Anda di halaman 1dari 45

8

Aplikasi Termodinamika untuk Sistem Sederhana

8-1 POTENSIAL KIMIA


8-2 FASE KESETIMBANGAN DAN FASE ???
8-3 KETERGANTUNGAN TEKANAN UAP PADA TEKANAN TOTAL
8-4 TEGANGAN PERMUKAAN
8-5 TEKANAN UAP PADA PENURUNAN BAHAN CAIR
8-6 REVERSIBILITAS SEL VOLTA
8-7 RADIASI BENDA HITAM
8-8 TERMODINAMIKA PADA KEMAGNETAN
8-9 APLIKASI TEKNIK

8-1 POTENSIAL KIMIA


Pada bab ini, dasar-dasar termodinamika yang telah dikembangkan pada bab-bab
sebelumnya akan diterapkan pada beberapa sistem yang sederhana. Kita mulai
dengan mengurangi kendala bahwa sistem tertutup, dan kita selidiki bagaimana
hubungan-hubungan yang telah yang dikembangkan diubah jika ada massa yang
masuk atau keluar dari sistem atau jika massa dipertukarkan antar bagian-bagian
dalam satu sistem.
Misalkan ada sebuah bejana dengan volume V dibagi menjadi dua bagian
yang sama. Pada satu sisi bagian ada n1 mol gas ideal, dan pada satu sisi yang lain
ada n2 mol gas ideal yang berbeda, kedua gas menjadi bertemperatur yang sama T
dan tekanan P.
Pembagian-pembagian tersebut sekarang dihilangkan, setiap gas berdifusi
kepada yang lain, dan sebuah kesetimbangan yang baru akhirnya mencapai keadaan
dimana kedua gas menempati volume total yang sama. Jika gas-gas tersebut ideal,
tidak ada perubahan pada temperatur T atau pada tekanan total P. Tekanan akhir
parsial dari gas adalah p1 dan p2, dan p1 + p2 = P.
Fungsi awal Gibbs pada sistem adalah
G1= n1g1i+ n2g2 i
dimana g1i dan g2i adalah niali awal dari fungsi Gibbs khusus pada masing-masing
gas. Dari Pers. (7-14),
g1i = RT(ln P + ɸ1), g2i = RT(ln P2 + ɸ2),
dimana ɸ1 dan ɸ2 adalah fungsi dari temperatur saja.
Nilai akhir dari fungsi Gibbs adalah
Gi = n1g1i + n2g2i
dan karena tekanan akhir dari tiap-tiap gas adalah tekanan parsialnya sendiri p,
g1i = RT(ln p1 + ɸ1), g2i = RT(ln P2 + ɸ2).
Jumlah ɸ1 dan ɸ2 memiliki nilai yang sama pada keadaan awal dan akhir, karena
keduanya adalah fungsi-fungsi dari temperatur saja.
Fraksi mol x1 dan x2 dari tiap-tiap unsur, pada keadaan akhir, didefinisikan
sebagai
𝑛1 𝑛1
𝑥1 = , 𝑥1 =
𝑛1 + 𝑛2 𝑛1 + 𝑛2

(8-1)
dimana total angka pada mol n= n1 + n2 . Karena kedua unsur adalah gas ideal, dan
keduanya menempati volume yang sama V pada temperatur yang sama T.
𝑝1 𝑉 𝑝2 𝑉 𝑝𝑉
𝑛1 = , 𝑛2 = , n= 𝑅𝑇
𝑅𝑇 𝑅𝑇

dan karena itu


𝑝1 𝑝2
𝑥1 = , 𝑥2 =
𝑃 𝑃
(8-2)
Sehingga
ln p1 = ln P + ln x1, ln p1 = ln P + ln x1,
dan
g1i = RT (ln P + ɸ1 + ln x1), g2i = RT (ln P + ɸ1 + ln x1),
Potensial Kimia µ dari tiap-tiap gas dalam campuran didefinisikan sebagai
µ = RT(ln P + ɸ + ln x)
= RT(ln p + ɸ)
= g + RT ln x, (8-3)
dimana g adalah fungsi Gibbs pada temperatur T dan tekanan total P. Fungsi akhir
Gibbs pada sistem menjadi
Gf = n1µ1 + n2µ2
Perubahan dalam fungsi Gibbs dalam proses campuran adalah
Gf – Gi = n1 (µ1 – g1) + n1 (µ1 – g1)
= RT(n1 ln x1 + n2 ln x2). (8-
4)
Lambang dalam tanda kurung ditentukan negatif, karena x1 dan x2 keduanya adalah
fraksi kurang dari 1; dan karena itu Fungsi Gibbs berkurang dalam proses campuran
yang irreversibel, dimana kita telah membuktikan bahwa kasusnya selalu pada
proses yang sedemikian pada temperatur dan tekanan konstan.
Sebagai contoh, Anggaplah sebuah bejana bevolume V dibagi
menjadi dua bagian dengan sebuah sekat. Pada sisi kiri ada 2 kilomol gas
helium, dan pada sisi kanannya ada 1 kilomol gas neon. Kedua gas
mempunyai suhu 300 K dan tekanan 1 atm. Setelah sekatnya dihilangkan
gas berdifusi satu sama lain dan tercapai keadaan setimbang yang baru.
Fraksi mol pada tiap-tiap gas pada campuran dapat diberikan pada Pers.(8-
1):
2 2 1 1
𝑥𝐻𝑒 = = dan 𝑥𝑁𝑒 = =
2+1 3 2+1 3

dan tekanan parsial keduanya adalah


pHe = 0.67 atm dan pNe = 0.33 atm
Potensial kimia pada setiap gas adalah
µHe = gHe + R(300) ln 0.67; µNe = gNe + R(300) ln 0.33
dimana gHe dan gNe adalah fungsi khusus Gibbs untuk gas yang dipisahkan
pada temperatur dan tekanan yang sama. Potensial kimia pada tiap-tiap
unsur pada gas adalah fungsi linier dari temperatur dan bergantung pada
logaritma natual (ln) pada fraksi mol unsur-unsur tersebut dalam gas.
Perubahan pada fungsi Gibbs disaat proses pencampuran adalah
∆G = Gf – Gi = RT( 2 ln 0.67 + 1 ln 0.33),
= -5 x 108 J.
Perubahan entropi selama proses pencampuran dapat dihitung dari awal
dengan Pers. (7-27) :
𝜕∆𝐺
∆𝑆 = − ( ) = −𝑅(𝑛1 ln 𝑥1 + 𝑛2 ln 𝑥2 ),
𝜕𝑇 𝑃
= 2R,
= 16.6 x 103 J K-1
Kita telah dikenalkan dengan konsep potensial kimia melalui contoh
sederhana dari pencampuran antara dua gas ideal. Konsep tersebut memiliki arti
yang lebih luas, dan ini mendasari berbagai macam persoalan dalam ilmu Kimia-
Fisika. Konsep ini dapat diterapkan untuk penyelesaian-penyelesaian seperti gas,
untuk zat yang dapat direaksikan secara kimia, dan untuk sistem yang memiliki
lebih dari satu fase. Pada bagian selanjutnya kita membuktikan bahwa suatu sistem
adalah dalam keseimbangan kimia ketika potensial kimia pada tiap-tiap unsurnya
memiliki nilai yang sama pada tiap-tiap fase.
Hubungan umum antara µ dan g untuk unsur apapun pada fase apa saja,
memiliki bentuk yang sama yaitu Pers. (8-3):
µ = g + RT ln x
dimana x adalah fraksi mol dari unsur:
𝑛𝑓
𝑥𝑓 = .
∑ 𝑛𝑓
Jika suatu fase hanya terdiri dari satu unsur saja, maka x = 1, ln x = 0, dan
µ = g. (8-
5)
Pada masalah ini potensial kimia sama dengan fungsi khas Gibbs.
Permasalahan tentang kesetimbangan larutan-uap yang telah kita bahas pada
bagian 7-5 sebagai sebuah contoh. Pada keadaan ini hanya ada satu unsur, µ = g,
dan seperti yang telah kita tunjukkan, fungsi khas Gibbs g’’ dan g’’’ adalah sama
pada sebagian dari kesetimbangan yang telah stabil.
Untuk suatu sistem yang terdiri dari sebuah zat murni, konsep dari potensial
kimia dapat diambil dari cara yang berbeda. Gabungan dari hukum pertama dan
kedua untuk sistem PVT tertutup menunjukkan hasil bahwa
dU =T dS – P dV
Mengingat bahwa U adalah fungsi dari S dan V, kita juga dapat menulis
𝜕𝑈 𝑑𝑈
𝑑𝑈 = ( ) 𝑑𝑆 + ( ) 𝑑𝑉,
𝜕𝑆 𝑉 𝜕𝑉 𝑆
(8-6)
dan juga
𝜕𝑈 𝑑𝑈
( ) = 𝑇, ( ) = −𝑃.
𝜕𝑆 𝑉 𝜕𝑉 𝑆
(8-7)
Energi dalam U adalah properti yang luas. Dan sesuai untuk jumlah mol yang
masuk ke dalam sistem. Hal ini telah disinggung pada Pers. (8-6) bahwa kita
mempertimbangkan sebuah sistem yang tertutup yang mana jumlah mol n adalah
konstan. Jika sistem terbuka, maka kita dapat menambahkan atau menghilangkan
materi, energi dalam menjadi sebuah fungsi n sebagaimana S dan V, dan
𝜕𝑈 𝜕𝑈 𝜕𝑈
𝑑𝑈 = ( ) 𝑑𝑆 + ( ) 𝑑𝑉 + ( ) 𝑑𝑛.
𝜕𝑆 𝑉.𝑛 𝜕𝑉 𝑆.𝑛 𝜕𝑛 𝑆.𝑉
(8-8)
Pada keadaan khusus dimana dn = 0, Persamaan di atas dapat diturunkan ke Pers.
(8-7), sehingga
𝜕𝑈 𝜕𝑈
( 𝜕𝑆 ) = 𝑇, (𝜕𝑉 ) = −𝑃
𝑉.𝑛 𝑆.𝑛

(8-9)
Penambahan huruf n di bawah pada penurunan parsial menegaskan tentang
apa yang telah kita singgung pada Pers. (8-7), yakni, bahwa pada persamaan-
persamaan tersebut n diasumsikan bernilai konstan. Koefisien dari dn pada Pers. (8-
8) sekarang didefiniskan sebagai potensial kimia µ:
𝜕𝑈
µ ≡( )
𝜕𝑛 𝑆.𝑉
(8-10)
sehingga, potensial kimia adalah perubahan energi dalam per mol dari zat yang
ditambahkan pada sistem pada suatu proses yang konstan S dan V, dan Pers. (8-8)
dapat ditulis
dU = T dS – P dV + µ dn (8-
11)
Persamaan ini adalah bentuk umum dari penggabungan antara hukum
pertama dan kedua dari sistem PVT terbuka. Lebih umumnya, jika X mewakili
semua variabel ekstensif yang dapat disamakan dengan volume V, dan Y adalah
variabel intensif yang dapat disamakan dengan tekanan P, usaha pada proses
differensial yang reversibel adalah Y dX dan
dU = T dS – Y dX + µ dn (8-
12)
sehingga, potensial kimia dapat dinyatakan dalam banyak cara yang berbeda. Kita
juga dapat menuliskannya pada Pers. (8-12) sebagai
1 𝑌 µ
𝑑𝑆 = 𝑑𝑈 + 𝑑𝑋 − 𝑑𝑛,
𝑇 𝑇 𝑇
mengingat S adalah fungsi dari U, X dan n, maka S mengikuti turunan parsial dari
S yang menuruti U, X dan n, dan berturut-turut, dua variabel yang lain dibuat
konstan, dan sama dengan koefisien differensial dU, dX dan dn. Oleh karena itu
𝜕𝑆
µ= −𝑇 (𝜕𝑛) .
𝑈.𝑋

(8-13)
Penurunan pada fungsi Helmholtz F= U – TS, antara dua keadaan setimbang
yang berdekatan, adalah
dF = dU –T dS – S dT;
dan ketika dU dihilangkan dari persemaan ini dan Pers. (8-12), kita mendapatkan
persamaan untuk sistem yang terbuka,
dF = -S dT – Y dX + µ dn
dari persamaan di atas dapat diketahui bahwa
𝜕𝐹
µ= −𝑇 (𝜕𝑛) . (8-
𝑇.𝑋
14)
Dengan cara yang sama, penurunan pada fungsi Gibbs G = U – TS + YX, untuk
suatu sistem yang terbuka adalah
dG = -S dT + X dY + µ dn (8-
15)
dan
𝜕𝐺
µ= −𝑇 (𝜕𝑛) . (8-
𝑇.𝑌
16)
Persamaan ini ekuivalen dengan definisi dari µ pada keadaan khusus yag telah
didiskusikan sebelumnya pada bagian ini. Untuk suatu unsur yang tunggal, G = ng
dan karena itu
𝜕𝐺
µ= (𝜕𝑛) = g.
𝑇.𝑌

