Anda di halaman 1dari 22

ALUMINIUM DAN SENYAWANYA

A. LATAR BELAKANG
1. Tinjauan Umum
Golongan boron terdiri dari unsur-unsur boron -5B, aluminium -13Al, galium -31Ga,
indium -49In, dan talium -81Ti. Dalam golongan ini, boron merupakan satu-satunya unsur non
logam dan diklasifikasikan sebagai unsur semilogam. Sedangkan anggota yang lain termasuk
logam. Boron membentuk kluster-kluster I2 atom tiap kluster memiliki bangun geometri
ikosahedron. Aluminium mengadopsi struktur kubus pusat muka. Sifat-sifat khusus boron
dibandingkan dengan senyawa silikion dan aluminium adalah, boron besifat asam sedangkan
aluminium bersifat basa atau tepatnya amfoterik dan boron halida, kecuali BF3 dan silikon
halida mudah terhidrolisis sedangkan aluminium halida berupa padatan hanya sebagian
terhidrolisis oleh air, namun bertindak sebagai asam lewis (Sugiyarto, 2004: 156).
Aluminium adalah logam putih, yang liat dan dapat ditempa, bubuknya berwarna
abu-agu. Ia melebur pada 659 0C. Asam klorida encer dengan mudah melarutkan logam ini,
pelarutan lebih lambat dalam asam sulfat encer atau asam nitrat encer:
2Al + 6H+ 2Al3+ + 3H2
Proses pelarutan dapa dipercepat dengan menambahkan sedikir merkurium (III) klorida pada
campuran. Asam klorida pekat juga melarutkan klorida:
2Al + 6H2SO4 2Al3+ + 3H2 + 6Cl-
Asam nitrat pekat membuat logam menjadi pasif. Dengan hidroksida-hidroksida alkali,
terbentuk larutan tetrahidroksoaluminat:
2Al + 2OH- + 6H2O 2[Al(OH)4]- + 3H2
(Svehla, 1985: 266).
Nama aluminium diturunkan dari kata alum yang menunjuk pada senyawa garam
rangkap K Al(SO4)2.12H2O; kata ini berasal dari bahasa latin alumen yang artinya garam
pahit. Oleh Humphry Davy, logam dari garam rangkap ini diusulkan dengan nama aluminium
dan kemudian berubah menjadi aluminium. Namun, nama inipun segera termodifikasi
menjadi aluminium yang menjadi populer diseluruh dunia kecuali di amerika utara dimana
American Chemical Society (Himpunan Masyarakat kimia Amerika) pada tahun 1925
memutuskan tetap menggunakan istilah aluminium (Sugiyarto, 2004: 123).
Aluminium stabil sebagai aluminium (III) Al3+, pada suhu kamar dan dalam larutan.
Senyawa anhidrat dari aluminium (III) umumnya berikatan secara kovalen, tetapi bila larut air
dalam senyawa aluminium (III) tidak berwarna, sehingga hidrat dari aluminium (III) bersifat
ionik karena muatan yang besar dan ukurannya yang relatif kecil, ion aluminium (III) bereaksi
dengan air. Adanya anion basa kuat sepert CO32-, CN-, S2- akan terjadi hidrolisis menghasilkan
endapan hidroksida Al(OH)3. Al(OH)3 bersifat amfoter, yang larut dengan larutan basa
dengan pH >10 menghasilkan [Al(OH)4]-. Pemanasan endapan Al(OH)3 menghasilkan bentuk
oksidanya Al2O3. Senyawa aluminium (III) yang tidak larut meliputi hidroklorida dan fosfat
(Ibnu, 2004: 71).
Logam aluminum dapat larut dalam asam mineral, kecuali asam nitrat pekat. Dan
dalam larutan hidroksida akan menghasilkan gas hidrogen. Aluminum (Al) juga merupakan
anggota golongan 13 dalam sistem periodik unsur dan sebagai alumino silikat di kerak bumi
dan lebih melimpah dibandingkan besi. Mineral aluminum yang paling penting dalam
metalurgi adalah bauksit, yaitu AlOx(OH)3-2x (0 < x <1). Walaupun Aluminium merupakan
logam mulia yang mahal pada abad ke-19, namun harganya menjadi murah setelah dapat
diproduksi dengan jumlah besar dengan elektrolisis alumina, Al2O3, yang dilelehkan dalam
krolit, Na3AlF6. Sifat aluminum dikenal dengan baik dan aluminum banyak digunakan dalam
keseharian, misalnya untuk koin, panci, kusen pintu (Saito, 1996: 112).
Ion aluminium pada suhu kamar dan dalam larutan, aluminium lebih stabil sebagai
aluminium (III) Al3+. Senyawa anhidrat dari aluminium (III) umumnya berikatan secara
kovalen, tetapi bila larut dalam air senyawa aluminium (III) tidak berwarna, sehingga hidrat
dari aluminium (III) bersifat ionic. Karena muatan yang besar dan ukurannya yang relatif
kecil, ion aluminium (III) dapat bereaksi dengan air (H2O). Dengan adanya anion basa kuat
seperti CO32-, CN-, S2- akan terjadi hidrolisis sehingga menghasilkan endapan hidroksida
Al(OH)3. Al(OH)3 bersifat amfoter, yang larut dalam larutan basa dengan pH > 10 dan
menghasilkan [Al(OH)4]-. Pemanasan endapan Al(OH)3 menghasilkan bentuk oksidanya
