Anda di halaman 1dari 14

Nama : Aldilla Zuhra

NIM : 180140056
MK : Fenomena Perpindahan
Kelas : A2

Tugas Ringkasan !!!


PERPINDAHAN PANAS
A. Perpindahan Panas

Perpindahan panas (heat transfer) adalah proses berpindahnya energi kalor


atau panas (heat) karena adanya perbedaan temperatur. Dimana, energi kalor akan
berpindah dari temperatur media yang lebih tinggi ke temperatur media yang lebih
rendah. Proses perpindahan panas akan terus berlangsung sampai ada
kesetimbangan temperatur yang terjadi pada kedua media tersebut. Proses
terjadinya perpindahan panas dapat terjadi secara konduksi, konveksi, dan radiasi.

Perpindahan panas antara suatu permukaan padat dan suatu fluida


berlangsung secara konveksi. Konveksi panas dapat dihitung dengan persamaan
pendinginan Newton:

dimana :
q = Kalor yang dipindahkan
h = Koefisien perpindahan kalor secara konveksi
A = Luas bidang permukaan perpindahan panas
T= Temperatur

Tanda minus (-) digunakan untuk memenuhi hukum II thermodinamika,


sedangkan panas yang dipindahkan selalu mempunyai tanda positif (+).
Persamaan diatas mendefinisikan tahanan panas terhadap konveksi. Koefisien
pindah panas permukaan h, bukanlah suatu sifat zat, akan tetapi menyatakan
besarnya laju pindah panas di daerah dekat pada permukaan itu.
Fluks Kalor:
Adalah laju perpindahan panas persatuan luas (q/A). Fluks kalor boleh
didasarkan atas luas permukaan luar atau dalam pipa.

Suhu arus rata-rata:


Adalah suhu yang dicapai apabila keseluruhan fluida yang mengalir melalui
penampang itu dikeluarkan lalu dicampur secara adiabatic

Koefisien perpindahan kalor menyeluruh:


Jika terjadi konduksi dan konveksi secara berturutan, maka berbagai tahanan
panas yang tersangkut dapat dijumlahkan untuk memperoleh koefisien pindah
panas keseluruhan U. Persamaan perpindahan panas menjadi :
Th = Suhu fluida panas

Tc = Suhu fluida dingin

Th – Tc = Gaya dorong atau beda suhu lokal meyeluruh

A = Luas permukaan dalam / laur pipa

U = Koefisien pindah panas keseluruhan berdasarkan A

A = Faktor proporsionalitas antara q/A dan T

Jika A = Ao, luas permukaan luar tabung, maka U = Uo, koefisien yang
didasarkan atas luas permukaan luar.

1. Perpindahan Panas Secara Konveksi

Perpindahan kalor dengan jalan aliran dalam industri kimia merupakan


cara pengangkutan kalor yang paling banyak dipakai. Oleh karena konveksi hanya
dapat terjadi melalui zat yang mengalir, maka bentuk pengangkutan ka1or ini
hanya terdapat pada zat cair dan gas. Pada pemanasan zat ini terjadi aliran, karena
masa yang akan dipanaskan tidak sekaligus di bawa kesuhu yang sama tinggi.
Oleh karena itu bagian yang paling banyak atau yang pertama dipanaskan
memperoleh masa jenis yang lebih kecil daripada bagian masa yang lebih dingin.
Sebagai akibatnya terjadi sirkulasi, sehingga kalor akhimya tersebar pada seluruh
zat.

Konveksi adalah proses perpindahan kalor dari satu bagian fluida ke


bagian lain fluida oleh pergerakan fluida itu sendiri. Konveksi dibedakan menjadi
dua jenis, yaitu konveksi alamiah dan konveksi paksa. Konveksi alamiah
merupakan pergerakan fluida yang terjadi akibat perbedaan massa jenis. Bagian
fluida yang menerima kalor/dipanasi memuai dan massa jenisnya menjadi
lebihkecil, sehingga bergerak ke atas. Kemudian tempatnya akan digantikan oleh
bagian fluida dingin yang jatuh ke bawah karenamassanya jenisnya lebih besar.
Sedangkan pada konveksi paksa, fluida yang telah dipanasi akan langsung
diarahkan tujuannya oleh sebuah blower atau pompa.

