Anda di halaman 1dari 29

BAB I

KESETIMBANGAN KIMIA

Persamaan-persamaan dasar termodinamika yang telah diturunkan yang dipelajari pada


Kimia Fisika I hanya berlaku untuk sistem dengan komposisi tetap, artinya tidak terjadi
transfer materi dengan lingkungannya (sistem tertutup). Meskipun reaksi kimia banyak
dilakukan dalam tempat tertutup, namun reaksi yang sedang berlangsung dapat dipandang
sebagai suatu sistem terbuka. Pada sistem ini zat pereaksi dianggap keluar dari sistem dan zat
hasil reaksi masuk kedalam sistem. Terjadi perubahan komposisi dalam sistem reaksi selama
reaksi berlangsung.
Untuk sistem semacam ini, yakni sistem dengan komposisi yang berubah-ubah, perlu
dicari pengaruh perubahan komposisi tersebut terhadap persamaan-persamaan
termodinamika. Hasil dari persamaan-persamaan tersebut digunakan untuk menurunkan
syarat-syarat tercapainya kesetimbangan kimia.
1.1 POTENSIAL KIMIA
Dari persamaan dasar untuk sistem dengan komposisi yang berubah, sistem terbuka,
energi bebas Gibbs juga merupakan fungsi dari jumlah mol zat yang keluar dan masuk
kedalam sistem, n1, n2, n3, .. ni. Dengan ni adalah jumlah zat yang terlibat didalam sistem.
Secara matematika didefenisikan pada Persamaan (1.1)
G = G(T, P, n1,n2, .. ni) (1.1)
Diferensial totalnya adalah

𝑑𝐺 = 𝑑𝑇 + 𝑑𝑃 + ∑ 𝑑𝑛 (1.2)
. . . .

Suku ni pada persamaan tersebut menyatakan bahwa semua zat dibuat tetap pada diferensiasi
dan nj menyatakan bahwa semua zat tetap kecuali dalam turunannya. Dalam hali ini

𝑗 ≠ 𝑖. 𝑚𝑖𝑠𝑎𝑙𝑘𝑎𝑛 berarti bahwa T,P dan semua zat kecuali n1 adalah tetap pada
.

diferensiasi.
Jika komposisi sistem tidak berubah (tetap), yakni dn1=0, dn2=0, dan seterusnya, maka
Persamaan (5.1) berubah menjadi

𝑑𝐺 = 𝑑𝑇 + 𝑑𝑃 (1.3)
. .

Jika Persamaan (1.3) dibandingkan dengan persamaan dasar termodinamika,


Ingatkembalipersamaandasarthermodinamika

1
dU= TdS – PdV
dH = TdS + VdP
dG = - SdT + VdP
dA = - SdT – PdV
Review ulang:
Hukumthermodinamika I
dU = dq + w
Konsepthermodinamikaentropi
dS = dq/T dq = TdS
dengandemikian dU = TdS-PdV
dH = dU + d(PV)
dH = TdS-PdV + PdV + VdP
dengandemikian dH = TdS + VdP
G = H – TS
Atau
G = U + PV – TS
dG = dU + PdV + VdP – TdS – SdT
dG = TdS-PdV+ PdV + VdP – TdS – SdT
dengandemikian dG = – SdT + VdP
A= U – TS
dA= dU – d(TS)
dA= TdS-PdV-TdS-SdT
dengandemikiandA = -SdT-PdV

dG = - S dT + V dP, maka dapat dinyatakan bahwa:

= −𝑆 (1.4)
.

dan

= 𝑉 (1.5)
.

Sehingga Persamaan (1.2) berubah menjadi

𝑑𝐺 = −𝑆𝑑𝑇 + 𝑉𝑑𝑃 + ∑ 𝑑𝑛 (1.6)


. .

Dari Persamaan (1.6) didefinisikan besaran baru yakni potensial kimia, yang diberi symbol μ,
secara matematika dituliskan sebagai berikut.

2
𝜇= (1.7)
.

dengan 𝜇 adalah potensial kimia komponen i. Dengan menggunakan Persamaan (1.7)


tersebut, maka Persamaan (1.6) dapat dinyatakan sebagai berikut.
𝑑𝐺 = −𝑆𝑑𝑇 + 𝑉𝑑𝑃 + ∑ 𝜇 𝑑𝑛 (1.8)
Persamaan (1.8) merupakan salah satu persamaan dasar bagi sistem terbuka yang
menghubungkan perubahan energi Gibbs dengan perubahan suhu, tekanan, dan jumlah mol
zat.
Berdasarkan Persamaan (1.8), dapat dicari besaran termodinamika yang lainnya.
Misalkan untuk perubahan energi dalam, dU. Dari persamaan G=U+PV-TS didapatkan
𝑑𝐺 = 𝑑𝑈 + 𝑃𝑑𝑉 + 𝑉𝑑𝑃 − 𝑇𝑑𝑆 − 𝑆𝑑𝑇
Persamaan ini disusun ulang menjadi
dU=dG – PdV – VdP + TdS + SdT (1.9)
Subtitusi Persamaan (1.8) dengan (1.9) didapatkan
𝑑𝑈 = 𝑇𝑑𝑆 − 𝑃𝑑𝑉 + ∑ 𝜇 𝑑𝑛 (1.10)
Dengan menggunakan persamaan dasar termodinamika untuk besaran energi dalam,
dU= TdS – PdV, yang diterapkan pada sistem dengan komposisi tetap dan dari Persamaan
(1.10) diperoleh pernyataan lain untuk potensial kimia, yaitu:

𝜇= (1.11)
. .

Perlu diperhatikan, perbedaan potensial kimia yang dinyatakan dengan energi bebas
Gibbs dan dengan energi dalam adalah variable yang dibuat tetapnya. Untuk kasus pertama,
variable yang dibuat tetap adalah suhu dan tekanan, sedangkan pada kasus kedua adalah
entropi dan volum.
Dengan bantuan persamaan dasar termodinamika yang lainnya dapat diturunkan
persamaan dasar sistem terbuka lainnya, yaitu:
𝑑𝐻 = 𝑇𝑑𝑆 + 𝑉𝑑𝑃 + ∑ 𝜇 𝑑𝑛 (1.12)

𝜇= (1.13)
. .

𝑑𝐴 = −𝑆𝑑𝑇 − 𝑃𝑑𝑉 + ∑ 𝜇 𝑑𝑛 (1.14)

𝜇= (1.15)
. .

Sekarang mari kita tinjau salah satu persamaan dasar untuk sistem dengan komposisi yang
berubah-ubah (sistem terbuka) yang sangat berguna untuk menjelaskan perubahan energi

3
pada sistem reaksi kimia. Tinjaulah Persamaan 𝑑𝐺 = −𝑆𝑑𝑇 + 𝑉𝑑𝑃 + ∑ 𝜇 𝑑𝑛 yang
diterapkan pada suhu dan tekanan tetap, maka akan didapat persamaan
𝑑𝐺 = ∑ 𝜇 𝑑𝑛 (1.16)
Jika sistemnya hanya terdiri atas satu zat maka persamaan (1.16) berubah menjadi
dG = 𝜇𝑑𝑛 (1.17)
Susun ulang persamaan tersebut

𝜇= = = 𝐺̅ (1.18)

Persamaan (1.18) menyatakan bahwa potensial kimia zat murni merupakan energi bebas
Gibbs molar. Di dalam campuran, potensial kimia masing-masing suku, μi , merupakan
energi bebas Gibbs parsial molar dari zat i, dan energinya dinyatakan dengan
𝐺=∑ 𝑛𝜇 (1. 19)