yaitu Al2O3. Aluminium, merupakan suatu garam ammonium dari asam aurin karboksilat
3+
yang bereaksi dengan 𝐴𝑙 menghasilkan kompleks berwarna merah yang tidak larut.
Senyawa aluminium (III) yang larut dalam air asetat, bromida, klorida, iodida, nitrat,
perklorat, sulfat dan tiosulfat (Ibnu, dkk, 2004: 71- 72).
Sifat kimiawi aluminium yaitu jika serbuk aluminium terbakar dalam api maka akan
menghasilkan debu awan aluminium menurut persamaan reaksi:
4Al(s) + 3O2(g) 2Al2O3(s)
Logam aluminium juga bersifat amfoterik, dan jika bereaksi dengan asam kuat maka akan
membebaskan hidrogen, sedangkan dengan basa kuat akan membentuk aluminat menurut
persamaan reaksi:
2Al(s) + 6H3O+(aq) 2Al3+(aq) + 6H2O(l) + 3H2(g)
2Al(s) + 6OH-(aq) + 6H2O(l) 2[Al(OH)4 ]-(aq) + 3H2(g)
Dalam air, ion aluminium terdapat sebagai ion heksaakuaaluminium (III) [Al(H2O)6 ]3+, tetapi
mengalami reaksi hidrolisis secara bertahap hingga menjadi ion
tetraakuadihidroksoaluminium (III) mneurut persamaan reaksi:
[Al(OH)6 ]3+(aq) + H2O(l) [Al(OH)5(OH) ]2+(aq) + H3O+(aq)
[Al(OH)5(OH) ]2+(aq) + H2O(l) [Al(OH)4(OH)2]+(aq)+ H3O+(aq)
Jadi larutan garam aluminium bersifat asam dengan tetapan ionisasi asam hamper sama
dengan asam asetat (Sugiyarto,2003: 126).
Aluminium juga larut dalam asam galian yang lemah tetapi dapat dipasifkan oleh
asam nitrat pekat. Bila pengaruh perlindungan lapisan oksida mengalami kerusakan, misalnya
dengan adanya penggoresan atau dengan amalgamasi, maka akan terjadi penyerangan cepat
meskipun hanya dengan air. Pada keadaan biasa, logam aluminium dapat dengan mudah
diserang oleh hidroksida alkali panas. Karena logam aluminium lebih mudah bereaksi dengan
larutan natrium hidroksida (NaOH) panas, halogen, dan berbagai macam senyawa nonlogam
lainnya (Cotton,1989: 268).
Logam aluminium tahan terhadap korosi udara, karena reaksi antara logam aluminium
dengan oksigen udara menghasil oksidanya, Al2O3, yang membentuk lapisan nonpori dan
membungkus permukaan logam hingga tidak terjadi reaksi lanjut. Lapisan dengan ketebalan
10-4-10-6 mm sudah cukup mencegah terjadinya kontak lanjut permukaan logam dengan
oksigen. Hal ini dapat terjadi karena ion oksigen mempunyai jari-jari ionik (124 pm) tidak
jauh berbeda dari jari-jari metalik atom aluminium (68 pm) “tepat” menempati rongga-rongga
struktur permukaan oksida. Untuk menaikkan ketahan korosi, logam aluminium “dianodasi”
artinya produk logam aluminium sengaja dilapisi dengan aluminium oksida secara
elektrolisis. Logam aluminium mempunyai titik leleh tinggi yaitu 660 0C, moderat lunak dan
lembek-lembek jika murni tetapi menjadi murni tetapi menjadi kuat jika dibuat paduan
dengan logam-logam lain (Sugiyarto, 2004: 123-124).
Massa aluminium yang mengalami korosi dengan tidak penambahkan inhibitor, karena
semakin lama aluminium terpapar oleh larutan HCl maka semakin banyak massa yang
terkorosi. Data massa aluminium yang mengalami korosi dapat dituliskan dengan
menggunakan persamaan polinomial derajad tiga dengan koefisien korelasi. Pengaruh
konsentrasi inhibitor yaitu semakin tinggi konsentrasi inhibitor maka massa aluminium yang
terkorosi akan semakin menurun. Sehingga laju korosi juga akan menurun, penurunan laju
korosi ini seiring dengan meningkatnya konsentrasi inhibitor disebabkan oleh karena
terjadinya adsorbsi inhibitor pada permukaan aluminium. Besar luas lingkup permukaan
aluminium atau disebut surface coverage (Θ) dapat ditentukan dari persamaan, Θ = I% /100.
Dimana I adalah % efisiensi penggunaan inhibitor. Hasil pengeplotan luas pelingkupan
permukaan aluminium terhadap konsentrasi, menggunakan model adsorpsi isotermal
Langmuir dapat dituliskan dengan persamaan, C/ Θ = 1/k + C. Nilai C merupakan konsentrasi
inhibitor, Θ luas pelingkupan permukaan dan k adalah konstanta kesetimbangan adsortif.
Hasil pengeplotan adsorpsi isotermal Langmuir diperoleh koefisien korelasi (R2) dan
persamaan (y) (Sanjaya, 2018: 32-34).
Manfaat dari logam aluminium yaitu afinitasnya (daya gabung) yang sangat kuat
dengan oksigen. Sabagai contoh, reaksi serbuk aluminium dengan oksida-oksida logam
transisi seperti Fe2O3 juga menghasilkan panas yang sangat tinggi. Adapun reaksinya yaitu:
Al(s) + Fe2O3 Al2O3 + Fe (l) ΔH° = -852 Kj/mol