Ringkasnya, kita mendapat persamaan berikut untuk potensial kimia :


𝜕𝑆 𝜕𝐹 𝜕𝐺
µ= −𝑇 (𝜕𝑛) = (𝜕𝑛) = (𝜕𝑛)
𝑈.𝑋 𝑇.𝑋 𝑇.𝑌

8-2 FASE KESETIMBANGAN DAN FASE ??/


Pembahasan pada bagian sebelumnya dapat dengan mudah diperluas menuju kasus
pada fase yang tersusun dari unsur-unsur k daripada hanya unsur tunggal. Energi
dalam dari fase tersebut adalah
U = U(S, V, n1, n2,..., nk), (8-
17)
dimana n adalah banyaknya mol dari unsur ke-i yang ada pada suatu fase.
Persamaan (8-8) dapat dituliskan sebagai
𝜕𝑈 𝜕𝑈 𝜕𝑈 𝜕𝑈
𝑑𝑈 = ( 𝜕𝑆 ) 𝑑𝑆 + (𝜕𝑉 ) 𝑑𝑉 + (𝜕𝑛 ) 𝑑𝑛1 + . . . + (𝜕𝑛 ) 𝑑𝑛𝑘
𝑉.𝑛 𝑆.𝑛 1 𝑆.𝑉.𝑛 𝑘 𝑆.𝑉.𝑛

(8-18)
dimana tulisan dibawah garis n’menandakan bahwa jumlah mol dari seluruh unsur
adalah konstan kecuali untuk unsur yang muncul pada derivatif.
Persamaan (8-11) dapat dituliskan sebagai
dU = T dS – P dV + µ1 dn1 + . . . + µk dnk (8-
19)
dimana
𝜕𝑈
µ𝑖 = ( ) dsb.
𝜕𝑛𝑖 𝑆.𝑉.𝑛
(8-20)
Persamaan terakhir mendefinisikan potensial kimia dari unsur ke-i pada fase.
Dengan cara yang sama, penurunan pada fungsi Gibbs antara dua keadaan
pada temperatur dan tekanan yang sama untuk suatu sistem yang terbuka dari unsur
k adalah
dG = dU – T dS + P dV
Perbandingan dengan Pers. (8-19) menghasilkan
dG = µ1 dn1 + . . . + µk dk (8-
21)
dan
𝜕𝐺
µ𝑖 = ( ) .
𝜕𝑛𝑖 𝑃.𝑇.𝑛
(8-22)
Ini sekarang dapat dibuktikan bahwa potensial kimia dari suatu unsur tidak
bergantung pada ukuran fase, tetapi dtentukan dengan komposisi relatif, tekanan,
dan suhu. Mempertimbangkan fase yang terdiri dari dua bagian yang sama rata.
Jika Δnf mol unsur i ditambahkan tiap-tiap paruh fase tanpa mengubah tekanan atau
temperatur dari paruh fase, takanan dan temperatur dari seluruh fase tidak berubah
dan kita dapat ditulis untuk tiap-tiap paruh
∆𝐺
µ𝑖 = .
∆𝑛𝑖
Untuk dua paruh, didapat
2∆𝐺 ∆𝐺
µ𝑖 = = .
2∆𝑛𝑖 ∆𝑛𝑖
Dengan demikian potensial kimia µ tidak bergantung pada ukuran fase.
Sekarang dapat diasumsikan bahwa suatu fase pada temperatur T, tekanan P,
fungsi Gibbs G0, dan bahwa kita dapat menambahkan massa yang pada saat
temperatur dan tekanan sama. Sebagai hasil dari pembahasan di atas, Pers. (8-21)
sekarang dapat ditulis
G – G0 = µ1n1 + . . . + µknk (8-
23)
Oleh karena itu kita dapat juga menulis
U = TS – PV + µ1n1 + . . . + µknk. + G0,
H = TS + µ1n1 + . . . + µknk. + G0, (8-
24)
F = – PV + µ1n1 + . . . + µknk. + G0,
Ini telah ditunjukkan pada Bagian 7-5 bahwa jika dua fase dari suatu bahan
murni adalah pada keadaan setimbang saat temperatur dan tekanan konstan, fungsi
khas Gibbs memiliki nilai yang sama pada kedua fase. Dari pertimbangan tersebut
kita dapat menurunkan persamaan Clausius-Clapeyron. Kita sekarang
mempertimbangkan kesetimbangan dalam suatu sistem yang tersusun dari lebih
dari satu fase.
Telah jelas bahwa hanya satu fase dalam bentuk gas yang dapat ada. Karena
unsur-unsur yang ditambahkan untuk fase ini akan berdifusi sampai diperoleh
sebuah campuran yang homogen. Bagaimanapun, lebih dari satu fase cair yan dapat
ada disebabkan oleh sifat cairan yang tidak dapat dicampur dari cairan-cairan
tertentu yang menghalangi kemungkinan terjadinya penyatuan. Secara umumnya,
pencampuran- pencampuran dari unsur-unsur padat tidak membentuk suatu
pencampuran yang homogen kecuali pada keadaan khusus. Sebagai contoh, sebuah
pencampuran kikiran besi dan belerang, atau pencampuran tipe-tipe es yang
berbeda, harus dihargai sebagai pembentukan salinan fase padat. Di lain pihak,
beberapa logam campuran mungkin dipertimbangkan untuk menyusun suatu fase
padat tunggal.
Pengamatan kita terdahulu bahwa fungsi khas Gibbs memiliki nilai yang
sama pada tiap-tiap fase untuk kesetimbangan antara fase-fase dari unsur tunggal
membuthkan pemodifikasian ketika lebih dari satu unsur berada dalam sistem. Kita
mempertimbangkan sebuah sistem tertutup yang terdiri dari fase π dan unsur k pada
kesetimbangan saat temperatur dan tekanan sama. Seperti sebelumnya, suatu unsur
akan ditulis dengan huruf yang berada dibawah garis i = 1, 2, 3, . . . , k, dan suatu
fase ditulis dengan huruf yang berada di atas garis (j) = 1, 2, 3, . . ., π. Jadi simbol
π1(2) dapat diartikan sebagai potensial kimia untuk unsur 1 pada fase 2.
Fungsi Gibbs untuk unsur i pada fase j adalah hasil dari potensial kimia
πi dimana unsur pada fase j, dan jumlah mol ni(j)dari unsur pada fase j. Fungsi
(j)

Gibbs total dari fase j adalah penjumlahan dari seluruh hasil dari semua unsur, dan
ini sama
𝑖=𝑘
(𝑗) (𝑗)
∑ µ𝑖 𝑛𝑖
𝑖=1

Akhirnya, Fungsi Gibbs total dari seluruh sistem adalah penjumlahan dari seluruh
penjumlahan dari seluruh fase-fase dalam sistem, dan dapat ditulis
𝑗=𝜋 𝑖=𝑘
(𝑗) (𝑗)
𝐺 = ∑ ∑ µ𝑖 𝑛𝑖
𝑗=1 𝑖=1

(8-25)
Kita telah membuktikan pada Bagian 7-1 bahwa kondisi yang dibutuhkan
untuk kesetimbangan yang stabil dari suatu sistem pada suhu dan temperatur
konstan adalah bahwa fungsi Gibbs sistem harus minimum. Sehingga, ketika kita
membandingkan keadaan setimbang dengan keadaan kedua pada saat temperatur
dan tekanan yang sama, tetapi sekilas terlihat berbeda dari keadaan setimbang,
variasi pertama dari fungsi Gibbs adalah nol :
dGT.P = 0.
Pada keadaan kedua, jumlah mol ni(j) dari tiap-tiap unsur pada tiap-tiap fase
sekilas tampak berbeda dari nilai kesetimbangan. Karena ptensila kimia adalah
konstan pada saat temperatur dan tekanan konstan, kita mendapat Pers. (8-25),

𝒋=𝝅 𝒊=𝒌
(𝑗) (𝑗)
𝒅𝐆𝐓. 𝐏 = ∑ ∑ µ𝑖 𝑑𝑛𝑖 = 0,
𝒋=𝟏 𝒊=𝟏

(8-26)

