Anda di halaman 1dari 7

Nama : Jefri Hans Petrus

Nim : 4183240006
Matkul : Komputasi Dinamika Fluida

Uas Dinamika Fluida


1. Model Fisis/Matematis
Perindahan Energi Panas
Perpindahan energi panas dapat didefinsilcan sebagai perindahan energy dari satu
daerah ke daerah lain sebagai akibat dan beda suhu antara daerah-daerah tersebut.
Perpindahan panas pada umumnya ada tiga cara pemindahan panas, yaitu: hantanan
(konduksi), radiasi (radiation), konveksi (tillan) (Frank Kneith, 1986:4-5).
1) Perpindahan Panas Konduksi : Perpindahan panas konduksi adalah perpindahan panas
dimana panas mengalir dan daerah bersuhu lebih tinggi ke daerah Yang lebih rendah di dalam
suatu medium (padat, cain, atau gas) atau antara medium yang berlainan yang bersinggungan
secara langsung.
2) Perpindahan Panas Radiasi : Perpindahan panas radiasi adalah perpindahan panas dimana
panas mengalir dan benda yang bersuhu tinggi ke benda yang bersuhu rendah bila benda
benda tersebut terpisah di dalam ruang, bahkan bila terdapat dalam ruang hampa diantara
benda- benda tersebut.
Perpindahan Panas Konduksi
Perpindahan panas konduksi adalah perpindahan panas dimana panas mengalir dan
daerah bersuhu lebih tinggi ke daerah yang Lebih rendah di dalam suatu medium (padat, cain,
atau gas) atau antana medium yang berlaman yang bersinggungan secara langsung. Jib pada
suatu benda terdapat gradien suhu (temperatur gradient), maka akan tenjadi perpindahan
energi dan bagian yang bersuhu tinggi ke bagian yang bersuhu rendah. Kita katakan bahwa
energy berpindah secara konduksi atau hantaran dan bahwa laju perpindahan kalor itu
berbanding dengan gradien suhu nomal:

𝑞 𝜕𝑇
~
𝐴 𝜕𝑥
Jika dimasukkan konstanta proporsionalitas (proportionality constant) atau tetapan
kesebandingan, maka didapat suatu persamaan yang disebut dengan hukum Fourier untuk
perpindahan panas secara konduksi, yaitu:

𝑞 = −𝑘𝐴 𝜕𝑇
𝜕𝑥

Di mana:
q = laju perpindahan panas
𝜕𝑇
= gradien suhu ke arab perpindahan panas
𝜕𝑥

k = konduktivitas atau kehantaran termal


A =luaspenampang

Tanda minus ( - ) di atas diselipkan agar memenuhi hukum kedua termodinamika.


yaitu bahwa kalor mengalir ketempat yang lebih rendah dalam skala suhu. Untuk menghitung
perpindahan panas satu dimensi lebth sederhana karena arab perpindahan panasnva hanya
satu arah saja Untuk alisan panas dua dimensi (two-dimensional hear flow) dalam keadaan
tunak berlaku persamaan Laplace sedangkan panas dua dimensi dalam keadaan tunak dengan
sumber panas didalamnya berlaku persamaan Poisson. Dengan menganggap konduktivitas
termal (thermal conductivity) tetap Untuk perpindahan panas duz dimensi lebth ruinit, karena
arab perpindahan panasnya dalam duz sumbu koordinat yaitu x dan y. Perpindahan panas duz
dimensi dapat digambarkan
Jadi. aliran kalor pada arah x dan y dapat dihitung dan persamaan Fourier:
𝜕𝑇
𝑞𝑥 = −𝑘𝐴𝑥 … … … … … . (𝑎)
𝜕𝑥

𝜕𝑇
𝑞𝑦 = −𝑘𝐴𝑦 … … … … … (𝑏)
𝜕𝑦

Aliran panas pada persamaan (a) mempunyai arah sejajar sumbu x. Sedangkan aliran panas
pada persamaan (b) mempunyai anah sejajar sumbu y. Aliran total pada setiap titik dalam
bahan itu adalah resultan di titik itu. Atau dapat ditulis:
𝑞 = 𝑞𝑥 + 𝑞𝑦
Model matematika
Model matematika dari masalah konduksi panas adalah persamaan Laplace (difusi) yang
dicor di bawah ini:

Persamaan diferensial parsial ini harus dilengkapi dengan kondisi batas yang sesuai, yang
untuk masalah kita adalah sebagai berikut:
Batas terisolasi:

Pada dinding atas dan bawah kita menerapkan kondisi batas konveksi, yang dikenal dalam
perpindahan panas juga sebagai kondisi batas jenis ketiga atau kondisi batas Robin. Rumusan
rekayasa yang biasa dari kondisi itu adalah sebagai berikut:

di mana q_in adalah kerapatan fluks panas yang memasuki padatan, 𝛼 adalah koefisien
perpindahan panas, T_out untuk suhu udara atau fluida sekitar dan T_wall suhu dinding yang
sebenarnya.