Reaksi ini merupakan reaksi termit yang dapat menghasilkan panas yang sangat tinggi. Oleh
karena itu, aluminium juga dapat dimanfaatkan pada proses pengelasan besi atau baja rel
kereta api, dan lain-lain. Selain itu, beberapa senyawa dari aluminium (Al) seperti aluminium
sulfat juga dapat digunakan sebagai bahan pada pemadam kebakaran yang memiliki tipe busa
bersama soda NaHCO3 dengan panas yang sangat tinggi hingga mencapai temperatur
kira-kira 3000°C (Sugiyarto, 2003: 123, 125).
Spesimen aluminium yang digunakan dalam penelitian ini yaitu kandungan senyawa
logam yang terkandung didalamnya. Penelitian ini menggunakan pengujian X-Ray
Fluorosence (XRF). Spesimen yang digunakan adalah berbentuk plat aluminium lembaran.
Aluminium dibentuk menurut standar dan spesifikasi uji Tarik. Pengujian tarik yaitu
pengujian yang bertujuan untuk mendapatkan gambaran tentang sifat-sifat dan keadaan dari
suatu logam. Selain itu, dilakukan uji kekerasan yang bertujuan untuk mengetahui tingkat
perubahan kekerasan pada permukaan aluminium setelah mendapatkan perlakuan
elektroplating (Sugara, dkk, 2017: 101,104).
Salah satu contoh senyawa dari aluminium yaitu aluminium hidroksida Al(OH)3
yang merupakan suatu hidroksida amfotir. Jika pada larutan AlCl3 ditambahkan KOH, maka
mula-mula akan terbentuk endapan Al(OH)3. Dan apabila endapan ini di tambahkan KOH
berlebih maka endapan tersebut akan larut kembali. Demikian juga jika pada suatu larutan
garam aluminat ditambahkan asam encer, maka akan terbentuk endapan aluminium
hidroksida (Al(OH)3), dan jika ditambahkan dengan asam berlebih maka endapan tersebut
akan melarut kembali (Polling dan Tjokrodanoerdjo, 1986: 313).
Pengaruh Co atau Ni dan anion pada Mg/Al​-H​2​O dapat dilihat dengan menyelidiki
reaksinya. Hidrogen secara cepat diproduksi setelah menambahkan Mg atau Al kedalam
larutan CoCl​2 ​berair. Karena reaksi sinergis dari pitting ion Cl​-, sel mikrogalvanik, dan Co
atau Ni yang aktif, dibentuk oleh reaksi oksidasi/reduksi. Untuk meningkatkan konsentrasi
CoCl​2, jumlah H​2 yang​diproduksi harus mengalami​kenaikan dari konsentrasi awalnya. Hal
ini dianggap sebagai aglomerasi Co atau Ni, yang mengurangi aktivitas katalis. Pembentukan
hidrogen juga dapat diukur setelah menambahkan Al ke larutan yang sama, bahkan dibawah
kondisi konsentrasi NaCl yang tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa, Co, Ni, dan anion
mempengaruhu korosi Al dan Mg dalam pembentukan hidrogen (Wang dkk, 2018: 432).
γ-alumina dapat diperoleh dengan mereaksikan antara bubuk aluminium dengan
asam hidroklorat yang selanjutnya dengan amonium hidroksida atau natrium hidroksida.
γ-alumina dengan luas permukaan yang tinggi akan diperoleh sesuai dengan kegunaannya,
dengan menggunakan bantuan katalis. Reaksi aluminium dengan asam hidroklorat sangat
relevan karena merupakan salah satu rute di mana hidrogen merupakan bahan bakar yang
ramah lingkungan, dan dapat diproduksi dengan baik. Dengan membandingkan zat pengendap
yang digunakan, dapat diamati bahwa natrium hidroksida memiliki kelebihan daripada
amonium hidroksida, karena tidak menghasilkan produk lingkungan yang berbahaya. Hasil
γ-alumina yang dibuat dari serbuk aluminium serupa dengan yang diperoleh dengan metode
presipitasi konvensional, fase yang terbentuk stabil pada 800 ºC (Adans, dkk, 2016: 981).
Partikel nano alum-alumina yang berkualitas dapat diperoleh dengan melakukan
suatu percobaan dengan metode sol-gel dari bahan baku yang hampir lebih murah tanpa
adanya polusi lingkungan. Pada percobaan ini, digunakan Aluminium isopropoksida
alkoksida sebagai prekursor aluminium, bukan garam aluminium anorganik, sehingga akan
menghasilkan bubuk alum-alumina dengan luas permukaan yang lebih tinggi. Selain itu, asam
asetat juga digunakan sebagai pengendali laju hidrolisis dan tert-butanol sebagai pelarut
selama sintesis. Reaktivitas prekursor tergantung pada sifat kimia dari senyawa yang
digunakan. Aluminium isopropoksida sensitif terhadap kelembaban dan bahkan kelembaban
udara cukup untuk memulai reaksi hidrolisis. Adapun reaksi akhir yang dilakukan pada suhu
rendah yaitu:
Al (OR)​3 ​+ 2H​2​O → AlO(OH) + 3R (OH)
Dalam reaksi ini, R adalah gugus propil (–C​3H​
​ 7​). Dengan demikian, reaksi hidrolisis

