Anda di halaman 1dari 24

I.

KESETIMBANGAN KIMIA
Untuk sistem dengan komposisi yang berubah-ubah, perlu dicari pengaruh perubahan komposisi tersebut terhadap
persamaan-persamaan termodinamika. Hasil dari persamaan-persamaan tersebut yang digunakan untuk menurunkan syarat-
syarat tercapainya kesetimbangan kimia.
A. Potensial Kimia
Dari persamaan fundamental untuk sistem dengan komposisi tetap :
𝑑𝐺 = −𝑆𝑑𝑇 + 𝑉𝑑𝑃 (1.1)
Energi Gibbs, G, merupakan fungsi dari suhu, T, dan tekanan, P.
𝐺 = 𝐺 (𝑇, 𝑃) (1.2)
Untuk sistem terbuka, energi Gibbs juga merupakan fungsi dari jumlah mol zat yang keluar dan masuk ke dalam sistem.
𝐺 = 𝐺 (𝑇, 𝑃, 𝑛1 , 𝑛2 , … . ) (1.3)
Diferensial totalnya adalah :
𝜕𝐺 𝜕𝐺 𝜕𝐺 𝜕𝐺
𝑑𝐺 = ( ) 𝑑𝑇 + ( ) 𝑑𝑃 + ( ) 𝑑𝑛1 + ( ) 𝑑𝑛2 + …. (1.4)
𝜕𝑇 𝑃,𝑛𝑖 𝜕𝑃 𝑇,𝑛𝑖 𝜕𝑛1 𝑇,𝑃,𝑛 𝜕𝑛2 𝑇,𝑃,𝑛
𝑗 𝑗

Jika komposisi sistem tetap, 𝑑𝑛1 = 0, 𝑑𝑛2 = 0 dan seterusnya, maka persamaan (1.4) berubah menjadi :
𝜕𝐺 𝜕𝐺
𝑑𝐺 = (𝜕𝑇 ) 𝑑𝑇 + (𝜕𝑃 ) 𝑑𝑃 (1.5)
𝑃,𝑛𝑖 𝑇,𝑛𝑖
Jika kita bandingkan persamaan (1.1) dengan (1.5), maka dapat kita nyatakan bahwa :
𝜕𝐺 𝜕𝐺
(𝜕𝑇 ) = −𝑆 𝑑𝑎𝑛 (𝜕𝑃 ) =𝑉 (1.6 a & b)
𝑃,𝑛𝑖 𝑇,𝑛𝑖
Sehingga Persamaan (1.4) akan menjadi :
𝜕𝐺
𝑑𝐺 = −𝑆𝑑𝑇 + 𝑉𝑑𝑃 + ∑𝑖 ( ) 𝑑𝑛𝑖 (1.7)
𝜕𝑛𝑖 𝑇,𝑃,𝑛
𝑗≠1

Untuk penyederhanaan tulisan, didefinisikan :


𝜕𝐺
𝜇𝑖 = (𝜕𝑛 ) (1.8)
𝑖 𝑇,𝑃,𝑛𝑗≠1
Dengan 𝜇𝑖 : potensial kimia komponen i
Dengan demikian persamaan (1.7) berubah menjadi :

𝑑𝐺 = −𝑆𝑑𝑇 + 𝑉𝑑𝑃 + ∑ 𝜇𝑖 𝑑𝑛𝑖 (1.9)


𝑖

Persamaan (1.9) merupakan persamaan dasar yang bagi sistem terbuka yang menghubungkan perubahan energi Gibbs dengan
perubahan suhu, tekanan, dan jumlah mol zat.
Dengan cara yang sama dapat kita turunkan dU dari hubungan : 𝑑𝐺 = 𝑑𝑈 + 𝑃𝑑𝑉 + 𝑉𝑑𝑃 − 𝑇𝑑𝑆 − 𝑆𝑑𝑇 dan 𝑑𝑈 = 𝑑𝐺 − 𝑃𝑑𝑉 −
𝑉𝑑𝑃 + 𝑇𝑑𝑆 + 𝑆𝑑𝑇.Dengan menggunakan pers. (1.9) pada persamaan terakhir diperoleh :

𝑑𝑈 = 𝑇𝑑𝑆 − 𝑃𝑑𝑉 + ∑ 𝜇𝑖 𝑑𝑛𝑖 (1.10)


𝑖

𝜕𝑈
Dimana 𝜇𝑖 = (𝜕𝑛 ) (1.11)
𝑖 𝑆,𝑉,𝑛𝑗≠1
Dengan cara yang sama dapat kita turunkan dH dari hubungan : H = U + PV sehingga diperoleh :
(1.12)
𝑑𝐻 = 𝑇𝑑𝑆 + 𝑉𝑑𝑃 + ∑ 𝜇𝑖 𝑑𝑛𝑖
𝑖

𝜕𝐻
Dimana 𝜇𝑖 = (𝜕𝑛 ) (1.13)
𝑖 𝑆,𝑃,𝑛𝑗≠1
Dengan cara yang sama pula dapat kita turunkan dA dari hubungan :
A = U – TS sehingga diperoleh :

𝑑𝐴 = −𝑆𝑑𝑇 − 𝑃𝑑𝑉 + ∑ 𝜇𝑖 𝑑𝑛𝑖 (1.14)