Bertentangan dengan definisi rekayasa yang sangat populer dari kondisi batas konveksi
panas, ini dikenal sebagai kondisi batas Robin yang dijelaskan dalam matematika dengan
rumus berikut:

Suku pertama dari jumlah di atas menunjukkan dengan tepat kerapatan fluks kalor yang
masuk q_in. Kita hanya perlu mendefinisikan kembali dua istilah lain untuk memiliki definisi
yang konsisten. Harap dicatat bahwa beberapa transformasi mengarah pada pengamatan
bahwa memilih:

dan

menghasilkan definisi yang identik. QuickerSim CFD Toolbox bekerja dengan definisi yang
tepat dari kondisi batas Robin, jadi setelah memecahkan masalah perpindahan panas, Anda
harus ingat untuk menghitung ulang suhu sekitar dan koefisien perpindahan panas.
2. Algoritma dan Flowchart
Algoritma
3. Post-processor
1. Pre-processor 2. Processor
Visualisasi dari hasil
Pendefinisian masalah Menyelesaikan persamaan numerik
simulasi
1. Pembangunan
geometri/model. 1. Pengaturan skema diskritisasi
2. Pembangunan grid. (ruang dan waktu). 1. Analisis data hasil.
3. Pengaturan 2. Pengaturan algoritma 2. Visualisasi data
properti fluida. penyelesaian. hasil.
4. Pengaturan 3. Kriteria konvergensi.
kondisi batas.

Pre-Processing
Pre-Processing adalah tahap awal yang perlu dilakukan sebelum melakukan simulasi
CFD seperti membuat geometri, meshing, mendefinisikan bidang batas pada geometri, dan
melakukan pengecekan mesh.
Processing
Pada tahap ini ada banyak hal yang harus dilakukan kaitannya dengan penentuan
kondisi batas dalam sebuah simulasi CFD. Proses ini merupakan proses paling penting karena
hampir semua parameter penelitian diproses dalam tahapan ini seperti models, materials, cell
zone conditions, boundary conditions, mesh interfaces, dynamic mesh, reference values,
solution methods, solution controls, solution initialization, calculation activities, dan yang
terakhir run calculation.
Post-Processing
Langkah selanjutnya setelah melakukan proses kalkulasi yaitu melihat hasil dari
proses kalkulasi. Pada kasus penelitian ini, hasil yang dibutuhkan adalah kontur tekanan yang
terbentuk pada sistem akibat dari fluktuasi beda tekanan.
3. Program
Kode
Di bagian ini kami menyajikan dan mengomentari kode yang memecahkan masalah di atas.
Pertama kita mengimpor mesh dan menampilkannya ke layar. Anda terbiasa dengan
kenyataan bahwa kita bekerja pada elemen hingga orde kedua, jika kita ingin memecahkan
masalah aliran fluida. Itu tidak diperlukan dalam kasus konduksi panas, jadi dalam contoh ini
kita akan mengerjakan elemen hingga linier. Dalam hal ini, mesh asli kita dari file mesh OK
dan kita tidak perlu memanggil fungsi {convertMeshToSecondOrder}.
1 clc;
2 clear;
3
4
5 % Import mesh, scale from milimeters to meters and display
6 [p,e,t] = importMeshGmsh('brick.msh');
7 p = p/1000; % coordinates are stored in p array; Divide by 1000 to scale
8 displayMesh2D(p,t);
9 nelements = size(t,2);
10 lambda = 0.35*ones(nelements,1);
11 lambda(t(end,:)==90) = 0.03;
12 lambdaInNodes = moveDataFromElementsToNodes(p,t,lambda);
13 displaySolution2D(p,t,lambdaInNodes,'Thermal conductivity [W/(mK)]');
14 % We will now assemble the whole problem matrix and impose convection
15 % boundary conditions that we have discussed earlier.
16
17
18 % Assemble problem matrix
19 [D,F] = assembleDiffusionMatrix2D(p,t,lambda);
20
21
22 % Apply boundary conditions
23 [D,F] = imposeScalarBoundaryCondition2D(p,e,D,F,86,'robin',8*293,8);
24 [D,F] = imposeScalarBoundaryCondition2D(p,e,D,F,87,'robin',24*253,24);
25
26
27 % Solve equations
28 T = D\F;
29
30
31 % Display solution
32 figure(4);
33 displaySolution2D(p,t,T,'Temperature [deg C]');
34 q = -repmat(lambdaInNodes,1,2).*solutionGradient2D(p,t,T);
35 qx = q(:,1);
36 qy = q(:,2);
37 Qin = boundaryFlux2D(p,e,[qx;qy],86)
38 Qout = boundaryFlux2D(p,e,[qx;qy],87)
39 Qinsulated = boundaryFlux2D(p,e,[qx;qy],88)

Anda mungkin juga menyukai