Anda di halaman 1dari 27

WATER TO WATER HEAT EXCHANGER BENCH

BAB III
WATER TO WATER HEAT EXCHANGER BENCH

3.1 Dasar Teori


3.1.1 Mekanisme Perpindahan Panas
Energi panas dapat ditransfer dari satu sistem ke sistem yang lain, sebagai hasil dari
perbedaan temperatur. Adapun transfer energi panas selalu terjadi dari medium suhu yang
lebih tinggi ke suhu yang lebih rendah, dan perpindahan panas berhenti ketika dua medium
mencapai suhu yang sama.
Proses perpindahan panas dapat berpindah dengan tiga cara, yaitu konduksi, konveksi
dan radiasi. Semua cara dari perpindahan panas memerlukan adanya perbedaan suhu, dan
semua cara berasal dari medium suhu yang lebih tinggi ke suhu yang lebih rendah. Di bawah
ini kita memberikan gambaran singkat dari setiap cara.

3.1.2 Konduksi
Konduksi adalah perpindahan energi dari partikel yang lebih energetik dari suatu zat
dengan yang kurang energetik yang berdekatan sebagai akibat dari interaksi antara partikel.
Konduksi dapat terjadi pada zat padat, cair dan gas. Pada gas dan cair, konduksi ini
disebabkan oleh tabrakan dan pembauran dari gerakan molekul selama gerakan acak mereka.
Pada benda padat, gerakan ini disebabkan akibat kombinasi getaran dari molekul di dalam
kisi dan berpindahnya energi yang disebabkan oleh elektron bebas. Laju konduksi panas
melalui media tergantung pada geometri dari medium, ketebalan, dan bahan dari medium,
serta beda suhu di medium tersebut.
Pada penjelasan berikut, dapat dilihat proses perpindahan panas melalui dinding yang
tebalnya Δx=L dan luasnya A, seperti pada gambar berikut:

LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN 2017/2018


KELOMPOK 04
WATER TO WATER HEAT EXCHANGER BENCH

Gambar 3.1 Perpindahan Panas Konduksi Melalui Dinding


Sumber : Cengel. (2003,p.30)

Perbedaan temperatur pada dinding adalah ΔT= T2-T1. Percobaan dapat menghasilkan
laju dari perpindahan panas Q melalui dinding dua kali lipat ketika perbedaan suhu di seluruh
dinding atau area A normal terhadap arah perpindahan panas dua kali lipat, tapi dibelah dua
ketika ketebalan dinding L dua kali lipat. Dengan demikian kita menyimpulkan bahwa laju
konduksi panas melalui lapisan dinding sebanding dengan perbedaan suhu di seluruh
lapisandan area perpindahan panas, namun berbanding terbalik dengan ketebalan lapisan,
sehingga dapat dirumuskan dengan:

T2−T1 △𝑇
𝑄𝑘𝑜𝑛𝑑𝑢𝑘𝑠𝑖 = 𝑘𝐴 △𝑥
= −𝑘𝐴 △𝑥 ......................................................................... (3-1)

dengan :
Q = laju perpindahan panas dengan cara konduksi, (Watt)
k = koefisien perpindahan panas konduksi
A = luas penampang (m2)
△𝑇
= gradien temperature
△𝑥

Jika Δx = 0, persamaan di atas tereduksi menjadi bentuk diferensial

𝑑𝑇
𝑄𝑘𝑜𝑛𝑑𝑢𝑘𝑠𝑖 =−𝑘𝐴 𝑑𝑥 ................................................................................................. (3-2)

Tanda negatif di dalam rumus memastikan bahwa perpindahan panas dalam arah x
positif adalah jumlah yang positif.
LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN 2017/2018
KELOMPOK 04
WATER TO WATER HEAT EXCHANGER BENCH