𝑖

𝜕𝐴
Dimana 𝜇𝑖 = (𝜕𝑛 ) (1.15)
𝑖 𝑇,𝑉,𝑛𝑗≠1
Dari persamaan (1.9), pada P dan T tetap didapat persamaan
𝑑𝐺 = ∑𝑖 𝜇𝑖 𝑑𝑛𝑖 (1.16)
Jika hanya ada satu zat, persamaan berubah menjadi :
𝑑𝐺 = 𝜇 𝑑𝑛 (1.17)
𝑑𝐺 𝐺
𝜇= = = 𝐺̅ (1.18)
𝑑𝑛 𝑛
Jadi untuk zat murni potensial kimia sama dengan energi Gibbs molar. Dalam campuran, 𝜇𝑖 merupakan energi Gibbs molar parsial
zat i, dan energi Gibbs dari campuran dinyatakan dengan :
𝐺 = ∑𝑖 𝑛𝑖 𝜇𝑖 (1.19)
B. Kriteria kesetimbangan Kimia
Ditinjau suatu sistem yang berisi campuran dari beberapa zat yang dapat bereaksi menurut persamaan :

ν1A1 + ν2A2 → ν3A3 + ν4A4 (1.20)


Persamaan di atas dapat ditulis dalam bentuk :
0 = ν3A3 + ν4A4 - ν1A1 - ν2A2 (1.21)
Dari persamaan di atas dapat dinyatakan bahwa setiap reaksi kimia dapat ditulis dalam bentuk :
0 = ∑𝑖 ν𝑖 𝐴𝑖 (1.22)
Koefisien stoikiometri, νi , bertanda negatif untuk reaktan dan bertanda positif untuk hasil reaksi.
Untuk menyatakan berlangsung tidaknya reaksi dalam arah yang dituliskan maka harus ditinjau apakah energi Gibbs campuran
akan naik atau turun selama reaksi berlangsung. Jika energi Gibbs turun selama reaksi berlangsung, maka reaksi berjalan spotan
ke arah yang dituliskan. Reaksi akan terus berlangsung disertai dengan penurunan energi Gibbs sampai energi Gibbs mencapai
nilai minimum, yaitu saat tercapainya kesetimbangan.
Pada P dan T tetap, perubahan energi bebas Gibbs :

𝑑𝐺 = ∑𝑖 𝜇𝑖 𝑑𝑛𝑖 (1.23)
dni merupakan perubahan mol yang disebabkan oleh reaksi.
Jika dimulai sistem reaksi dari dari keadaan tak setimbang dengan jumlah awal zat A 1 = n1,0 dan A2 = n2,0, maka pada saat tertentu
ada sejumlah A1 dan A2 telah bereaksi. Untuk menentukan sampai sejauh mana reaksi berlangsung digunakan istilah cakupan
reaksi (extent of reaction), ξ. Jika ν1 mol A1 telah bereaksi dengan ν2 mol A2 menghasilkan ν3 mol A3 dan ν4 mol A4, dikatakan
bahwa telah terjadi ξ mol reaksi. Jika telah terjadi ξ mol reaksi, maka jumlah pereaksi berkurang, yakni :
n1 = n1,0 - ν1 ξ
n2 = n2,0 - ν2 ξ
n3 = n3,0 + ν3 ξ
n4 = n4,0 + ν4 ξ
Secara umum dapat dikatakan bahwa pada setiap saat reaksi, jumlah masing-masing zat yang ada dinyatakan melalui persamaan
:
ni = ni.0 + ν𝑖 ξ (1.24)
Turunan dari persamaan (1.24) menghasilkan :
dni = ν𝑖 𝑑ξ (1.25)
Substitusi persamaan (1.25) ke dalam persamaan (1.23) menghasilkan :
𝑑𝐺 = (∑𝑖 ν𝑖 𝜇𝑖 )𝑑ξ (1.26)
𝜕𝐺
atau ( 𝜕ξ ) = ∑𝑖 ν𝑖 𝜇𝑖 (1.27)
𝑇,𝑃

𝜕𝐺
Turunan ( 𝜕ξ ) , menyatakan perubahan energi Gibbs sistem terhadap cakupan reaksi. Jika nilainya bernilai negatif, energi
𝑇,𝑃
Gibbs sistem turun dan reaksi berjalan spontan ke arah yang dituliskan. Jika nilainya positif, reaksi tak spontan dalam arah maju,
tetapi akan spontan dalam arah balik. Jika nilainya sama dengan nol, energi Gibbs mencapai nilai minimum dan sistem ada pada
kesetimbangan. Jadi kriteria kesetimbangan bagi reaksi kimia adalah :
𝜕𝐺
( 𝜕ξ ) = 0 (1.28)
𝑇,𝑃,𝑠𝑡𝑏

dan (∑𝑖 ν𝑖 𝜇𝑖 )𝑠𝑡𝑏 = 0 (1.29)


Ruas kiri pada persamaan (1.29) merupakan bentuk perubahan energi Gibbs, ΔG, yaitu penjumlahan energi Gibbs hasil reaksi
dikurangi penjumlahan energi pereaksi.
ΔG = (∑𝑖 ν𝑖 𝜇𝑖 ) (1.30)
Sesuai dengan persamaan (1.29) maka :
𝜕𝐺
ΔG = ( ) = ∑𝑖 ν𝑖 𝜇𝑖 (1.31)
𝜕ξ 𝑇,𝑃

Dan pada keadaan setimbang nilainya sama dengan nol.