dimana beberapa dni(j) menunjukkan perbedaan kecil dalam jumlah mol unsur i
pada fase j. Tulis beberapa syarat pada penjumlahan ganda, kita mendapat
µ1(1) dn1(1) + µ2(2) dn2(2) + . . . + µ1(π) dn1(π)
+ µ2(1) dn2(1) + µ2(2) dn2(2) + . . . + µ2(π) dn2(π)
.
. (8-
27)
.
+ µk(1) dnk(1) + µk(2) dnk(2) + . . . + µk(π) dnk(π)
Jika setiap penururnan dni(j)pada persamaan yang rumit ini adalah independen,
sehingga tiap-tiapnya dapat dimasukkan nilai-nilai yang dapat berubah-ubah.
Persamaannya dapat memenuhi koefisien µi(j)pada saat nilai-nilainya nol. Jadi
meskipun kita mungkin menemukan suatu bentuk µi(j)seperti bahwa penjumlahan
akan menjadi nol untuk beberapa pilihan yang berubah-ubah dari dni(j), ini tidak
akan menjadi nol untuk pilihan berubah-ubah yang berbeda. Bagaimanapun, total
jumlah dari unsur-unsur dalam setiap fase-fase yag bersamaan pasti bernilai
konstan, karena tidak ada unsur-unsur yang dibentuk, dihancurkan atau didiubah.
Penurunan dari jumlah suatu unsur dalam satu fase pasti menghasilkan peningkatan
jumlah dari unsur-unsur pada fase-fase lain. Jadi penurunan dni(j) tidaklah
independen; tetapi
dn1(1) + dn1(2) + . . . + dn1(π) = 0,
dn2(1) + dn2(2) + . . . + dn2(π) = 0,
.
. (8-
28)
.
dnk(1) + dnk(2) + . . . + dnk(π) = 0,
Penyelesaian dari Pers. (8-27) dibatasi oleh kondisi k yang dinyatakan dengan
persamaan-persamaan kondisi.
Untuk mencari solusinya, nilai dari dni(j) dihasilkan dari tiap-tiap Pers. (8-28)
disubtitusikan ke dalam garis yang berhubungan dari Pers. (8-27). Garis pertama
dari Pers. (8-27) menjadi
-µ1(1)(dn1(2) + dn1(3) + . . . + dn1(π)) + µ1(2) dn1(2) + . . . + µ1(π) dn1(π),
yang dapat dituliskan kembali dengan
(µ1(2) - µ1(1)) dn1(2) + (µ1(3) - µ1(1)) dn1(3) + . . . + (µ1(π) - µ1(1)) dn1(π).
Pernyataan-pernyataan yang serupa dapat ditulis untuk tiap-tiap garis dari Pers. (8-
27); tetapi sekarang tiap-tiap pernyataan menyisakan dni(j)(dimana j ≠1) adalah
independen dan dapat divariasikan. Agar Pers. (8-27) memiliki sebuah penyelesaian
untuk semua variasi yang semuanya dapat berubah-ubah dari dni(j), koefisien-
koefisiennya semuanya pasti sama dengan nol. Untuk garis pertama dari Pers. (8-
27), kita mendapat
µ1(2) = µ1(1),µ1(3) = µ1(1), . . . , µ1(π) = µ1(π);
Dimana, potensial kimia dari unsur-unsur tersebut pasti memiliki nilai yang sama
pada tiap-tiap fase. Melanjutkan dari prosedur untuk tiap-tiap unsur mendapatkan
hsail bahwa potensial kimia dari tiap-tiap unsur pasti memiliki nilai yang sama pada
setiap fase, yaitu,
µ1(1) = µ1(2) = . . . = µ1(π)
µ1(1) = µ1(2) = . . . = µ1(π)
.
. (8-
29)
.
µk(1) = µk(2) = . . . = µk(π)
Jika pada kasus ini kita dapat menghilangkan huruf yang berada di atas garis
pada persamaan-persamaan sebelumnya dengan mudah µ1, µ2 dsb, untuk potensial-
potensial kimia. Baris pertama Pers. (8-27) kemudian menjadi
µ1(dn1(1) + dn1(2) + . . . dn1(π)
Dimana dari persamaan persamaan kondisi pertama sama dengan nol. Sama halnya
dengan tiap-tipa unsur yang lain dan Pers. (8-27) terpenuhi. Hal ini tidak tampak
bahwa Pers. (8-29) diperlukan secukupnya saja. Bukti bahwa ini dapat diselesaikan
terdapat pada Lampiran B. Pers. (8-29) adalah bentuk umum dari hasil dari
penurunan sebelumnya bahwa ketika ada dua atau lebih fase-fase dari suatu unsur
tunggal adalah dalam keadaan setimbang, potensial kimia memiliki nilai yang sama
di setiap fase-fase.
Dengan memperkirakan bahwa fase-fase dari suatu sistem dalam keadaan
tidak seimbang. Kemudian fungsi molal Gibbs dari tiap-tiap unsur tidak akan
memiliki nilai yang sama pada tiap-tiap fase. Untuk tiap-tiap unsur dimana terdapat
penurunan fungsi molal Gibbs di dalamnya, akan memiliki kecenderungan, yaitu
kecenderungan untuk melepas,dengan spontan melepaskan dari suatu fase yang
fungsi molal Gibbsnya lebih tinggi ke fase yang memiliki fungsi molal Gibbs lebih
rendah, sampai terdapat kesetimbangan antara fase-fase tersebut, hingga fungsi
molal Gibbs memiliki nilai-nilai yang sama pada tiap-tiap fase. Sebaliknya, sifat
yang cenderung melepaskan dari berbagai unsur adalah sama di setiap fase ketika
sistem dalam keadaan setimbang.
Tahap aturan penurunan pertama oleh Gibbs, dengan logis mengikuti
kesimpulan-kesimpulan di atas. Pertama-tama kita harus mempertimbangkan suatu
sistem yang heterogen dimana unsur-unsur tersebut ada pada setiap fase. Pers. (8-
29) dimana pada fase setimbang ditetapkan dan oleh karena itu akan disebut
persamaan-persamaan pada fase setimbang, adalah k(π - 1) dalam angka. Sekarang
komposisi dari tiap-tiap fase terdiri dari unsur-unsur k adalah telah pasti jika k – 1
dari unsur-unsur yang telah diketahui, karena penjumlahan dari fraksi-fraksi mol
dari tiap-tiap unsur dalam fase harus satu kesatuan. Oleh karena itu, untuk fase-fase
π terdapat jumlah dari variabel-variabel π (k – 1), dalam penambahan temperatur
dan tekanan yang telah ditetapkan. Sehingga ada variabel-variabel π (k – 1) + 2
bersamaan.
Jika jumlah variabel-variabel sama dengan jumlah persamaan-persamaan,
kemudian pakah kita dapat menyelesaikan persamaan-persamaan tersebut atau
tidak, temperatur, tekanan, dan komposisi dari tiap-tiap fase dapat ditentukan.
Sistem tersebut kemudian disebut nonvarian dan dapat dikatakan memiliki nol
perbedaan.
Jika jumlah dari variabel-variabel lebih besar satu daripada jumlah dari
persamaan-persamaan, perubahan-perubahan nilai dapat diberikan pada satu dari
variabel-variabel dan sisanya telah sepenuhnya ditentukan. Sistem tersebut disebut
monovarian dan dapat dikatakan memiliki varian 1.
Umumnya, varian f didefinisikan sebagai kelebihan dari jumlah variabel-
variabel atas jumlah persamaan-persamaan, dan
f = [π (k -1) +2] – [k (π – 1)],
atau
f = k – π + 2 (Tidak ada reaksi kimia)
(8-30)
Persamaan ini disebut ?Gibbs phase rule?
Sebagai contoh, mengingat bahwa larutan air dalam keadaan setimbang
dengan uap airnya. Hanya ada satu unsur (H2O) dan k = 1. Terdapat dua fase, π =
2, dan jumlah persamaan-persamaan dari fase setimbang adalah
k (π – 1) = 1.
Persamaan tunggal tersebut menyatakan dengan sederhana bahwa sebagaimana
yang telah kita tunjukkan sebelumnya, potensial kimia µ memiliki nilai yang sama
pada kedua fase.
Jumlah dari variabel-variabel adalah
π (k -1) + 2 = 2.
Variabel-variabel tersebut adalah temperatur T dan tekanan P, karena pada kedua
fase fraksi mol dari unsur tunggal adalah 1. Varian f menjadi
f = k – π + 2 = 1,
yang berati bahwa nilai yang berubah-ubah dapat dimasukkan pada salah satu
antara temperatur T dan tekanan P, tapi tidak keduanya. (Tentu saja, pembatasan-
pembatasa dikenakan pada nilai-nilai yang berubah tersebut karena nilai-nilai
tersebut harus berada di dalam range dimana larutan air dan uap air dapat ada pada
Kesetimbangan.) Jadi jika kita menentukan temperatur T, tekanan P akan menjadi
tekanan uap air pada temperatur tersebut dan tidak dapat dimasukkan nilai-nilai
yang berubah-ubah. Jika kita membuat tekanan lebih besar dari tekanan uap,
menjaga temperatur tetap konstan, seluruh uap air akan berkondensasi menjadi
cairan seperti ditunjukkan pada Bab Isotermal pada Gb. 2-9. Jika kita membuat
tekanan lebih kecil dari tekanan uap, seluruh cairan akan berevaporasi.
Pada titik tripel air, ketiga fase seluruhnya dalam kesetimbangan dan π = 3.
Lalu k(π- 1) = 2, dan ada dua persamaan pada fase setimbang menyatakan bahwa
potensial kimia pada setiap satu fase sama dengan nilainya pada tiap-tiap fase yang
lain. Jumlah dari variabel-variabel adalah π (k - 1) + 2 = 2, yang berarti sama
dengan jumlah dari persamaan-persamaan. Variansinya adalah
f = k – π + 2 = 0,
Dan sistem adalah invarian. Kita tidak dapat memasukkan suatu nilai yang
berubah-ubah pada temperatur maupun tekanan. Ketika suatu sistem seperti pada
sel titik tripel pada Gb. 1-3 telah terbentuk pada laboratorium, temperaturnya adalah
titik tripel air, dan tekanannya adalah tekanan uap pada temperatur tersebut. Ini
adalah alasan bahwa temperatur titik tripel air telah terpilih sebagai titik tunggal
yang telah ditentukan pada skala temperatur termodinamika; ini dapat dihasilkan
kembali secara tepat pada setiap titik dan waktu. Tentu saja, titik tripel dari
beberapa bahan murni yang lain dapat tersedia, tetapi air telah terpilih karena
ketersediannya di alam semesta dalam keadaan murni.
Ini dapat langsung dibuktikan bahwa jika suatu unsur tidak ada dalam suatu
fase, jumlah dari variabel-variabel dan jumlah dari persamaan-persamaan
berkurang satu. Oleh karena itu pembatasan asli bahwa setiap unsur terdapat pada
setiap fase dapat dihilangkan, dan Pers. (8-30) menyisakan yang pasti.
Jika reaksi kimia mengambil bagian di dalam sistem, unsur-unsur tidak
sepenuhnya independen. Mari kita memperkirakan bahwa 4 unsur A, B, C, dan D
mengalami reaksi
nA A + nB B ↔ nC C + nD D,
Dimana ‘n’nya adalah jumlah mol dari unsur-unsur. Kita sekarang memiliki
tambahan persamaan yang independen sehingga total jumlah dari persamaan-
persamaan independen adalah k(π-1)+1. Jumlah dari variabel-variabel adalah π(k-
1)+2 , sebagaimana sebelumnya. Oleh karena itu jumlah derajat kebebasannya
adalah
f = (k-1)-π+2.
Tetapi masih mungkin menyusun suatu sistem dimana jumlah reaksi kimianya
mengambil bagian , dan sesuai dengan itu kita nyatakan dalam fasa rule ??? dalam
bentuk yang lebih umum
f = (k-r)-π+2 (dengan reaksi kimia),
(8-31)
Dimana r adalah jumlah dari reaksi kimia reversibel yang independen.
8-3 KETERGANTUNGAN TEKANAN UAP PADA TEKANAN TOTAL
Sebagai aplikasi dari konsep yang dikembangkan pada 2 bagian terakhir, kita
mempertimbangkan ketergantungan tekanan uap dari suatu cairan pada tekanan
total. Gambar 8-1(a) mewakili suatu cairan pada kesetimbangan dengan uapnya.
Tekanan total pada sistem adalah tekanan uapnya. Suatu gas yang tidak tertarik
(yaitu, yang tidak bereaksi secara kimia dengan cairan atau uap airnya), sebagai
perwakilan dari siklus yang terbuka Gb. 8-1 (b), ini dipompa menuju ruang di atas
cairan tersebut, dengan demikian terjadi penambahan tekanan total. Pertanyaannya
adalah: Akankah tekanan uap berubah ketika temperatur konstan?
Kita menggunakan kondisi bahwa potensial kimia dari bahan murni pasti
memiliki nilai yang sama pada fase cair dan fase gas. Karena fase cair tersusun dari
unsur tunggal, potensial kimia dalam fase ini sama dengan fungsi khas Gibbs dari
cairan:
µn=gn
Fase gasnya dapat dinyatakan dari suatu campuran gas-gas ideal dan kita dapat
menggunakan hasilnya pada Bagian 8-1:
µn=RT(ln p+ ɸ)
Dimana µ’’’ adalah potensial kimia dari uap dan p adalah tekanan uap

Jika p mewakili tekanan total, dan menganggap bahwa penambahan dalam


jumlah kecil dari gas yang memiliki ketertaikan dipompa, pada temperatur yang
konstan, menambah tekana total dari P ke P+Dp dan mengubah tekanan uap dari p
ke p+dp. Karena sistem juga dalam keadaan setimbang pada saat tekanan baru
perubahan dµ’’ dan dµ’’’ pasti sama. Untuk cairan,
dµ,, = dg, ,= -s,,dT + v,, dP = v,, dP
Karena temperatur konstan. Juga, karena ɸ adalah fungsi dari temperatur saja,
dan
𝑝 𝑣′′
ln𝑝𝑜 = 𝑅𝑇(P-p0)

(8-33)
Ini diikuti bahwa ketika tekanan total P bertambah, tekanan uap p bertambah
pula. Yaitu, semakin gas yang memiliki ketertarikan terpompa ke dalam, semakin
banyak cairan yang berevaporasi, sebaliknya menuju medan yang diinginkan.
Bagaimanapun, tekanan parsial dari fase uap dengan sendirinya tidak terpengaruh
oleh bertambahnya gas-gas yang memiliki ketidaktertarikan, dan hanya fase cairan
yang mengalami pertambahan tekanan yang disebabkan oleh evaporasi.
Perubahan pada tekanan uap, Δp = p –p0 sangatlah kecil karena v’’/RT
adalalah kecil. Untuk air, v’’ = 18x10-3 m3 kilomol-1 dan p0 sama dengan 3.6 x 10-3
Nm-2 pada suhu 300 K. Jika tekanan total di atas air bertambah menjadi 100 atm
dan tidak ada gas-gas yang memiliki ketertarikan larut di dalam air, jadi
𝑝 18𝑥10−3
ln 𝑝0=(8.315𝑥103 )(300) (1.01 𝑥107 − 3.6𝑥 103 )

Dan
𝑝+∆𝑝 ∆𝑝
ln = 𝑝𝑜=7.29 x10-3,
𝑝𝑜

Karena ln (1 + x) = x untuk x << 1


8-4 TEGANGAN PERMUKAAN
Fenomena tegangan permukaan dan kapilaritas dapat dijelaskan pada hipotesis
bahwa pada permukaan luar dari suatu cairan terdapat suatu lapisan, beberapa
molekul yang tebal, yang memiliki kelebihan-kelebihan yang berbeda dari bagian
terbesar dari cairan di dalamnya. Permukaan film dan bagian terbesar cairan dapat
dinyatakan sebagai dua fase dari bahan yang seimbang, sekilas mendekati suatu
cairan dan tekanan uapnya dalam keadaan setimbang. Ketika bentuknya yang
diberikan dari massa suatu cairan berubah pada setiap proses pertambahan area
permukaannya, terdapat transfer massa dari bagian terbesar cairan untuk
permukaan film, hanya transfer massa dari cairan ke uapnya ketika volume dari
sebuah cairan dan uap meningkat.
Ini ditemukan meskipun bahwa suhu dari sistem yang konstan ketika area
permukaannya bertambah, panas pasti tersalurkan. Marilah kita mendefinisikan
sebuah kuantitas/ jumlah λ, yang dapat disamakan menjadi kalor tersembunyi dari
penguapan, sebagai tiap-tiap unit panas yang tersalurkan meningkat pada area yang
temperaturnya konstan:
d’QT = λ dAT
Jika suatu lapisan dari cairan terbentuk saat penyusunan dawai pada Gb. 3-6,
gaya/kekuatan dalam digunakan pada saat susunan ditunjukkan oleh permulaan
anak panah pendek pada lapisan-lapisan permukaan sehingga dalam kondisi
ketegangan. Gaya tiap satuan panjang dari batas disebut tegangan permukaan σ ,
dan kita telah mengetahui pada bagian 3-3 bahwa usaha ketika pisau digerakkan
ke bawah dengan jarak yang pendek dx dan luas film bertambah menjadi dA, yaitu
𝑑 ′ 𝑊 = − 𝜎𝑑𝐴.
Meskipun luas film bertambah, gaya tegangan permukaan tdiguanakan untuk
sisa yang konstan jika temperaturnya konstan. Ini, artinya tegangan permukaan σ
tidak tergantung pada area tetapi hanya pada temperaturnya. Film tidak bersifat
seperti membran karet, untuk pertambahan gaya dengan pertambahan area. Sebagai
pergeseran ke bawah, molekul-molekul bergerak dari bagian terbesar cairan
menuju lapisan. Prosesnya tidak termasuk dari peregangan suatu lapisan dari massa
yang konstan, tetapi lebih daripada pembuatan suatu area tambahan dari lapisan
yang hanya tergantung pada kelebihan pada temperatur.
Jika temperatur dalam sistem berubah, bagaimana pun, tegangan permukaan
juga berubah-ubah. Jadi tegangan permukaan dapat disamakan dengan tekanan uap,
sisanya konstan untuk dua fase dalam keseimbangan jika temperaturnya konstan,
tetapi berubah dengan perubahan temperaturnya. Tidak seperti tekanan uap,
bagaimana pun, dimana mengalami pertambahan dengan bertambahnya
temperatur, tegangan permukaan menurun seiring dengan pertambahan temperatur,
ditunjukkan pada Gb. 8-2, dan menjadi nol saat temperaturnya kritis, dimana
kelebihan dari cairan dan uap menjadi identik.