Gambar 1.3. Perpindahan panas konveksi. (a) konveksi paksa, (b) konveksi
alamiah, (c) pendidihan, (d) kondensasi
Pada perpindahan kalor secara konveksi, energi kalor ini akan dipindahkan
ke sekelilingnya dengan perantaraan aliran fluida. Oleh karena pengaliran fluida
melibatkan pengangkutan masa, maka selama pengaliran fluida bersentuhan
dengan permukaan bahan yang panas, suhu fluida akan naik. Gerakan fluida
melibatkan kecepatan yang seterusnya akan menghasilkan aliran momentum. Jadi
masa fluida yang mempunyai energi terma yang lebih tinggi akan mempunyai
momentum yang juga tinggi. Peningkatan momentum ini bukan disebabkan
masanya akan bertambah. Malahan masa fluida menjadi berkurang karena kini
fluida menerima energi kalor.

Fluida yang panas karena menerima kalor dari permukaan bahan akan naik
ke atas. Kekosongan tempat masa bendalir yang telah naik itu diisi pula oleh masa
fluida yang bersuhu rendah. Setelah masa ini juga menerima energi kalor dari
permukan bahan yang kalor dasi, masa ini juga akan naik ke atas permukaan
meninggalkan tempat asalnya. Kekosongan ini diisi pula oleh masa fluida bersuhu
renah yang lain. Proses ini akan berlangsung berulang-ulang. Dalam kedua proses
konduksi dan konveksi, faktor yang paling penting yang menjadi penyebab dan
pendorong proses tersebut adalah perbedaan suhu. Apabila perbedaan suhu
.terjadi maka keadaan tidak stabil terma akan terjadi. Keadaan tidak stabil ini perlu
diselesaikan melalui proses perpindahan kalor.

Dalam pengamatan proses perpindahan kalor konveksi, masalah yang


utama terletak pada cara mencari metode penentuan nilai h dengan tepat. Nilai
koefisien ini tergantung kepada banyak faktor. Jumlah kalor yang dipindahkan,
bergantung pada nilai h. Jika cepatan medan tetap, artinya tidak ada pengaruh luar
yang mendoromg fluida bergerak, maka proses perpindahan ka1or berlaku.
Sedangkan bila kecepatan medan dipengaruhi oleh unsur luar seperti kipas atau
peniup, maka proses konveksi yang akan terjadi merupakan proses perpindahan
kalor konveksi paksa. Yang membedakan kedua proses ini adalah dari nilai
koefisien h-nya.

Besarnya konveksi dipengaruhi oleh :

1. Luas permukaan benda yang bersinggungan dengan fluida (A).

2. Perbedaan suhu antara permukaan benda dengan fluida ((T).

3. Koefisien konveksi (h), yang tergantung pada :


a. viscositas fluida

b. kecepatan fluida

c. perbedaan temperatur antara permukaan dan fluida

d. kapasitas panas fluida

e. rapat massa fluida

f. bentuk permukaan kontak

Berdasarkan gaya penyebab terjadinya arus aliran fluida, konveksi dapat


diklasifikasikan menjadi konveksi bebas/alamiah dan konveksi paksa.

Gambar 2.4 Ilustrasi aliran fiuda pada konveksi alamiah dan paksa

Konveksi alamiah terjadi karena ada arus yang mengalir akibat gaya
apung, sedangkan gaya apung terjadi karena ada perbedaan densitas fluida tanpa
dipengaruhi gaya dari luar sistem. Perbedaan densitas fluida terjadi karena adanya
gradien suhu pada fluida. Contoh konveksi alamiah antara lain aliran udara yang
melintasi radiator panas [McCabe,1993]. Pada perbatasan suatu permukaan dan
suatu fluida akan terjadi perpindahan panas secara konduksi dan konveksi.
Biasanya temperatur permukaan itu cukup tinggi untuk menimbulkan pula radiasi.
Tanpa adanya aliran yang dipaksakan terhadap fluida, maka sekitar permukaan
akan terjadi konveksi secara alamiah. Perbedaan temperatur antara bagian-bagian
fluida menyebabkan perbedaan densiti dan karena itu timbul gerakan dan aliran
dalam fluida. Aliran alamiah ini memperbesar perpindahan panas yang semula
sampai tercapai keadaan yang tecap. Cara perpindahan panas semacam ini disebut
konveksi alamiah atau konveksi bebas.
Besarnya koefisien perpindahan panas harus didapat dari hasil percobaan.
Banyak penyelidikan telah dilakukan untuk menentukan koefisien pindah panas
itu. Jika berbagai hasil penyelidikan itu dikumpulkan, ternyata dapat diperoleh
persamaan empiris dalam bilangan-bilangan tanpa dimensi, salah satu di
antaranya adalah bilangan Grashof, yang dibuat untuk menunjukkan sifat- sifat
konveksi bebas .
Hasil percobaan itu sering juga dinyatakan sebagai nomogram (alignment
chart) atau grafik.