ΔG = (∑𝑖 ν𝑖 𝜇𝑖 )𝑠𝑡𝑏 = 0 (1.32)
C. Potensial Kimia dalam Campuran
Dari Persamaan (1.29) terlihat bahwa kesetimbangan reaksi ditentukan dari potensial kimia. Oleh karena itu, perlu dicari
bentuk rumusan potensial kimia komponen i, 𝜇𝑖 dalam campuran.
Perubahan energi Gibbs untuk setiap zat murni dinyatakan oleh Persamaan (1.1) :
𝑑𝐺 = −𝑆𝑑𝑇 + 𝑉𝑑𝑃
Pada suhu tetap :
𝑑𝐺 = 𝑉𝑑𝑃 (1.33)
Jika Persamaan (1.33) diintegrasikan dari tekanan standar, Po =1 atm, hingga tekanan P akan diperoleh :
𝑃
𝐺 = 𝐺 𝑜 + ∫𝑃𝑜 𝑉𝑑𝑃 (1.34)
Untuk gas ideal murni :
𝑜
𝜇 = 𝜇(𝑇) + 𝑅𝑇 ln 𝑃 (1.35)
Jadi pada suhu tertentu, tekanan menggambarkan energi Gibbs per mol zat ideal. Makin tinggi tekanan makin besar energi Gibbs.
Untuk campuran gas-gas ideal, energi Gibbs per mol komponen dinyatakan oleh :
𝜇𝑖 = 𝜇𝑖𝑜 + 𝑅𝑇 ln 𝑃𝑖 (1.36)
Dengan 𝜇𝑖𝑜 merupakan potensial kimia komponen i pada tekanan parsial 1 atm, dan 𝑃𝑖 merupakan tekanan parsial zat i dalam
campuran.
Untuk gas nyata, persamaan (1.35) tidak berlaku. Untuk penyederhanaan, G.N. Lewis menggunakan fungsi yang disebut fugasitas,
𝑓. Jadi untuk gas nyata murni :
𝜇 = 𝜇𝑜 + 𝑅𝑇 ln 𝑓 (1.37)
Dan untuk komponen i dalam campuran :
𝜇𝑖 = 𝜇𝑖𝑜 + 𝑅𝑇 ln 𝑓𝑖 (1.38)
Koefisien fugasitas, γ, dinyatakan dengan :
𝑓
𝛾= (1.39)
𝑃
Untuk gas ideal, 𝑃 = 𝑓 dan 𝛾 = 1, untuk gas nyata 𝛾 ≠ 1, 𝛾 merupakan ukuran ketidakidealan. Makin besar penyimpangan 𝛾
dari harga 1, makin besar penyimpangannya dari gas ideal.
Jika gas nyata bersifat ideal, fugasitas identik dengan tekanan. Jika tekanan semakin rendah, maka sifat gas nyata semakin
mendekati ideal. Tetapi jika gas nyata semakin kurang ideal (misalnya jika gas dikompresi), tekanan yang diamati semakin jauh
dari fugasitas.
Fungsi lain untuk menyatakan ketidakidealan adalah aktifitas, yang dinyatakan oleh 𝑎. Hubungannya dengan fugasitas
dinyatakan melalui persamaan :
𝑓
𝑎= (1.40)
𝑓𝑜
𝑓 𝑜 = 1 atm = tekanan gas pada keadaan standar dengan sifat gas seperti gas ideal.
Karena 𝑓 𝑜 = 1 atm, maka 𝑎 = 𝑓. Dalam bilangan keaktifan sama dengan fugasitas, tetapi keaktifan tidak berdimensi. Dengan
menggunakan fungsi aktifitas, maka Persamaan (1.37) akan menjadi :
𝜇 = 𝜇𝑜 + 𝑅𝑇 ln 𝑎 (1.41)
Untuk komponen i pada campuran :
𝜇𝑖 = 𝜇𝑖𝑜 + 𝑅𝑇 ln 𝑎𝑖 (1.42)
Fugasitas secara khusus merupakan ukuran ketidakidealan dalam gas atau campuran gas sedangkan aktifitas merupakan ukuran
ketidakidealan dalam larutan. Hubungan antara aktifitas dengan konsentrasi (molaritas, C, dan molalitas, m atau fraksi mol, x )
dinyatakan
C
𝑎 = C𝛾C X
𝑎 = X𝛾X m
𝑎 = m𝛾m (1.43)
Dengan C𝛾, x𝛾, dan m𝛾 masing-masing koefisien aktifitas yang mengubah konsentrasi C, x , dan m ke dalam aktifitas.

D. Konsep tetapan Kesetimbangan


Ditinjau reaksi umum :
aA + bB → cC + dD (1.44)
Potensial kimia masing-masing komponen dinyatakan dengan :
µA = µoA + RT ln 𝑎A (1.45 a)
µB = µoB + RT ln 𝑎B (1.45 b)
µC = µoC + RT ln 𝑎C (1.45 c)
µD = µoD + RT ln 𝑎D (1.45 d)
Dengan mensubstitusi persamaan (1.45) di atas ke dalam persamaan (1.30) sehingga diperoleh :
ΔG = c µC + d µD - a µA - b µB
= c µoC + c RT ln 𝑎C + d µoD + d RT ln 𝑎D - a µoA - a RT ln 𝑎A - b µoB - b RT ln 𝑎B
= c µoC + d µoD – (a µoA + b µoB) + RT [(c ln 𝑎C + d ln 𝑎D – (a ln 𝑎A + b ln 𝑎B)]
𝑐 𝑑
𝑎𝐶 𝑎𝐷
ΔG = ∆𝐺 𝑜 + 𝑅𝑇 ln 𝑎 𝑎𝑏 (1.46)
𝑎𝐴 𝐵
dengan ΔGo = c µoC + d µoD – (a µoA + b µoB)

Persamaan (1.46) berlaku untuk setiap reaksi yang dilangsungkan pada T dan P tetap. Untuk gas ideal, 𝑎i = fi = Pi, maka persamaan
(1.46) akan menjadi :
𝑃𝐶𝑐 𝑃𝐷
𝑑
ΔG = ∆𝐺 𝑜 + 𝑅𝑇 ln (1.47)
𝑃𝐴𝑎 𝑃𝐵𝑏