1.2 KRITERIA KESETIMBANGAN KIMIA


Mari kita tinjau suatu sistem yang berisi campuran dari beberapa zat kimia yang dapat
bereaksi menurut persamaan:
𝑣 𝐴 +𝑣 𝐴 →𝑣 𝐴 +𝑣 𝐴 (1.20)
Dengan prinsip kesetimbangan muatan, untuk persamaan reaksi di atas dituliskan sebagai
berikut
0=𝜈 𝐴 +𝜈 𝐴 −𝜈 𝐴 −𝜈 𝐴 (1.21)

Dengan menggunakan suatu perjanjian bahwa koefisien stoikiometri, ν i (di baca nu i),
bertanda negatif untuk perekaksi bertanda positif untuk hasil reaksi, maka Persamaan (1.21)
dapat dinyatakan dengan

0=∑ 𝜈𝐴 (1. 22)


Untuk menyatakan apakah suatu reaksi berlangsung atau tidak dalam arah yang
dituliskan maka harus ditinjau apakah energi Gibbs dari campuran akan naik atau turun. Jika
energi Gibbsnya turun dengan berlangsung reaksi, maka reaksi akan berjalan spontan dalam
arah yang dituliskan. Reaksi akan terus berlangsung disertai dengan penurunan energi Gibbs
sampai mencapai nilai minimum, yakni saat tercapainya keadaan kesetimbangan.
Seperti telah dikemukakan sebelumnya, pada T dan P tetap, perubahan energi Gibbs dari
sistem seperti yang dinyatakan pada persamaan (1.8) berubah menjadi
𝑑𝐺 = ∑ 𝜇 𝑑𝑛 (1.23)

4
dni merupakan perubahan mol zat yang dibebaskan oleh reaksi. Perubahan ini tidak
independen, melainkan bergantung satu sama lain karena zat-zat bereaksi dalam
perbandingan stoikiometris.
Jika kita mulai pada sistem reaksi dari keadaan tidak setimbang dengan jumlah zat A1 =
n1,0 dan A2 = n2,0, engan subskrip nol menunjukan komposisi awal. Pada saat tertentu ada
sejumlah A1 dan A2 telah bereaksi. Untuk menyatakan sampai sejauhmana reaksi berlangsung
digunakan istilah cakupan reaksi (extent of reaction), dan diberi simbol ξ (dibaca ksi). Jika ν1
mol zat A1 telah bereaksi dengan ν2 mol zat A2 menghasilkan ν3 mol zat A3 dan ν4 mol zat
A4, maka dikatakan bahwa telah terjadi 1 mol reaksi, atau ξ sama dengan 1 mol. Jika
0,3ν4mol zat A1 telah bereaksi dengan 0,3ν2 mol zat A2 menghasilkan 0,3ν3 mol zat A3 dan
0,3ν4 mol zat A4, maka ξ telah mencapai 0,3 mol.
Selama reaksi berlangsung, jumlah mol untuk pereaksi dan hasil reaksi akan mengalami
perubahan sesuai dengan jumlah cakupan reaksinya. Untuk hasil reaksi jumlahnya akan
bertambah sebanyak
𝑛 =𝑛 , + 𝑣 ξ dan 𝑛 = 𝑛 , +𝑣 ξ
Sedangkan untuk pereaksi, jumlahnya masing-masing zat yang ada dinyatakan melalui
persamaan
𝑛 =𝑛 , + ν ξ dan 𝑛 = 𝑛 , +ν ξ
Secara umum dapat dinyatakan bahwa setiap saat reaksi, jumlah masing-masing zat yang ada
dinyatakan melalui persamaan
𝑛 =𝑛, +𝑣 ξ (1.24)
Karena ni,0dan vi bernilai tetap, maka turunan dari Persamaan (1.24) menghasilkan
𝑑𝑛 = 𝑣 𝑑ξ (1.25)

Contoh soal 1.1


Untukreaksi N (g) + 3H (g) ↔ 2NH (g)
2 2 3

Saat cakupan reaksi berubah dari ξ = 0 ke ξ = 1,0 mol, berapa perubahan mol
masing-masing reagent ?
Penyelesaian: Identifikasi  :
j

 (N ) = -1;  (H ) = -3;  (NH ) = 2.


2 2 3

saat dξ = 1,0 mol,


dn(N ) = -1x1,0 mol = -1,0 mol,
2

dn(H ) = -3x1,0 mol = -3,0 mol,


2

dn(NH ) = 2x1,0 mol = 2,0 mol,


3

5
Subtitusi Persamaan (1.25) dG = 𝜇𝑑𝑛dengan Persamaan (1.17) menghasilkan
𝑑𝐺 = 𝑑ξ ∑ ν µ (1.26)
Susun ulang persamaan tersebut,dengan menambahkan variabel-variabelnya yang tetap,
didapat persamaan

= ∑ νµ (1.27)
,

Persamaan (1.27) menyatakan perubahan energi Gibbs sistem karena perubahan ckupan
reaksi. Jika nlainya negatif, energi Gibbs sistem turun dan reaksi berjalan spontan dalam arah
yang dituliskan. Sebaliknya, jika nilainya positif, keberlangsungan reaksi dalam arah yang
dituliskan akan meningkat energi Gibbs sistem, yang berarti bahwa reaksi berjalan tidak
spontan. Sedangkan jika nilainya sama dengan nol, energi bebas Gibbs mencapai nilai
minimum dan sistem berada dalam keadaan kesetimbangan.
Perhatikan Gambar 1.1

Gambar 1.1 Energi Gibbs sebagai fungsi cakupan reaksi


ξ menyatakan nilai cakupan reaksi yang paling kecil, sedangkan ξ adalah cakupan reaksi
yang paling besar, dan ξ menyatakan cakupan reaksi pada saat kesetimbangan. Jadi kriteria
kesetimbangan bagi reaksi kimia adalah

=0 (1. 28)
,

Atau
∑ 𝜈 𝜇 =0 (1.29)
Ruas kiri persamaan (5.29) merupakan bentuk dari perubahan energy bebas Gibbs, yakni
penjumlahan energi bebas hasil reaksi dikurangi dengan penjumlahan ernergi bebas pereaksi.
∆𝐺 = ∑ 𝜈 𝜇 (1.30)
Ingat bahwa µi bagi zat dalam campuran merupakan energy bebas Gibbs molar parsial zat i
tersebut, µi =Ḡi . oleh karena itu, sesui persamaan (1.27) maka

6
∆𝐺 = = ∑ 𝜈 𝜇 (1.31)
,

dan pada keadaan kesetimbangan nilainya sama dengan nol.


∆𝐺 = ∑ 𝜈 𝜇 =0 (1.32)
Contohnya untuk reaksi pembakaran nitrogen menghasilkan nitrogen monoksida
N2 (g) + O2 (g)  2NO (g)
Akan tercapai kesetimangan jika perubahan energy bebasnya sama dengan nol
∆G = 2µNO - µN2 - µO2 = 0
Perhatikan reaksi A ↔ B
Jumlah awal: n n
A0 B0
Jumlahalhir: n n
Af Bf
G =µ n +µ n
i B B0 A A0
G =µ n +µ n
f B Bf A Af
ΔG = G -G = (µ n + µ n ) – (µ n +µ n )
final initial B Bf A Af B B0 A A0
= µ (n - n ) + µ (n - n ) = µ Δξ + u (-Δξ)
B Bf B0 A Af A0 B A
= (µ -µ )Δξ
B A
 G 
ΔG=    =µ -µ
r   p,T B A
When µ >µ , reaksidari A → B berlangsungspontan.
A B
When µ >µ , reaksisebaliknya (B → A) spontan.
B A
saatµ = µ , the reaction is spontaneous in neither direction (equilibrium condition).
B A