dilakukan sepenuhnya, karena kadar air yang tinggi dan kecenderungan yang tinggi dari
aluminium isopropoksida sehingga bereaksi dengan air (Siahpoosh, dkk, 2016: 913-914).
2. Tinjauan Hasil
Logam aluminium dapat bereaksi dengan asam korida dan asam sulfat, baik yang
encer maupun yang pekat menghasilkan garamnya. Asam klorida encer dengan mudah
melarutkan logam ini. Namun, pelarutan akan lebih lambat jika dalam asam sulfat encer
ataupun asam nitrat encer. Adapun reaksinya yaitu:
2 Al + 6 H+ 2 Al3+ + 3 H2
Proses pelarutan dapat dipercepat dengan menambahkan sedikit merkurium (III) klorida pada
campuran. Asam klorida pekat juga melarutkan klorida, yaitu:
2 Al + 6 HCl 2 Al3+ + 3 H2 + 6 Cl-
Asam sulfat pekat juga melarutkan aluminium dengan membebaskan belerang dioksida,
reaksinya yaitu:
2 Al + 6 H2SO4 2 Al3+ + 3 SO42- + 3 SO2 + 6 H2O
Asam nitrat pekat membuat logam menjadi pasif. Dengan hidroksida-hidroksida alkali,
sehingga terbentuk larutan tetrahidroksoaluminat:
2 Al + 2 OH- + 6 H2O 2 [Al(OH)4]- + 3 H2
(Svehla, 1985: 266).
Larutan alkali kaustik panas dapat bereaksi dengan aluminium membentuk aluminat
dan gas hidrogen:
2 Al + 2 H2O 2 NaAlO2 + 3 H2
Senyawa dari logam aluminium yaitu aluminium hidroksida, Al(OH)3 dapat diperoleh dengan
mereaksikan garam aluminium dengan ammonium hidroksida:
Al3+ + 3 NH4OH Al(OH)3 + 3 NH4+
Senyawa ini juga dapat diperleh dengan cara mereaksikan garam aluminium dengan larutan
alkali hidroksida, yaitu:
Al3+ + 3 OH- Al(OH)3
(Tim Dosen Kimia Anorganik, 2019: 1).
Penambahan larutan ammonium dapat menghasilkan endapan putih seperti gelatin
dari aluminium hidroksida, Al(OH)3 hanya sedikit larut dalam reagensia berlebihan. Kelarutan
berkurang dengan adanya garam-garam ammonium, adapun reksinya yaitu:
Al3+ + 3NH3 + 3 H2O Al(OH)3 + 3NH4+
Untuk penambahan larutan natrium hidroksida juga manghasilkan endapan putih, reaksinya
yaitu:
Al3+ + 3OH- Al(OH)3
Tetapi endapan akan melarut kembali dengan penambahan reagensia berlebihan, adapun
reaksinya yaitu:
Al(OH)3 + OH- [ Al(OH)4]
(Svehla, 1985: 266-267).
Senyawa yang tidak larut meliputi hidroksida dan fosfat. Reaksi untuk pemisahan
3+
dan identifikasi dari 𝐴𝑙 terdiri dari 3 jenis, yaitu:
Reaksi pengendapan golongan :
3+ −
𝐴𝑙 + 3𝑂𝐻 ↔ 𝐴𝑙(𝑂𝐻)3(𝑠) 𝑝𝑢𝑡𝑖ℎ

