PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Tujuan
C. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan konveksi alamiah?
2. Bagaimana perpindahan kalor konveksi bebas pada plat rata-rata vertikal?
3. Apa saja rumus empiris dari konveksi bebas?
4. Bagaimana konveksi bebas dari bidang dan silinder vertikal?
5. Bagaimana konveksi bebas dari silinder horizontal?
6. Bagaimana konveksi bebas dari plat horizontal?
7. Bagaimana konveksi bebas dari permukaan miring?
8. Apa yang dimaksud dengan fluida nonnewton?
9. Bagimana persamaan sederhana konveksi bebas untuk udara?
10. Bagaimana konveksi bebas dari bola?
11. Bagaimana konveksi bebas dalam ruang tertutup?
12. Bagaimana gabungan antara konveksi bebas dan konveksi paksa?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengantar
Konveksi alamiah (natural convection), atau konveksi bebas (free convection), terjadi
karena fluida yang karena proses pemanasan, berubah densitasnya (kerapatannya), dan
bergerak niak. Radiator panas yang digunakan untuk memanaskan ruang merupakan suatu
contoh peranti praktis yang memindahkan kalor dengan konveksi bebas. Gerakan fluida
dalam konveksi bebas, baik fluida, itu gas maupun zat cair, terjadi karena gaya apung
(buoyancy force) yang dialaminya apabila densitas fluida di dekat permukaan perpindahankalor berkurang sebagai akibat proses pemanasan. Gaya apung itu tidak akan terjadi apabila
fluida itu tidak mengalami sesuatu gaya dari luar seperti gravitasi (gaya berat), walaupun
gravitasi bukanlah satu-satunya medan gaya luar yang dapat menghasilkan arus konveksi
bebas; fluida yang terkurung dalam mesin rotasi mengalami medan gaya sentrifugal, dan
karena itu mengalami arus konveksi-bebas bila salah satu atau beberapa permukaannya yang
dalam kontak dengan fluida itu dipanaskan. Gaya apung yang menyebabkan arus konveksibebas disebut gaya badan(body forces).
B. Perpindahan kalor konveksi bebas pada plat rata vertikal
Perhatikanlah plat-plat vertikal pada gambar 1. Apabila plat itu dipanaskan, terbentuklah
suatu lapisan batas konveksi bebas seperti terlihat pada gambar. Profil kecepatan pada lapisan
batas ini tidak seperti profil kecepatan pada lapisan batas konveksi paksa. Pada dinding,
kcepatan adalah nol, karena terdapat kondisi tanpa gelincir (no-slip); kecepatan itu bertambah
terus sampai mencapai suatu nilai maksimum, dan kemudian menurun lagi hingga nol pada
tepi lapisan batas, karena kondisi arus bebas (free stream) tidak ada pada sistem konveksi
bebas. Perkembangan awal lapisan batas adalah laminar; tetapi pada suatu jarak tertentu dari
tepi depan, bergantung pada sifat-sifat fluida dan beda suhu antara dinding dan lingkungan,
terbentuklah pusaran-pusaran dan transisi kelapisan batas turbulen pun mulailah terjadi. Pada
jarak lebih jauh pada plat itu lapisan batas mungkin sudah menjadi turbulen sepenuhnya.
u
u p
u
+v
=
g+ 2
x
y
x
y
Di mana suku
(1)
landaian tekanan (pressure gradient) pada arah x terjadi karena perubahan ketinggian di atas
plat itu. Jadi,
p
= g
x
(2)
Dengan kata lain, perubahan tekanan sepanjang tinggi dx sama dengan bobot per satuan luas
unsur fluida. Mensubstitusi persamaan (2) ke dalam persamaan (1) akan menghasilkan
u
u
2 u
u
+v
=g( )+ 2
x
y
y
Beda densitas
(3)
expansion)
=
1 V
V T
( )
=
p
1 V V
=
V T T (T T )
Sehingga
u
u
2 u
+v
=g(T T )+
2
x
y
y
(4)
cp u
T
T
2 T
+v
=k
2
x
y
y
(5)
1
T
d
u2 dy =T w + g ( T T ) dy
dx 0
0
y=0
+ g ( T T ) dy
0
(6)
Dan kita lihat bahwa bentuk fungsional, baik untuk distribusi suhu maupun distribusi
kecepatan, perlu diketahui bahwa kita hendak mendapatkan penyelesaian. Kondisi berikut ini
berlaku untuk distribusi suhu:
T =T w pada
y=0
T =T pada
y=
T
=0 pada
y
y=
( )
(7)
y=0
u=0 pada
y=
u
=0
y
pada
y=
Sebuah kondisi lagi didapatkan dari persamaan (4) dengan mengingat bahwa
T w T
2 u
=g
2
v
y
pada
y=0
Di mana
ux
polinominal di atas dipilih karena mempunyai empat kondisi yang harus dipenuhi, dan fungsi
inilah yang paling sederhana untuk itu. Dengan menerapkan keempat kondisi profil kecepatan
yang kita daftarkan di atas, kita dapatkan
T
g( wT ) y
y
2
1
4 ux v
u
=
ux
, dan
ux
u y
y
= 1
ux
( )
(8)
Grafik persamaan (8) ditunjukkan pada Gambar 2. Dengan mensubstitusikan persamaan (7)
dan (8) ke dalam persamaan (6), dan melakukan integrasi dan diferensiasi, kita dapatkan
u
1 d
1
u x2 )= g ( T w T ) v x
(
105 dx
3
(9)
u ( T T ) dy = dT
dy
0
y=0
(10)
Dan bila kita sisipkan distribusi suhu dan distribusi kecepatan yang diandalkan tadi ke dalam
persamaan ini, dan operasinya dilaksanakan, kita dapatkan
T T
1
d
T w T ) ( ux ) =2 w
(
30
dx
(11)
(12)
Jika hubungan ini kita sisipkan ke dalam persamaan (9), kita dapatkan
x
1
4
(13)