1.3 POTENSIAL KIMIA DALAM CAMPURAN


Dari persamaan (1.29) terlihat bahwa keadaan kesetimbangan reaksi ditentukan oleh
nilai potensial kiminya. Potensil kimia setiap komponen di dalam sistem reaksi memiliki nilai
tertentu. Oleh karena itu perlu dicari bentuk rumusan potensial kimia komponen i, µi, dalam
campuran.
Banyak sistem reaksi kimia yang melibatkan gas. Oleh karena itu pada bagian ini
dibahas bagaimna potensial kimia campuran dalam cmpuran gas ideal dan dalam gas nyata.
1.3.1 Potensial kimia dalam campuran gas ideal
Dalam bagian terdahulu telah dikemukakan bahwa perubahan energy bebas Gibbs
untuk setiap zat dinyatakan dalam persamaan dasar ∆G = - SdT + VdP. Jika persamaan ini
diterapkan pada sistem gas ideal dan reaksi berlangsung pada suhu tetap, maka akan
diperoleh persamaan
dG = VdP (1.33)

7
Integrasi Persamaan (1.33) pada batas awal P0 = 1 atm dan batas akhir P diperoleh

G – G0 = ∫ 𝑉𝑑𝑃
Atau

G = G0 + ∫ 𝑉𝑑𝑃 (1.34)
Substitusi persamaan gas ideal terhadap Persamaan (1.34) didapat persamaan

G = G0 + ∫ 𝑑𝑃

= + 𝑅𝑇 ln

µ = µ0 + RT ln P (1.35)
dengan P merupakan bilangan murni, tidak lagi bersatuan.
Jadi, pada suhu tertentu, tekanan menggambarkan energy Gibbs per mol suatu gas
ideal. Semakin tinggi tekanan semakin besar energy bebas Gibbs-nya.
Untuk campuran gas-gas ideal, energy bebas Gibbs per mol setiap komponen
dinyatakan dengan.
µi = µi0 + RT ln Pi (1.36)
dengan µi0 adalah potensial kimia komponen i tekanan parsial 1 atm, dan Pi merupakan
tekanan parsial komponen i dalam campuran.
1.3.2 Potensial kimia dalam campuran gas nyata
Gas nyata tidak mengikuti persamaan PV = nRT, sehingga Persamaan (1.35) tidak
dapat digunakan untuk menyatakan potensial kimia gas nyata. Potensial kimia untuk gas
nyata dapat saja diturunkan dari persamaan serupa, misalnya dengan menggunakan
persamaan gas van der Waals, akan tetapi cara ini cukup rumit. Untuk memudahkan G. N.
Lewis menggunakan suatu cara yang disebut fugasitas, f. Definisi ini digunakan mirip dengan
persamaan untuk gas ideal sebagai pengganti tekanan. Jadi untuk gas nyata persamaannya
dinyatakan sebagai
µ = µ0 + RT ln f (1.37)
dan untuk komponen i dalam campuran dinyatakan dengan
µi = µi0 + RT ln fi (1.38)
Fungsi fugasitas seperti ini akan bermanfaat kalau dapat dihubungkan dengan sifat-sifat gas
yang dapat diukur.
Tinjaulah suatu sistem yang berlangsung pada suhu tetap, sehingga energy bebas
Gibbs-nya seperti dinyatakan dengan persamaan (1.33). Bagilah persamaan tersebut dengan

8
jumlah mol (n), maka didapat persamaan dµ = 𝑉 𝑑𝑃, sedangkan untuk gas ideal ditulis dµideal
= 𝑉 ideal𝑑𝑃. Pengurangan kedua persamaan tersebut akan menghasilkan
d (µ - µideal) = (𝑉 - 𝑉 ideal) dP (1.39)
integrasi persamaan (1.39) pada batas bawah P* dan batas atas P menghasilkan

(µ - µideal) – (µ* - µ*ideal) = ∫ ∗(𝑉- 𝑉 ideal) dP


Jika P* 0, maka µ* µ*ideal, akibatnya persamaan menjadi

(µ - µideal) = ∫ ∗(𝑉 - 𝑉 ideal) dP (1.40)


Substitusi persamaan (1.35) dan 1.37) pada Persamaan (1.40) menghasilkan
persamaan sebagai berikut.

RT (ln f – ln P) = ∫ (𝑉 - 𝑉 ideal) dP

RT (𝑙𝑛 ) = ∫ (𝑉 - 𝑉 ideal) dP

RT (𝑙𝑛 ) = ∫ (V − ) dP (1.41)

Nilai integral Persamaan (1.41) dapat dihitung jika volum gas dapat dinyatakan
sebagai fungsi tekanan (dari persamaan keadaan), atau dapat pula ditentukan secara grafik.
Dengan mengetahui V sebagai fungsi tekanan, dapat dialurkan (V − RT/P) terhadap P. Luas
daerah dibawah kurva antara P = 0 dan P merupakan nilai dari ruas kanan pada persamaan
(1.41).

Besaran pada persamaan (1.41) disebut dengan koefisien fugasitas, 𝛾.

𝛾= (1.42)

untuk gas ideal f = P, sehingga nilai 𝛾 = 1. Sedangkan untuk gas nyata 𝛾 = 1, oleh karena itu,
koefisien fugasitas dapat dijadikan ukuran ketidakidealan suatu gas. Semakin besar
penyimpangan koefisien fugasitas dari nilai 1, maka semakin besar penyimpangannya dari
gas ideal.
Fugasitas identik dengan tekanan. Jika tekanan semakin rendah, maka sifat gas nyata
akan semakin mendekati ideal, atau secara matematika dinyatakan dengan
lim → 𝑓=𝑃 (1.43)
dan
lim → 𝛾=1 (1.44)
Suatu gas yang mengalami kompresi, tekanan yang diamati semakin jauh dari nilai
fugasitasnya, sifat keidealannya akan semakin rendah.

9
Sistem kimia yang kita pelajari tidak sekedar dalam fasa gas, tetapi dapt juga dalam
bentuk cair. Untuk menggantikan fugasitas, dapat digunakan fungsi lain yaitu aktivitas, biasa
dinyatakan dengan a. Hubungannya dengan fugasitas dinyatakan melalui persamaan

𝑎= (1.45)

Dengan f 0 adalah tekanan gas pada keadaan standar seperti gas ideal, f 0 = 1 atm.
0
Karenaf = 1 atm, maka a = f . harus diperhatikan bahwa dalam bilangan, aktivitas
sama dengan fugasitas tetapi aktivitas tidak memiliki dimensi. Dengan menggunakan
aktivitas ini Persamaan (1.37) dapat dituliskan menjadi
µ = µ0 + RT ln a (1.46)
untuk komponen i dalam campuran persamaannya mempunyai bentuk
µi = µi0 + RT ln ai (1.47)
Hubungan antara aktivitas dengan konsentrasi (molaritas, molalitas, dan fraksi mol)
dinyatakan dalam persamaan
a c =𝛾cC
a m =𝛾m m
a x =𝛾x X
dengan 𝛾 c, 𝛾 m, dan 𝛾 x masing-masing adalah koefisien aktivitas yang mengubah molaritas,
molalitas, dan fraksi mol ke dalam aktivitas.
Perlu dicatat bahwa aktivitas yang didasarkan pada konsentrasi, molalitas, dan fraksi
mol satu sama lain memiliki nilai yang berbeda. Tetapi jika konteksnya sudah jelas aktivitas
mana yang digunakan maka superskripnya dapat dihilangkan.
1.4 KONSEP TETAPAN KESETIMBANGAN
Perhatikan kembali persamaan (1.47), substitusi persamaan ini ke dalam Persamaan
(1.30) didapatkan
∆G = ∑ 𝜈𝑖 ( µi0 + RT ln ai)
= ∑ 𝜈𝑖 µi0 + RT ∑ 𝑣𝑖 ln 𝑎i (1.51)
0 0
Dengan ∆G = ∑ 𝜈𝑖 µi , maka persamaan (1.51) menjadi
∆G = ∆G0 + RT ∑ ln 𝑎 (1.52)

Atau dapat juga dituliskan dengan


∆G = ∆G0 + RT ln Π𝑎 (1.53)
Tinjaulah suatu reaksi umum
aA + bB = cC + dD

10
dengan a, b, c, dan d masing-masing menyatakan koefisien zat A, B, C, dan D. Potensial
masing-masing komponen dinyatakan dengan
µA = µA0 + RT ln aA (1.54)
µB = µB0 + RT ln aB (1.55)
µC = µC0 + RT ln aC (1.56)
µD = µD0 + RT ln aD (1.57)
Dengan mensubstitusikan Persamaan (1.54) s.d (1.57) ke dalam Persamaan (1.30)
diperoleh persamaan
∆G = cµC + dµD - aµA – bµB
= cµC0 + cRT ln aC + dµD0 + dRT ln aD - aµA0 – aRT ln aA - bµB0 – bRT ln aB
= cµC0 + dµD0 – (aµA0 + bµB0) + RT [c ln aC + d ln aD – ( a ln aA + b ln aB)]

= ∆G0 + RT ln (1.58)

Perbandingan aktivitas masing – masing pereaksi di dalam persamaan (1.58) disebut


kuosien reaksi, diberi simbol Q.