Kuosien dari persamaan (1.47), disingkat dengan QP, adalah :


𝑃𝐶𝑐 𝑃𝐷
𝑑
𝑄𝑃 = (1.48)
𝑃𝐴𝑎 𝑃𝐵𝑏

Seperti yang telah diuraikan sebelumnya, reaksi akan mencapai kesetimbangan jika :

ΔG = 0

Pada keadaan tersebut, persamaan (1.47) menjadi :


𝑐 𝑑
𝑜 𝑎𝐶 𝑎𝐷
0 = ∆𝐺 + 𝑅𝑇 ln ( 𝑎 𝑎𝑏 )
𝑎𝐴 𝐵 𝑠𝑡𝑏

Atau
𝑐 𝑑
𝑎𝐶 𝑎𝐷
∆𝐺 𝑜 = −𝑅𝑇 ln ( 𝑎 𝑎𝑏 ) (1.49)
𝑎𝐴 𝐵 𝑠𝑡𝑏
Kuosien dari persamaan (1.49) harganya tetap pada suhu tetap. Besaran ini disebut dengan tetapan kesetimbangan
termodinamika, K.
𝑐 𝑑
𝑎𝐶 𝑎𝐷
𝐾= ( 𝑎 𝑎𝑏 ) (1.50)
𝑎𝐴 𝐵 𝑠𝑡𝑏

Dengan menggunakan persamaan (1.50) ini maka persamaan (1.49) dapat ditulis :

∆𝐺 𝑜 = −𝑅𝑇 ln 𝐾 (1.51)

E. Tetapan Kesetimbangan KP, KX, dan KC


Untuk reaksi antara gas-gas ideal, 𝑎𝑖 = 𝑃𝑖 , sehingga Persamaan (1.49) menjadi :
𝑃𝐶𝑐 𝑃𝐷
𝑑
∆𝐺 𝑜 = −𝑅𝑇 ln ( ) (1.52)
𝑃𝐴𝑎 𝑃𝐵𝑏
𝑠𝑡𝑏
𝑃𝐶𝑐 𝑃𝐷𝑑
Kuosien ( ) pada keadaan setimbang dinyatakan dengan KP, sehingga untuk gas ideal :
𝑃𝐴𝑎 𝑃𝐵𝑏
∆𝐺 𝑜 = −𝑅𝑇 ln 𝐾𝑃 (1.53)
Untuk mengungkapkan tetapan gas dalam bentuk fraksi mol, digunakan hukum Dalton untuk gas, yaitu :
𝑃𝑖 = 𝑋𝑖 𝑃
dengan 𝑃𝑖 = tekanan parsial komponen i
𝑋𝑖 = fraksi mol komponen i
𝑃 = tekanan total
Jika hubungan ini disubstitusikan ke dalam rumusan 𝐾𝑃 maka diperoleh :
(𝑋𝐶 𝑃)𝑐 (𝑋𝐷 𝑃)𝑑
𝐾𝑃 = (𝑋 𝑎 𝑏
𝐴 𝑃) (𝑋𝐵 𝑃)
𝑋𝐶𝑐 𝑋𝐷𝑑
𝑐+𝑑−𝑎−𝑏
= 𝑎 𝑏 𝑃
𝑋𝐴 𝑋𝐵
𝐾𝑃 = 𝐾𝑋 𝑃 ∑ 𝜈𝑖
Atau 𝐾𝑋 = 𝐾𝑃 𝑃 − ∑ 𝜈𝑖 (1.54)
Untuk gas ideal, KP tidak bergantung pada tekanan. Berapa pun tekanannya, KP akan berharga tetap, tetapi KX bergantung pada
tekanan, kecuali jika Δ𝜈𝑖 = 0.
Hubungan antara KP dan KC dapat diperoleh menggunakan persamaan gas ideal : 𝑃𝑖 = 𝑛𝑖 𝑅𝑇/𝑉
𝑃𝑖 = 𝐶𝑖 𝑅𝑇 (1.55)
Dengan demikian maka :
(𝐶𝐶 𝑅𝑇)𝑐 (𝐶𝐷 𝑅𝑇)𝑑
𝐾𝑃 = (𝐶𝐴 𝑅𝑇)𝑎 (𝐶𝐵 𝑅𝑇)𝑏
𝐶𝐶𝑐 𝐶𝐷
𝑑
= (𝑅𝑇)𝑐+𝑑−𝑎−𝑏
𝐶𝐴𝑎 𝐶𝐵𝑏
𝐾𝑃 = 𝐾𝐶 (𝑅𝑇)∑ 𝜈𝑖 (1.56)

Contoh soal 1.1 :


Nilai 𝐾𝑃 pada 25 oC untuk reaksi kesetimbangan :
CO2 (g) + H2 (g) ↔ CO (g) + H2O (g)
adalah 105. Jika 1 mol CO, 2 mol H2, dan 3 mol CO2 dimasukkan ke dalam labu berukuran 5 L pada 25 oC, hitunglah :
a. Perubahan energi Gibbs standar pada 25 oC
b. Tetapan kesetimbangan yang dinyatakan dengan konsentrasi molar
c. Mol setiap spesi pada kesetimbangan