Oleh karena itu kita andaikan variasi fungsi eksponen berikut ini untuk
ux
dan
u x =C1 x 2
(14)
=C 2 x 4
(15)
Dengan memasukkan hubungan di atas ke dalam persamaan (9) dan (11) memberikan
1
1
C 1 C
5
C 12 C 2 x 4 =g ( T w T ) 2 x 4 1 vx 4
420
3
C2
(16)
Dan
1
1
2
C1C2 x 4 =
x
40
C2
1
4
(17)
C1 dan C2
20 v
C2 =3,93
+
21
1 /2
1/ 4
g ( T w T )
v2
g ( T w T )
v
1 /2
1/ 4
(18)
1/ 2
()
(19)
(20)
Di mana angka prandtl Pr=v/ digunakan bersama suatu grup tak-berdimensi baru yang
disebut angka Grashof Grx :
Gr x =
g ( T w T ) x3
(21)
v2
dT
dy
=hA ( T w T )
h
2k
x
atau x =N U x =2
(22)
1 hx d x
h=
L0
(23)
(24)
Angka Grashof dapat ditafsirkan secara fisis sebagai suatu gugus tak berdimensi yang
menggambarkan oerbandingan antara gaya apung dengan gaya viskos dalam sistem aliran
konveksi bebas. Peranannya sama dengan peranan angka Reynolds dalam sistem konvekeksi
paksa dan merupakan variabel utama yang digunakan sebagai kriteria transisi dan aliran
lapisan batas laminer menjadi turbulen. Untuk udara dalam konveksi bebas diantara pelat rata
vertikal, angka Grashof kritis menurut pengamatan Eckert dan Soehngen 1 adalah kira-kira 4
x 108. Nilai 108 dan 109 biasa diamati untuk berbagai fluida dan lingkungan tingkat
turbulen (turbulence level).
Suatu tinjauan yang amat lengkap tentang stabilitas dan transisi lapisan batas konveksi
paksa diberikan oleh Gebhart et al 13-15.
Analisis di atas tentang perpindahan kalor konveksi bebas di atas plat rata vertikal
merupakan kasus yang tersederhana yang dapat diolah secara matematis, dan telah kita
gunakan pula untuk memperkenalkan suatu variabel tak berdimensi baru yaitu angka Grashof
yang sangat penting dalam semua soal konveksi bebas. Tetapi, sebagaimana dalam beberapa
soal konveki paksa, untuk mendapatkan hubungan tentang perpindahan kalor dalam situasi
lain, kita harus mengandalkan pada pengukuran eksperimental. Situasi itu biasanya ialah
situasi dimana terdapat kesulitan dalam meramalkan suhu dan profilkecepatan secara analitis,
konveksi bebas turbulen, sebagaimana juga konveksi paksa turbulen, merupakan contoh
masalah yang memerlukan data percobaan; tetapi persoalannya lebih berat dengan sistem
konveksi bebas daripada dengan sistem konveksi paksa, karena disini kecepatan biasanya
sangat rendah sehingga sulit diukur. Walaupun terdapat berbagai kesulitan dalam melakukan
percobaan, pengukuran kecepatan telah dilakukan orang dengan teknik gelembung hidrogen
26, anemometri kawat panas 28, dan anemometer serat kuarsa. Pengukuran medan suhu
dilakukan dengan menggunakan interferometer zehnder-Mach. Anemometer laser 29 sangat
berguna untuk mengukur konveksi bebas karena cara ini tidak mengganggu medan aliran.
Interferometer menunjukkan garis-garis densitas tetap dalam medan aliran fluida.
Untuk gas dalam konveksi bebas pada tekanan rendah garis-garis densitas tetap sama dengan
garis-garis suhu tetap. Jika medan suhu sudah ditentukan, maka perpindahan kalor dari suatu
permukaan dalam konveksi bebas, dapat dihitung dengan menggunakan gradien atau landaian
suhu (temperature Gradient) pada permukaan dan konduktivitas gas. Beberapa penelitian
interferometrik telah dilakukan orang, dan beberapa foto khas medan aliaran ditunjukkan
pada gambar 3-6. Gambar 3 menunjukkan garis-garis suhu tetap di sekeliling plat rata
vertikal yang dipanaskan. Perhatikan bahwa garis-garis itu paling rapat disekitar permukaan
plat, yang menunjukkan gradien suhu yang lebih tinggi di daerah itu. Gambar 4 menunjukkan
garis-garis suhu tetap di sekitar silinder horizontal dlam konveksi bebas, dan gambar 5
menunjukkan interaksi lapisan batas diantara sekelompok 4 silinder horizontal. Fenomena
yang serupa terlihat pada alirankonveksi paksa melintas rangkunan tabung. Penelitian
interferometrik sudah dilakukan untuk menentukan titik tempat terbentuknya pusaran dalam
lapisan batas konveksi bebas, dan penelitian ini pernah digunakan untuk menentukan
permulaan transisi ke arah turbulen dalam sistem konveksi bebas.
Gambar 3. Foto interferometer menunjukkan garis-garis suhu tetap di sekeliling plat rata
vertikal panas dalam konveksi bebas.
Gambar 5.
Sudah disebutkan tadi bahwa kecepatan dalam konveksi itu sangat kecil, sehingga
dalam kebanyakan sistem sulit mengukurnya tanpa mempengaruhi medan alir pada waktu
memasang alat ukur. Indikasi kasar secara visual diberikan pada gambar 5 dimana
digambarkan gelombang lapisan batas konveksi bebas disebabkan oleh denyutan kalor dekat
tepi depan plat. Dicatat bahwa titik puncak setiap isoterm mengalami ketetapan (phase lag)
dan bahwa garis yang ditarik melalui titik-titik plat itu mempunyai bentuk
kira-kira seperti profil konveksi bebas.