Q= (1.59)

Subtitusi persamaan (1.58) ke dalam persamaan (1.59) didapat


∆G = ∆G0 + RT ln Q (1.60)
Persamaan (1.60) identik dengan persamaan (1.53). Selama proses reaksi kimia
berlangsung nilai Q mengalami perubahan sampai suatu saat, pada keadaan kesetimbangan
tercapai, nilainya tetap. Telah dibahas pada bagian terdahulu bahwa pada keadaan
kesetimbangan nilai ∆G = 0. Sehingga Persamaan (1.58) berubah menjadi

0 = ∆G0 + RT ln stb

atau

∆G0 = - RT ln stb (1.61)

Pada suhu tetap, kuosien pada Persamaan (1.61) bernilai tetap. Besaran ini disebut
tetapan kesetimbangan termodinamika, K. Dengan demikian kita mendapatkan persamaan

11
K= stb (1.62)

Dengan menggunakan Persamaan (1.62) maka Persamaan (1.61) dapat dituliskan menjadi
∆G0 = - RT ln K (1.63)
1.5 TETAPAN KESETIMBANGAN Kp, KX, KC.
Untuk reaksi antara gas-gas ideal, ai = Pi , sehingga persamaan (1.61) menjadi

∆G0 = - RT ln stb (1.64)

Kuosien pada keadaan setimbang dinyatakan dengan Kp, sehingga untuk gas ideal

∆G0 = - RT ln KP (1.65)
Untuk mengungkapkan tetapan kesetimbangan dalam bentuk fraksi mol, kita gunakan
hukum Dalton untuk gas, yakni
Pi= XiP
dengan Pi = tekanan parsial komponen i
Xi = fraksi mol komponen i
P = tekanan total
Jika hubungan ini disubstitusikan ke dalam rumusan Kp maka diperoleh
( ) ( )
Kp =
( ) ( )

= 𝑃

Kp = KX𝑃 ∑
atau

KX = KP𝑃 (1.66)
∑ 𝑣 adalah jumlah koefisien stoikiometris ruas kanan dikurangi dengan jumlah koefisien ruas
kiri.
Untuk gas ideal, KP tak bergantung pada tekanan. Berapapun tekanannya, KP akan
berharga tetap, tetapi KX bergantung pada tekanan, kecuali ∆vi = 0.
Hubungan antara KP dan KC dapat diperoleh dengan menggunakan persamaan gas ideal :
Pi = niRT /V
Pi = CiRT (1.67)
Dengan demikian maka

12
( ) ( )
Kp =
( ) ( )

= (𝑅𝑇)

Kp = KC(𝑅𝑇)∑ (1.68)
Dengan KC tetapan kesetimbangan dinyatakan dalam konsentrasi molar. Dari persamaan
(1.68) KP akan sama dengan KC jika ∑ 𝑣 = 0.
Contoh soal 1.2
Nilai KP pada 25oC untuk reaksi kesetimbangan
CO2(g) + H2(g) CO(g) + H2O(g)
-5
adalah 10 . Jika 1 mol CO, 2 mol H2 dan 3 mol CO2 dimasukkan kedalam labu
berukuran 5 L pada 25oC, hitunglah :
a) Perubahan energy Gibbs Standar pada 25oC.
b) Tetapan kesetimbangan yang dinyatakan dengan konsentrasi molar.
c) Mol setiap spesi pada kesetimbangan.
Analisis penyelesaian:
Diketahui : reaksi CO2(g) + H2(g) CO(g) + H2O(g) KP 298 = 10-5.
Keadaan awal :
n CO = 1 mol
n H2 = 2 mol
n CO2 = 3 mol
V=5L
T = 298 K
Ditanyakan : a) ∆G0298 ?
b) KC ?
c) ni pada keadaan setimbang
Penyelesaian
∆G0 = - RT ln KP
Kp = KC(𝑅𝑇)∑ , ∑ 𝑣 =Selisih total koefisien stoikiometri produk dengan reaktan
vi = hasil reaksi : bertanda positif
vi = pereaksi : bertanda negatif

KP =

13
Pi = Xi P, Xi =

CO2(g) + H2(g) CO(g) + H2O(g)


Mula-mula 3 mol 2 mol 1 mol 0
Perubahan x mol x mol x mol x mol
Setimbang (3-x) mol (2-x)mol (1+x) mol x mol
nt = (3 – x + 2 – x + 1 + x + x) mol = 6 mol
Penyelesaian :
a) ∆G0298= - (8,314 J K-1 mol-1) 298 K. ln 10-5
= + 28524 J/mol = 28,52 kJ/mol

b) KC = ∑ ; ∑ 𝑣𝑖= 1 + 1 – 1 -1 = 0

KC = Kp = 10-5
c) Pada keadaan kesetimbangan
( )( )
KP =
( )( )

10-5 =

( )
10-5 =
( )(
=
)
10-5 (6 – 5x + x2) = x + x2
6 – 5x + x2 – 105x – 105x2 = 0
 ( ) ( )( )
x12=
( )


=

X1 = - 1,0 (x tak mungkin negatif)


X2 = + 6 x 10-5
n CO2 = (3 – 6 x 10-5) mol = 3 𝑚𝑜𝑙
n H2 = (2 – 6 x 10-5) mol = 2 𝑚𝑜𝑙
n CO = (1 + 6 x 10-5) mol = 1 𝑚𝑜𝑙
n H2O = (6 x 10-5) mol
Kesimpulan

14
Untuk reaksi CO2(g) + H2(g) CO(g) + H2O(g) ,
- Perubahan energy Gibbs standar pada 25oC adalah 28,52 kJ/mol reaksi
- Harga KP = KC = 10-5
- Mol setiap spesi pada kesetimbangan adalah :
n CO2 = 3 𝑚𝑜𝑙
n H2 = 2 𝑚𝑜𝑙
n CO = 1 𝑚𝑜𝑙
n H2O = 6 x 10-5 mol
1.6 PERHITUNGAN TETAPAN KESETIMBANGAN

Tetapan kesetimbangan, K, dapat ditentukan melalui Persamaan (1.63) jika ∆G0


diketahui. Karena pentingnya ∆G0 pada penentuan K, maka pada bagian ini akan dibahas
terlebih dulu mengenai ∆G0.
∆G0 reaksi biasanya dihitung dari energy Gibbs pembentukan standar, ∆G0f , yaitu
perubahan energy bebas Gibbs pada reaksi pembentukan 1 mol senyawa dari unsur-unsurnya
dengan semua pereaksi dan hasil reaksi pada keadaan standar.
Seperti halnya pada entalpi standar zat, energi Gibbs unsur-unsur pada keadaan yang
paling stabil pada 25oC dan 1 atm diberi harga nol.
Misalnya
µ0 (O2, g) = 0, µ0 (Br2, l) = 0, µ0 (C, grafit) = 0, µ0 (H2, g) = 0
untuk reaksi pembentukan CH4, dengan persamaan reaksi
C(grafit) + 2H2(g) CH4(g)
∆G0f(CH4, g) = µ0 (CH4, g) - µ0 (C, grafit) – 2 µ0 (H2, g)
∆G0f(CH4, g) = µ0 (CH4, g)
Jadi energi Gibbs pembentukan standar untuk setiap senyawa sama dengan energi Gibbs
molar standar senyawa tersebut.
Untuk reaksi umum
v1A1 + v2A v3A3 + v4A4
∆G0reaksi = v3µA03 + v4µA04 + v1µA01 + v2µA02
Karena µi0 = ∆G0f, i, maka
∆G0 = v3∆G0f ,A3 + v4∆G0f ,A4 + v1∆G0f ,A1 + v2∆G0f ,A2
∆G0 = ∑ 𝑣 ∆𝐺 , (1.69)
Harga ∆G0f senyawa dapat dilihat pada tabel besaran-besaran termodinamika.