Pelarutan kembali dengan asam:


+ 3+
𝐴𝑙(𝑂𝐻)3(𝑠) + 3𝐻 ↔ 𝐴𝑙 + 3𝐻2𝑂
(𝑙)

Pembentukan ion kompleks dan penguraian kembali:


3+ −
𝐴𝑙 + 4𝑂𝐻 ↔ 𝐴𝑙(𝑂𝐻)4 [ ]−
[𝐴𝑙(𝑂𝐻)4]− + 4𝐻
+
(𝐵𝑒𝑟𝑙𝑒𝑏𝑖ℎ)
↔ 𝐴𝑙
3+
+ 4𝐻2𝑂
(𝑙)

Uji konfirmasi:
3+
𝐴𝑙 + 𝑎𝑙𝑢𝑚𝑖𝑛𝑖𝑢𝑚 → 𝑒𝑛𝑑𝑎𝑝𝑎𝑛 𝑚𝑒𝑟𝑎ℎ
(Ibnu, dkk, 2004: 71- 72).
B. TUJUAN PERCOBAAN
Mempelajari sifat-sifat logam aluminium dan persenyawaannya.
C. ALAT DAN BAHAN
1. Alat
a. Tabung reaksi 12 buah
b. Lampu spiritus 1 buah
c. Pipet tetes 5 buah
d. Botol semprot 1 buah
e. Penjepit tabung 1 buah
f. Erlenmeyer 1 buah
g. Gelas ukur 10 mL 1 buah
h. Gelas kimia 100 mL 1 buah
i. Spatula 1 buah
j. Neraca analitik 1 buah
k. Rak tabung reaksi 2 buah
l. Corong biasa 1 buah
m. Lap kasar 1 buah
n. Lap halus 1 buah
2. Bahan
a. Larutan Aluminium klorida 2 M (AlCl3)(aq)
b. Larutan Magnesium klorida 0,1 M (MgCl2)(aq)
c. Aluminium oksida (Al2O3)(s)
d. Magnesium oksida (MgO)(s)
e. Larutan Asam klorida 0,1 M (HCl)(aq)
f. Larutan Natrium hidroksida 0,1M dan 2M (NaOH)(aq)
g. Amonium hidroksida (NH4OH)(aq)
h. Metil violet (C24H28N3Cl)
i. Aquades (H2O)(l)
j. Indikator universal
k. Korek api
D. PROSEDUR KERJA
1. Sifat Aluminium Hidroksida
a. Perlakuan I

b. Perlakuan II

c. Perlakuan III
2. Membandingkan aluminium klorida dengan magnesium klorida.
a. Perlakuan I

b. Perlakuan II

3. Membandingkan sifat asam-basa Al2O3 dan MgO.


a. Perlakuan I
b. Perlakuan II

c. Perlakuan III

4. Membandingkan sifat basa ion aluminium dan ion magnesium


a. Perlakuan I

b. Perlakuan II

c. Perlakuan III

E. HASIL PENGAMATAN
1. Sifat Aluminium Hidroksida.
No. Perlakuan Hasil
1. 2 mL AlCl3 2M + 8 tetes NH3 Larutan tidak berwarna
2. 2 mL AlCl3 2M + 10 tetes NaOH Terbentuk endapan putih
a. Endapan + 10 tetes NaOH 2M Endapan tidak larut
Endapan larut
b. Endapan + 10 tetes HCl 0,1 M
3. 2 mL AlCl3 2 M + 3 mL NaOH 2 M Terbentuk endapan putih
a. Endapan disaring + dicuci dengan H2O Endapan berwarna putih
Endapan berwarna ungu
b. Endapan diuji dengan metil violet
2. Membandingkan Aluminium Klorida dengan Magnesium Klorida.
No. Perlakuan Hasil
1. a. Pemanasan AlCl3 Tidak larut
Larut dan tidak berwarna
b. Pemanasan MgCl2
2. a. Satu sendok AlCl3 + 5 tetes H2O pH= 1
pH= 5
b. Satu sendok MgCl2 + 5 tetes H2O
3. Membandingkan Sifat Asam Basa Al2O3 dan MgO.
No. Perlakuan Hasil
1. a. 0,1 gram Al2O3 + 3 mL H2O Tidak larut (pH= 6)
Larut (pH= 9)
b. 0,1 gram MgO + 3 mL H2O
2. a. 0,1 gram Al2O3 + 3 mL HCl 0,1 M Tidak larut (pH= 1)
Larut (pH= 10)
b. 0,1 gram MgO + 3 mL HCl 0,1 M
3. a. 0,1 gram Al2O3 + 3 mL NaOH 0,1 M Tidak larut (pH= 14)
Larut (pH= 12)
b. 0,1 gram MgO + 3 mL NaOH 0,1 M
4. Membandingkan Aluminium Klorida dengan Magnesium Klorida.
No. Perlakuan Hasil
1. a. 3 mL AlCl3 0,1 M pH= 3
pH= 6
b. 3 mL MgCl2
2. a. 3 mL AlCl3 0,1 M + 3 mL NaOH pH= 1
pH= 5
b. 3 mL MgCl2 + 3 mL NaOH