Beberapa rujukan membahas berbagai aspek teoritis dan empiris
masalah konveksi bebas. Salah satu pembahasan yang paling luas diberikan
oleh Gebhart.
C. Rumus empiris untuk konveksi bebas
Selama bertahun-tahun telah diketahui bahwa koefisien perpindahan kalor
konveksi bebas rata-rata untuk berbagai situasi, dapat dinyatakan
dalambentuk fungsi berikut:
f =C (Gr f Pr f )m
NU
(25)
T +T w
2
(26)
Dimensi karakteristik yang digunakan dalam angka nusselt dan angka Grashof
bergantung pada geometri soal itu. Untuk plat vertikal, hal itu ditentukan oleh tinggi plat L;
untuk silindeer horizontal untuk diameter d; dan demikian seterusnya. Data eksperimen untuk
soal-soal konveksi bebas terdapat dalam berbagai rujukan, dengan beberapa hasil yang
bertentangan. Bagian yang berikut ini dimaksudkan untuk memebrikan hasil-hasil tersebut
dalam bentuk rangkuman, yang dapat langsung digunakan untuk tujuan perhitungan. Bentuk
fungsi persamaan (25) dipakai dalam banyak diantara penyajian ini dengan nilai-nilai
konstanta C dan m tertentu untuk setiap kasus.
D. Konveksi Bebas dari Bidang dan Silinder Vertikal
Permukaan isotermal
Untuk permukaan vertikal, angka nusselt dan angka Grashof dibentuk dengan L, yaitu tinggi
permukaan, sebgaai dimensi karakteristik. Jika tebal lapisan batas tidak besar dibandingkan
dengan diameter silinder, perpindahan kalor dapat dihitung dengan rumus yang sama dengan
yang untuk plat vertikal. Kriteria umum ialah bahwa silinder vertikal dapat ditangani sebagai
plat rata vertikal apabila
D
35
L Gr L1 / 4
(27)
Di mana D ialah diameter silinder. Untuk permukaan isotermal, nilai untuk konstantakonstanta itu diberikan pada Daftar 1 di mana diberikan pula catatan tentang rujukan yang
dapat diperiksa lebih lanjut. Para pembaca diminta memberikan perhatiannya pada dua
perangkat konstanta untuk kasus turbulen (GrfPrf >109). Walaupun kelihatannya ada
perbedaan yang tegas antara kedua konstanta itu, perbandingan yang dilakukan oleh Warner
dan Arpaci antar kedua perangkat itu dengan data eksperimen menunjukkan bahwa kedua
perangkat konstanta cocok dengan data yang ada. Terdapat indiksasi dari usaha analistis
baylay dan dari perhitungan fluks kalor bahwa rumus
Nu f =0,10(Gr f Pr f )1/3
Mungkin lebih memuaskan.
Rumus-rumus yang lebih rumit diberikan oleh Churchril dan Chu dan berlaku untuk rentang
angka Rayleigh yang lebih luas.
Nu=0,68+
0,670 Ra1 /4
9/ 16 4 /9
[ 1+(0,492/Pr ) ]
1/ 2=0,825+
Nu
untuk
0,387 Ra1 /6
9 /16 8 /27
[ 1+(0,492/ Pr) ]
(28)
12
(29)
Persamaan (28) juga memuaskan untuk fluks kalor tetap. Sifat-sifat untuk rumus-rumus di
atas dievaluasi pada suhu film.
Fluks kalor tetap
Percobaan-percobaan yang ekstensif mengenai konvekis bebas dari permukaan vertikal atau
miring ke air pada kondisi fluks-fluks kalor tetap dilaporkan dalam rujukan 25, 26, dan 39.
Daftar 1. Konstanta persamaan (25) untuk Permukaan Isotermal
(30)
Di man qw ialah fluks kalor dinding. Koefisien perpindahan kalor lokal untuk aliran laminar
dikorelasikan oleh rumus
Nu xf =
hx
=0,60 (Gr x Pr f )1 /5
kf
11
(31)
Perlu dicatat bahwa kriteria untuk aliran laminar dengan menggunakan faktor Grx* tidak
sama dengan yang menggunakan Grx. Transisi lapisan batas akan terihat bermula antara
Grx*Pr=3 x 1012 dan 4 x 1013 dan berakhir antara 2 x 1013 dan 1014. Aliran turbulen yang telah
berkembang penuh terdapat pada Grx*Pr=1014, dan percobaan itu dilanjutkan sampai
Grx*Pr=1016. Untuk daerah turbulen, koefisien perpindahan kalor lokal dikorelasikan oleh
(32)
Semua sifat-sifat dalam persamaan (31) dan (32) dievaluasi pada suhu film lokal. Walauppun
percobaan ini dilakukan dengan air, kolerasi yang dihasilkan ternyata berlaku juga untuk
Gambar 7. Korelasi perpindahan kalor konveksi bebas untuk perpindahan kalor dari plat
vertikal panas.
Berlaku juga untuk udara. Koefisien perpindahan kalor rata-rata untuk kasus fluks kalor tetap
tidak dapat dievaluasi dari persamaan (24), tetapi harus dengan menerapkan persamaan (23).