3.1.3 Konveksi
Konveksi adalah proses transport energi dengan kerja gabungan dari konduksi panas,
penyimpanan dan gerakan mencampur. Konveksi sangat penting sebagai mekanisme
perpindahan energi antara permukaan benda padat dan cairan atau gas.
Perpindahan energi dengan cara konveksi dari suatu permukaan yang suhunya di atas
suhu fluida sekitarnya berlangsung dalam beberapa tahap. Pertama, panas akan mengalir
dengan cara konduksi dari permukaan ke partikel-partikel fluida yang berbatasan. Energi
yang berpindah dengan cara demikian akan menaikkan suhu dan energi dalam partikel-
partikel fluida ini. Kemudian partikel-partikel fluida tersebut akan bergerak ke daerah yang
bersuhu rendah didalam fluida di mana mereka akan bercampur dengan, dan memindahkan
sebagian energinya kepada, partikel-partikel fluida lainnya. Dalam hal ini alirannya adalah
aliran fluida maupun energi. Energi sebenarnya disimpan di dalam partikel-partikel fluida
dan diangkut sebagai akibat gerakan massa partikel-partikel tersebut. Mekanisme ini untuk
operasinya tidak tergantung hanya pada beda suhu dan oleh karena itu tidak secara tepat
memenuhi definisi perpindahan panas. Tetapi hasil bersihnya adalah angkutan energi, dan
karena terjadinya dalam arah gradien suhu, maka juga digolongkan dalam suatu cara
perpindahan panas dan ditunjuk dengan sebutan aliran panas dengan cara konveksi.
Laju perpindahan panas dengan cara konveksi ntara suatu permukaan dan suatu fluida
dapat dihitung dengan hubungan

𝑄𝑘𝑜𝑛𝑣𝑒𝑘𝑠𝑖 = ℎ 𝐴𝑠 (𝑇𝑠 − 𝑇∞) ................................................................................ (3-3)

dengan :
Q = laju perpindahan panas dengan cara konveksi, (Watt)
As = luas perpindahan panas, (m²)
Ts = Temperarur permukaan benda padat, (ºK)
T∞ = Temperatur fluida mengalir, (ºK)
h = koefisien perpindahan panas konveksi, (W/m²ºK)

Perpindahan panas konveksi diklasifikasikan dalam konveksi bebas (free convection)


dan konveksi paksa (forced convection) menurut cara menggerakkan alirannya. Konveksi
alami adalah perpindahan panas yang disebabkan oleh beda suhu dan beda rapat saja dan
tidak ada tenaga dari luar yang mendorongnya.

LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN 2017/2018


KELOMPOK 04
WATER TO WATER HEAT EXCHANGER BENCH

Konveksi paksa adalah perpindahan panas aliran gas atau cairan yang disebabkan
adanya tenaga dari luar. Konveksi paksa dapat pula terjadi karena arus fluida yang terjadi
digerakkan oleh suatu peralatan mekanik (contoh: pompa dan pengaduk), jadi arus fluida
tidak hanya tergantung pada perbedaan densitas. Contoh perpindahan panas secara konveksi
paksa adalah pelat panas dihembus udara dengan kipas/blower.
Secara umum aliran fluida dapat diklasifikasikan sebagai aliran eksternal dan aliran
internal. Aliran eksternal terjadi saat fluida mengenai suatu permukaan benda. Contohnya
adalah aliran fluida melintasi plat atau melintang pipa. Aliran internal adalah aliran fluida
yang dibatasi oleh permukaan zat padat, misalnya aliran dalam pipa/saluran. Perbedaan
antara aliran eksternal dan aliran internal pada suatu pipa/saluran ditunjukkan pada Gambar
3.2.