Proses keseimbangan isothermal dimana area dari suatu pertambahan lapisan


tegangan oleh dAT. Aliran kalor menuju lapisan adalah d’Qr=λ dAT kerja adalah
d’WT=-σ dAT, dan pertambahan pada energi dalam, dimana kondisi ini adalah energi
permukaan, adalah
dUT= d’QT – d’WT = (λ+σ)dAT
Oleh karena itu
𝑑𝑈𝑇 𝜕𝑈
= ( 𝜕𝐴) = λ+σ
𝑑𝐴𝑇

(8-35)
Karena kerja dalam suatu proses adalah -σ dA, sebuah lapisan permukaan
adalah ditetapkan untuk suatu sistem PVT, untuk kerja adalah P dV. Tegangan
permukaan σ berhubungan dengan –P, dan area A untuk volume V. Oleh karena itu
kita dapat menulis, dengan analogi Pers. (6-9),
𝜕𝑈 𝑑𝜎
(𝜕𝐴) = σ-T 𝑑𝑇 ,
Dimana (𝜕𝜎⁄𝜕𝑇) dapat digantikan dengan 𝑑𝜎⁄𝑑𝑇, karena σ adalah hanya fungsi
dari T

Dari dua persamaan sebelumnya,


𝑑𝜎
λ = T- 𝑑𝑇

(8-36)
Dimana ‘kalor laten’ λ berhubungan dengan tegangan permukaan σ. Gb. 8-2 juga
menunjukkan suatu grafik λ berlawanan T.( Karena σ adalah hanya suatu fungsi
dari temperatur, sama halnya dengan λ.
Perkiraan daerah dari lapisan yang bertambah secara isothermal dari nol
sampai A, dengan mengawali pergeseran Pada Gb. 3-6 pada bagian atas batas dan
menurunkannya. Karena U=0 ketika A=0, energi tegangan , ketika daerahnya
adalah A, yaitu
𝑑𝜎
U = (λ+σ)A = (𝜎 − 𝑇 𝑑𝑇 )A;

(8-37)
Energi tegangan adalah suatu fungsi dari keduanya T dan A. Energi tegangan tiap-
tiap unit area adalah
𝑈 𝑑𝜎
=λ+σ =𝜎 − 𝑇 (𝑑𝑇 ).
𝐴

Suatu grafik dari U/A juga termasuk dalam Gb. 8-2. Ordinatnya pada beberapa
temperatur adalah jumlah dari ordinat-ordinat grafik dari λ dan σ.
Dianalogikan dengan kapasitas kalor saat volume dari sistem PVT konstan,
kapasitas kalor pada daerah konstan, CA, adalah
𝜕𝑈
CA =( 𝜕𝑇 ).

Dari Pers. (8-37)


𝜕𝑈 𝑑𝜎 𝑑2 𝜎 𝑑𝜎 𝑑2 𝜎
( 𝜕𝑇 )= A[𝑑𝑇 − 𝑇 𝑑𝑇 2 − 𝑑𝑇 ] = −𝐴𝑇 𝑑𝑇 2

Dan oleh karena itu


𝑑2 𝜎
CA=-AT 𝑑𝑇 2 .

(8-38)
Kapasitas kalor khusus cA adalah kapasitas kalor tiap unit area:
𝑑2 𝜎
CA = - T 𝑑𝑇 2 .
Energi dalam U dan fungsi Helmholtz F berhubungan dengan persamaan
𝜕𝐹
U=F-T (𝜕𝑇)

Dibandingkan dengan Pers. (8-37) menunjukkan bahwa fungsi Helmholtz untuk


permukaan film adalah
F=σA
dan karena itu
𝐹
σ= 𝐴

jadi, tegangan permukaan sama dengan fungsi Helmholtz tiap unit area.
Entropi filmnya adalah
𝜕𝐹 𝑑𝜎
S= -(𝜕𝐴) = -A(𝑑𝑇 ),

dan entropi tiap unit area adalah


𝑑𝜎
s = - 𝑑𝑇 .

8-5 TEKANAN UAP PADA TETESAN BAHAN CAIR


Tegangan permukaan dari tetesan bahan cair menyebabkan tekanan di dalamnya
melebihi tekanan bagian luarnya. Seperti ditunjukkan pada Bagian 8-3,
Pertambahan tekanan ni menyebabkan pertambahan tekanan uap, sebuah efek yang
menghasilkan hubungan yang penting dalam kondensasi dari tetesan-tetesan bahan
cair dari uap air yang sangat dingin.
Misalkan suatu tetesan air berbentuk bulat dan berjari-jari r, dalam keadaan
seimbang dengan uap airnya. Gambar (8-3) adalah sebuah gambaran “lonjakan”
tetesan bahan cair. Garis-garis vertikalmenggambarkan gaya tegangan permukaan
dari separuh bagian bawah dari tetesan, jumlah gaya ke atas menjadi
Misalkan P1 adalah tekanan dalam dan PE adalah tekanan luar. Resultan dari
gaya ke bawah pada paruh bagian bawah dari tetesan yang disebabkan oleh tekanan-
tekanan tersebut menjadi
(P1-Pe)?r2;
Dan untuk kesetimbangan mekanik,
(𝑃𝑖 − 𝑃𝑒 )𝜋𝑟 2 = 2𝜋𝑟𝜎,
atau
2𝜎
𝑃𝑖 − 𝑃𝑒 = .
𝑟
Oleh karena itu tekanan P1 pada bahan cair melebihi tekanan luar Pe sebesar
2𝜎
. Tetesan yang memiliki jari-jari yang lebih kecil memiliki penurunan tekanan
𝑟
yang lebih besar.
Untuk memenuhi kesetimbangan thermodinamika, tekanan Pe harus sama
dengan tekanan uap P. Kita dapat menggunakan Pers. (8-33)untuk mencari tekanan
uap p, yang akan lebih besar dari tekanan uap p0 pada permukaan bidang. Pada Pers.
(8-33), simbol P menunjukkan total tekanan dari bahan cair, dimana yang dimaksud
2𝜎
pada persoalan ini adalah tekanan P1 = Pe + 𝑟 , karena Pe = P ketika sistem dalam
keadaan setimbang. Karena itu
𝑝 𝑣 ′′ 2𝜎
𝑙𝑛 = [(𝑝 − 𝑝0 ) + ].
𝑝0 𝑅𝑇 𝑟
Pada seluruh kasus yang menarik, penurunan (p – p0) antara tekanan uap p
yang sebenarnya dan tekanan uap p0 pada suatu permukaan datar lebih kecil
dibandingkan dengan ? dan dapat diabaikan. Jadi
𝑝 2𝜎𝑣 ′′
𝑙𝑛 = ,
𝑝0 𝑟𝑅𝑇
atau
2𝜎𝑣 ′′
𝑟= 𝑝 ,
𝑅𝑇 ln (𝑝 )
0

(8-41)
dan tetesan bahan cair dengan jari-jari tersebut akan menjadi seimbang dengan uap
airnya pada saat tekanan Pe = p. Kesetimbangan tidak dapat stabil. Perkiraan bahwa
kemungkinan evaporasi dari sejumlah molekul menyebabkan berkurangnya jari-
jari tetesan. Kemudian tekanan uap p meningkat, dan jika tekanan Pe yang
sebenarnya dari uap air tidak dapat berubah tekanan uap akan melebihi tekanan
dari uap air. Sistem tidak dapat mencapai kesetimbangan termodinamika, dan
tetesan dapat terus berevaporasi. Di sisi lain, jika sejumlah molekul dari tekanan
uap berkondensasidalam tetesan tersebut, jari-jarinya akan bertambah dan tekanan
uapnya menjadi berkurang, tekanan uap airnya dapat melebihi tekanan uapnya
sendiri, dan tetesan dapat terus berkembang.
Perbedaan antara “tekanan uap p” dan “tekanan Pe pada uap air” akan
membingungkan. Istilah “tekanan Pe pada uap air” memiliki arti tekanan yang
sesungguhnya yang digunakan oleh tekanan uap disekitar tetesan. Istilah “tekanan
uap p” adalah nilai yang teliti bahwa “tekanan Pe pada uap air” digunakan untuk
mencapai kesetimbangan termodinamika.
Untuk air pada temperatur 300 K, σ ≂ 70 x 10-3 N.m-1 , pe ≂ 27 Torr ≂
3.6 x 103 N.m-2 , dan v″ ≂ 18x 10-3 m3 kilomol-1. Kita telah mengetahui
bahwa tekanan Pe pada uap air akan meningkat sedikitnya 5 kali tekanan uap
p0 diatas permukaan datar sbelum tetesan bahan cair mulai terbentuk. Dengan
mengatur p/p0 = 5, kita dapat menentukan dari nilai di atas bahwa,
r ≂ 6 x 10-10 m ≂ 6 x 10-8 cm.
Suatu tetesan yang dalam jari-jarinya hanya tersusun dari sekitar dua belas
molekul, dan maka muncul beberapa pertanyaan dan ini penting untuk dibicarakan
apakah ini adalah suatu lapisan dengan jari-jari dan tegangan permukaan tertentu.
Bagaimanapun, jika sekumpulan dari jumlah molekul-molekul dapat membentuk
uap air dapat terus berkembang setelah ini terbentuk.
8-6 SEL VOLTA YANG REVERSIBEL
Ini telah kita bicarakan pada Bagian 3-3, bahwa ketika nilai dZ mengiringi suatu
sel volta dari emf ?, usahanya adalah
𝑑′ 𝑊 = −𝛿𝑑𝑍.
Jika terdapat gas-gas hasil dari reaksi, usaha P dV harus dimasukkan juga,
tetapi kita harus mengabaikan seluruh perubahan volum dan menganggap sel
seperti 𝛿𝑍𝑇 sistem, yang berhubungan dengan sistem PVT. Kita juga dapat
mengasumsikan, bahwa ini mendekati fakta pada banyak sel, bahwa emf adalah
sebuah fungsi dari temperatur saja, jadi
𝜕𝛿 𝑑𝛿
( ) = .
𝜕𝑇 𝑍 𝑑𝑇
Setiap sel yang nyata memiliki hambatan dalam R, sehingga usaha dissipatif
bernilai I2R terjadi di dalam sel ketika ada arus di dalamnya. Misalkan sambungan-
sambungan pada sel dihubungkan dengan potensiometer. Jika tegangan yang
melalui potensiometer dibuat sama dengan emf pada sel, arus pada sel menjadi nol.
Dengan membuat tegangan sedikit lebih besar atau lebih kecil dari emf, reaksi di
dalam sel dapat dibuat menuju salah satu arah. Lebih lanjut, karena usaha dissipatif
sesuai dengan kuadrat dari arus, ketika usaha elektrik sesuai pada daya pertama,
yang sebelumnya dapat diabaikan dengan membuat arusnya sangat kecil. Oleh
karena itu sel dapat dioperasikan sebagai sistem yang reversibel dalam arti
thermodinamika.
Telah ditemukan bahwa meskipun ketika arus I sangatlah kecil sehingga
pemanasan I2R dapat diabaikan, mungkin masih ada aliran kalor masuk atau keluar
dari sel melalui sekitarnya dalam proses isothermal. Mari kita definisikan jumlah ψ
sebagai aliran kalor tiap satuan nilai, jadi dalam sebuah proses isothermal,
𝑑′𝑄𝑇= ψ d𝑍𝑇 .
Perubahan energi dalam menjadi
dUT =d’QT - d’WT=( ѱ + 𝑆)𝑑𝑍T,
Dan
𝜕𝑈𝑇 𝜕𝑈
= ( ) = ѱ + 𝑆.
𝜕𝑍𝑇 𝜕𝑍 𝑇
(8-42)
Dianalaogikan dengan Pers. (6-9)
𝜕𝑈 𝑑?
( 𝜕𝑍 ) = 𝑆 − T𝑑𝑇,
𝑇

(8-43)
Dan oleh karena itu
𝑑?
Ѱ= -T𝑑𝑇.