Jadi, untuk daerah laminar, dengan menggunakan persamaan (31) untuk mengevaluasi hx,
L
1 h x dx
h=
L0
5 hx= L qw =konstan
h=
4
Di sini perlu kita catat hubungan antara korelasi dalam bentuk persamaan (25) dengan yang
menggunakan Grx*= GrxNux. Persamaan (25) dituliskan sebagai bentuk perpindahan kalor
lokal, memberikan
Nu x =C (Gr x Pr )
(33)
(34)
Jadi, bila nilai karakteristik m untuk aliran laminar dan turbulen dibandingkan dengan
eksponen Grx*, kita dapatkan
Laminar,
Turbulen ,
1
m= :
4
m
1
=
1+ m 5
1
m= :
3
m
1
=
1+ m 4
Di samping perumusan Gr* itu mudah digunakan untuk kasus-kasus fluks kalor tetap,
terlihat pula bahwa eksponen karakteristik cocok sekali dengan kerangka yang digunakan
untuk korelasi permukaan isotermal.
Perubahan hx dengan x pada kedua ragam karakteristik menarik pula untuk dicatat.
Untuk aliran laminar m=1/4, dan dari persamaan (25)
Dalam daerah turbulen m=1/3, dan kita dapatkan
hx
1 3 1 /3
( x ) =konstanterhadap x
x
Jadi, dalam hal konveksi bebas turbulen, koefisien perpindahan kalor lokal hampir tidak
berubah dengan x.
Churchill dan Chu menunjukkan bahwa persamaan (28) dapat diubah agar berlaku
untuk kasus fluks kalor tetap jika angka Nusselt rata-rata didasarkan atas fluks kalor dinding
dan beda suhu pada pusat plat (x=L/2). Hasilnya
L1 / 4 ( Nu
L 0,68 ) =
Nu
1 /4
0,67(Gr L Pr)
4/9
(35)
Di mana
L =q w L/(k T )
Nu
dan T =T w pada
L/2T .
Contoh 1
Di suatu tempat dekat tanur dalam pabrik, fluks energi radiasi netto sebesar 800 W/m2
menimpa permukaan logam vertikal yang tingginya 3,5 m dan lebarnya 2m. Logam itu
diisolasi pada bagian belakangnya dan dicat hitam sehingga semua radiasi yang masuk
dilepaskan melalui konveksi bebas ke udara lingkungan yang suhunya 30 C. Berapa suhu
rata-rata plat?
Penyelesaian
Soal ini kita tangani sebagai soal dengan fluks kalor tetap pada permukaan. Oleh karena kita
tidak tahu suhu permukaan, maka kita harus membuat suatu perkiraan untuk menentukan Tf
dan sifat-sifat udara. Nilai kira-kira h untuk soal konveksi bebas ialah 10 W/m2.C, sehingga,
kira-kira
T=
q w 800
=80 C
h 10
Kemudian
T
80
+30=70 C=343 K
2
v =2,043 10 m / s
1
3 1
=2,79 10 K
Tf
Oleh karena itu, kita boleh menggunakan persamaan (32) untuk menghitung hx:
k
h x = (0,17)(Gr x Pr)1 /4
x
0,0295
14
1/ 4
(0,17)(2,79 10 0,7)
3,5
hx
1 /4
(Gr x )1/ 4 ( x 4 )
k
Atau hx tidak berubah menurut x, dan nilai ini dapat kita anggap sebagai rata-rata. Nilai
h=5,41 W/m2.C itu kurang dari harga kira-kira yang kita gunakan untuk menaksir Tf. Kita
hitung kembali T, dan kita dapatkan
T=
q w 800
=149
h 5,36
149
=104,5
2
v =2,354 10 m /s
k =0,320 W /m.
1
=2,65 103 / K
Tf
Pr = 0,695
Lalu
Gr x =
1 /4
h x = (0,17)(Gr x Pr)
x
1 /4
(0,0320)(0,17)
[(1,758 1014)( 0,695) ]
3,5
T =(T w T )rat =
q w 800
=
=155
h 5,17
60+10
=35 =308 K
2
1
3
=3,25 10
308
v =16,5 106
k =0,02685
Pr = 0,7
Dan
GrPr=
3,743 1011
Kita boleh menggunakan persamaan (29) dan mendapatkan
11 1 /6
Nu=803
{[
1 /6
GrPr
1+(0,559/ Pr)9 /16 ]
16 /9
< 1012
(36)
Persamaan yang lebih sederhana di bawah ini berlaku hanya pada aliran laminar dari 10 -6 <
GrdPr < 109:
1/ 4
Nu d=0,36+
0,518 (Grd Pr )
(37)
4/ 9
Sifat-sifat dalam persamaan (36) dan (37), ditentukan pada suhu film.
Perpindahan kalor dari silinder horizontal ke logam cair dapat dihitung menurut
Rujukan 46:
Nu d=0,53(Gr d Pr 2 )1/ 4
(38)
Contoh 3
Sebuah horizontal dengan diameter 2,0 cm yang permukaannya dijaga pada suhu 38 C
dibenamkan dalam air yang suhunya 27 C. Hitunglah rugi kalor konveksi bebas per satuan
panjang pemanas.
Penyelesaian
Suhu film adalah
T f=
38+27
=32,5
2
h=
(38,425)( 0,63)
=1210 W /m2 .
(0,02)
Penyelesaian
Suhu filmnya adalah
T f=
54+0
=27 =300 K
2
1
=0,00333
300
k =0,02624 W /m .
v =15,69 106 m2 / s
Pr = 0,708
GrPr=
( 15,69 10 )
(0,708)=4,05 105
()
T w + T 250+15
=
=132,5 =405,5 K
2
2
k =0,03406 W /m.
v =26,54 105 m2 /s
Gr d Pr=
1
1
=
=2,47 103 / K
T f 405,5
Pr = 0,687
g (T w T ) d 3
Pr
v2
( 26,54 106 )2
8
1,571 10
1/ 4
h=
k Nud ( 0,03406)(59,4)
=
=6,63W /m2 [ 1,175 Btu /h . ft 2 ]
d
0,3048
{[
1 /6
1,57110 8
1+(0,559/0,687)9 /16 ]
16/ 9
Nu=64,7
Atau kira-kira 8 persen lebih tinggi.