Gambar 3.2 Aliran eksternal udara dan aliran internal air pada suatu pipa/saluran
Sumber : Cengel. (2003,p.21)

3.1.4 Radiasi
Radiasi adalah energi yang dipancarkan oleh materi dalam bentuk gelombang
elektromagnetik sebagai akibat dari perubahan konfigurasi elektronik dari atom atau
molekul. Tingkat maksimum radiasi yang dapat dipancarkan permukaan pada suhu Ts
mutlak diberikan oleh hukum Stefann-Boltzmann yang sebagaimana “Jika suatu benda
hitam memancarkan kalor, maka intensitas pemancaran kalor tersebut sebanding-laras
dengan pangkat empat dari temperatur absolut” yaitu:

𝑄𝑟𝑎𝑑𝑖𝑎𝑠𝑖 𝑚𝑎𝑥 = 𝜎𝐴𝑠 𝑇𝑠4 ........................................................................................... (3-4)

dengan :
σ = konstanta Stefann-Boltzmann (5,67 x 10−8 W/m2 K4).
𝐴𝑠 = luas perpindahan panas, (m²)
Ts = temperatur absolut (ºK)

LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN 2017/2018


KELOMPOK 04
WATER TO WATER HEAT EXCHANGER BENCH

Radiasi yang dipancarkan oleh semua permukaan nyata lebih kecil dari radiasi yang
dipancarkan oleh benda hitam pada suhu yang sama, dan dinyatakan sebagai

𝑄𝑟𝑎𝑑𝑖𝑎𝑠𝑖 = 𝜀𝜎𝐴𝑠 𝑇𝑠4 ................................................................................................ (3-5)

dengan :
ε = emisivitas permukaan yang besarnya diantara 0 ≤ ε ≤ 1

3.1.5 Konduktivitas Termal


Konduktivitas termal adalah kemampuan suatu material untuk menghantarkan panas.
Persamaan untuk laju perpindahan panas konduksi dalam kondisi stabil juga dapat dilihat
sebagai persamaan penentu bagi konduktivitas termal. Sehingga konduktivitas termal dari
material dapat didefinisikan sebagai laju perpindahan panas melalui ketebalan unit bahan
per satuan luas per perbedaan suhu. Harga tertinggi untuk konduktivitas termal menunjukkan
bahwa material adalah konduktor panas yang baik. Konduktivitas termal dirumuskan
dengan:

𝑄 𝐿
𝑘 = 𝑡 𝑥 𝐴 𝑥 ∆𝑇.......................................................................................................... (3-6)

dengan :
K = konduktivitas termal
Q = kalor (J)
t = waktu (s)
L = ketebalan (m)
A = luas (m²)
∆𝑇 = perbedaan suhu (K)

Suhu adalah ukuran energi kinetik dari partikel seperti molekul atau atom dari suatu zat.
Energi kinetik dari partikel gas atau cair terjadi karena gerak translasi acak mereka. Ketika
dua molekul yang memiliki energi kinetik yang berbeda berbenturan, bagian dari energi
kinetik dari molekul lebih bertenaga ditransfer ke molekul kurang bertenaga. Makin tinggi
suhu, semakin cepat molekul bergerak, semakin tinggi jumlah molekul tabrakan, dan
semakin baik perpindahan panasnya.

LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN 2017/2018


KELOMPOK 04
WATER TO WATER HEAT EXCHANGER BENCH

3.1.6 Difusivitas Termal


Difusivitas termal adalah kemampuan suatu material untuk menyerap panas. Cp sering
dijumpai dalam analisis perpindahan panas, disebut kapasitas panas material. Baik dari Cp
panas spesifik dan kapasitas panas ρCp mewakili kemampuan penyimpanan panas dari suatu
material. Tapi Cp mengungkapkan itu per satuan massa sedangkan ρCp mengungkapkan itu
per satuan volume, dapat melihat dari satuan mereka masing-masing. Sifat bahan lain yang
muncul dalam analisis konduksi panas transien adalah difusivitas termal, yang mewakili
bagaimana cepat panas berdifusi melalui materi dan dirumuskan dengan:

𝑷𝒂𝒏𝒂𝒔 𝒚𝒂𝒏𝒈 𝒅𝒊𝒃𝒆𝒓𝒊𝒌𝒂𝒏 𝑘


𝛼= = ρ𝐶 ............................................................................. (3-7)
𝒑𝒂𝒏𝒂𝒔 𝒚𝒂𝒏𝒈 𝒅𝒊𝒔𝒊𝒎𝒑𝒂𝒏 𝑝

dengan :
𝛼 = diffusitivitas termal (m2/s)
k = panas yang diberikan
ρ𝐶𝑝 = kemampuan penyimpanan panas (J/m3·°C)

Bahan yang memiliki konduktivitas panas yang tinggi atau kapasitas panas yang rendah
jelas akan memiliki difusivitas termal besar. Semakin besar difusivitas termal, semakin cepat
penyebaran panas ke medium. Nilai diffusivitas termal yang kecil berarti panas yang
sebagian besar diserap oleh material.

3.1.7 Resistansi Termal


Resistansi termal merupakan salah satu properti panas dan memiliki definisi ukuran
perbedaan temperatur dari material yang tahan terhadap aliran panas.Resistansi termal
sendiri berbanding terbalik dengan Konduktivitas termal. Resistansi termal memiliki satuan
yaitu (m2K)/W. Aliran panas dapat dimodelkan dengan analogi rangkaian listrik di mana
aliran panas diwakili oleh arus, suhu diwakili oleh tegangan, sumber panas yang diwakili
oleh sumber arus konstan, resistensi termal mutlak diwakili oleh resistor dan kapasitansi
termal dengan kapasitor. Diagram menunjukkan rangkaian termal setara untuk perangkat
semi konduktor dengan heat sink.

LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN 2017/2018


KELOMPOK 04
WATER TO WATER HEAT EXCHANGER BENCH

3.1.8 Heat Exchanger


Di industri alat penukar panas lebih sering disebut dengan heat exchanger (HE).
Menurut fungsinya ada beberapa alat yang dapat digunakan sebagai penukar panas
diantaranya exchanger, kondensor, cooler, heater, reboiler, chiller dan evaporator.
Proses perpindahan panas tersebut dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung.
Pada alat penukar kalor langsung fluida yang dipanaskan akan bercampur dengan fluida
dingin dalam suatu bejana. Sedangkan pada penukar panas tak langsung menggunakan
medium perantara karena tidak berhubungan langsung antar fluidanya.

Tabel 3.1
Klasifikasi alat penukar panas berdasarkan fungsinya
Nama Alat Fungsi
Berfungsi untuk memanaskan fluida dingin dengan suatu fluida
panas dan sebaliknya dengan perpindahan panas tanpa
Heat Exchanger percampuran/persentuhan antar dua fluida sehingga terjadi dua (2)
proses sekaligus yakni memanaskan fluida dingin dan
mendinginkan fluida panas
alat penukar panas dari uap (vapor) ke dalam bentuk cair dengan
Condensor
mentransfer panasnya ke medium lainya
Alat penukar panas pada fluida cair (liquid) tanpa mengalami
perubahan phasa sampai pada titik suhu tertentu sesuai kebutuhan.
Cooler
Biasanya untuk mendinginkan fluida panas bentuk cairan atau gas
dengan menggunakan media pendingin air atau udara
berfungsi untuk mendinginkan fluida cair sampai suhu rendah
Chiller
dengan media pendingin amoniak, freon, propan.
Alat ini berfungsi memanaskan fluida dengan uap atau fluida panas
Heater
lain sebagai sumber panas.
Berfungsi untuk menguapkan fluida cair dengan menggunakan
Evaporator
steam atau media pemanas lainnya.
Alat ini berfungsi untuk menjaga temperatur yang diperlukan
Reboiler dengan pemanasan berupa steam atau media pemanas lainnya.
Biasanya dihubungkan dengan dasar kolom fraksinasi

LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN 2017/2018


KELOMPOK 04
WATER TO WATER HEAT EXCHANGER BENCH

Perpindahan panas pada Heat exchanger biasanya melibatkan konveksi di setiap cairan
dan konduksi melalui dinding yang memisahkan dua cairan. Dalam analisis penukar panas,
akan lebih mudah untuk bekerja dengan koefisien perpindahan panas keseluruhan U yang
menyumbang kontribusi dari semua efek transfer panas ini. Laju perpindahan panas antara
dua cairan pada lokasi di penukar panas tergantung pada besarnya perbedaan suhu dibahwa
lokasi, yang bervariasi sepanjang penukar panas. Jenis paling sederhana dari penukarpanas
terdiri dari dua pipa konsentris yang berbeda diameter, seperti yang ditunjukkan pada
gambar 3.3, yang disebut double pipa panas exchanger.

Gambar 3.3 Aliran Sistem Heat Exchanger Pipa Ganda


Sumber : Cengel. (2002,p.668)

Salah satu cairan dalam penukar panas double- pipa mengalir melalui pipa yang lebih
kecil, sementara cairan lainnya mengalir melalui ruang annular antara dua pipa. Dua jenis
pengaturan aliran yang mungkin dalam double- pipa penukar panas yaitu dalam aliran
parallel, baik cairan panas dan dingin memasuki panas penukar pada akhir yang sama dan
bergerak ke arah yang sama. Dalam aliran counter, di sisi lain, cairan panas dan dingin
memasuki penukar panas di seberang berakhir dan aliran dalam arah yang berlawanan. Tipe
lain dari penukar panas, yang dirancang khusus untuk mewujudkan besar luas permukaan
perpindahan panas per satuan volume, adalah penukar panas kompak. Panas Compact
exchanger memungkinkan kita untuk mencapai kecepatan transfer panas tinggi antara dua
cairan dalam volume kecil, dan mereka biasanya digunakan dalam aplikasi dengan
keterbatasan yang ketat pada berat dan volume penukar panas.
Sebuah penukar panas biasanya melibatkan dua cairan mengalir dipisahkan oleh
dinding yang padat. Panas pertama ditransfer dari fluida panas ke dinding oleh konveksi,
melalui dinding dengan konduksi, dan dari dinding ke fluida dingin lagi dengan konveksi.
Jaringan tahan panas yang terkait dengan proses perpindahan panas ini melibatkan dua
konveksi dan konduksi satu resistensi.

LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN 2017/2018


KELOMPOK 04
WATER TO WATER HEAT EXCHANGER BENCH

Gambar 3.4 Perpindahan Panas pada Pipa Ganda


Sumber : Cengel. (2003,p.340)

Variabel i dan o mewakili permukaan dalam dan luar dari tabung bagian dalam. Untuk
heat exchanger double pipe kita memiliki Ai = πDiL dan A0 = πD0L dan tahanan panas
tabung dalam situasi ini adalah

𝐼𝑛 (𝐷0 𝑙𝐷𝑖 )
𝑅𝑤𝑎𝑙𝑙 = ....................................................................................................(3-8)
2𝛱𝑘𝐿

dengan :
K = konduktivitas termal
L = panjang tabung
𝐷0 = diameter bagian luar tabung
𝐷1 = diameter bagian dalam tabung

Kemudian tahan panas keseluruhan menjadi :

1 𝐼𝑛 (𝐷0 𝑙𝐷𝑖 ) 1
𝑅𝑡𝑜𝑡 = 𝑅 + 𝑅𝑤𝑎𝑙𝑙 + 𝑅0 = ℎ + + ..............................................(3-9)
1 𝐴1 2𝛱𝑘𝐿 ℎ0 𝐴0

dengan :
Ai = luas permukaan dalam dari dinding yang memisahkan dua cairan
Ao = luas permukaan luar dinding.