(8-44)

Karena δ adalah sebuah fungsi dari T saja, sama benarnya dengan ψ. Aliran kalor
pada proses isothermal menjadi
𝑑?
d’QT = ѱdZT =-T𝑑𝑇 𝑑𝑍.

(8-45)
Ketika sel “diberhentikan dan melakukan usaha elektrik pada lintasan yang
dihubungkan padanya, Dz adalah sebuah jumlah negatif. Oleh karena itu jika emf
bertambah dengan temperatur, d???/Dt adalah positif d’QT adalah positif, dan ada
aliran air ke dalam sel dari sekelilingnya. Di sisi lain, jika dδ/dt adalah negatif,
maka d’QT juga negatif ketika sel diberhentikan dan ada aliran panas yang keluar
dari sel, meskipun tidak ada pemanasan I2R.
Usaha isothermalnya adalah
d’WT = -dUT + d’QT
Jadi jika d’QT positif, usaha lebih besar dari penurunan pada energi dalam; dan jika
d’QT negatif usaha lebih kecil daripada penurunan pada energi dalam. Pada kasus
sebelumnya sel menyerap kalor dari sekitarnya dan “mengubah panas menjadi
energi”. Tentu saja, tidak bertentangan dengan hukum ke 2 karena ini tidak satu-
satunya dari proses tersebut. Pada kasus yang terakhir, suatu bagian dari penurunan
energi dalam muncul sebagai suatu aliran panas ke sekitarnya.
Pada suatu proses isothermal dimana perubahan ∆Z mengalir melalui sel,
aliran panasnya adalah
𝑑𝛿
QT = -T 𝑑𝑇 ∆𝑍𝑇,

(8-46)
Usahanya adalah
WT = -𝛿∆𝑍𝑇 ,
(8-47)
Dan perubahan pada energi dalamnya adalah
𝑑𝛿
∆𝑈𝑇 = (𝛿 − 𝑇 ) ∆𝑍.
𝑑𝑇
(8-48)
Pada ilmu fisika kimia, Pers.(8-48) sangatlah berguna ketika tampak pada
suatu metode untuk mengukur panas pada reaksi. Sebagai contoh khusus, sel
Daniell* tersusun dari elektroda seng dalam larutan seng sulfat, dan elektroda
tembaga dalam larutan tembaga sulfat. Ketika sel melepaskan, seng masuk ke
dalam larutan dan tembaga diendapkan pada elektroda tembaga. Dan efek kimia
murninya adalah penghilangan Zn dan Cu++ dan terbentuknya Zn++ dan Cu, seperti
ditunjukkan oleh
Zn + Cu++ → Zn++ + Cu.
Dengan memaksa sel melalui sel dari arah yang berlawanan proses tersebut
dapat dibalik, yaitu, tembaga masuk ke dalam larutan dan seng diendapkan.
Reaksi kimia yang sama dapat berlangsung pada cara kimia murni, terlepas
dari sel Daniell. Jadi, jika bubuk seng diaduk ke dalam larutan dari tembaga sulfat,
semua seng akan larut(yaitu, menjadi ion-ion pada larutan) dan seluruh ion tembaga
menjadi atom-atom logam, disediakan jumlah asli dari dua bahan yang dipilih
secara tepat. Jika prosesnya berlangsung pada volume konstan, tidak ada usaha dan
panas yang dibebakan sam adengan perubahan energi dalam, yang diberikan pada
Pers. (8-48).
Karena emf dapat diukur dengan presisi, maka (disediakan dua bahan yang
bereaksi dapat dikombinasikan untuk membentuk suatu sel volta) panas dari reaksi
dapat dihitung dari pengukuran-pengukuran dari emf dan rata-rataperubahannya
dengan temperatur yang lebih presisi dapat dicari melalui percobaan langsung.
Contohnya, ketika 1 kilomole tembaga dan direaksikan secara langsung
pada suhu 273 K, energi dalam berubah seperti yang terukur pada percobaan
dengan metode kalorimetrik yaitu 232 x 104 J. Ketika bahan-bahn tersebut
dicampurkan untuk membentuk sel volta pada suhu 273 K, emf yang teramati
adalah 1.0934 V dan rata-rata perubahannya terhadap temperatur adalah -
0.453 x 10-3 V K-1. Karenap ion-ionnya divalen, Nilai ΔZ yang melewati sel
adalah 2 faraday per kilomole, atau 2 x 9.649 x 107 C kilomole-1. Jadi,
perubahan energi dalam menjadi
∆𝑼 = 𝟐𝟑𝟒. 𝟖𝒙𝟏𝟎𝟔 J kilomole-1
8-7 RADIASI BENDA HITAM
Prinsip-prinsip dari termodinamika dapat diterapkan tidak hanya untuk
bahan-bahan materi tapi juga untuk energi radiasi di dalam lampiran yang
dikosongkan. Jika dinding-dinding pada lampiran pada temperatur T yang sama,
dan lampiran berisi sedikitnya setitik dari penyerap lengkap atau benda hitam (suatu
bahan yang menyerap 100% dari kerusakan energi radiasi di dalamnya, pada semua
panjang gelombang), energi radiasi dalam lampiran adalah campuran dari
gelombang-gelombang elektromagnetik dari perbedaan energi dan dari semua
kemungkinan frekuensi-frekuensi dari nol sampai tak terhingga. Misalkan dibuat
suatu bukaan pada dinding-dinding lampiran, cukup kecil sehingga energi radiasi
dapat keluar melalui

Itu adalah penemuan eksperimental bahwa tingkat dimana energy radiasi di


pancarkan dari awal, per satuan luas, hanya berfungsi untuk temperatur T dari
dinding kandang dan tidak terpengaruh oleh lingkungan atau volume dan bentuk
dari kandang. Tingkat radiasi dari energy .
𝑈
𝑢=
𝑉
Maka kita simpulkan bahwa kepadatan energy u juga hanya berfungsi untuk
temperatur T
𝑢 = 𝑢(𝑇)
Itu mengikuti teori elektromagnetik bahwa, jika energy radiasi dalam enclosure
adalah isotropik (sama dalam semua arah)itu mendeak pada dinding dari enclosure,
tekanan p sama dengan sepertiga kepadatan energy.
1
𝑃= 𝑢
3
Tekanan radiasi, seperti kepadatan energy, adalah fungsi dari T saja dan volume V
bebas.
Kepadatan energy, ftekuensi, dan temperature semua ditemukan dari eksperimental
menjadi persamaan yang sering disebut hokum Plank, yang mana kepadatan energy
du, dalam interval frequensi antara v dan v + dv, dan temperature T, tertulis sebagai
berikut
𝑐1 𝑣2
∆𝑢 = 𝑐 𝑣 ∆𝑣
exp ( 2𝑇 ) − 1

Dimana c1 dan c2 semua konstan yang nilainya hanya bergantung pada sistem dari
unit yang bekerja. Ketergantungan kepadatan energy pada temperature dapat
ditemukan dengan integrasi persamaan Palnck. atas semua frekuensi dari nol
sampai tak terbatas, tapi prinsip dari termodinamika memungkinkan semua untuk
mencari the from dari ketergantungan ini tanpa mengetahui tepat persamaan planck.
Untuk melakukannya, kita memakai lagi persamaan (6-9), yang berasal dari
kombinasi hukum pertama dan kedua dan yang kita tulis secara luas sebagai berikut
;
𝜕𝑈 𝜕𝑃
( )𝑇 = 𝑇( )𝑉 − 𝑃
𝜕𝑉 𝜕𝑇
Karena U=uV, dan u adalah fungsi dari T maka,
𝜕𝑈
( ) =𝑢
𝜕𝑉 𝑇
Juga, karena keduanya P dan u adalah fungsi dari T maka,
𝜕𝑈 1 𝜕𝑃 1 𝑑𝑢
( ) 𝑇 = ( )𝑉 =
𝜕𝑉 3 𝜕𝑇 3 𝑑𝑇
Maka persamaan (8-51)
1 𝑑𝑢 1
𝑢= 𝑇 − 𝑢,
3 𝑑𝑇 3
𝑑𝑢 𝑑𝑇
=4
𝑢 𝑇
𝑢 = 𝜎𝑇 4
Dimana a adalah konstan.
Kepadatan energy tersebut porposional untuk ke empat power dari temperature
termodinamika, pada fakta yang terjadi pada eksperimental Stefan* sebelum teori
yang dikemukakan Planck dan disebut hukum Stefan, atau hukum Setefan-
Boltzmann. Nilai terbaik dari eksperimental Stefan-Boltzmann adalah
𝜎 = 7.561 𝑥 10−16 𝐽 𝑚−3 𝐾 −4 (8-55)
Dari persamaan (8-49), persamaan umum dari pancaran sinar energy dalam
kandang adalah
1 1
𝑃 = 3 𝑢 = 3 𝜎𝑇 2 (8-56)

Total energy U dalam volume V adalah


𝑈 = 𝑢𝑉 = 𝜎𝑉𝑇 4 (8-57)
Kapasitas panas pada volume konstan adalah
𝜕𝑈
𝐶𝑉 = ( 𝜕𝑇 )𝑉 = 4𝜎𝑉𝑇 3 (8-580

Untuk mencari entropi, gambarkan jika temperature dari dinding kandang pada
volume konstan bertambah dari T=0 ke T=T. sehingga
𝑇 𝑇
1
𝑆 = ∫ 𝐶𝑉 𝑑𝑇 = ∫ 4𝜎𝑉𝑇 2 𝑑𝑇,
0 𝑇 0

Maka,
4
𝑆 = 𝜎𝑉𝑇 3
3
Fungsi helmholts adalah

Dan

Fungsi gibbs adalah

Maka

Kita harus kembali untuk mendiskusikan tentang radiasi benda hitam dalam bab 13-
3 dan membuktikan bagaimana Hukum planck dan ketetapan Stefan-Boltsmann
konstan, bisa didekati dengan metode statistic dan teori mekanika kuantum.
8-8 TERMO DINAMIKA MAGNETIS
Kita tahu pada bab 3-3 pada proses magnerisasi M dari sistem paramagnetic bisa
berubah dengan dM, itu bekerja

Sistem magnetic sangatlah penting dalam termodinamika adalah Cristal


paramagnetic, dimana perubahan volume saat proses berlangsung bisa diabaikan
dan di mana “P dV” bekerja tidak berarti dibandingkan dengan .
Beberapa Kristal mempunyai energy internal U, dan juga energy magnet potensial

Seperti dijelaskan di bagian 3-13, fungsi tepat energy adalah total energy E maka:

Kombinasi dari hukum pertama dan ke dua

Karena itu menurut E,

Dibandingkan dengan persamaan (7-23)

Buktikan bahwa total energy E adalah magnetis analog dari entalpi H pada PVT
sistem, dan beberapa pengarang mengatakan itu sama dengan “magnetis Entalpi”
dan diwakili dengan H. di situ terdapat perbedaan yang mencolok, bagimanapun.
Entalpi H dari sistem PVT di devinisikan sebagai

Dan total energy E dari sistem magnetis sebagai

Pada persamaan terakhir, - M adalah energy potensial dari sistem dalam medan
magnet eksternal konserfatif dan bergabung dengan sistem dan sumber dari medan,
saat tidak signifikan seperti prodak PV. Itu kebersesuaian antara persamaan (8-65)
dan (8-66) adalah hanya analogi matematika. Tapi karena persamaannya sama, kita
dapat mengambil semua persamaan dari perpaduan sebelumnya untuk entalpi H
dengan E, V dengan –M, dan P dengan

Demikian dengan kapasitas panas pada nilai constan , berhubungan dengan Cp,
adalah
Kapasitas panas pada nilai konstan M, berbanding dengan CV, adalah

Persamaan pertama dan kedua T dS menjadi

Pada bab 7-2 kita punya definisi fungsi F*, Berbanding dengan fungsi Helmholtz
F=U-TS, sebagai

Kemudian

Dan dengan menggunakan persamaan (8-65), kita punya

Oleh karena itu

Metode statistic, kita akan tunjukkan kemudian, langsung untuk menunjukan F


sebagai fungsi dari T dan pi. Selanjutnya dari bagian dua dari persamaan (8-73) kita
bisa menemukan M sebagai fungsi dari T dan pi, yang mana adalah persamaan
magnetis mendasar dari sistem. Persamaan pertama menunjukan S sebagai fungsi
dari T dan pi. Energy E kemudian ditemukan dari persamaan (8-71)

Dan energy internal U adalah

Begitu semua properti dari sistem bisa di temukan dari ekspansi untuk F sebagai
fungsi dari T dan .
Ketergantungan dari entropi pada intensitas medan magnet bisa menentukan dalam
metode untuk mendapatkan persamaan Maxwell. Menerapkan persamaan (7-39)
pada (8-72) kita mendapatkan

Untuk Kristal Paramagnetik mematuhi hukum Curie, (dM/dT) <0 dan entropi dari
Kristal paramagnetic berkurang sebagi intensitas medan magnet bertambah.
Dalam beberapa diskusi dari hukum ke tiga di bagian 7-7, itu menyatakan bahwa
semua proses mengambil tempat dalam menyingkat sistem pada T=0 K proses
dengan tanpa perubahan dalam entropi. Jika proses ini meliputi pertambahan
intesiatas magnetis dalam Kristal paramagnetic, itu mengikuti pada T=0K,

Gambar (8-4) adalah plot dari entropi pada sistem magnetis sebagai fungsi dari
temperature untuk nilai penghubung intensivitas pi sama dengan nol dan untuk pi1.
Bentuk dari kurva akan di bahan di bagian 13-4.