F. PEMBAHASAN
Aluminium adalah logam putih, yang liat dan dapat ditempa, bubuknya berwarna
abu-abu. Ia melebur pada 659 0C. Aluminium adalah tervalen dalam senyawa-senyawanya.
Ion-ion aluminium (Al3+) membentuk garam-garam tak berwarna dengan anion-anion tak
berwarna (Svehla, 1985). Aluminium mengadopsi struktur kubus pusat muka. Aluminium
bersifat basa atau tepatnya amfoterik dan boron halida, kecuali BF3 dan silikon halida mudah
terhidrolisis sedangkan aluminium halida berupa padatan hanya sebagian terhidrolisis oleh air,
namun bertindak sebagai asam lewis (Sugiyarto, 2004: 156).
1. Sifat aluminium hidroksida
Tujuan dari percobaan ini yaitu untuk mengetahui sifat aluminium hidroksida
(Al(OH)3). Langkah awal yang dilakukan yaitu dengan menambahkan amonia encer kedalam
larutan garam aluminium dan diperoleh larutan berwarna bening. Kemudian ditambahkan lagi
dengan NH4OH berlebih, sehingga diperoleh endapan berwarna putih. Hal ini sesuai dengan
teori teori yang mengatakan bahwa reaksi aluminium dengan ammonia akan terbentuk
endapan putih seperti gelatin (Svehla, 1985: 266).
Aluminium Hidroksida Al(OH)3 yang ditambahkan ammonia berlebih mengalami
perubahaan yaitu larutan menjadi keruh dan melarut. Hal ini tidak sesuai dengan teori yang
mengatakan bahwa apabila ditambahkan ammonia berlebih maka larutan berubah menjadi
keruh yang berarti Al(OH)3 larut dalam amonia berlebihan. Adapun reaksi yang terjadi:
AlCl3 + 3NH4OH Al(OH)3 + 3NH4Cl
Reaksi penambahan amonia encer secara berlebih:
Al(OH)3 + NH4OH [Al(OH)4]- + NH4+
Selanjutnya dilakukan penambahan NaOH pada aluminium klorida (AlCl3)
menghasilkan endapan putih pada larutan. Endapan tersebut merupakan endapan (Al(OH)3.
Kemudian endapan tersebut dibagi menjadi dua bagian. Pada bagian pertama direaksikan
kembali dengan NaOH. Hasil yang diperoleh yaitu endapan pada larutan tidak larut. Pada
bagian kedua ditambahkan dengan dengan HCl, diperoleh endapan menjadi larut dalam. Dari
hasil percobaan ini dapat diketahui bahwa aluminium dapat larut dalam larutan asam. Hal ini
terjadi karena penambahan suatu asam (HCl) yang berlebih menyebabkan hidroksida yang
diendapakn melarut lagi. Hal ini sesuai denga teori yang mengatakan bahwa Al(OH)3 bersifat
amfoter karena bereaksi dengan basa dan asam (Ibnu, 2004: 71). Adapun persamaan
reaksinya:
AlCl3 + 3NaOH Al(OH)3 + 3NaCl
Al(OH)3 + NaOH Na[Al(OH)4]
Al(OH)3 + 3HCl AlCl3 + 3H2O
Percobaan selanjutnya yaitu dengan mereaksikan AlCl3 dengan NaOH dan diperoleh
larutan bening dan terdapat endapan, yang merupakan endapan Al(OH)3. Selanjutnya endapan
yang terbentuk disaring untuk memisahkan endapan dengan larutan. Kemudian endapan
dicuci dengan air dingin. Hal ini berfungsi untuk membersihkan endapan dari zat-zat
pengotor. Perubahan warna dari putih menjadi ungu maka endapan Al(OH)3 yang diperoleh
bersifat basa. Perubahan endapan menunjukkan bahwa endapan Al(OH)3 yang diperoleh
bersifat basa. Hal ini dikarenakan adanya efek ios sekutu, serta berkurangnya kelarutan karena
adanya garam-garam amonia. Adapun reaksi yang terjadi:
AlCl3 + 3NaOH Al(OH)3 + 3NaCl