Persamaan empiris dan nomogram itu dapat dipakai guna memperkirakan


koefisien perpindahan panas untuk konveksi bebas. Karena terdapat berbagai
persamaan dan nomogram, maka haruslah dicari yang keadaan sistemnya sama
dengan sistem yang sedang ditinjau.

a. Aliran Viskositas

Gaya – gaya viskos biasanya diterangkan dengan tegangan geer (shear stress)

antara lapisan – lapisan fluida. Jika tegangan ini dianggap berbanding dengan
gradient kecepatan (velocity gradient) normal, maka kita dapatkan persamaan
dasar untuk viskositas,
Pada permulaan, pembentukan lapisan batas itu laminar, tetapi pada suatu
jarak kritis ditepi depan, bergantung dari medan aliran dan sifat – sifat fluida,
gangguan – gangguan kecil pada aliran itu membesar dan mulailah terjadi proses
transisi hingga aliran menjadi turbulen. Dengan aliran turbulen dapat digambarkan
sebagai kecocokan rambang dimana gumpalan fluida bergerak ke sana ke mari
disegala arah. Transisi dari aliran laminar menjadi turbulen terjadi apabila

Dimana :
=kecepatan
aliran bebas X = jarak dari tepi
V = viskositas kinematik
Pengelompokkan khas diatas disebut angka Reynolds dan angka ini tak
berdimensi apabila untuk semua sifat – sifat diatas digunakan perangkat satuan
yang konsisten;

Angka Reynolds digunakan sebagai criteria untuk menunjukkan apakah


aliran dalam tabung atau pipa itu laminar atau turbulen. Untuk

Aliran itu biasa turbulen. Pada daerah transisi terdapat suatu jangkau
angka Reynolds, yang bergantung dari kekasaran pia dan kehalusan aliran.
Jangkau transis yang biasa digunakan ialah

Walaupun dalam kondisi yang dikendalikan ketat dalam laboratorium


aliran laminar masih bias didapatkan pada angka Reynolds 25.000.
Hubungan kontinuitas untuk aliran satu – dimensi dalam tabung ialah :

Dimana :
m = laju aliran massa
= kecepatan rata – rata
A = luas penampang
b. Lapisan Batas Laminar pada Plat Rata

Kita terapkan hokum kedua Newton tentang gerak,

Dimana ΣFx = tambahan fluks momentum pada arah x

Fluks momentum pada arah x ialah hasil perkalian aliran massa melalui
satu sis tertentu dari volume kendali dan komponen x kecepatan pada titik itu.

Massa yang masuk dari muka kiri unsure itu persatuan waktu ialah :

Jika kita andaikan satu satuan kedalaman pada arah z. jadi momentum,
masuk pada muka kiri per satuan waktu ialah :

Dan momentum yang keluar dari muka kanan ialah

Aliran massa yang masuk dari muka :

Aliran massa keluar dari muka atas :

Neraca massa pada unsure itu memberikan

Atau

Persamaan diatas ialah persamaan kontiunuitas, untuk lapisan batas.


Momentum pada arah x yang masuk melalui muka bawah adalah

Ρvu dx

Dan momentum pada arah x yang keluar dari muka atas ialah
Bagi kita hanya momentum pada arah x yang penting, karena gaya yang
menjadi perhatian kiata dalah analisa ini adalah gaya pada arah x. gaya ini adalah
gaya – gaya yang disebabkan oleh geser viskos dan gaya tekanan pada unsure.
Gaya tekanan pada muka kiri adalah ρ dy, dan pada muka kanan adalah sehingga
gaya tekanan netto pada arah gerakan adalah:

Gaya geser viskos pada muka bawah adalah

Dan gaya geser pada muka atas

Gaya geser viskos netto pada arah gerakan ialah jumlah kedua gaya di atas:
Gaya geser-viskos neto = µ

Dengan menyamakan jumlah gaya geser-viskos dan gaya tekanan


dengan perpindahan momentum pada arah x, kita dapatkan

µ =ρ 2
dy – ρu2dy +

disederhanakan, dengan menggunakan persamaan kontinuitas dan mengabaikan


diffrensial orde kedua, kita dapat

Persamaan diatas ialah persamaan momentum untuk lapisan batas laminar


dengan sifat – sifat tetap. Persamaan ini dapat diselsaikan secara eksak untuk
berbagai kondisi batas, dan para pembaca.
Penyelesaian eksak persamaan laju lapisan batas menghasilkan
c. Proses Perpindahan Panas Konveksi Alamiah dan Peralatan
Pengering

Prinsip dasar proses pengeringan adalah terjadinya pengurangan kadar air atau
penguapan kadar air oleh udara karena perbedaan kandungan uap air antara udara
sekeliling dan bahan yang dikeringkan. Penguapan ini terjadi karena kandungan
air diudara mempunyai kelembapan yang cukup rendah.