F. Perhitungan Tetapan Kesetimbangan


Tetapan kesetimbangan, K, dapat ditentukan dari persamaan (1.51) jika ∆𝐺 𝑜 diketahui. ∆𝐺 𝑜 reaksi biasanya dihitung dari
energi Gibbs pembentukan standar, ∆𝐺𝑓𝑜 , yaitu perubahan energi Gibbs pada reaksi pembentukan 1 mol senyawa dari unsur-
unsurnya dengan semua pereaksi dan hasil reaksi pada keadaan standar.
Seperti halnya entalpi standar zat, energi Gibbs unsur-unsur pada keadaannya yang paling stabil pada 25 oC dan 1 atm diberi
harga nol.
Misalnya, 𝜇𝑜 (O2, g) = 0 ; 𝜇𝑜 (Br2, l) = 0 ; 𝜇𝑜 (C, grafit) = 0 ; 𝜇𝑜 (H2, g) = 0
Untuk reaksi pembentukan CH4 dengan persamaan reaksi :
C (grafit) + 2H2 (g) → CH4 (g)
∆𝐺𝑓𝑜 (CH4, g) = 𝜇𝑜 (CH4, g) - 𝜇𝑜 (C, grafit) - 2𝜇𝑜 (H2, g)
∆𝐺𝑓𝑜 (CH4, g) = 𝜇𝑜 (CH4, g)
Untuk reaksi umum :
𝜈1 𝐴1 + 𝜈2 𝐴2 → 𝜈3 𝐴3 + 𝜈4 𝐴4
𝑜
∆𝐺𝑟𝑒𝑎𝑘𝑠𝑖 = 𝜈3 𝜇𝐴𝑜3 + 𝜈4 𝜇𝐴𝑜4 − 𝜈1 𝜇𝐴𝑜1 − 𝜈2 𝜇𝐴𝑜2
Karena 𝜇𝑖𝑜 = ∆𝐺𝑓,𝑖
𝑜
maka
𝑜 𝑜 𝑜 𝑜 𝑜
∆𝐺𝑟𝑒𝑎𝑘𝑠𝑖 = 𝜈3 ∆𝐺𝑓,𝐴3
+ 𝜈4 ∆𝐺𝑓,𝐴4
− 𝜈1 ∆𝐺𝑓,𝐴1
− 𝜈2 ∆𝐺𝑓,𝐴2
𝑜 𝑜
∆𝐺𝑟𝑒𝑎𝑘𝑠𝑖 = ∑𝑖 𝜈𝑖 ∆𝐺𝑓,𝑖 (1.57)

Contoh soal 1.2.


Dengan menggunakan data ∆𝐺𝑓𝑜 , hitung ∆𝐺 𝑜 pada 25 oC untuk reaksi :
CH4 (g) + 2O2 (g) → CO2 (g) + 2H2O (l)
Diketahui :
𝑜
Senyawa ∆𝐺𝑓,298 / kJ mol-1
CH4 (g) -50,8
O2 (g) 0
CO2 (g) -394,36
H2O (l) -237,178

Harga ∆𝐺𝑓𝑜 yang umum terdapat dalam tabel-tabel besaran termodinamika dinyatakan pada 25 oC. Jika ingin menghitung K dari
ΔGo pada suhu yang lain, maka ΔGo harus diketahui dan dinyatakan sebagai fungsi suhu.
Pada T tetap, ∆𝐺𝑇 = ∆𝐻𝑇 − 𝑇∆𝑆𝑇
ΔH pada T tersebut dapat ditentukan melalui persamaan Kirchoff :
𝑇
∆𝐻𝑇 = ∆𝐻298 + ∫298 ∆𝐶𝑃 𝑑𝑇

∆𝑆𝑇 dapat ditentukan melalui persamaan :


𝑇 ∆𝐶𝑃
∆𝑆𝑇 = ∆𝑆298 + ∫298 𝑑𝑇
𝑇

Dengan demikian ∆𝐺𝑇𝑜 pada suhu tertentu, T, dapat ditentukan. Jika ∆𝐺𝑇𝑜 sudah diketahui maka dapat dihitung K pada suhu yang
dinyatakan.
Contoh soal 1.3
1 3 𝑜 𝑜
Untuk reaksi : N2 (g) + H2 (g) ⇌ NH3 (g), ∆𝐻298 = - 46,11 kJ mol-1 dan ∆𝑆298 = - 99,4 JK-1mol-1.
2 2

Hitung tetapan kesetimbangan reaksi di atas pada 298 K dan 400 K jika diketahui :
∆𝐶𝑃𝑜 = - 28,5 – 0,002945 T JK-1mol-1

G. Pengaruh Suhu terhadap Tetapan Kesetimbangan


Dari persamaan (1.51) :
∆𝐺 𝑜 = −𝑅𝑇 ln 𝐾
∆𝐺 𝑜
atau ln 𝐾 = − (1.58)
𝑅𝑇

untuk melihat kebergantungan K terhadap T, maka persamaan (1.58) diturunkan terhadap T pada tekanan tetap.
∆𝐺𝑜
𝑑 ln 𝑘 1 𝜕 𝑇
= −𝑅 ( ) (1.59)
𝑑𝑇 𝜕𝑇
𝑃

Dari persamaan Gibbs-Helmholtz :


∆𝐺𝑜
𝜕 ∆𝐻 𝑜
( 𝑇 ) =−
𝜕𝑇 𝑇2
𝑃

Substusi persamaan terakhir ke dalam persamaan (1.59) menghasilkan :


𝑑 ln 𝑘 ∆𝐻 𝑜
= (1.60)
𝑑𝑇 𝑅𝑇 2

Jika ∆𝐻𝑜 dianggap tetap (tak bergantung suhu), misalnya pada selang T yang kecil, maka integrasi dari persamaan (1.60)
menghasilkan :
∆𝐻 𝑜
ln 𝐾 = − + 1 (1.61)
𝑅𝑇