2. Membandingkan aluminium klorida dan magnesium klorida.


Percobaan ini bertujuan untuk membandingkan sifat kelarutan dari AlCl3 dan MgCl3.
Percobaan ini dilakukan dengan memansakan padatan AlCl3 dan MgCl3 dalam tabug reaksi
hingga diperoleh uap air pada dinding. Uap pada dinding pada tabung disebabkan AlCl3
memiliki densitas yang besar. Pada percobaan ini aluminium menghasilkan gas klor dan
aluminium oksida. Adapun reaksinya:
2AlCl3 + Cl2 Al2O3 + 3Cl2
Pada pemanasan, aluminium tidak meleleh. Hal ini dikarenakan titik leleh aluminium sangat
tinggi yaitu 6590C (Svehla,1985). Sehingga AlCl3 akan menyublim dan akan membentuk
endapan pada bagian bawah tabung. Adapun reaksinya:
2AlCl3 + Cl2 2AlCl3
Pemanasan pada serbuk MgCl2 lebih cepat terbentuk uap pada dinding tabung, hal ini
sesuai dengan teori dimana MgCl2 memiliki densitas yang lebih kecil dibandingkan dengan
AlCl3 dengan titik leleh yaitu 650 0C. Perbedaan titik leleh pada kedua senyawa disebabkan
karena perbedaan jari-jari ionik magnesium yang lebih besar dari pada ion aluminium,
sehingga kerapatan aluminium leih besar dibandingkan dengan magnesium. Adapun reaksi
yaitu:
2AlCl3 + 3/2 O2 Al2O3 + 3Cl2
2MgCl2 + O2 2MgO + 2Cl2
Percobaan kedua yaitu dengan melarutkan AlCl3 anhidrat dan MgCl2 anhidrat dengan
aquades. Pada AlCl3, diperoleh AlCl3 yang larut dalam H2O dan menimbulkan panas pada
larutan dengan pH larutan yaitu 1. Sedangkan pada MgCl2 diperoleh MgCl2 yang larut dalam
H2O dan menimbulkan panas pada larutan dengan pH yaitu 5. Adapun reaksinya:
AlCl3 + 6H2O [Al(H2O)6]3+ + 3Cl-
MgCl2 + 6H2O [Mg(H2O)6]2+ + 2Cl-
Berdasarkan percobaan dapat diketahui bahwa aluminium dalam bentuk ion kompleks
memiliki tingkat keasaman yang lebih besar dibandingkan dengan magnesium dalam bentuk
kompleks.
3. Membandingkan sifat asam basa Al2O3 dan MgO
Percobaan ini bertujuan untuk membandingkan sifat asam basa Al2O3 dan MgO.
Langkah awal yang dilakukan yaitu Al2O3 dilarutkan dalam air dan diperoleh larutan bening
dan terdapat endapan pada larutan, pH larutan yaitu 6. Hal ini menunjukkan bahwa Al2O3
tidak dapat larut dalam air. Hasil yang diperoleh telah sesuai dengan teori bahwa Al2O3 akan
membentuk lapisan nonpori berupa endapan, yang dapat menyebabkan reaksi lebih lanjut
tidak dapat terjadi. Karena ion oksida dalam Al2O3 terlalu kuat dalam kisi padatannya untuk
bereaksi dengan air. Adapun reaksinya:
Al2O3 + H2O
Selanjutnya MgO dilarutkan dengan air menghasilkan larutan putih dan ada endapan, pH
larutan yaitu 9. Hal ini menandakan bahwa MgO dapat larut dalam H2O. Hal ini sesuai
dengan teori bahwa MgO dapat larut dalam air meskipun agak sulit (sukar). Adapun
reaksinya:
MgO + H2O Mg(OH)2
Percobaan selanjutnya yaitu mereaksikan Al2O3 dengan HCl. Hasil yang diperoleh yaitu
larutan tidak larut, keruh, dan terdapat endapan dengan pH = 1. Hal ini menunjukkan bahwa
Al2O3 dapat bereaksi dengan HCl (asam). Adapun reaksinya:
Al2O3 + 6HCl 2AlCl3 + 3H2O
Selnjutnya MgO dilarutkan dalam HCl menghasilkan larutan berwarna putih dan
terdapat endapan, pH larutan yaitu 10. Hal ini menunjukkan bahwa MgO dapat bereaksi
dengan HCl membentuk MgCl2 dan pH pada suasana basa menunjukkan bahwa MgO bersifat
basa. Dalam percobaan ini telah sesuai dengan teori yaitu MgO bereaksi dengan HCl encer
untuk menghasilkan larutan MgCl2 yang bersifat basa (Svehla, 1985). Adapun reaksinya:
MgO + 2HCl MgCl2 + H2O
Selanjutnya mereasikan Al2O3 dengan NaOH dan menghasilkan larutan tidak larut,
keruh, dan terdapat endapan, pH larutan yaitu 14. Hasil yang diperoleh menandakan bahwa
reaksi Al2O3 dengan NaOH tidak larut. Hal ini sesuai dengan teori bahwa Al2O3 dan NaOH
tidak larut. Hal ini sesuai dengan teori bahwa Al2O3 dan NaOH akan menghasilkan larutan
natrium tetrahidroksoaluminat yang mengendap. Adapun reaksinya:
Al2O3 + 2NaOH + 3H2O 2Na[Al(OH)4]
Sedangkan MgO direaksikan dengan NaOH menghaslkan larutan larut, pH larutan yaitu 12.
Hal ini menandakan bahwa MgO tidak bereaksi dengan NaOH karena keduanya bersifat basa.
Adapun reaksinya:
MgO + NaOH
Berdasarkan percobaan dapat diketahui bahwa Al2O3 bersifat amfoter dan MgO bersifat
basa lerut dalam suasana asam.

4. Membandingkan sifat basa ion aluminium dan ion magnesium.


Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui sifat basa dari ion aluminium dan ion
magnesium. Langkah awal yang dilakukan yaitu dengan mengukur pH larutan. Hasil yang
diperoleh yaitu Al2O3 memiliki pH yaitu 3 dan MgCl2 yaitu 6. Keasaan Al2O3 lebih kuat
dibandingkan MgCl2 karena aluminium dan magnesium pada sistem periodi unsur, aluminium
berada pada golongan III A dan magnesium golongan II A, diketahui bahwa dari kiri kekanan
unsur akan semakin kuat menarik elektron dan keasaman semakin kuat (bertambah).
Selanjutnya masing-masing larutan Al2O3 dan MgCl2 ditambahkan NaOH dan diukur pH-nya.
Hasil yang diperoleh larutan keruh larut dengan pH aluminium dan magnesium berturut-turut
yaitu 1 dan 5. Hasil yang diperoleh sesuai dengan teori, bahwa jika larutan garam aluminium
dan magnesium direaksikan dengan basa (NaOH) akan membentuk endapan Al(OH)3 dengan
keasaman garam aluminium lebih besar. Adapun persamaan reaksinya yaitu:
Al2O3 + 3NaOH Al(OH)3 + 3NaCl
MgCl2 + 2NaOH Mg(OH)2 + 2NaCl

G. KESIMPULAN
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa Al(OH)3
bersifat amfoter yaitu dapat larut dalam suasana asam ataupun basa. Aluminium klorida
(AlCl3) memiliki titik leleh lebih tinggi dibandingkan dengan Magnesium klorida MgCl2.
Aluminium klorida kelarutannya lebih besar dibandingkan dengan magnesium klorida.
Magnesium oksida dan aluminium oksida mempunyai sifat basa. Ion Al3+ lebih bersifat asam
dibandingkan ion Mg2+.

DAFTAR PUSTAKA

Adans, Ysla Franca, Andre Rosa Martinsa, Rodrigo Estevam Coelhob, Cesario Francisco Das
Virgensc, Adriana Daniela Ballarinid Dan Luciene Santos Carvalhoa. 2016. A
Simple Way To Produce Γ-Alumina From Aluminum Cans By Precipitation
Reactions. Jurnal Materials Research, Vol.19(5).