Pada saat proses pengeringan, akan berlangsung beberapa proses yaitu:

1. Proses perpindahan massa, proses perpindahan massa uap air atau


pengalihan kelembapan dari permukaan bahan kesekeliling udara.
2. Proses perpindahan panas, akibat penambahan (perpindahan) energi panas
terjadilah proses penguapan air dari dalam bahan ke permukaan bahan atau
proses perubahan fasa cair menjadi fasa uap.

Kedua proses tersebut diatas dilakukan dengan cara menurunkan Kelembapan


relatif udara dengan mengalirkan udara panas disekeliling bahan sehingga tekanan
uap air bahan lebih besar dari tekanan uap air di udara sekeliling bahan yang di
keringkan.perbedaan tekanan ini meneyebabkan terjadinya aliran uap air dari
bahan keudara luar. Untuk meningkatkan perbedaantekanan udara antara
permukaan bahan dengan udara sekelilingnya dapat dilakukan dengan
memanaskan udara yang dihembuskan ke bahan. Makin panas udara yang
dihembuskan mengelilingi bahan, maka banyak pula uap air yang dapat di ttarik
oleh udara panas pengering.

Energi panas yang berasal dari hasil pembakaran menyebabkan naiknya


temperature ruang pembakaran. Karena adanya perbedaan temperatur antara
ruang pembakaran dengan lemari pengering, maka terjadi perpindahan panas
konveksi alamiah didalam alat pengering. Udara panas didalam lemari
pengeriingg mempunyai densitas yang lebih kecil dari udara panas diruang
pembakaran sehingga terjadi aliran udara.

Cara perpindahan panas konveksi erat kaitannya dengan gerakan atau


aliran fluida. Salah satu segi analisa yang paling penting adalah mengetahui
apakah aliran fluida tersebut laminar atau turbulen. Dalam aliran laminar, aliran
dari garis aliran (streamline) bergerak dalam lapisan-lapisan, dengan masing-
masing partikel fluida mengikuti lintasan yang lancar serta malar (kontiniu).
Partikel fluida tersebut tetap pada urutan yang teratur tanpa saling mendahului.
Sebagai kebalikan dari gerakan laminar, gerakan partikel fluida dalam aliran
turbulen berbentuk zig-zag dan tidak teratur. Kedua jenis aliran ini memberikan
pengaruh yang besar terhadap perpindahan panas konveksi.

Bila suatu fluida mengalir secrara laminar sepanjang suatu permukaan yang
mempunyai suhu berbeda dengan suhu fluida, maka perpindahan panas terjadi
dengan konduksi molekulardalam fluida maupun bidang antara (interface) fluida
dan permukaan. Sebaliknya dalam aliran turbulen mekanisme konduksi diubah
dan dibantu oleh banyak sekali pusaran-pusaran (eddies) yang membawa
gumpalan fluida melintasi garis aliran. Partikel-partikel iniberperan sebagai
pembawa energy dan memindahkan energi dengan cara bercampur dengan
partikel fluida tersebut. Karena itu, kenaikan laju pencampuran (atau turbulensi)
akan juga menaikkan laju perpindahan panas dengan cara konveksi

Untuk menganalisa distribusi temperatur dan laju perpindahan panas pada


peralatan pngeringan, diperlukan neraca energi disamping analisis dinamika
fluida dan analisi lapisan batas yang terjadi. Setelah kiat melakukan neraca energi
terhadap sistem aliran itu, dan kita tentukan pengaruh aliran itu tehadap beda
temperatur dalam fluida maka distribusi temperature dan laju perpindahan panas
dari permukaan yang dipanaskan ke fluida yang ada diatasnya dapat diketahui.

Keseimbangan energi panas dapat dilihat dalam rumusan berikut:

Qudout = mudCpdT = Qin = mairLHair

Perpindahan panas konveksi dinyatakan dalam bentuk:

Qkonveksi = hc.A.Dt

Pada sistem konveksi bebas dikenal suatu variable tak berdimensi baru
yang sangat penting dalam penyelesaian semua persoalan konveksi alami, yaitu
angka Grashof Gr yang peranannya sama dengan peranan angka Reynolds dalam
sistem konveksi paksa, didefinisikan sebagai perbandingan antara gaya apung
dengan gaya viskositas di dalam sistem aliran konveksi alami.