1 ∆𝐻 𝑜
Jika ln K dialurkan terrhadap akan dihasilkan garis lurus dengan kemiringan − . Dengan demikian dapat ditentukan kalor
𝑇 𝑅
reaksi melalui pengukuran tetapan kesetimbangan pada rentang suhu tertentu. Jika persamaan (1.60) diintegrasikan antara dua
suhu, T1 dan T2, dan dengan pengandaian ∆𝐻𝑜 bukan fungsi suhu menghasilkan :
∆𝐻 𝑜 1 1
ln 𝐾2 − ln 𝐾1 = − (𝑇 − )
𝑅 2 𝑇1

Atau
𝐾2 ∆𝐻 𝑜 𝑇2 − 𝑇1
ln = ( ) (1.62)
𝐾1 𝑅 𝑇1 𝑇2

Analisis persamaan (1.62) menunjukkan bahwa :Untuk reaksi yang berlangsung secara endoterm (∆𝐻𝑜 > 0), jika T dinaikkan,
maka harga K akan semakin besar. Jika T diturunkan, maka harga K akan turun pula.
- Untuk reaksi yang berlangsung secara eksoterm (∆𝐻𝑜 < 0), jika T dinaikkan, maka harga K akan semakin kecil. Jika T
diturunkan, maka harga K akan semakin besar.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kenaikan suhu akan menggeser kesetimbangan ke arah zat dengan entalpi tinggi dan
penurunan suhu akan menggeser kesetimbangan ke arah entalpi rendah.
Latihan soal :
1. Pada 500 K diperoleh data sebagai berikut :
𝑜 𝑜
Zat ∆𝐻500 (kJ/mol) 𝑆500 (J/Kmol)
HI (g) 32,41 221,63
H2 (g) 5,88 145,64
I2 (g) 69,75 379,94

Satu mol H2 dan satu mol I2 dimasukkan ke dalam labu pada 500 K Pada suhu ini hanya terdapat gas-gas dan kesetimbangan

:
H2 (g) + I2 (g) ↔ 2HI (g)
Tentukan : (a) Kp pada 500 K
(b) Fraksi mol HI pada 500 K dan 1 atm
(c) Fraksi mol HI pada 500 K dan 10 atm
2. Untuk reaksi berikut :
FeO (s) + CO (g) ↔ Fe (s) + CO2 (g)
Diperoleh data :
T / oC 600 1000
Kp 0,900 0,396
a) Hitung ΔHo, ΔGo, dan ΔSo untuk reaksi di atas pada 600 oC.
b) Hitung fraksi mol CO2 dalam fasa gas pada 600 oC.

H. Kesetimbangan Heterogen
Kesetimbangan heterogen terjadi jika zat-zat yang terlibat dalam kesetimbangan kimia lebih dari satu fasa.
Kita tinjau reaksi di bawah ini :
CaCO3 (s) ↔ CaO (s) + CO2 (g)
Tetapan kesetimbangan termodinamikanya adalah :
𝑎𝐶𝑎𝑂 𝑎𝐶𝑂2
𝐾= (1.63)
𝑎𝐶𝑎𝐶𝑂3
Berdasarkan kesepakatan, aktifitas padatan murni pada keadaan standarnya (1 atm) adalah sama dengan satu, jadi 𝑎𝐶𝑎𝑂 = 1 dan
𝑎𝐶𝑎𝐶𝑂3 = 1. Dengan demikian persamaan (1.63) menjadi :
𝐾 = 𝑓𝐶𝑂2
Jika diasumsikan gas bersifat ideal maka : 𝐾𝑃 = 𝑃𝐶𝑂2

Contoh soal 1.4 :


Hitung tetapan kesetimbangan reaksi berikut pada 298 K.
Na (s) + ½ Cl2 (g) ↔ NaCl (s)
Jika diketahui ∆𝐺𝑓𝑜 (NaCl,s) = -384,03 kJ/mol

I. Pergeseran Kesetimbangan
Pada bagian ini akan dibahas pengaruh beberapa perubahan keadaan terhadap posisi kesetimbangan dari reaksi gas ideal.