F. Konveksi Bebas dari Plat Horizontal
Permukaan Isotermal
Koefisien perpindahan kalor rata-rata dari plat rata horizontal dihitung dengan persamaan
(25) dengan memakai konstanta yang diberikan pada Daftar 1. Dimensi karakteristik yang
digunakan dalam persamaan ini secara tradisional ialah panjang sisi bagi bujur sangkar, rata-
rata kedua dimensi untuk siku empat, dan 0,9d untuk piring bundar. Kesesuaian dengan data
percobaan bisa dicapai bila dimensi karakteristik dihitung dari
L=
A
P
(39)
Di mana A adalah luas, dan P merupakan perimeter basah (wetter perimeter) permukaan itu.
Dimensi karakteristik ini juga berlaku untuk bidang berbentuk taksimetri.
Fluks kalor tetap
Eksperimen dari rujukan 44 menghasilkan korelasi-korelasi berikut ini untuk fluks kalor tetap
pada plat horizontal. Untuk muka yang dipanaskan menghadap ke atas, maka
L =0,13 ( Gr L Pr )1/ 3 untuk Gr L Pr <2 108
Nu
(40)
Dan
L =0,16 ( Gr L Pr )1 /3 untuk 2 108 Gr L Pr <1011
Nu
(41)
(42)
, dievaluasi pada suhu Te yang
didefinisikan dengan
T e=T w 0,25(T w T )
Dan Tw adalah suhu dinding rata-rata yang, seperti terdahulu, dihubungkan dengan fluks
kalor oleh
h=
qw
T w T
wT
(
) k
h L q w L
L= =
Nu
k
Pada bagian 7 dibahas perluasan persamaan ini untuk permukaan miring.
=3,25 103
v =17,47 106
Pr = 0,7
Panjang karakteristik adalah jarak yang ditempuh partikel dalam lapisan batas, yaitu L/2 pada
dasar, ditambah L di sepanjang sisi, ditambah L/2 di atas, atau 2L=40cm. Produk GrPr
adalah:
GrPr=
( 17,47 10 )
(0,7)=3,34 10
Dari butir terakhir pada Daftar 1 kita dapatkan C=0,52 dan n=1/4 sehingga angka Nusselt
menjadi
1/ 4
h=Nu
=
=9,07 W /m2 .
L
( 0,4)
Kubus itu mempunyai enam sisi, sehingga luasnya 6(0,2)2=0,24 m2, dan perpindahan kalor
adalah
q=h A (T w T )
(43)
didefinisikan oleh
T e=T w 0,25(T w T )
(44)
bebas;
T
( wT ).
T + 0,50
suhu aliran
(45)
Untuk plat miring dengan permukaan panas menghadap ke atas, korelasi empiriknya
menjadi lebih rumit. Untuk sudut antara -15 dan -75, korelasi yang memadai ialah
e =0,14 [ ( Gr e Pr e )1/ 3( Gr c Pr e )1/ 3 ] +0,56 ( Gr e Pr e cos )1/ 4
Nu
(46)
5
11
Untuk jangkauan 10 <Gr e Pr e cos< 10 . Besaran Grc ialah hubungan Grashof kritis yang
menunjukkan bila angka Nusselt mulai memisah dari hubungan laminar persamaan (43), dan
diberikan pada daftar di bawah ini:
, derajat
-15
-30
-60
-75
Grc
5 x 109
2 x 109
108
106
Untuk Gre<Grc suku pertama persamaan (46) tidak dipakai. Informasi lebih lanjut diberikan
oleh Vielt dan Pera dan Gebhart. Ada petunjuk yang menyatakan bahwa persamaanpersamaan di atas berlaku pula untuk permukaan bersuhu tetap.
Pengukuran eksperimen dengan udara pada permukaan yang mempunyai fluks kalor
tetap menunjukkan bahwa persamaan (31) dapat digunakan untuk daerah laminar apabila
Grx* kita ganti dengan Grx* cos, baik untuk permukaan panas yang menghadap ke arah
atas, maupun yang menghadap ke bawah. Di daerah turbulen, dengan udara, didapat korelasi
empiris berikut:
1 /4
mana
Gr x
(47)
sama dengan yang untuk plat vertikal, bila permukaan panas itu
Gr x
diganti dengan
Nu L =[ 0,600,488(sin)1,03 ] (Gr L Pr ) 4
1
1,75
( sin )
12
untuk Gr L Pr<2 10 8
(48)
Di mana ialah sudut yang dibuat silinder itu dengan garis vertikal; artinya, 0 menunjukkan
silinder vertikal. Sifat-sifat dievaluasi pada suhu film, kecuali yang ditentukan pada
kondisi sekitar.
Dalam peramalan konveksi bebas dari permukaan miring masih terdapat berbagai
ketidakpastian; tebaran data eksperimen sebesar 20 persen tidaklah asing untuk rumusrumus empiris yang dikemukakan di atas.
H. Fluida Non-Newton
Non newton fluida adalah suatu fluida yang dapat memiliki sifat zat padat atau sifat
zat cair, bergantung pada tekanan yang diberikan pada zat tersebut. Pada fluida non newton
perubahan regangan yang terjadi tidak sebanding terhadap tegangan yang diterima fluida.