15
Contoh soal 1.3
Dengan menggunakan data ∆G0f
Hitung ∆G0 pada suhu 25oC untuk reaksi
CH4(g) + 2O2(g) CO2(g) + 2H2O(l)
Analisis penyelesaian :
Diketahui:
Senyawa ∆G0f, 298/ (kJ mol-1)
CH4(g) -50,8
O2(g) 0
CO2(g) -394,36
H2O(l) -237,178

Ditanyakan: ∆G0 298 untuk reaksi CH4(g) + 2O2(g) CO2(g) + 2H2O(l)


∆G0 = ∑ v ∆G , vi = koefisien stoikiometri, positif untuk hasil reaksi, negative untuk pereaksi
Penyelesaian
∆G0298 = 2 ∆G0f, 298 (H2O, l) + 1 ∆G0f, 298 (CO2, g) – 1 ∆G0f, 298 (CH4, g) – 2 ∆G0f, 298 (O2, g)
= 2 (-237,178 kJ mol-1) + (-394,36 kJ mol-1) – (-50,8 kJ mol-1) – 2(0)
∆G0298 = - 817,9 kJ mol-1
Kesimpulan
Jadi, energi bebas Gibbs standar untuk reaksi
CH4(g) + 2O2(g) CO2(g) + 2H2O(l) pada 25oC turun sebesar 817,9 kJ/mol

Harga ∆G0f yang umum terdapat pada tabel besaran-besaran termodinamika dinyatakan pada
25oC. Jika ingin menghitung K dari ∆G0 pada suhu yang lain, maka ∆G0 harus diketahui dan
dinyatakan sebagai fungsi suhu :
∆G= - RT ln K
∆G0T ditentukan dari persamaan Gibbs-Helmholtz, dan ∆H0T (pada persamaan Gibbs-
Helmholtz) ditentukan dari persamaan Kirchoff. Untuk lebih jelasnya kita tinjau kembali
reaksi umum berikut
v1A1 + v2A2 v3A3 + v4A4
Pada umumnya, kapasitas kalor pada tekanan tetap, Cp, untuk setiap zat dinyatakan denagan
Cp, I = ai + biT + ciT2
Perbedaan kapasitas kalor antara hasil reaksi dengan pereaksi dapat dinyatakan dengan:
∆CP = ∆ai + ∆biT + ∆ciT2
Dengan ∆ai = ∑ 𝑣 𝑎 ∆bi =∑ 𝑣 𝑏 ∆ci = ∑ 𝑣 𝑐

16
∆
P = ∆C0p = ∆ai +(∆b)iT + (∆ci)T2 (1.70)

Integral dari Persamaan (1.70) menghasilkan bentuk:


2
∫ 𝑑∆𝐻 = ∫{∆𝑎 +(∆b)iT + (∆ci)T } dT
∆H0T= ∆H0I+ (∆𝑎 ) T + ½ (∆b)iT2 + (∆ci)T3 (1.71)

∆H0I : tetapan integrasi, yang nilainya dapat dievaluasi dari entalpi pembentukan standar,
∆H0f, biasanya pada 25oC.
∆H0I= ∑ 𝑣 ∆𝐻 , − (∆𝑎 )298 − (∆𝑏 )(298) − (∆𝑐 )(298)

Harga ∆𝐻 , diperoleh dari tabel.


Persamaan Gibbs-Helmholtz tentang ketergantungan Energi bebas Gibbs pada
temperatur, yang diturunkan dari persamaan dasar termodinamika

dG = - S dT + V dP, maka = −𝑆 (1.72)


.

Dari definisi G = H – TS atau G + TS = H, kita dapatkan -S = sehingga persamaan di

atas

=
.
Dengan menggunakan aturan umum differensial,

 𝜕𝐺 1
= − 𝐺 (1.73)
 𝜕𝑇 𝑃. 𝑇2

Subtitusi = −𝑆 ke persamaan (1.74)


.


= (−𝑆) − 𝐺= −

Sehingga


=− (1.74)

Sehingga dapat ditulis


 ∆ ∆
=− (1.75)
T

17
∆ ∆ (∆ ) (∆ ) (∆ )
P =− − − − (1.76)

Integrasi persamaan (1.73) menghasilkan
∆ ∆
= − (∆𝑎 ) ln 𝑇 − (∆𝑏 )𝑇 − (∆𝑐 )𝑇 + ∆𝐺

∆𝐺 = ∆𝐻 − (∆𝑎 ) T ln 𝑇 − (∆𝑏 )𝑇 − (∆𝑐 )𝑇 + 𝑇∆𝐺 (1.77)

∆G0I dapat dievaluasi dari ∆G0f , pada 25oC.

∆G0I = ∆𝐺 − ∆𝐻 + (∆𝑎 )𝑇 ln 𝑇 + (∆𝑏 )𝑇 + (∆𝑐 )𝑇

∆G0I= ∑ 𝑣 ∆𝐺 , − ∆𝐻 + (∆𝑎 )(298) ln(298) + (∆𝑏 )(298) + (∆𝑐 )(298)

Nilai ∆G0I yang sudah diperoleh dimasukkan ke Persamaan (1.77) untuk memperoleh ∆G0T.
Persamaan ini dapat digunakan untuk menentukan ∆G0 pada suhu berapapun, tergantung
yang diinginkan.
Cara yang lebih mudah untuk menentukan ∆G0T adalah dengan menggunakan
Persamaan ∆GT = ∆HT – T ∆ST
∆H pada T tersebut dapat ditentukan melalui persamaan Kirchoff, yaitu

∆HT = ∆H298 + ∫ ∆𝐶 𝑑𝑇

∆ST dapat ditentukan melalui persamaan

∆ST = ∆S298 + ∫ ∆ 𝑑𝑇
Dengan demikian ∆G0T pada satu suhu tertentu, T, dapat ditentukan.
Jika ∆G0T sudah diketahui, maka dapat dihitung K pada suhu yang ditanyakan.
Contoh soal 1.4:
Untuk reaksi : ½ N2(g) + 3/2 H2(g) NH3(g) , ∆H0298 = -46,11 kJ/mol dan ∆S0298 = -99,4
JK-1 mol-1. Hitung tetapan kesetimbangan reaksi di atas masing-masing pada 298
Kdan 600 K jika diketahui:
Cp H2 = 29 + 0,002 T; Cp N2 = 28 + 0,004 T dan Cp NH3 = 30 + 0,002T
Analisis penyelesaian:
Diketahui : ½ N2(g) + 3/2 H2(g) NH3(g)
∆H0298 = -46,11 kJ/mol
∆S0298 = -99,4 JK-1
ΔCp  CpNH 3  3/2CpH 2  1/2CpN 2
ΔCp  (30 + 0,002 T) – 3/2(29 + 0,002T) - 1/2 (28 + 0,004 T)
= (30 + 0,002 T) – (43,5 + 0,003T) - (14 + 0,002 T)

18
ΔCp  -27,5 – 0,003 T
Ditanyakan : K298 dan K600
∆G0 = - RT ln K
∆G0T = ∆H0T – T∆S0T
∫ 𝑑 ∆𝐻 = ∫ ∆𝐶 𝑑𝑇

∆S0T = ∆S0298 + ∫ 𝑑𝑇
Penyelesaian
a. Pada 298 K
∆G0298 = ∆H0298 - T∆S0298
Pada 298 K, ∆G0298 = -46110 J mol-1– 298K (99,4) JK-1 mol-1
= -16489 J mol-1

ln K298 =
, .