1. Perubahan suhu secara isobar


Pengaruh perubahan suhu terhadap kesetimbangan dapat dilihat dari persamaan :
𝑑 ln 𝐾𝑃 ∆𝐻 𝑜
=
𝑑𝑇 𝑅𝑇 2
1
Karena 𝑑 ln 𝑦 = 𝑑𝑦, maka persamaan di atas dapat ditulis :
𝑦
1 𝑑𝐾𝑃 ∆𝐻 𝑜
=
𝐾𝑃 𝑑𝑇 𝑅𝑇 2
𝑑𝐾𝑃 ∆𝐻 𝑜
= 𝐾𝑃 𝑅𝑇 2
𝑑𝑇
𝑑𝐾𝑃
Karena 𝐾𝑃 dan 𝑅𝑇 2 bertanda positif, maka tanda bergantung pada tanda ∆𝐻𝑜 .
𝑑𝑇
𝑑𝐾𝑃
Jika ∆𝐻𝑜 positif (reaksi endoterm), maka positif. Kenaikan suhu (𝑑𝑇 > 0) akan meningkatkan 𝐾𝑃 (𝑑𝐾𝑃 > 0). Pada
𝑑𝑇
rumusan 𝐾𝑃 , tekanan parsial produk sebagai pembilang, sehingga jika 𝐾𝑃 naik artinya terjadi peningkatan tekanan parsial produk
dan penurunan tekanan parsial reaktan. Karena 𝑃𝑖 = 𝑋𝑖 𝑃 dan P dibuat tetap, maka perubahan fraksi mol sebanding dengan
perubahan tekanan parsial. Jadi untuk reaksi endoterm, peningkatan suhu pada tekanan tetap akan menggeser kesetimbangan
ke arah kanan (produk). Jika terjadi penurunan suhu (𝑑𝑇 < 0) maka akan terjadi pula penurunan 𝐾𝑃 berarti terjadi penurunan
tekanan parsial produk pada reaksi kesetimbangan yang baru. Artinya penurunan suhu pada reaksi endoterm akan menggeser
kesetimbangan ke arah kiri, pereaksi.
𝑑𝐾𝑃
Untuk reaksi eksoterm, ∆𝐻𝑜 negatif, sehingga negatif dan kenaikan suhu (𝑑𝑇 > 0) akan menyebabkan penurunan 𝐾𝑃
𝑑𝑇
(𝑑𝐾𝑃 < 0). Jadi pada reaksi eksoterm kenaikan suhu akan menggeser kesetimbangan ke arah kiri (reaktan), sementara
penurunan suhu akan menggeser kesetimbangan ke arah kanan (produk). Sehingga dapat disimpulkan bahwa pengaruh
perubahan suhu (pada tekanan tetap) akan menyebabkan pergeseran kesetimbangan yang cenderung menetralkan/mengurangi
dampak dari pengaruh perubahan suhu tersebut. Misalnya untuk reaksi eksoterm, jika suhu dinaikkan pada tekanan tetap,
kesetimbangan akan bergeser sedemikian rupa untuk mengurangi dampak kenaikan suhu tersebut, yakni ke arah sistem yang
membutuhkan kalor.

2. Perubahan Tekanan secara Isotermal


Jika volume sistem diubah secara isotermal, maka tekanan totalnya, P, dan tekanan parsial masing-masing gas, Pi, juga
berubah. Tetapi karena 𝐾𝑃 tidak bergantung pada P (𝐾𝑃 hanya merupakan fungsi dari T), maka perubahan ini tidak mempengaruhi
nilai 𝐾𝑃 . Nilai 𝐾𝑋 bergantung pada P (kecuali ∑ 𝜈𝑖 = 0) melalui persamaan : 𝐾𝑃 = 𝐾𝑋 𝑃 ∑ 𝜈𝑖
𝐾𝑃
𝐾𝑋 = 𝐾𝑃 𝑃 − ∑ 𝜈𝑖 atau 𝐾𝑋 =
𝑃∑ 𝜈𝑖
Jadi untuk reaksi ∑ 𝜈𝑖 > 0, kenaikan P secara isotermal akan menurunkan 𝐾𝑋 dan menggeser kesetimbangan ke arah kiri, dan
penurunan P secara isotermal akan menaikkan 𝐾𝑋 dan menggeser kesetimbangan ke arah kanan. Untuk reaksi dengan ∑ 𝜈𝑖 < 0,
kenaikan P secara isotermal akan menurunkan 𝐾𝑋 dan menggeser kesetimbangan ke arah kanan, dan penurunan P secara
isotermal akan menaikkan 𝐾𝑋 dan menggeser kesetimbangan ke arah kiri. Jika ∑ 𝜈𝑖 = 0, perubahan tekanan secara isotermal
tidak mempengaruhi kesetimbangan. Sebagai contoh kita tinjau reaksi dengan ∑ 𝜈 positif.
A ⇌ 2B
𝑃𝐵2
Kita definisikan 𝑄𝑃 sebagai : 𝑄𝑃 = , dengan PA dan PB adalah tekanan parsial gas A dan B. Jika sistem ada dalam
𝑃𝐴
kesetimbangan, 𝑄𝑃 = 𝐾𝑃 , dan jika sistem tidak setimbang, 𝑄𝑃 ≠ 𝐾𝑃 . Jika kesetimbangan telah tercapai, kemudian kita naikkan
tekanannya dua kali dari semula pada T tetap. Nilai 𝐾𝑃 tidak berubah karena T tidak berubah. Karena 𝑃𝑖 = 𝑥𝑖 𝑃, kenaikan tekanan
P dua kali semula akan menaikkan 𝑃𝐴 dan 𝑃𝐵 menjadi dua kali dari nilai semula. Kenaikan ini menyebabkan pembilang naik empat
kali semula dan penyebut dua kali semula. Dengan demikian 𝑄𝑃 naik menjadi dua kali semula.sebelum tekanannya dinaikkan,
𝑄𝑃 = 𝐾𝑃 (karena sistem dalam kesetimbangan). Setelah tekanan dinaikkan, 𝑄𝑃 juga naik dan melampaui nilai 𝐾𝑃 . Untuk
mencapai keadaan setimbang lagi, maka nilai 𝑄𝑃 harus turun. 𝑄𝑃 turun jika kesetimbangan bergeser ke arah kiri,yang
menyebabkan 𝑃𝐵 turun dan 𝑃𝐴 naik. Jadi kenaikan tekanan akan menggeser reaksi kesetimbangan A ⇌ 2B ke arah kiri, ke jumlah
mol yang lebih kecil.

3. Penambahan gas inert secara isokhor


Misalkan kita menambahkan gas inert pada campuran kesetimbangan pada T, V tetap. Karena 𝑃𝑖 = 𝑛𝑖 𝑅𝑇/𝑉, tekanan
parsial masing-masing gas dalam reaksi tidak dipengaruhi oleh adanya penambahan gas inert. Akibatnya :
𝜈
𝑄𝑃 = 𝛱 𝑃𝑖 𝑖 (1.64)
Tak terpengaruh dan tetap sama dengan 𝐾𝑃 . Jadi penambahan gas inert pada T,V tetap tidak menggeser kesetimbangan.