Viskositas fluida jenis ini cenderung tidak konstan. Apabila hubungan viskositas dan
tegangan geser pada fluida tidak memenuhi hubungan Newton sederhana seperti pada
persamaan (5-1), maka persamaan-persamaan untuk perpindahan kalor konveksi bebas
tersebut di atas tidak berlaku. Pelumas dan polimer-polimer yang sangat viskos merupakan
beberapa contoh fluida yang mempunyai tingkah laku non-newton. Berbagai penelitian
eksperimen dan analitis sudah banyak dilakukan untuk fluida-fluida demikian, akan tetapi
hasilnya sangat rumit.
Beberapa penggolongan dari Fluida non-newton dapat dinyatakan sebagai berikut:
1.
Plastik Bingham
Plastik Bingham adalah zat yang bukan merupakan fluida dan bukan merupakan zat padat.
Bahan ini dapat menahan tegangan geser tertentu tanpa gerakan (oleh karena itu bahan ini
bukan fluida), namun bila tegangan luluhnya terlewati, bahan tersebut akan mengalir seperti
fluida (oleh karena itu bahan ini bukan zat padat). Shear stress minimum, dikenal sebagai
yield stress harus berlebih sebelum aliran mulai. Tipe aliran ini sering ditemukan pada
bahan pangan, seperti catsup tomat, mayonnaise, krim oles, margarine.
2.
Pseudoplastic
Pseudoplastic adalah zat yang termasuk dalam fluida non-newtonian dimana kekentalannya
akan selalu berkurang namun tegangan luluhnya akan selalu bertambah. Contoh dari fluida
ini adalah campuran kertas pada proses pembutan kertas. Tipe aliran ini, meningkatnya shear
force memberikan peningkatan sebanding pada shear rate yg kebih, tetapi kurva mulai pada
awalnya. Salad dressing adalah contoh pangan. Banyak fluida pseudoplastik menunjukkan
perilaku shear stress-shear rate hampir linear pada shear rate rendah. Itu disebut Newtonian
regime
3.
Thixotropic
Fluida dimana viskositasnya semakin berkurang namun, laju gesernya tetap. Apabila ada
gaya yang bekerja pada fluida ini maka viskositasnya akan semakin berkurang, contoh dari
fluida ini adalah cat, campuran tanah liat, dan beberapa jenis jel.
4.
Rheopectic
Dilatant
Dilatant merupakan jenis fluida yang viskositas dan tegangan luluhnya akan semakin
bertambah besar. Contoh dari fluida jenis ini adalah pasta. Plot shear stress-shear rate tipe
aliran ini mulai pada awal, tetapi disifatkan oleh peningkatan shear stress setimbang
memberikan peningkatan shear rate lebih rendah. Contoh, padatan tinggi, suspensi pati kasar
dan beberap sirup coklat. Tipe aliran ini hanya ditemukan pada cairan yg mengandung
partikel rigid tidak larut berjumlah tinggi dalam suspensi. Aliran dilatant agak jarang dalam
industri pangan dan sangat langka pada produk pangan akhir
I. Persamaan Sederhana untuk Udara
Persamaan-persamaan sederhana untuk koefisien perpindahan kalor dari berbagai permukaan
ke udara pada tekanan atmosfer dan suhu sedang (moderat) diberikan pada Daftar 2.
Hubungan-hubungan itu dapat dilanjutkan untuk tekanan yang lebih tinggi atau lebih rendah
dengan mengalikan dengan faktor-faktor berikut:
p
101,32
1/ 2
2/ 3
p
101,32
Laminar,
104<GrfPrf<109
T 1/4
h=1,42
L
( )
Turbulen,
GrfPrf>109
h=1,31 ( T )1/ 3
T
d
1/4
h=1,32
( )
h=1,24 ( T )
T
L
1/4
h=1,32
h=1,52 ( T )1/ 3
( )
1 /3
menghadap ke bawah
T
h=0,59
L
1/ 4
( )
T
d
1/4
( )
=1,32
25015
0,3048
1/ 4
h=6,96 W /m2 .
perpindahan kalor, jadi
q
=( 6,96 ) ( 0,3048 ) ( 25015 ) =1,57 kW /m
L
Perhatikan bahwa rumus sederhana ini memberikan 4 persen lebih tinggi dari persamaan
(25)
J. Konveksi Bebas dari Bola
Yuge menyarankan rumus empiris untuk perpindahan kalor konveksi bebas dari bola ke
udara, sebagai berikut:
Nu f =
h d
=2+0,392 Gr f 1 /4 untuk 1<Gr f <105
kf
(49)
Persamaan di atas dapat diubah dengan memasukkan angka Prandtl, sehingga didapatkan
Nu f =2+ 0,43(Gr f Pr f )1 / 4
(50)
Sifat-sifat dievaluasi pada suhu film; persamaan ini diharapkan terutama berlaku untuk
perhitungan konveksi bebas pada gas. Akan tetapi, dapat pula digunakan untuk zat cair
apabila tidak ada informasi khusus untuk itu. Patut dicatat bahwa untuk hasil perkalian angka
Grashof dan Prandtl yang rendah, angka Nusselt mendekati 2,0. Nilai inilah yang didapatkan
pada konduksi murni melalui fluida stagnan tak berhingga yang mengelilingi bola itu.