Subtitusi persamaan (8-76) kepada 98-75) kita dapatkan bahwa (dm/dt)pi=0 pada
T=0. Tetapi dari hukum Curie

Dan (dm/dt)pi mendekati takterhingga sebagai t=0. Kesimpulannya adalah hukum


Curie tidak dapat digunakan pada T=0 dan itu transisi perintah untug medan magnet
umum berada.
Hasil dari hukum temperature dari adiabatic demagnetisasi dari kristal
paramagnetic bisa dipahami dengan bantuan gmbar 8-4. Mengira bahwa inisial
intensitas magnetic adalh nol dan temperatur dari Kristal telah berkurang ke nilai
rendah T, akibat kontak dengan wadah cairan helium. Bagian dari sistem adalah
merepresentasikan untuk pain a. medan magnetic sekarang bertambah isothermal
dan reversibly, dalam proses a-b, untuk nilai pi1 . Dalam proses ini ada panas ikut
keluar dari Kristal ke wadah helium. Entropi dari sistem berkurang ketika
temperatut tetap konstan sekitar T1. Dalam isothermal proses a-b saat dimana dT=0,
persamaan (8-70) menghasilkan

Pada konstan pi, (dM/dT)pi adalah negative. Kemudian ketikan pi bertambah, dQT
adalah negative dan ada panas ikut keluar dari sistem ke lingkungan.
Langkan selanjutnya adalah mengisolasi sistem termal dari lingkungan dan
menunjukan kebalikan proses adiabatic b-c, dimana medan magnet berkurang ke
nol ketika entropi tetap konstan. Temperature akhir T2, dar gambar 8-4, adalah jelas
dibawah temperature awal T1. Dalam proses ini, ketika dS=0, persamaan (8-70)
menjadi

Dan karena (dM/dT)pi dan dpis sama negative, dTs negative juga. Temperatur sekitar
10-3 K telah mencapai jalan ini.
Proses a-b dan b-c dalam gambar 8-4 adalah menganalogikan persis pada itu yang
mana gas adalah pemadatan isothermal pertama dan kebalikannya, kemudian
diikuti perluasan ke volume semula, kebalikannya adiabatic. Temperature turun
pada ekspansi adiabatic cocok pada penurunan temperature dari T1 ke T2, dalam
proses b-c gambar 8-4.
Proses b-c, gambar 8-4, biasanya menjelaskan sebagai “kebalikan adiabatic
demagnetisasi” atau “isotropic demagnetisasi.” Andaikan pada akhirnya seperti
proses kegagalan keluarnya temperature interval yang mana CM tak berarti, maka

Dari persamaan 8-70 pada isotropic proses di mana dS=0

Dan
Perbandingan pi/T adalah konstan dalam isotropic proses dimana medan magnet
berkurang dari pi1 ke nol. Karena itu semenjak momen magnet M fungsi dari pi/T,
moment magnet konstan juga dan dubungan “demagnetisasi’ tidak tepat.

Merujuk rangkaian megnetisasi isothermal dari pi=0 ke pi=pi1, digambarkan oleh


garis vertical dalam gambar 8-5, yang masing-masing diikuti oleh demagnetisasi
adiabatic, digambarkan oleh garis horizontal. Dalam perintah untuk mengangkat
keluar magnetisasi isothermal, dimana itu mengikuti panas keluar dari Kristal,
wadah saat turunnya temperatut sangat diperlukan, jadi proses tersebut mejadi lebih
sulit untuk diwujutkan secara eksperimental ketika suhu berkurang. Ini akan terlihat
bahwa setiap demagnetisasi adiabatic proses memotong kurva pi=0 pada
temperature dibawan T=0. Ini adalah salah satu contoh ketidak cocokan pernyataan
dari hukum ketiga. Kita tinggalkan problem tersebut untuk melihat bahwa jika
entropi tidak nol pada T=0 pi=0, nol absolute dari temperature akan mencapai batas
akngka pada proses dalam pelanggaran dari ketidak cocokan pernyataan hukum ke
tiga.
8-9 Aplikasi dalam enginering
Prospek dari pengubahan panas ke kerja secara terus menerus menjadi rasa ingin
tahu manusia sejak yaman kuno. Penghargaan untuk beberapa kuntribusi yang
signifikan dalam ilmu termodinamika adalah hak untuk prestasi yang sukses dalam
perubahan, jadi sangat penting untuk evolusi peradaban modern. Lingkaran power,
dimana adalah instrument untuk perubahan panas ke kerja secara terus menerus,
memperjelas aplikasi dari hukum pertama dan kedua bahwa selalu memeras dan
sering kali menjadi halus. Bab ini untuk membahas analisa termodinamika dari
lingkaran power dimana memperkerjakan subtansi mealui perubahan tahap.
Sepesifikknya, uap panas bekerja pada zat untuk tujuan diskusi, tapi prinsip umum
adalah untuk aplikasi semua bahan yang sama.
Gambar 8-6 adalah diagram dari permukaan s-P-T untuk tahap cairan dan uap dari
zat air. Permukaannya menyerupai permukaan P-v-T. itu bisa menjadi gambar
secala karena entropi relative berubah antara permukaan cairan dan gas sangat kecil
dari pada perubahan volume relative. Garis memiliki konstruksi pada permukaan
constan P, T, and s.

Nilai numeric dari P, T dan s tertera pada gambar 8-6 sudah lama tertera di unit
perusahaan mekanika engineering di Amerika. Satuan dari tekanan adalah pound-
force per inci persegi, satuan dari energy adalah 1 Btu, dan satuan dari masa adalah
1 pound-mass. Pada sumbu temperature, temperature tertulis pada derajat farenthet,
tapi satuan sepesifikasi entropi adalah 1 Btu per pound-mass, per rankine. Ini
sedikit mengherankan ketika siswa engineering di negara ini menghilangkan
pengamatannya dari prinsip termodinamika karena campuran dari beberapa faktor
dalam kalkulasi numeric.
Gambar 8-7 menggambarkan sekala juga dari permukaan termodinamika diperoleh
dari pengeplotan entalpi vertical dan tekanan dan entropi sepesifik horizontal. Garis
tebal pada permukaan adalah batas dari bagian cairan-uap dan garis cerah adalah
garis konstan h, s, dan P. garis isobaric pada permukaan mempunyai gradient sekitar
beberapa titik sama dengan temperature pada titik tersebut maka
𝜕ℎ
( )𝑝 = 𝑇
𝜕𝑠
Karena itu dalam bagian cairan-uap, dimana proses isobaric reversible juaga
isothermal, garis isobaric adalah garis lurus yang konstan dengan slope T. garis
slope keatas lebih susah seperti temperature kritikal menjelang.
Gambar 8-8 adalah projek dari porsi permukaan h-s-P pada rencana h-s, dan sering
disebut diagram mollier. Itu membungkus jarak dari variable temu dalam banyak
kalkulasi engineering. Keperluan praktik pada diagram berada dalam fakta bahwa
proses tekanan konstan demikian sebagai konversi dari caiaran air ke uap air dalam
ketel dari sistem mesin, panas mengikuti sama pada perbedaan dalam entalpi h
antara titik akhir dari proses, dan ini berbeda bisa jadi dibaca langsung dari
diagaram Mollier.
Pada diskusi awal dari siklus carnot, itu diasumsikan bahwa bagian akhir dari siklus
tidak mengalami perubahan bentuk. Sehingga, siklus karnot adalah gabungan dari
beberapa siklus yaitu dua siklus isothermal dan dua siklus adiabatic, dan menaungi
area bcfg dalam gambar 8-9 menampilkan operasi siklus karnot dalam cairan-uap
area. Pada bagian (a) dari gambar, siklus menampilkan permukaan P-v-T, dan
proyeksi pana bagian P-v. bagian (b) menunjukan siklus sama pada permukaan s-
P-T dan menggambarkan pada bagian T-s, dan bagian (c) menampilkan pada
permukaan h-s-Pdan memproyeksikan pada bagian h-s(diagram Mollier).
Berawal dari cairan jenuh pada titik b, menyimpulkan sebuah ekspansi reversible
isotermal pada temperature T2 sampai cairan tersebut menguap sempurna (titik c).
Selama bagian ini siklus panas q2 terambil dari reservoir pada temperatur T2.
Ekspansi adiabatic dari uap tersebut menurunkan temperatur ke T2 (titik f). Jika
material tersebut mengandung zat air, ekspansi adiabatic ini membawa kita ke
daerah cairan-uap. Dengan kata lain beberapa uap jenuh mengalami kondensasi (
tidak semua zat bersifat demikian. Untuk beberapa, gradien dari kurva adiabatik
lebih kecil dari kurva saturasi dan titik tersebut berhubungan dengan letak f pada
T1 ke daerah yang diwakili oleh titik g, dan panas q1 ditolak ke reservoir. Siklus
tersebut diakhiri oleh pemampatan adiabatik ke titik b, sisa dari kondensasi uap dan
peningkatan temperatur ke T2. Perhatikan diagram T-s dari Gambar 8-9(b), siklus
karnot di gambarkan dengan persegi panjang, terikat oleh dua proses isothermal dan
dua proses adiabatic.
Karena area di diagram T-s menggambarkan penyerapan/pelepasan panas, daerah
bcjk di gambar 8-9(b) menggambarkan penyerapan panas q1 di tolak pada
temperatur T1, dan dari hukum pertama, daerah bcfg menggambarkan jumlah usaha
W yang di kerjakan pada siklus. Maka Efisiensi termal di siklus tersebut adalah
Dalam setiap kasus yang sama , semua siklus karnot beroperasi antara temperatur
T2 dan T1.
Pada diagram Mollier dari gambar 8-9(c), adiabatik reversible di gambarkan dengan
kurva vertical, dan isothermal dan isobar (yang mana sama pada daerah cairan-uap)
oleh gradien kurva lurus naik ke kanan. Karena panas mengalir ke system di semua
proses isobaric reversibel sama dengan peningkatan di entapi dari system, panas q2
di hasilkan di ekspansi isothermal-isobaric dari b ke c sama dengan he – hb. Panas
q1 tersebut di berikan di pemampatan isothermal dari f ke g adalah hf – hg. Jumlah
usaha w yang di lakukan di siklus sama dengan selisih antara besar q2 dan q1. Maka
efisiensi termal menjadi

Keuntungan dari diagram Moiller adalah panas, usaha, dan efisiensi dapat di
tentukan dari titik ordinat pada siklus, Jelas sebuah cara yang lebih mudah daripada
harus mengukur area yang di buat pada sebuah diagram T-s. Tentu saja, nilai dari h
di titik b, c, f, dan g dapat di ambil dari table sebagai ganti dari pembacaan grafik