= 6,655
K298 = e6.655
= 776,7
b. Pada 600 K
600
H 600
o
 H 298
o
  CpdT
298

600
H o
600  H o
298   (27,5  0,003T )dT
298

600
H 600
o
 H 298
o
  (27,5dT )  (0,003TdT )
298

H 600
o
 H 298
o

 (27,5T )  1 / 2  0,003T 2  600
298

H 600
o
 H  27,5(T  T )  1 / 2  0,003(T  T ) 
o
298 298 600
2
298
2
600

ΔH o600  -46110J/mol  27,5(298  600)  1/2  0,003(298  600 )J/mol


2 2

ΔH o600  - 54821,794 J mol-1


600
Cp
ΔSo600  ΔSo298  
298
T
dT

600
 - 99,4 J  (27,5  0,003T )
  
o
ΔS 600 dT
 mol K  298 T

19
 - 99,4 J 
   27,5 ln T  0,003T 298
600
ΔS o600  
 mol K 

 - 99,4 J   T 
ΔSo600      27,5 ln 298  0,003(T298  T600 ) 
 mol K   T600 
 - 99,4 J   298 
ΔSo600      27,5 ln  0,003(298  600)  J / molK
 mol K   600 
ΔS o600  -119,5514946 J mol-1 K-1

G600
o
 H 600
o
 TS 600
o

G600
o
 (54821,794 Jmol 1 )  (600 K  (119,551494 Jmol 1 K 1 )

ΔG o600  -16909,10278Jmol 1

 G600
o
ln K 
RT
 16909,10278 Jmol 1
ln K 
8,314 Jmol 1 K 1  600 K
ln K  3,3897
K = 0,0337
Kesimpulan
Pada kesetimbangan ½ N2(g) + 3/2 H2(g) NH3(g) , reaksi akan bergeser ke arah
pereaksi dengan naiknya suhu.
1.7 PENGARUH SUHU TERHADAP TETAPAN KESETIMBANGAN
Sebenarnya pengaruh suhu terhadap tetapan kesetimbangan secara tidak langsung
sudah dibahas dibagian sebelumnya. Untuk melihat secara langsung pengaruh suhu terhadap
tetapan kesetimbangan, kita mulai dari Persamaan (1.63).
∆G0 = - RT ln K
Disusun ulang menjadi

ln K = −

untuk mengetahui kebergantungan K terhadap T, maka Persamaan tersebut diturunkan


terhadap T pada tekanan tetap.

∆
= − P (1.78)

Dari persamaan Gibbs-Helmholtz:

20
∆ ∆
P =−

Substitusi persamaan (1.75) kedalam persamaan (1.78) menghasilkan :



= (1.79)

Jika ∆H0 dianggap tetap (tak bergantung suhu), misalnya pada selang T yang kecil, maka
integrasi dari persamaan (1.76) menghasilkan:

ln K = − + 𝐼 (1.80)

Jika kita alurkan ln K terhadap 1/T akan diperoleh garis lurus dengan kemiringan -∆H/R.
Dengan demikian kita dapat menentukan kalor reaksi melalui pengukuran tatapan
kesetimbangan pada rentang suhu tertentu. Jika Persamaan (1.79) diintegrasikan antar dua
suhu, T1 dan T2 dan dengan pengandaian ∆H0 bukan fungsi suhu menghasilkan:

ln K2 – ln K1 = (1.81)

Analisis Persamaan (1.81) menunjukkan bahwa untuk reaksi yang berlangsung secara
endoterm (∆H0 > 0), jika T nya dinaikkan, maka harga K akan semakin besar, dan jika T
diturunkan maka K akan turun pula. Untuk reaksi eksoterm (∆H0< 0), jika T dinaikkan harga
K akan mengecil dan jika T diturunkan , harga K akan semakin besar. Dalam bentuk lain kita
nyatakan bahwa “kenaikan suhu akan menggeser kesetimbangan ke arah zat dengan
entalpi-tinggi dan penurunan suhu akan menggeser kesetimbangan ke arah entalpi-
rendah”.
1.8 KESETIMBANGAN HETEROGEN
Kesetimbangan heterogen terjadi jika zat-zat yang terlbat dalam kesetimbangan kimia
lebih dari satu fasa. Sampai sejauh ini kita baru membicarakan kesetimbangan homogen
dalam fasa gas. Reaksi kimia yang melibatkan lebih dari satu fasa, rumusan untuk tatapan
kesetimbangannya sama saja, hanya perlu pengetahuan tambahan mengenai aktivitas zat
padat dan zat cair murni.
Kita tinjau penguraian termal kalsium karbonat dalam suatu tempat tertutup.
CaCO3(s) CaO(s) + CO2(g)
Tetapan kesetimbangan termodinamikanya adalah

K= (1.82)

21
Berdasarkan konsensus, aktivitas padatan murni (dan cairan murni) pada keadaan standarnya
(yakni pada 1 atm) adalah sama dengan satu, jadi aCaO = 1 dan aCaCO3 = 1. Dengan demikian
Persamaan (1.82) menjadi
K = fCO2
Diasumsikan gas bersfat ideal maka : Kp = PCO2
Contoh soal 1.5
Hitung tetapan kesetimbangan reaksi berikut pada 298 K
Na(s) + ½ Cl2(g) NaCl(s)
Jika diketahui ∆G0f (NaCl, s) = -384,03 kJ/mol
Analisis Penyelesaian
Diketahui : reaksi: Na(s) + ½ Cl2(g) NaCl(s)
0
Pada 298 K, ∆G f (NaCl, s) = -384,03 kJ/mol
∆G0f (Na, s) = 0
∆G0f (Cl2, g) = 0
Ditanyakan : Tetapan kesetimbangan, K ?
∆G0r = ∑ 𝑣 ∆𝐺 ,
0
∆G r = ∆G f (NaCl, s) - ∆G0f (Na, s) - ∆G0f (Cl2, g)
0


∆G0 = - RT ln K atau ln K =−

Penyelesaian
∆G0 = -384,03 kJ/mol
= -384030 J/mol

ln K =−
, .

= 155
K = 2,02 x 1067
Kesimpulan
Reaksi Na(s) + ½ Cl2(g) NaCl(s) pada 298 K mempunyai harga K = 2,02 x 1067.

1.9 PERGESERAN KESETIMBANGAN


Di sini pembahasan akan dibatasi pada pengaruh perubahan dari beberapa variabel
keadaan terhadap posisi kesetimbangan dari reaksi gas-ideal. Kita akan meninjau dampak
pengaruh perubahan satu variabel termodinamika terhadap sistem yang telah mencapai
kesetimbangan.