Untuk rentang angka Rayleigh yang lebih tinggi, hasil eksperimen dari Amato dan
Tien dengan air menyarankan korelasi berikut ini:
Nu f =2+ 0,50(Gr f Pr f )1/ 4
(51)
g (T 1T 2)
v
(52)
Pada angka Grashof yang sangat rendah, terdapat sangat sedikit arus konveksi bebas, dan
perpindahan kalor berlangsung terutama melalui konduksi melintas lapisan itu. Pada angka
grashof yang lebih tinggi, terdapat berbagai ragam aliran, seperti terlihat pada gambar, dan
perpindahan kalor pun meningkat dengan teratur, seperti dinyatakan melalui angka Nusselt
Nu =
h
k
Walaupun masih banyak masalah yang belum terjawab, percobaan-percobaan dari rujukan 18
dapat digunakan untuk meramalkan perpindahan kalor ke berbagai zat cair pada kondisi fluks
kalor tetap. Korelasi empiris yang didapat ialah:
1/4
Nu =0,42 ( Gr Pr )
Pr 0,012
0,30
()
q w =konstan
L
10< < 40
Nu =0,046 ( Gr Pr )1/ 3
q w =konstan(54)
106 <Gr Pr <109
(53)
1< Pr< 20
L
1< <40
(55)
Hasil ini kadang-kadang dinyatakan dengan istilah konduktivitas termal kentara (appearent
thermal conductivity) Ke, atau konduktivitas termal efektif, yang didefinisikan oleh
T T
q
=k e 1 2
A
(56)
ke
k
(57)
Dalam industri bangunan, perpindahan kalor melintas celah udara sering dinyatakan
dengan nilai R, sehingga
q T
=
A
R
Sesuai dengan pembahasan di atas, maka nilai R adalah
R=
ke
(58)
Perpindahan kalor pada ruang tertutup horizontal menyangkut dua situasi yang
berbeda. Jika plat atas berada pada suhu yang lebih tinggi dari plat bawah, fluida yang
densitasnya lebih rendah berada di atas fluida yang densitasnya lebih tinggi, dan tidak terjadi
arus konveksi. Dalam hal ini, perpindahan kalor melintas ruang itu berlangsung melalui
konduksi semata-mata, dan Nu...=1,0 di mana ... ialah jarak pisah antara kedua plat. Situasi
yang kedua, yang justru lebih menarik, terjadi apabila plat bawah lebih tinggi suhunya dari
plat atas. Untuk nilai Gr... kurang dari 1700, masih terlihat konduksi murni, dan Nu.. = 1,0.
Setelah konveksi mulai terjadi, maka terbentuklah pola sel-sel heksagonal seperti pada
gambar 12. Pola ini disebut sel Benard. Turbulen mulai terjadi pada Gr... = 50.000 dan
menghapuskan pola sel itu.
dingin
hangat
Gambar 12. Pola sel Benard pada lapisan fluida
tertutup yang dipanaskan dari bawah/.
Konveksi bebas dalam ruang tertutup miring dibahas oleh Dropkin dan Somerscales. Evans
dan Stefany menunjukkan bahwa pemanasan atau pendinginan konveksi alamiah transien
dalam ruang tertutup berbentuk silinder vertikal atau horizontal dapat dihitung dengan
1/4
Nu f =0,55(Gr f Pr f )
(59)
(60)
=r 0r i
berikan oleh Persamaan (60) hanya bisa digunakan dengan rumus konvensional untuk
konduksi keadaan tunak (steady state conduction) dalam cangkang (shell) berbentuk bola:
q=
4 k r i r 0 T
r 0r i
(61)
0,25 /r i 1,5
dan
( r m3 r i3 ) T i + ( r 03r m3 ) T 0
r 03r i3
(62)
Di mana rm = (ri+r0)/2. Persamaan (60) dapat pula digunakan untuk bola-bola eksentrik
dengan transformasi koordinat seperti diuraikan dalam Rujukan 43.
Hasil-hasil percobaan untuk konveksi bebas dalam ruang tertutup tidak selalu cocok
satu sama lain, tetapi semuanya itu dapat dinyatakan dalam bentuk umum sebagai berikut:
ke
n L
=C ( Gr Pr )
k
()
(63)
Nilai-nilai konstanta C, n, dan m untuk berbagai situasi fisis didaftarkan dalam Daftar 3.
Nilai-nilai tersebut dapat digunakan untuk tujuan perencanaan apabila ada data untuk
geometri atau fluida yang dimaksud. Perlu kita catatkan bahwa beberapa di antara korelasi
data yang dinyatakan oleh Daftar 3 telah mengalami penyesuaian yang dilakukan oleh
Holman (74) untuk memberikan eksponen karakteristik masing-masing 1/4 dan 1/3 untuk
konveksi bebas ragam laminar dan turbulen. Namun, kesalahan yang
diakibatkan oleh
pemyesuaian ini tidaklah jauh lebih besar dari ketidaksesuaian antara berbagai penelitian
eksperimental itu.
ln
2 kL T
q=
(64)
=r 0r i
(65)
ialah sudut antara permukaan pemanas dengan horizontal. Transformasi ini berlaku
untuk sudut kemiringan sampai 60 dan hanya berlaku untuk kasus kasus dimana
permukaan yang lebih panas menghadap kebawah .
Contoh 8
Udara pada tekanan atmosfer terkurung diantara dua plat vertikal 0,5 X 0,5 m yang terpisah
dengan jarak 15 mm. Suhu plat itu masing masing ialah 100 dan 40 C. Hitunglah
perpindahan kalor konveksi-bebas melintas celah udara itu.
Penyelesain
Sifat sifat udara kita evaluasi pada suhu rata rata antara kedua plat :
100+ 40
2
Tf =
= 70 C = 343 K
p
RT =
1,0132 x 105
( 287 ) (343)
= 1,029 kg/m3
1
1
=
=2,915 103 K 1
T f 343
5
Gr Pr=
3 3
1,027 10
Sekarang kita dapat menggunakan persamaan (63) untuk menghitung konduktivitas termal
efektif, dengan L= 0,5 m, =0,015 m , dan konstanta yang diperlukan diambil dari Daftar
3.
ke
1/ 4
0,5
= ( 0,197 ) ( 1,027 104 )
k
0,015
1 /9
=1,343
Sekarang perpindahan kalor dapat kita hitung dengan persamaan (53). Luas bidang ialah
(1,343)(0,295)(0,25)(10040)
=39,62 W [ 135,2 Btu/h ]
0,015
Contoh 9
Dua buah plat horizontal yang sisinya 20 cm terpisah pada jarak 1 mm oleh udara 1 Atm.