Gambar 8 – 10 skema diagram dari proses di sebuah mesin uap reciprocating dan
turbin. Air dan uap air secara esensial melewati rentetan keadaan yang sama.
Pendidih pada gambar 8 – 10 menerima panas dari sebuah pembuat sumber panas
pada temperatur yang tinggi oleh pembakaran dari bahan bakar fosil, atau oleh
sebuah reactor nuklir. Di dalam pendidih cairan jenuh berubah menjadi uap jenuh
pada temperatur yang di tentukan oleh tekanan pada bagian dari system.
Temperatur ini lebih rendah dari sumber panas. Sebagai contoh, jika tekanan di
pemanas adalah 1000 lb in-2 (6.9 x 106 Nm-2), temperaturnya adalah 544℉ (558 K),
sementara temperatur api di sumber dari pembakaran bahan bakar dapat mencapai
3500℉ (2200 K). Uap jenuh diarahkan dari pendidih ke superheater, dimana
superheater menerima lebih banyak panas dari sumber dan temperaturnya
meningkat. Superheater tersebut tersambung langsung dengan pemanas, jadi
tekanan pada uap superheater tidak akan meningkat diatas tekanan pendidih. Pada
prinsipnya, temperatur dari uap superheater dapat meningkat sampai seperti
sumber, tapi batasnya sekitar 1000℉ (811 K), hal ini di sebut metallurgical limit,
di tentukan dari fakta bahwa temperatur di atas itu, material yang tersedia untuk
pipa tidak cukup kuat untuk menahan tekanan tinggi.
Uap superheater lalu mengalir ke mesin reciprocating atau turbin, dimana itu
membawa usaha mekanik dan pada waku yang sama mengalami penurunan
temperatur dan tekanan. Porsi yang terkondensasi di bagian ini dari siklus juga.
Campuran dari cairan dan uap jenuh lalu mengalir ke kondenser, dimana sisa uap
di cairkan dan panas dari kondensasi di berikan ke sebuah penampung panas, yang
mungkin atmosphere atau air pendingin dari sungai atau laut. Tekanan pada bagian
dari system di pengaruhi oleh temperatur penampung panas. Cairan yang
terkondensasi lalu dipaksa ke pendidih oleh pompa. Hal itu mengakhiri siklus
tersebut.
Mesin respirocating dan turbin berbeda hanya pada batasnya yang mana energy
dalam terabstraksi dari aliran uap dan di ubah ke usaha mekanik. Pada penjelasan
sebelumnya, massa dari uap pada silinder di ekspansi oleh sebuah piston.
Selanjutnya, uap mengalir ke mulut pipa keluar, sebagaimana gambar 3-14,
mendapatkan energy pada proses. Secara cepat gerak uap lalu menimpa ember di
rotor turbin dan memberikan energy kinetiknya. Proses ini adia batik di kedua alat,
namun tidak sepenuhnya reversible dan sebab itu tidak isentropic, catat bahwa se
jauh siklus uap bekerja, urutan dari bagian dalam mesin ter sebut sama, hanya saja
sumber panas dapat saja bahan bakar atau reactor nuklir
Siklus rankine adalah siklus irreversible yang mana lebih mirip dengan siklus carnot
rangkaian dari bagian yang di asumsikan oleh cairan dan uap pada mesin uap
respirocating atau turbin. Siklus pertama yang mana uap bukan tidak superheated.
Berawal dari titik b di gambar 8-9(c), yang mana berhubungan ke pendidih di
gambar 8-10, cairan jenuh di ubah secara reversible ke uap jenuh pada suhu T 2
dan tekanan P2 (titik c). uap kemudian di ekspansi secara reversible dan adiabatic
ke tekanan P1 dan suhu T1 (titik f). tahap ini berhubungan dengan jumlah uap yang
melewati turbin atau mesin. Campuran dari uap dan cairan secara sempurna
mencair pada suhu T1 (titik h) berhubungan dengan proses di condenser dari gambar
8-10. Cairan lalu di mampatkan secara adiabatic ke pendidih bertekanan P2 (titik a).
operasi ini dilakukan uleh dalam gambar 8-10. Seperti yang kita lihat, suhu cairan
hanya meningkat pada pemampatan adiabatic, jadi panas harus di supply ke cairan
yang telah di kompres sepanjang garis ac di gambar 8-9(c) untuk menaikkan suhu
ke T2. Pada gambar 8-10, pemanas ini berada setelah cairan terpompa ke pendidih.
Jika siklus menjadi reversible, bagaimanapun juga panas harus di supply oleh
rangkaian reservoir panas, batas suhu mulai dari titik a, sampai ke atas T1, ke T2.
Suhu sedang yang mana panas di supply lebih kecil dari pada T2, jadi siklus rankine,
meskipun reversible, memiliki efisiensi yang lebih rendah dari pada siklus karnot
yang mana panas hanya di ambil dari temperature T2.
Efisiensi termal dari siklus rankine dapat di tentukan langsung dari diagram mollier,
gambar 8-9(c), dengan penggunaan metode yang sama untuk siklus carnot. Panas
q2 di supply sepanjang jalur a-b-c dan q1 berlawanan sepanjang jalur f-h. Meski
demikian proses a-b-c tidak isothermal, proses tersebut isobaric (lihat gambar 8-
9a), dan panas q2 yang di supply adalah sama dengan perbedaan entalpi he-ha.
Panas q1 yang di tolak adalah hf-hh dan jumlah usaha w sama dengan selisih antara
q2 dan q1. Maka efisiensinya

Meskipun persamaan efisiensi aturan dari entalpi berbeda tapi punya bentuk yang
sama untuk siklus carnot, Persamaan (8-79) tidak berkurang ke (t2-t1/t2), jelas
sebagai perbandingan dari grafik siklus carnot dan rankine. Sebagai mana di atas
efisiensi siklus rankine lebih kecil dari siklus carnot yang bekerja antara suhu t2 dan
t1 .
Telah di sebutkan dalam section 5-8, hubungan langsung dengan subjek umum dari
entropi dan reversibility, bahwa proses irreversible di mesin pemanas menghasilkan
penurunan efisiensi. Kita dapat melihat bagaimana irreversibility mempengaruhi
efisiensi dari siklus rankine. Jika ekspansi uap di dalam mesin respirocating atau
turbin adalah sebaik adiabatik, maka ekspansi tersebut juga isentropic, dan proses
c-f di gambar 8-9(b) adalah garis tegak dari entropi yang konstan. Jika ekspansi
irreversible, entropi meningkat dan pada akhir ekspansi bagian dari system di
gambarkan oleh titik a kekanan sampai titik f. penurunan entalpi pada proses ini,
dari gambar 8-9(c), pada ekspansi irreversible lebih kecil dari pada ekspansi
reversible. Sekarang terapkan persamaan energy dari aliran tetap ke turbin.
Peninggian pipa masuk dan keluar dapat diasumsikan sama. Kecepatan pada pipa
masuk dan keluar dapat hitung sama, dan proses ini mendekati adiabatic meskipun
itu tidak isentropic. Batang kerja oleh karena itu sama dengan selisih entalpi antara
pipa masuk dan keluar, dan efisiensi dari siklus irreversible lebih kecil dari siklus
reversible sejak turbin meghasilkan usaha mekanik untuk masukan panas yang
sama.
Praktisnya semua siklus uap terpanaskan ke suhu T3 lebih tinggi dari pada uap jenuh
T2 sebelum di ekspasi secara adiabatic (lihat gambar 8-10). Hubungan siklus
rankine di gambarkan oleh proses b-c-d-e-h-a-b di gambar 8-9(c). tahap
superheating digambarkan pada segmen cd di dalam gambar. Ada dua alas an untuk
superheating. Pertama suhu sedang dimana panas di supply dengan cara demikian
peningkatan diatas suhu dari penguapan, dengan hasil peningkatan di efisiensinya.
Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat dari latihan dari gambar 8-9(c). jika ekspansi
adiabatic dimulai dari bagian uap jenuh, titik c, bagian dari uap pada akhir ekspansi
di gambarkan pada titik f. jika ekspansi di mulai dari titik d, bagian dari uap pada
akhir ekspansi di gambarkan oleh e. Bagian lembut dari uap yang mana lebih
sebagian kecil di tahap cairan, lebih besar pada titk f dari pada titik e. jika bagian
lembut terlalu besar komponen mekanik pada turbin menjadi kelebihan beban.
Karena itu superheating harus dibawa ke temperature yang cukup tinggi untuk
menjaga bagian lembut turun ke nilai aman.
Pada gambar 8-9(c), panas di serap sepanjang garis a-b-c-d, dan karena ini isobaric,
kita dapat q2=hd-ha. Sejak q1=he-hh, maka efisiensinya adalah
Persoalan

8-1 sebuah volume V dibagi menjadi 2 bagian oleh parisi diatermal minim gesekan.
Di sana ada na mol dari gas ideal A pada satu sisi partisi dan nb mol gas ideal B di
sisi lainnya. (a) Hitung perubahan entropi dari system yangmana terjadi saat partisi
di hilangkan. (b) sebagai sifat gas A mendekati gas B, entropi dari pencampuran
tidak sedikitpun berubah. Kita tau bahwa gas A dan gas B identic, di sana dapat
tidak terjadi perubahan entropy sebagai akibat partisi dihilangkan, ini adalah asas
gibbs. Dapat kamu menjelaskannya ?
8-2 muatan dari volume V dibagi oleh partisi menjadi 3 bagian yang mengandung
1 kilomol gas helium, 2 kilomol gas neon, dan 3 kilomol gas argon berturut turut.
Temperature tiap gas sekitar 300 K dan tekanan pada 2 atm. Partisi dihilangkan dan
gas saling berdifusi ketiap-tiapnya. Hitung (a) fraksi mol dan (b) tekanan parsial
tiap gas pada campurannya. Hitung perubahan (c) dari fungsi gibbs dan (d) dari
entropi system di proses pencampuran.
8-3 untuk dua komponen system terbuka 𝑑𝑈 = 𝑇 𝑑𝑆 − 𝑃 𝑑𝑉 + 𝜇1 𝑑𝑛1 + 𝜇2 𝑑𝑛2
turunkan lambing yang sama untuk 𝑑𝐺 dan (b) turunkan hubungan Maxwell untuk
system ini dari itu.
8-4 (a) buktikan bahwa

−𝑆 𝑑𝑇 + 𝑉 𝑑𝑃 − ∑ 𝑛1 𝑑𝜇1 = 0
𝑖

Ini dikenal sebagai persamaan Gibbs-Duhem. (b) untuk penggunaan 2 komponen,


gunakan persamaan Gibbs-Duhem untuk menunjukan bahwa

Dimana 𝑥 = 𝑛𝑎 /(𝑛𝑎 + 𝑛𝑏 ). Persamaan ini menyatakan variasi dari potensial ikatan


dengan susunannya. ( tips : nyatakan 𝜇 di batas P,T, dan x dan catat bahwa
(𝜕𝜇𝑎 /𝜕𝑃) 𝑇,𝑧 = 𝑣𝑎 , 𝑑𝑠𝑏)
8-5 anggap campuran dari alkohil dan air mencapai kesetimbangan degan uap
airnya. Tentukan angka derajat kebebasan untuk system dan sebutkan apa mereka.
(b) perlihatkan untuk setiap kondtituent.

Dimana 𝑥 𝑛 adalah fraksi mol dari salah satu bagian pokok pada cairan dan 𝑥 𝑚
adalah fraksi mol pada bagian pokok yang sama di tahap uap. (c) menggunakan
persamaan part (b) dan persamaan (8-82), tunjukkan bahwa

dimana 𝑥 𝑛 tetap
8-6 arah dimana reaksi kimia berlangsung sampai nilai kesetimbangan
termodinamika konstan K, dapat didefisikan sebagai

Dimana ∆𝐺𝑇 adalah perubahan fungsi gibbs untuk reaksi dan harus sama dengan
nol pada kesetimbangan; dan ∆𝐺𝑇0 adalah perubahan di fungsi gibbs untuk reaksi
yang bertempat di 1 atmosfer dan pada suhu konstan. (a) untuk reaksi dari gas ideal

Dimana 𝑛𝐴 𝐴 adalah 𝑛𝐴 mol dari A, dst, tunjukan bahwa

1
Dimana 𝑝𝐴 adalah tekanan parsial dari A pada campuran. (b) untuk reaksi 2 𝑁2 +
3
𝐻2 ↔ 𝑁𝐻3 tunjukan bahwa K adalah 0.0128 jika total tekanan 50 atm dan fraksi
2
mol pada 𝑁𝐻3 adalah 0.151 dari campuran kesetimbangan. (c) bagaimana 𝐾1 ,
berubah siuhu dan tekanannya ?
8-7 Untuk membuat baking soda (NaHCO3), larutan cairan Na2HCO3 dengan CO2.
Reaksinya adalah

Ion Na+, ion 𝐶𝑂3− , H2O, CO2, dan NaHCO3 di tampilkan sebagai yang berubah,
kecuali semua Na+ dan 𝐶𝑂3− dari Na2CO3.cari derajat kebebasan dari system.