22
A. Perubahan suhu secara isobar
Pengaruh perubahan suhu terhadap kesetimbangan dapat dilihat dari persamaan

= (1.83)

Karena d ln y = 𝑑𝑦 , maka persamaan di atas dapat ditulis


=

= 𝐾 (1.85)

Karena Kp dan RT2 bertanda positif, maka tanda dKP/dT tergantung pada tanda ∆H0.
Jika ∆H0 positif, reaksi endoterm, maka dKP/dT positif. Kenaikan suhu (dT>0) akan
meningkatkan KP (dKP>0). Pada rumusan KP, tekanan parsial produk sebagai pembilang,
sehingga jika KP naik artinya terjadi peningkatan tekanan parsial produk dan penurunan
tekanan parsial reaktan. Karena Pi = Xi P, dan P dibuat tetap, maka perubahan fraksi mol
sebanding dengan perubahan tekanan parsial. Jadi untuk reaksi endoterm, peningkatan suhu
pada tekanan tetap akan menggeser kesetimbangan ke arah kanan produk. Sebaliknya (masih
untuk reaksi endoterm), jika terjadi penurunan suhu (dT<0) maka akan terjadi pula penurunan
KP berarti terjadi penurunan tekanan parsial produk pada keadaan kesetimbangan yang baru.
Artinya penurunan suhu pada reaksi endoterm akan menggeser kesetimbangan ke arah kiri,
pereaksi.
Untuk reaksi eksoterm, ∆H0 negatif, sehingga (dKP/dT) negatif dan kenaikan suhu
(dT>0) menyebabkan penurunan KP (dKp<0). Jika pada reaksi eksoterm kenaikan suhu akan
menggeser kesetimbangan ke arah kiri (reaktan), sementara itu penurunan suhu akan
menggeser kesetimbangan ke arah produk (kanan). Dapat disimpulkan bahwa pengaruh
perubahan suhu, (pada tekanan tetap) akan menyebabkan pergeseran kesetimbangan yang
cenderung untuk menetralkan/meniadakan/mengurangi dampak dari pengaruh perubahan
suhu tersebut. Misalnya untuk reaksi eksoterm, jik T dinaikkan pada P tetap kesetimbangan
akan bergeser sedemikian rupa untuk mengurangi dampak dari kenaikan suhu tersebut, yakni
ke arah sistem yang membutuhkan kalor. Untuk reaksi maju, yang bersifat eksoterm, maka
kenaikan suhu mengakibatkan pergeseran ke arah kiri yang akan mendinginkan sistem.
B. Perubahan Tekanan secara Isotermal
Jika volume dari sistem diubah secara isotermal, maka tekanan totalnya, P, dan
tekanan parsial masing-masing gas, Pi, juga berubah. Tetapi karen KP tak bergantung pada P

23
(Kp hanya merupakan fungsi dari T), maka perubahan ini tidak mempengaruhi nila Kp. Nilai
Kx, bergantung pada P (kecuali ∑ 𝑣𝑖 = 0) melaui persamaan Kp = KX𝑃 ∑


KX = KP𝑃 atau KX = ∑

Jadi untuk reaksi ∑ 𝑣𝑖 > 0 , kenaikan P secara isothermal atau akan menurunkan KX dan
menggeser kesetimbangan kea rah kiri, dan penurunan P secara isothermal akan menaikkan
KX dan menggeser kesetimbangan kea rah kanan. Untuk reaksi dengan ∑ 𝑣𝑖 < 0 , kenaikan P
secara isothermal akan menaikkan harga KX dan menggeser kesetimbangan kea rah kanan,
dan penurunan P secara isothermal akan menggeser kesetimbangan kea rah kiri. Jika ∑ 𝑣𝑖 =
0, perubahan tekanan secara isothermal tidak mempengaruhi keadaan kesetimbangan. Secara
sederhana dapat dinyatakan bahwa perubahan tekanan secara isothermal akan mengakibatkan
pergeseran kesetimbangan yang cenderung untuk meniadakan/mengurangi dampak dari
perubahan tekanan tersebut. Jadi kenaikan tekanan akan menyebabkan sistem kesetimbangan
bergeser kea rah jumlah mol yang lebih kecil (yang mengakibatkan terjadinya penurunan
tekanan). Jika ∑ 𝑣𝑖 > 0 , jumlah mol reaktan lebih kecil daripada produk, maka kenaikan
tekanan akan menggeser kesetimbangan kea rah kiri, dan jika ∑ 𝑣𝑖 < 0, (jumlah mo produk
lebih kecil daripada jumlah mol reaktan), maka kenaikan tekanan akan menggeser
kesetimbangan kea rah kanan.
Alternatif lain untuk melihat pengaruh perubahan tekanan terhadap keadaan
kesetimbangan adalah sebagai berikut. Kita tinjau reaksi dengan ∑ 𝑣 positif; contohnya, A

2B. Kita dfinisikan QP sebagai: 𝑄 = , dengan PA dan PB adalah tekanan parsial gas A

dan B. Jika sistem ada dalam kesetimbangan, QP = KP, dan jika sistem tak setimbang QP

≠KP. Jika kesetimbangan telah tercapai, kemudian kita naikkan tekanannya dua kali dari
semula pada T tetap (secara isotermal dengan mengkompresi campuran). Nilai KP tak
berubah (karena T tak berubah). Karena Pi = Xi P, kenaikan tekanan P, dua kali dari semula
akan menaikkan PA dan PB menjadi dua kali dari nilai semula. Kenaikan ini menyebabkan
pembilang naik menjadi empat kali semula dan penyebut dua kali semula. Dengan demikian
QP naik menjadi dua kali semula. Sebelum tekanannya dinaikkan QP = KP (karena sistem ada
dalam kesetimbangan). Tetapi setelah tekanan dinaikkan, QP juga naik dan melampaui nilai
KP. sistem tak lagi ada dalam keadaan setimbang. Untuk mencapai keadaan kesetimbangan
lagi QP harus turun. QP turun jika kesetimbangan bergeser ke arah kiri, yang mengakibatkan

24
PB turun dan PA naik. Jadi kenaikan tekanan akan menggeser reaksi kesetimbangan A 2B
ke arah kiri, ke arah jumlah mol yang lebih kecil.
C. Penambahan gas inert secara isokhor
Misalkan kita menambahkan gas inert pada campuran kesetimbangan pada T, V tetap.
Karena Pi = niRT/V, tekanan parsial masing-masing gas dalam reaksi tak dipengaruhi oleh
adanya penambahan gas inert. Akibatnya :
QP = Π𝑃 (1.86)
Tak terpengaruh dan tetap sama dengan KP. Jadi penambahan gas inert pad T, V tetap tidak
menggeser kesetimbangan.
D. Penambahan gas inert secara isobar
Misalkan kita menambahkan gas inert pada campuran kesetimbangan, dengan P dan T
tetap. Untuk menjaga P tetap pada saat penambahan gas inert, maka V harus naik. Karena Pi
= niRT/V, maka kenaikan V akan menurunkan tekanan parsial masing-masing gas dalam
sistem kesetimbangan, Pi. jika ∑ 𝑣𝑖 ≠ 0 maka kuosien Persamaan (1.86) akan dipengaruhi
dan tidak lagi sama dengan KP dan kestimabangan akan bergeser jika ∑ 𝑣 positif, kenaikan
volume akan menurunkan pembilang dari QP lebih dari pada (melampaui) penurunan
penyebut, sehingga kesetimbangan akan bergeser ke arah kanan sampai QP sama lagi dengan
KP. Jika ∑ 𝑣 negatif, kesetimbangan akan bergeser ke kiri.
E. Penambahan gas reaktan
Pada reaksi A + B 2C + D, misalnya kita tambahkan A pada campuran
kesetimbangan A, B, C dan D dengan menjaga T dan V tetap. Karena Pi = niRT/V,
penambahan A ini akan meningkatkan PA tetapi tak mengubah tekanan parsial gas lain.
Karena PA muncul dalam penyebut dari kuosien (1.86) (ingat vA negatif), penambahan A pada
T, V tetap akan menyebabkan QP lebih kecil daripada KP. Dengan demikian kesetimbangan
akan bergeser ke arah kanan, untuk meningkatkan QP sampai sam kembali dengan KP. jadi
penambahan A pada T,V tetap menggeser kesetimbangan ke arah kanan, yakni dengan
mengurangi A yang ditambahkan melalui reaksi A dengan B membentuk C dan D. Sama
halnya jika kita menambahkan produk pad T, V tetap akan menggeser kesetimbangan ke kiri,
dengan mengkonsumsi zat yang ditambahkan.
Kesimpulan yang sama mungkin terpikirkan jika kita menambahkan reaktan pada T, P
tetap. Hasil yang mengejutkan akan diperoleh untuk keadaan tertentu dimana penambahan
reaktan pada T, P tetap akan menggeser kesetimbangan ke arah zat yang ditambahkan.