Cotton, F. Albert Dan Geoffrey Wilkinson. 1989. Kimia Anorganik Dasar. Jakarta:
Universitas Indonesia.

Ibnu, Soddiq, Endang Budiasih, Hayuniretno Widarti, Dan Munzil. 2004. Kimia Analitik I.
Malang: Jica.

Polling Dan Harsono Tjokrodanoerdjo. 1986. Ilmu Kimia. Jakarta: Erlangga.

Saito, Taro. 1996. Kimia Anorganik. Tokyo: Universitas Kanawa.

Sanjaya, Ari Susandy, dkk. 2018. Penurunan Laju Korosi Logam Aluminium Menggunakan
Inhibitor Alami. Jurnal Chemurgy. Vol 02, No 1.

Siahpoosh, Seyed Mahdi, Esmaeil Salahi Dan Fereidoun Alikhani Hessari. 2016. Synthesis
Of Γ-Alumina Nanoparticles With High-Surface-Area Via Sol-Gel Method And
Their Performance For The Removal Of Nickel From Aqueous Solution. Jurnal
Bulletin De La Société Royale Des Sciences De Liège, Vol. 85, 912 – 934.

Sugara, Imam Rudi, Tjok Gd Tirta Nindhia Dan D.N.K. Putra Negara. 2017. Kekuatan Tarik
Dan Kekerasan Aluminium Setelah Dielektroplating Dengan Variasi Pelapisan Al –
Zn – Ni Dan Al – Zn – Cu – Ni. Jurnal Ilmiah Teknik Desain Mekanika Vol.6 No.1,
Januari 2017 (99-107).

Sugiyarto, Kristian H. 2003. Kimia Anorganik Ii. Malang: Jica.

Svehla, G. 1985. Analisis Kuantitatif Anorganik Makro Dan Semimikro. Jakarta:


Pt. Kalman Media Pustaka.
Tim Dosen Kimia Anorganik. 2019. Penuntun Praktikum Kimia Anorganik. Makassar:
Jurusan Kimia Univeristas Negeri Makassar.

Wang Xiuman, Qian Zhang, Xiaofeng Shi, Ning Wang Dan Yujun Chai. 2018. Synergistic
Effect Of The Fresh Co, Ni, And Anion Ions On Aluminium Or Magnesium With
Water Reactions. Jurnal Wiley Energy Resrarch, Doi: 10.1002/Er.4276.

HALAMAN PENGESAHAN

Laporan lengkap praktikum Kimia Anorganik I, dengan judul “Aluminium dan


Senyawanya” oleh:
Nama : Steffanie Malaihollo
NIM : 1713041011
Kelas : Pendidikan Kimia A
Kelompok : V (lima)
telah diperiksa dan dikonsultasikan oleh Asisten dan Koordinator Asisten maka laporan ini
dinyatakan telah diterima.

Makassar, Mei 2019


Koordinator Asisten Asisten

Sahrul Rahmawati

Mengetahui,
Dosen Penanggung Jawab

Hardin, S.Si, S.Pd, M.Pd.


NIP. 19870807 201504 1 004
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan lengkap praktikum Kimia Anorganik I, dengan judul “Pembuatan Cis dan
Trans Kalium dioksalatodiakuokromat(III)” oleh:
Nama : Steffanie Malaihollo
NIM : 1713041011
Kelas : Pendidikan Kimia A
Kelompok : V (lima)
telah diperiksa dan dikonsultasikan oleh Asisten dan Koordinator Asisten maka laporan ini
dinyatakan telah diterima.

Makassar, Mei 2019


Koordinator Asisten Asisten

Sahrul Sahrul

Mengetahui,
Dosen Penanggung Jawab

Hardin, S.Si, S.Pd, M.Pd.


NIP. 19870807 201504 1 004
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan lengkap praktikum Kimia Anorganik I, dengan judul “Aluminium dan


Senyawanya” oleh:
Nama : Steffanie Malaihollo
NIM : 1713041011
Kelas : Pendidikan Kimia A
Kelompok : V (lima)
telah diperiksa dan dikonsultasikan oleh Asisten dan Koordinator Asisten maka laporan ini
dinyatakan telah diterima.

Makassar, Mei 2019


Koordinator Asisten Asisten

Sahrul Rahmawati

Mengetahui,
Dosen Penanggung Jawab

Hardin, S.Si, S.Pd, M.Pd.


NIP. 19870807 201504 1 004
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan lengkap praktikum Kimia Anorganik I, dengan judul “Pembuatan Natrium


Tiosulfat” oleh:
Nama : Steffanie Malaihollo
NIM : 1713041011
Kelas : Pendidikan Kimia A
Kelompok : V (lima)
telah diperiksa dan dikonsultasikan oleh Asisten dan Koordinator Asisten maka laporan ini
dinyatakan telah diterima.

Makassar, Mei 2019


Koordinator Asisten Asisten

Sahrul Hamzah

Mengetahui,
Dosen Penanggung Jawab

Hardin, S.Si, S.Pd, M.Pd.


NIP. 19870807 201504 1 004

Anda mungkin juga menyukai