Suhu plat itu adalah 100C untuk plat bawah, dan 40C untuk plat atas. Hitunglah perpindahan
kalor melintas celah udara itu.
Penyelesaian
Sifat-sifat sama dengan pada contoh 8
= 1,029 kg/m3
= 2,915 103 K1
Produk GrPr dievaluasi atas dasar jarak pemisah, sehingga kita dapatkan
Gr Pr=
3043
Dari daftar 3 kita dapatkan C= 0,059, n=0,4 , dan m = 0, sehingga
0
ke
0,4 0,2
= ( 0,059 )( 3043 )
=1,46
k
0,01
( )
dan
q=
k e A (T 1T 2 ) (1,460)(0,0295)(0,2)2 (10040)
=
=10,34 W
0,01
g 2 c p
=2,48 10 10
k
Produk angka Grashof Prandtl sekarang dievaluasi dengan menggunakan jarak pisah 1 cm
sebagai dimensi karakteristik.
GrPr=( 2,48 10 ) ( 0,01 ) ( 10080 )
( 59 )=2,76 10
Sekarang, dengan menggunakan persamaan (63) dan memeriksa Daftar 3 kita dapatkan
C=0,13 n=0,3 m=0
0,01
d
L
(66)
( dL )<1
Korelasi yang ditunjukkan pada kedua gambar itu adalahuntuk suhu dinding tetap.
Sifat-sifat dievaluasi pada suhu film.
Brown dan Gavin (17) membuat korelasi yang baik untuk daerah konveksi campuran,
aliran laminar pada gambar 14 :
Nu=1,75 b
w
0,14
( )
[ Gz+ 0,012 ( Gz Gr
1/3
1/ 3 4 /3
(67)
Gambar 13. Daerah-daerah konveksi bebas, paksa, dan campuran untuk aliran melalui tabung
vertikal.
Gambar 14. Daerah-daerah konveksi bebas, paksa, dan campuran untuk aliran melalui tabung
horizontal menurut metais dan Eckert.
Dimana
dievaluasi pada suhu-limbak (bulk temperature). Rumus ini lebih baik dari
yang digambarkan pada Gambar 7-14. Informasi lebih lanjut terdapat pada Rujukan 68.
Masalah konveksi gabungan bebas dan paksa dari silinder horizontal dibahas secara
terperinci oleh Fand dan Keswani.
Dugaan umum yang berlaku dalam analisis konveksi gabungan ialah bahwa modus
perpindahan kalor yang paling berpengaruh ditentukan oleh kecepatan fluida yang berkaitan
dengan modus itu. Situasi konveksi paksa yang menyangkut kecepatan fluida 30 m/s,
umpannya tentu akan mengalahkan sebagian besar dari pengaruh konveksi bebas yang
ditemukan dalam medan gravitasi biasa, karena kecepatan arus konveksi bebas disini sangat
kecil dibandingkan dengan 30 m/s. Di lain pihak, situasi aliran paksa dengan kecepatan
sangat rendah ( 0,3 m/s)mungkin cukup terpengaruh oleh arus konveksi bebas. Analisis
orde besaran lapisan-batas konveksi-bebas dapat memberikan kriteria umum untuk
menentukan apakah pengaruh konveksi-bebas besar peranannya. Kriteria ialah apabila
2
Gr / > 10
Konveksi bebas sangat penting. Hasil ini sesuai dengan gambar 13 dan 14
(68)
Contoh 11
Udara pada 1 atm dan 27oC dialirkan melalui tabung horizontal yang diameternya 25 mm
pada kecepatan 30 cm/s. Dinding tabung dipelihara pada suhu tetap 140 oC. Hitunglah
koefisien perpindahan-kalor untuk situasi ini, jika panjang tabung 0,4 m.
Penyelesaian
Untuk perhitungan ini,sifat-sifat kita tentukan pada suhu film:
140+ 27
2
Tf =
p
RT =
= 83,5 C = 356,5 K
5
1,0132 x 10
( 287 ) (356,5)
= 0,99 kg/m3
1
=2,805 103 K 1 w =2,337 105 kg/m . s
Tf
; jadi
ud (0,99)(0,3)( 0,025)
=
=3,53
2,102 105
d (353)(0,695)(0,025)
=
=15,33
L
0,4
1,8462
2,337
0,14
4 / 3 1/3
5 1 /3
=7,70
[ 1,67 Btu /h . ft 2 . ]
Menarik pula jiak hasil kita bandingkan dengan hasil yang didapatkan dari perhitungan untuk
konveksi-paksalaminar semata-mata. Persamaan Sieder-Tate (persamaan (6-10)) berlaku
disini, sehingga :
Nu=1,86 ( RePr )
1,86 Gz1/ 3
f
w
1 /3
f
w
0,14
1 /3
( ) ()
d
L
0,14
( )
(1,86)(15,33)1/ 3
2,102
2,337
0,14
4,55
Dan
(4,55)(0,0305) =5,55W /m2 .
h=
(0,025)
[ 0,977 Btu /h . ft 2 . ]
Jadi, terdapat kesalahn -41 persen jika perhitungan dibuat atas dasar konveksi paksa laminar
semata-mata.
Daftar Pustaka
Holman
https://www.scribd.com/doc/136159832/KONVEKSI-BEBAS#download
https://www.scribd.com/doc/39474244/Konveksi-Alami#download
http://jurnal.pnl.ac.id/wpcontent/plugins/Flutter/files_flutter/1354073429KajianPolaAliranPenyerapPanasde
nganTeknikSudutHambatab105.pdf