = d N w ,θ , ∅
V

Persamaan tersebut menunjukkan bahwa molekul tidak mempunyai lokasi istimewa.

Karena tumbukan molekul bersifat elastik sempurna, jadi molekul yang bergerak
dengan kelajuan w dengan arah yang membentuk sudut θ dengan normal pada dinding
komponen tegak lurus, hanya kecepatannta yang akan mengalami perubahan. Perubahan
momentum total per tumbukan adalah
Tekanan dPw yang ditimbulkan dNw molekul pada dinding adalah

Maka tekanan total yang ditimbulkan oleh semua molekul dengan semua kelajuan adalah

1
m ⟨ w 2 ⟩ adalah energi kinetik rata-rata per molekul. Dengan membanfingkan persamaan
2
keadaan teoritis dengan persamaan hasil percobaan, maka didapatkan kaitan antara energi
kinetik rata- rata per molekul dengan temperatur gas ideal, jadi

2 1
3 ( )
N m ⟨ w2 ⟩ =nRT
2

2 N 1
T= (
3 nR 2
m ⟨w 2 ⟩ )
Artinya, temperatur berbanding lurus dengan energi kinetik rata- rata atom pada gas ideal.

Pada teori kinetik, diasumsikan bahwa atom berperilaku sebagai partikel yang
berinteraksi, jadi energi potensialnya bisa diabaikan. Satu-satunya energi adalah energi
kinetik translasi. Maka energi internal U pada gas monoatomik adalah total energi kinetik
dari semua atomnya.

Persamaan tersebut bisa ditulis ulang menggunakan hubungan partikel per mol n = N/N A,
dengan k menyatakan tetapan Boltzmann yaitu

R 8,3143 kJ /kmol . K
k= = =1,3805 ×10−23 J / K
N A 6,0225× 10 molekul /kmol
26
maka

3 N 3
U= RT= NkT
2 NA 2

Bandingkan sistem lambang yang dipakai pada teori kinetik dan pada termodinamika

Bentuk persamaan molekul gas ideal memiliki bentuk sederhana lain

Sumber :

Hartatiek. 2020. Buku Ajar Mata Kuliah Termodinamika. Malang : UM

Zemansky R. W., Dittman R. H., 1981. Heat and Thermodynamics Seventh Edition.
New York: McGraw Hill-Companies

Anda mungkin juga menyukai