8-8 diagram fase adalah diagram suhu-komposisi untuk system dari dua penyusun
pokok di fase yang berbeda. Sebuah diagram yang ideal untuk sistem cadmium-
bismuth yang di tunjukkan di gambar 8-11 untuk P = atm. (a) Tentukan Derajat
kebebasan untuk system tiap huruf capital dimana mereka di berada. (b) gambar
sketsa dari kurva suhu lawan waktu untuk sistem pendingin pada 80 berat per sen
dari 350℃ ke suhu kamar. (c) titik beku dari pelarut di rendahkan oleh penambahan
zat terlarut, meurut hubungan ∆𝑇𝑓 = 𝑘𝑚 dimana k adalah titik beku konstan, dan
m adalah jumlah kilomol dari zat terlarut per kilogram pelarut. Hitung titik beku
konstan dari bismuth
8-9 tunjukan bahwa untuk cairan yang mengandung larutan non-volatile di
kesetimbangan dengan uapnya pada suhu T dan tekanan P

Dimana x adalah fraksi mol terlarut. Asumsikan terlarut dan pelarut di campur
sebagai gas ideal (b) untuk substansi murni yang menunjukan tekanan konstan

(c) gunakan bagian (b) untuk menunjukan perubahan kecil di x pada tekanan tetap,
bagian (a) berkurang ke

(d) limit dari x kecil

Dimana I23 adalah panas laten dari penguapan. Ini menunjukan titik didih naik jika
zat terlarut di tambahkan ke cairan. (c) tunjukkan bagaimana hasil bagian (d) dapat
berguna untuk menentukan berat molekul dari zat terlarut.
8-10 (a) tekanan uap dari air 20℃, ketika tekanan keseluruhan sama dengan tekanan
uap, 15,5 Torr. Cari perubahan tekanan uap jika air di bka ke atmosfer. Abaikan
semua efek yang di timbulkan udara. (b) cari tekanan yang di buthkan untuk
meningkatkan tekanan uap dari air sebanyak 1 Torr.
8-11 jika tekanan keseluruhan pada zat padat di titik kesetimbangan dengan uapnya
meningkat, tunjukan bahwa tekanan uap zat padat meningkat.
8-12 persamaan dari bagian permukaan film dapat di tulis sebagai 𝜎 =
𝜎0 (1 − 𝑇⁄𝑇0 )𝑛 dimana n = 1.22 dan 𝜎0 adalah konstan. (a) asumsikan persamaan
dari air dan gunakan data dari gambar 8-2 untuk menentukan 𝜎0 . (b) tentukan nilai
𝜆, 𝑐𝐴 dan s data T = 373 K. (c) hitung perubahan suhu pada area film yang meningkat
dari 0 ke 2 × 10−3 𝑚2 secara adiabatic.
8-13 sabun film di bawa melewati siklus karnot yang tersusun atas peningkatan
isothermal pada sre saat suhu T, peningkatan infinitesimal adiabatic di area yang
mana suhu berkurang T – dT, Dan kembali ke awal isothermal dan penurunan
adiabatic infinitesimal pada area yang di tunjukan gambar 8-12. (a) hiung usaha
yang dilakukan oleh film selama siklus. (b) hitung panas yang di serap oleh film di
siklus. (c) turunkan persamaan (8-36) dengan mempertimbangkan efisiensi siklus.
(d) Plot siklus dalam diagram T-S.
8-14 anggap bahwa di bawa suhu kritis Te, fungsi Helmholtz dari film di sajikan
sebagai berikut

Dimana B, Te, dan n merupakan konstan menurut film dan A adalah area dari film.
(a) apa informasi eksperimen yang menentukan nilai B, Te, dan n ? (c) apa
spesifikasinya sampai hingga pergi, pikirkan ?
8-15 mempertimbangkan pita karet sebagai system 1 dimensi. (a) turunkan
persamaan untuk perbedaan kapasitas panas khusus pada tegangan konstan cf dan
bahwa panjang konstan cl. (b) cari rasio cf/cl. (c) Pita karet dipanaskan pada
tegangan konstan menjadi lebih pendek. Gunakan fakta ini untuk menunjukan jika
tegangan di pita karet di lepas secara adiabatic suhunya turun. ( ini dapat di tandai
secara eksperimen dengan merasakan suhu pada pita karet dengan bibir saat pada
tegangan dan sesudah tegangan di lepaskan .)
8-16 tunjukan bahwa tekanan P1 di dalam gelembung berradius r di dalam cairan
yang mana di bawah tekanan luar P0 diberikan sebagai 𝑃1 − 𝑃0 = 2𝜎⁄𝑟.
8-17 temperatur kepercayaan dari emf 𝛿 dari sel reversible di berikan oleh 𝛿 =
3.2 + 0.007𝑡 dimana t adalah suhu Celsius dalam sel. Pelepasan muatan sel 200
mA untuk 30 s ketika t = 27℃. Hitung (a) perubahan entropi, (b) panas yang
terserap, (c) usaha yang di kerjakan, (d) dan perubahan internal energy dari sel
selama proses tersebut.
8-18 tunjukan bahwa ketika muatan ∆𝐺 mengalir secara terbalik melalui sel voltaic
dari emf 𝛿 saat suhu dan tekanan konstan, (a) ∆𝐺 = 𝛿∆𝑍, dan (b) ∆𝐻 =
∆𝑍 𝑑(𝛿 ⁄𝑇)/𝑑(1⁄𝑇). (c) hitung ∆𝐺 dan ∆𝐻 untuk sel yang sedang berlangsung
prosesnya di deskribsikan di masalah sebelumnya dan bandingkan dengan jawaban
untuk bagian (b) dan (d) dari masalah tersebut.
8-19 hitung total usaha yang di gunakan untuk meng-electrolyze air asam untuk
memproduksi 1 kilomol H2 dan ½ kilomole O2 pada 1 atm dan 300 K. emf yang
digunakan adalah 1.2 V. asumsikan bahwa gas adalah ideal.
8-20 energi radian di dalam silinder di bawa melalui siklus karnot, mirip dengan
yang di tujukan pada gambar 8-12, tersusun atas ekspansi iso termal pada suhu T,
ekspansi adiabatic infinitesimal yang mana suhu turun ke T-dT, I dan kembali ke
awal mula oleh pemampatan isothermal dan pemampatan adiabatic infinitesimal.
Asumsikan P = u/3 dan bahwa u adalah fungsi dari T sendiri. (a) Plot siklus P-V
(b) hitung usaha yang dilakukan oleh system selama siklus
8-21 tunjukan penambahan panas selama ekspansi isothermal dari radiasi benda
hitam 4 kali lebih besar dari yang di perkirakan untuk penambahan panas selama
ekspansi dari gas ideal foton menurut persamaan yang sama. Factor dari 4
peningkatan karena jumlah foton tidak tetap, tetapi akan meningkat secara
proporsional ke volume selama ekspansi isothermal.
8-22 dinding dari lampiran sekat pengosongan kesetimbangan dengan menyertakan
energy radian. Volume lampiran berubah secara tiba-tiba dari 100 ke 50 cm3. Jika
suhu awal dari tembok adalah 300 K, hitung (a) suhu akhir dari dinding, (b) tekanan
awal dan akhir yang mendesak dinding oleh energy radian, dan (c) perubahan
entropi dari eneri radian.
8-23 tunjukan bahwa energy dalam U dari paramagnetic ideal adalah fungsi suhu
saja
8-24 dalam rentan tertentu dari suhu T dan intensitas magnetic ж fungsi f* dari
substansi magnetic yang di tunjukan oleh

Dimana a dan b adalah konstan. (a) dapatkan persamaan bagian dan gambar
magnetisasi sebagai fungsi dari suhu pada intensitas magnetic konstan. (b) jika
intensitas magnetic meningkat secara adiabatic, akankah suhu pada substansi akan
naik ataukah turun ?
8-25 mesin pendingin untuk eksperimen demagnetisasi adiabatic adalah untuk
membuat dari 40 g potassium alum [CrK(SO4)2 . 12H2O] dimana mempunyai sifat
: berat molekul 499.4 g/mol; massa jenis 1.83 g/cm3; konstanta curie per gram
3.73 × 10−3 𝐾/𝑔; dan kapasitas panas khusus laten 4.95 × 10−4 𝑅𝑇 3 . (a) Menurut
asumsi dari hukum Curie, hitung panas yang mengalir selama magnetisasi
isothermal pada 0.5 K dan 104 Oe menggunakan He3 mesin pendingin dan magnet
super konduktor. (b) hitung perubahan Ep, E, U, dan F* selama proses berlangsung
dari bagian (a). (c) demagnetisasi adiabatic dengan intensitas magnetic nol tidak
mencapai 0 K karena efektifitas medan magnet efektif local pada material. Hitung
besar medan ini jika garam dapat di manetisasi secara adiabatic ke 0.0005 K. (d)
hiting rasio Cж dari system magnetic ke kapasitas panas laten dari garam pada 0.5
K.
8-26 tunjukan bahwa jika grafik untuk ж = 0 pada gambar (8-5) menyinggung
sumbu vertical pada titik di bawah ж- ж1, pendapat ketidakmampuan dari hukum
ke tidakmampuan dari hukum ketiga dapat terbantahkan.
8-27 sejak induksi magnetic B di dalam superkonduktor adalah 0, untuk sampel
silindris panjang, magnetisasi M/µ0V sama dengan lawan penerapan intensitas
magnetic ж untuk ж kurang dari intensitas kritikal жe. untuk ж lebih besar dari жe
super konduktor menjadi logam biasa dan M = 0. Gambar grafik dari fungsi
magnetisasi penerapan intensitas. Tunjukan transisi dari penghantar super ke bagian
normal (b) transformasi panas l di tunjukan -Tµ0ж0(dж0/dT) dan (c) differensial dari
kapasitas kalor khusus pada superkonduktor dan logam biasa adalah
µ0 𝑇 𝑑2 (𝑥02 )
𝑐𝑠 − 𝑐𝑛 =
2 𝑑𝑇 2

8-28 Gambar 8-13, sama dengan Gb. 8-9(b), menunjukkan siklus karnot pada
bagian cairan-uap. Bahan yang digunakan adalah 1 kg air, dan T2 = 453 K, T1 = 313
K. Tabel daftar nilai uap dari T, P, u, s dan h pada titik-titik di garis saturasi telah
ditabelkan dibawah, dalam satuan MKS, untuk titik a, b, e, dan f. Kami harap kami
dapat menganalisis dengan lengkap siklus tersebut.
s( J kg-1 K-
Titik t (OC) T (K) P (Nm-2) u (J kg-1) 1 h (J kg-1)
)
a 180 453 10 x 105 7.60 x 105 2140 7.82 x 105
b 180 453 10 x 105 25.8 x 105 6590 27.7 x 105
e 40 313 .074 x 105 1.67 x 105 572 1.67 x 105
f 40 313 .074 x 105 24.3 x 105 8220 25.6 x 105

(a) Tunjukkan bahwa pada proses a-b,

qab = hb – ha, wab = hb – ha – ub + ua

(b) Tunjukkan bahwa pada proses b-c,

qbc = 0, wbc = ub – uc

(c) Tunjukkan bahwa pada proses c-d


,
qcd = hd – hc, wcd = hd – he – ud + ue

(d) Tunjukkan bahwa pada proses d-a,

qda = 0, wda = ud – ua
(e) x1 dan x2 adalah fraksi massa sistem pada fase uap di titik c dan d, jadi

(𝑠 − 𝑠 ) (𝑠 − 𝑠 )
𝑥2 = (𝑠𝑏− 𝑠𝑒) , 𝑥1 = (𝑠𝑐 − 𝑠𝑒 )
𝑓 𝑒 𝑓 𝑒

(f) Tunjukkan bahwa

uc = ue + x2(uf – ue), he = he + x2(hf – he),


ud = ue + x1(uf – ue), he = he + x1(hf – he),

(g) Hitunglah dalam Joule “ekspansi usaha” pada siklus, sepanjang garis a-b-
c,
(h) Hitunglah dalam Joule “pemampatan usaha” sepanjang garis c-d-a, dan
carilah rasio ekspansi usaha ke pemampatan usaha.
(i) Hitunglah dari (g) dan (h) usaha bersih yang dikerjakan pada siklus.
(j) Hitunglah dari (i) dan (a) efisiensi siklus, dan tunjukkan bahwa efisiensi
siklus sama dengan (T2 - T1)/T2.
(k) Pada mesin yang sesungguhnya ada gesekan yang tidak dapat dihindari dan
gesekan tersebut sangat merugikan. Untuk memperkirakan efek-efek
tersebut, asumsikan bahwa pada gerak ekspansi 5% dari usaha yang
dikerjakan oleh sistem hilang, dan gerak pemampatan 5% lebih usaha harus
telah dikerjakan kemudian telah dihitung pada bagian (h), Hitunglah usaha
bersih yang dibawa tiap siklus, dan efisiensinya.
8-29 Sebuah turbin uap dioperasikan pada siklus Rankine yang reversibel.
Uap yang telah dipanaskan memasuki turbin pada tekanan 100 lb in-2 dan
temperatur 800OF. Tekanan pada bagian pembuangan uap adalah 15 lb in-2,
(a) Carilah dari Gb. 8-8 usaha yang dikerjakan tiap pound uap yang
dihasilkan. (b) Jika hasil dari proses-proses irreversibel entropi khusus pada
bagian pembuangan uap adalah 2 Btu lb-1 deg F-1 dan tekanan 15 lb in-2,
berapakah kerja yang dilakukan sistem tiap pound uap yang dihasilkan?

8-30 Gambar 8-14 adalah siklus mesin pendingin pada taraf pemampatan
adiabatik, cd, yang berlangsung pada bagian uap. Taraf ekspansi dari d ke a
adalah pada saat tekanan konstan dan ekspansi yang reversibel dari a ke b
berlangsung melalui suatu katup. (a) Buatlah bagan siklus pada diagram h-
s. (b) Tunjukkan bahwa koefisien performa siklus adalah

(ℎ𝑐 − ℎ𝑎 )
c =
(ℎ𝑑 − ℎ𝑒 )

(c) Pada suatu siklus yang khas menggunakan Freon-12 sebagai bahan yang
dikerjakan, entalpi khusus pada titik d, c, dan a adalah 90.6, 85.0, 36.2 Btu
lb-1. Koefisien performa siklus yang terukur adalah 2.4. Bandingkan
dengan nilai yang telah dihitung dari persamaan di atas, dengan
mengasumsikan bahwa seluruh proses kecuali a-b adalah reversibel.

Anda mungkin juga menyukai