Dengan kata lain, Ai dan A0 adalah luas permukaan dinding yang memisahkan dan
dibasahi oleh cairan dalam dan cairan luar, masing-masing.

LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN 2017/2018


KELOMPOK 04
WATER TO WATER HEAT EXCHANGER BENCH

3.1.9 Counter-flow Heat Exchanger


Variasi suhu cairan panas dan dingin dalam heat exchanger counter-flow diberikan pada
Gambar 3.5. Perhatikan bahwa cairan panas dan dingin masukkan pada ujung-ujung pipa,
dan suhu keluar dingin cairan pada keadaan ini dapat melebihi suhu keluar panas
cairan.dalam kasus ini, cairan dingin akan dipanaskan sampai suhu inlet dari fluida panas .
Namun, suhu outlet fluida dingin tidak pernah bisa melebihi inlet suhu dari fluida panas
karena ini akan menjadi pelanggaran hukum kedua dari termodinamika. Tetapi kita dapat
menunjukkan dengan mengulangi analisis atas yang juga berlaku untuk penukar counter-
flow panas. Untuk inlet dan outlet suhu yang ditentukan, log rata-rata suhu perbedaan bagi
penukar panas counter-flow selalu lebih besar dari itu untuk paralel -flow. Artinya, ΔT
counter-flow lebih besar dari pada ΔT paralel –flow dan dengan demikian untuk mencapai
laju perpindahan panas tertentu dalam counter-flow dibutuhkan luas penampang yang kecil.

Gambar 3.7 Aliran (A)Parallel Flow, (B)Counter Flow, dan Grafik Temperatur In, Out.
Sumber : Cengel. (2003,p.332)

LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN 2017/2018


KELOMPOK 04
WATER TO WATER HEAT EXCHANGER BENCH

3.2 Tujuan Pengujian


1. Menghitung formulasi dasar dari heat exchanger sederhana
2. Perhitungan keseimbangan panas pada heat exchanger
3. Pengukuran koefisien perpindahan panas berdasarkan kuantita aliran fluida
4. Mengetahui efesiensi heat exchanger

3.3 Spesifikasi Alat

Gambar 3.5 Water to Water Heat Exchanger Bench


Sumber : Laboratorium Fenomena Dasar Mesin FT-UB (2018)

• Hot water source


Head tank with square weir
Flow rate meter (rotameter) : 200 liter/h
Termometer pada inlet & outlet : 0 – 100˚C
Electrically immersion heater : 5 kW & 3 kW
• Cold water source
Head tank with square weir
Flow rate meter (rotameter) : 500 liter/h
Termometer pada inlet & outlet : 0 – 100˚C
• Heat exchanger
Double tubes water to water heat exchanger: Diameter 1’x Panjang 1000 mm
Katup pengatur aliran : katup 3 arah
• Controller unit
Hot water temperature control unit

LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN 2017/2018


KELOMPOK 04
WATER TO WATER HEAT EXCHANGER BENCH

3.4 Cara Pengambilan Data


1) Set Temperatur
Atur temperatur air panas pada head tank dengan TEMP.SET pada control unit.
Tunggu hingga pembacaan termometer air panas mencapai stabil.

Tabel 3.2
Kombinasi eksperimen
Hot Water Cold Hot Water Cold
Water Water
A Laminer Laminer E Laminer Laminer
PARALLEL B Turbulent Laminer COUNTER F Turbulent Laminer
FLOW C Laminer Turbulent FLOW G Laminer Turbulent
D Turbulent Turbulent H Turbulent Turbulent

2) Set Aliran Laminar dan Turbulen


Dengan mengatur katup no. (3) dan (19) atur debit air panas dan air dingin sesuai
dengan tabel berikut :

Tabel 3.3
Turbulen dan Laminar
TURBULEN LAMINAR
Flow Rate Meter ≤ 30 I / h ≥ 100 I / h
(Hot Water)

Flow Rate Meter ≥ 150 I / h ≤500 I / h


(Cold Water)

3) Pengukuran
Ukurlah nilai 𝑇1 , 𝑇2 , 𝑡1 , 𝑡2 W dan w dan tulis data dalam lembar pengambilan data
yang telah disediakan.