Grƒ =
Dimana koefisien muai volume β untuk gas ideal, β = 1/T
Koefisien perpindahan panas konveksi bebas rata-rata untuk berbagai situasi dapat
dinyatakan dalam bentuk fungsi:

ƒ= = C (GrƒPrƒ)m

dimana subscrip f menunjukkan bahwa semua sifat-sifat fisik harus di evaluasi


pada suhu film,

Tƒ =
Produk perkalian antara angka grashof dan angka prandtl disebut angka Rayleigh:

Ra = Gr . Pr

d. Konveksi Bebas dan Aliran Fluida Pada Plat Miring

Orientasi kemiringan pelat apakh permukaannya menghadap atas atau ke


bawah merupakan salah satu factor yang mempengaruhi bilangan nusselt.Untuk
membuat perbedaan ini Fuji dan Imura memberikan tanda sudut seperti yang
ditunjukkan pada gambar 2.1 sebagai berikut :

1. Sudut adalah negatif jika permukaan panas menghadap ke atas.

2. Sudut adalah positif jika permukaan panas menghadap ke bawah.

Menurut Fuji dan Imura untuk plat miring dengan permukaan panas menghadap
ke bawah pada jangkauan + < 80 °C ;105 < Gr.Pr < 1011 bentuk korelasinya
adalah :

Nu=0.56 (GrL.Pr cos)1/4


Gambar 2.1 Konsep Positif dan Negative pada Plat Miring
Untuk plat dengan kemiringan kecil (88° < < 90°) dan permukaan panas
menghadap ke bawah maka persamaannya :

Nu=0,58 (GrL.Pr)1/5

Untuk plat miring dengan permukaan panas menghadap ke atas dalam jangkauan
GrL.Pr <1011 ;GrL > Grc ; dan -15° < < -75° bentuk korelasinya adalah :

Nu=0.145 [(GrL.Pr)1/3-(Grc.Pr)1/3]+0,56 (Grc.Pr cos )1/4

Untuk plat miring ,panas (atau dingin ) relative terhadap temperatur fluida,
plat sejajar dengan vector gravitasi,dan gaya apung yang terjadi menyebabkan
garakan fluida ke atas atau ke bawah. Bagaimanapun, jika platnya membentuk
sudut terhadap gravitasi,gaya apung mempunyai komponen normal terhadap
permukaan plat.

Dengan adanya pengurangan gaya apung yang paralel terhadap plat,dan


juga terjadi penurunan kecepatan fluida sepanjang plat,dan bisa diperkirakan
bahwa juga terjadi penurunan pada perpindahan panas konveksi. Tetapi
penurunan itu terjadi apakah perpindahan panasnya berasal dari atas ataau bawah
permukaan dari plat.

e. Konveksi Bebas dan Aliran Fluida Pada Plat Vertikal

Ketika suatu plat rata vertical dipanaskan maka akan akan terbentuklah suatu
lapisan batas konveksi bebas, Profil kecepatan pada lapisan batas ini tidak seperti
profil kecepatan pada lapisan batas konveksi paksa . Pada gambar 2.2 dapat dilihat
profil kecepatan pada lapisan batas ini,dimana pada dinding ,kecepataan adalah
nol, karena terdapat kondisi tanpa gelincir (no-slip) ; kecepatan itu bertambah
terus sampaai mencapai nilai maksimum, dan kemudian menurun lagi hingga nol
pada tepi lapisan batas.

Perkembangan awal lapisan batas adalah laminar,tetapi suatu jarak tertentu


dari tepi depan ,bergantung pada sifat-sifat fluida dan beda suhu antara dinding
dan lingkungan,terbentuklah pusaran-pusaran ke lapisan batas turbulen pun
mulailah terjadi.Selanjutnya,pada jarak lebih jauh pada plat itu lapisan batas
menjadi turbulen sepenuhnya.

Mc.Adams mengkorelasikan nilai Nusselt rata-rata dengan bentuk :

= =C(GrL.Pr)n
Konstanta C ditentukan pada tabel 2.1 Sifat-sifat fisik Dievaluasi pada suhu film
Tƒ.Untuk perkalian antara bilangan Grashof dengan bilangan Prandtl disebut
dengan bilangan Rayleigh (Ra) yaitu :

RaL = GrL.Pr =

Anda mungkin juga menyukai