25
Contohnya pada kesetimbangan gas N2 + H2 → 2NH3. Misalkan kesetimbangan tercapai pada

suhu dan tekanan tertentu dengan

KX = 8,33. KX = 8,33 =

Jika jumlah n (N2) = 3,00 mol, n (H2) = 1 mol dan n (NH3) = 1 mol ada pada T dan P
tersebut, maka
QX = Π (X ) akan dapat dihitung.
( )
QX = = 8,33.
( )

Karena QX = KX, sistem ada dalam kesetimbangan. Apa yang terjadi jika kemudian ke dalam
sistem tersebut pada T, P tetap kita tambahkan 0,1 mol N2 ? Penambahan menyebabkan harga
QX berubah
( , )
QX = , = 8,39
, ( , )

Harga QX sekarang melampaui harga KX, dengan demikian kesetimbangan akan bergeser ke
kiri untuk mengurangi QX sampai menjadi 8,33. Pergeseran ini akan meningkatkan N2. Jadi,
penambahan N2 pada kondisi ini akan menggeser kesetimbangan ke arah peningkatan N2. Hal
ini dapat dijelaskan sebagai berikut:
Meskipun peningkatan N2 akan meningkatkan XN2, tapi hal ini juga akan
menurunkan XH2 (dan XNH3). Dan fakta menunjukkan bahwa XH2 berpangkat tiga
pada penyebut dari QX, sehingga penurunannya lebih besar daripada kenaikan X N2
dan penurunan XNH3. Sebagai akibatnya, QX meningkat. Jadi dalam hal ini
penambahan N2 pada T, P tetap mengakibatkan kesetimbangan bergeser ke arah
pembentukan N2.

26
Soal untuk Latihan
1.1 Pada 500 K diperoleh data berikut
Zat ∆H0500/(kJ/mol) S0500/(J/K mol)
HI(g) 32,41 221,63
H2(g) 5,88 145,64
I2(g) 69,75 279,94
Satu mol H2 dan satu mol I2 dimasukkan ke dalam labu pada 500K. pada suhu ini hanya
terdapat gas-gas dan kesetimbangan:
H2(g) + I2(g) 2HI(g)
Tentukan a) KP pada 500 K
b) Fraksi mol HI pada 500 K dan 1 atm
c) Fraksi mol HI pada 500 K dan 10 atm
1.2 Untuk reaksi seperti pada soal no. 1.1, diketahui Kp pada 448oC dan 350oC masing-
masing adalah 50,0 dan 66,9. Hitung ∆H0 untuk reaksi tersebut.
1.3 Untuk reaksi kesetimbangan berikut pada 25oC:
PCl5(g) PCl3(g) + Cl2(g)
a) Dari data tabel besaran termodinamika, hitung ∆G0dan ∆H0 pada 25oC.
b) Hitung KP pada 600 K.
c) Pada 600 K hitung derajat disosiasi pada tekanan total 1 atm dan 5 atm.
1.4 Dari data pada 25oC:
Senyawa ∆G0f /(kJ/mol) ∆H0f /(kJ/mol)
C2H4 (g) 68,1 52,3
C2H2 (g) 209,2 226,7
o
a) Hitung KP pada 25 C untuk reaksi:
C2H4(g) C2H2(g) + H2(g)
b) Tentukan nilai KP jika 25 persen dari C2H4 terdisosiasi menjadi C2H2 dan H2 pada
tekanan total 1 atm.
c) Pada suhu berapakah harga KP akan mempunyai nilai seperti yang telah ditentukan di
(b) ?
1.5 Tinjau reaksi disosiasi nitrogen tetraoksida: N2O4(g) 2NO2(g) pada 25oC. jika 1 mol
N2O4 dimasukkan dalam suatu labu dibawah tekanan 1 atm, dan dengan menggunakan
data dari tabel besaran termodinamika:
a) Hitung derajat disosiasinya

27
b) Jika 5 mol gas argon dimasukkan kedalam campuran pada tekanan total 1 atm,
berapakah derajat disosiasinya?
c) Jika 5 mol gas argon dimasukkan kedalam sistem kesetimbangan (a) pada volume
tetap, berapakah derajat disosiasinya?
1.6 Nitrogen trioksida terdisosiasi menurut persamaan:
N2O3(g) NO2(g) + NO(g)
Pada 25oC dan tekanan total 1 atm, derajat disosiasinya 0,30. Hitung ∆G0 untuk reaksi
tersebut pada 25oC.
1.7 Tinjau reaksi sintesis formaldehid:
CO(g) + H2(g) CH2O(g)
Pada 25oC, ∆G0 = 24 kJ/mol dan ∆H0 = -7 kJ/mol.
Jika untuk CH2O(g); 𝐶 /𝑅 = 2,263 + 7,021 (10-3)T – 1,877(10-6)T2
H2(g); 𝐶 /𝑅 = 3,4958 + 0,1006 (10-3)T – 12,419(10-7)T2
CO(g); 𝐶 /𝑅 = 3,1916 + 0,9241 (10-3)T – 1,410(10-7)T2
a) Hitung KP pada 1000 K dengan mengasumsikan ∆H0 tak bergantung pada suhu.
b) Hitung KP pada 1000 K dengan memperhitungkan ∆H0 terhadap suhu, dan
bandingkan hasilnya dengan (a).
c) Pada 1000 K bandingkan nilai KX pada 1 atm dan 5 atm.
1.8 Tekanan uap es kering (CO2 padat) adalah 672,2 mmHg pada – 80oC dan 1486 mmHg
pada – 70oC. Hitung kalor sublimasi molar dari CO2.
1.9 Untuk reaksi berikut:
FeO(s) + CO(g) Fe(s) + CO2(g)
Diperoleh data:
T/oC 600 1000
KP 0,900 0,396
a) Hitung ∆H0, ∆G0 dan ∆S0 untuk reaksi di atas pada 600OC.
b) Hitung fraksi mol CO2 dalam fasa gas pada 600oC.
1.10 Untuk reaksi isopropil alkohol dalam fasa gas:
(CH3)2CHOH(g) (CH3)2CO(g) + H2(g)
Derajat disosiasinya pada 452,2 K dan 0,947 atm adalah 0,564. Campuran gas di anggap
ideal. Hitung ∑ 𝑣 𝜇 pada 452,2 K.

28
1.11 untuk reaksi gas A + B C, campuran dengan komposisi nA = 1,0 mol, nB = 3,0 mol
dan nC = 2,0 mol ada dalam kesetimbangan pada 300 K dan 1,0 atm. Hitung komposisi
setiap gas pada kesetimbangan baru.
a) Jika tekanan dinaikkan menjadi 2,0 atm secara isotermal.
b) Jika tekanan diturunkan menjadi 0,5 atm secara isotermal.
1.12 Untuk reaksi gas 2A + 2B C + D, ∆G0500 = 5,200 kJ/mol
a) Jika 1,0 mol A dan 1,0 mol B dimasukkan kedalam suatu labu pada 500 K dan P
dibuat tetap pada 1200 torr, tentukan komposisi gas pada kesetimbangan.
b) Jika kedalam sistem kesetimbangan di atas ditambahkan 1,0 mol B pada suhu dan
tekanan tetap, tentukan komposisi gas pada kesetimbangan baru.

29

Anda mungkin juga menyukai