4. Penambahan gas inert secara isobar


Misalkan kita menambahkan gas inert pada campuran kesetimbangan pada P, T tetap. Untuk menjaga P tetap pada saat
penambahan gas inert, maka V harus naik. Karena 𝑃𝑖 = 𝑛𝑖 𝑅𝑇/𝑉, maka kenaikan V akan menurunkan tekanan parsial masing-
masing gas dalam sistem kesetimbangan, 𝑃𝑖 . Jika ∑ 𝜈𝑖 ≠ 0, maka kuosien persamaan (1.64) akan dipengaruhi dan tidak lagi sama
dengan 𝐾𝑃 dan kesetimbangan akan bergeser. Jika ∑ 𝜈𝑖 positif, kenaikan volume akan menurunkan pembilang dari 𝑄𝑃 melampaui
penurunan penyebut, sehingga kesetimbangan akan bergeser ke arah kanan sampai 𝑄𝑃 sama lagi dengan 𝐾𝑃 . Jika ∑ 𝜈𝑖 negatif,
kesetimbangan akan bergeser ke kiri.

5. Penambahan gas reaktan


Pada reaksi A + B ↔ 2C + D, misalnya kita tambahkan A pada campuran kesetimbangan A, B, C, dan D dengan menjaga T dan
V tetap. Karena 𝑃𝑖 = 𝑛𝑖 𝑅𝑇/𝑉, penambahan A ini akan meningkatkan 𝑃𝐴 tetapi tidak mengubah tekanan parsial gas lain. Karena
𝑃𝐴 muncul sebagai penyebut dalam kuosien (1.64) (ingat 𝜈𝐴 negatif), penambahan A pada T, V tetap akan menyebabkan 𝑄𝑃 lebih
kecil daripada 𝐾𝑃 . Dengan demikian kesetimbangan akan bergeser ke arah kanan, untuk meningkatkan 𝑄𝑃 sampai sama dengan
𝐾𝑃 . Jadi penambahan A pada T, V tetap menggeser kestimbangan ke arah kanan, yakni dengan mengurangi A yang ditambahkan
melalui reaksi A dengan B membentuk C dan D. Sama halnya jika kita menambahkan produk pada T, V tetap akan menggeser
kesetimbangan ke arah kiri, dengan mengkonsumsi zat yang ditambahkan.
Sebaliknya, penambahan reaktan pada T,P tetap akan menggeser kesetimbangan ke arah zat yang ditambahkan. Contohnya
ada kesetimbangan gas N2 + 3H2 ↔ 2NH3. Misalkan kesetimbangan tercapai pada suhu dan tekanan tertentu dengan KX = 8,33.
2
𝑥𝑁𝐻3
𝐾𝑋 = 8,33 = 3
𝑥𝑁2 𝑥𝐻 2
Jika jumlah n(N2) = 3 mol, n(H2) = 1 mol, dan n(NH3) = 1 mol ada pada T dan P tersebut, maka 𝑄𝑃 = 𝛱𝑖 (𝑥𝑖 )𝜈𝑖 akan dapat
dihitung.
2
(1⁄5)
𝑄𝑋 = 3 = 8,33
(3⁄5)(1⁄5)
Karena 𝑄𝑋 = 𝐾𝑋 , sistem ada pada keadaan setimbang. Jika ke dalam sistem ditambahkan 0,1 mol N 2 pada T, P tetap, maka harga
𝑄𝑋 akan berubah.
2
(1⁄5,1)
𝑄𝑋 = 3 = 8,39
(3,1⁄5,1)(1⁄5,1)

Harga 𝑄𝑋 sekarang melampaui harga 𝐾𝑋 , dengan demikian kesetimbangan akan bergeser ke kiri untuk mengurangi 𝑄𝑋 sampai
menjadi 8,33. Pergeseran ini akan meningkatkan N 2. Jadi penambahan N2 pada kondisi ini akan menggeser kesetimbangan ke
arah peningkatan N2.
Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut : meskipun peningkatan N 2 akan meningkatkan 𝑥𝑁2 , tetapi hal ini juga akan menurunkan
𝑥𝐻2 dan 𝑥𝑁𝐻3 . dan fakta menunjukkan bahwa 𝑥𝐻2 berpangkat tiga pada penyebut dalam 𝑄𝑋 , sehingga penurunannya lebih besar
daipada kenaikan N2 dan penurunan NH3. Sebagai akibatnya 𝑄𝑋 meningkat. Jadi dalam hal ini penambahan N2 pada T,P tetap
akan mengakibatkan kesetimbangan bergeser ke arah pembentukan N 2.

Secara sederhana dapat dinyatakan bahwa perubahan tekanan secara isotermal akan mengakibatkan pergeseran
kesetimbangan yang cenderung untuk meniadakan/mengurangi dampak dari perubahan tekanan tersebut. Jadi kenaikan tekanan
akan menyebabkan sistem kesetimbangan bergeser ke arah jumlah mol yang lebih kecil (yang mengakibatkan terjadinya
penurunan tekanan). Jika ∑ 𝜈𝑖 > 0, jumlah mol reaktan lebih kecil daripada produk, maka kenaikan tekanan akan menggeser
kesetimbangan ke arah kiri, dan jika ∑ 𝜈𝑖 < 0, (jumlah mol produk lebih kecil daripada reaktan), maka kenaikan tekanan akan
menggeser kesetimbangan ke arah kanan.

Anda mungkin juga menyukai