4) Perhitungan
a) Hitung nilai ∆𝑡𝑚 dengan persamaan (4) dan (5)
b) Hitung nilai (𝑇1 + 𝑇2)/2 kemudian tentukan nilai viskositas kinematik 𝑉ℎ pada tabel
properti air.
c) Hitung nilai 𝑞𝑤 dan 𝑄𝑤 dengan persamaan (1)

LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN 2017/2018


KELOMPOK 04
WATER TO WATER HEAT EXCHANGER BENCH

d) Hitung nilai (𝑡1 + 𝑡2 )/2 kemudian tentukan nilai viskositas kinematic 𝑉1 pada tabel
properti air.
e) Hitung nilai Reⱳ dengan persamaan (8) dan Reⱳ dengan persamaan (9)
f) Hitung nilai efesiensi dengan persamaan (7)
g) Hitung nilai U dengan persamaan (6)

LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN 2017/2018


KELOMPOK 04
WATER TO WATER HEAT EXCHANGER BENCH

3.5 Hasil Pengujian


3.5.1 Data Hasil Pengujian
Data Hasil Pengujian
Tabel 3.4

LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN 2017/2018


KELOMPOK 04
WATER TO WATER HEAT EXCHANGER BENCH

Data Hasil Pengujian


Tabel 3.5

LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN 2017/2018


KELOMPOK 04
WATER TO WATER HEAT EXCHANGER BENCH

1. Hubungan Koefisien Perpindahan Panas terhadap Regime Aliran

Tabel 3.7
Hubungan Jenis Aliran pada Counter Flow terhadap U
Variasi Arah Aliran U (kcal/m2 hoC)
Parallel Flow A H : Laminar, C : Laminar 531,058
B H : Turbulen, C : Laminar 858,509
C H : Laminar, C : Turbulen 1024,151
D H : Turbulen, C : Turbulen 984,750

Tabel 3.7
Hubungan Jenis Aliran pada Counter Flow terhadap U
Variasi Arah Aliran U (kcal/m2hoC)
Counter Flow E H : Laminar, C : Laminar 598,743
F H : Turbulen, C : Laminar 788,067
G H : Laminar, C : Turbulen 717,940
H H : Turbulen, C : Turbulen 787,917

2. Hubungan Efektivitas Heat Exchanger terhadap Regime Aliran

Tabel 3.8
Hubungan Jenis Aliran pada Parallel Flow terhadap Efektivitas
Variasi Arah Aliran ƞh (%)
Parallel Flow A H : Laminar, C : Laminar 51,11
B H : Turbulen, C : Laminar 27,27
C H : Laminar, C : Turbulen 59,09
D H : Turbulen, C : Turbulen 37,50

Tabel 3.9
Hubungan Jenis Aliran pada Counter Flow terhadap Efektivitas
Variasi Arah Aliran ƞh (%)
Counter Flow E H : Laminar, C : Laminar 53,49
F H : Turbulen, C : Laminar 23,81
G H : Laminar, C : Turbulen 60,00
H H : Turbulen, C : Turbulen 34,21

LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN 2017/2018


KELOMPOK 04
WATER TO WATER HEAT EXCHANGER BENCH

3.5.2 Contoh Perhitungan


Dalam contoh perhitungan kali ini, contoh data yang diambil adalah dari variasi E, yang
diambil dari hasil perhitungan, yaitu:
A. Untuk menghitung Qw dan qw

Qw = qw
W . Cp . (T1 – T2) = w . cp . (t2 – t1) …………………………………....…..(3-10)

Dimana :
Qw = Kalor yang dilepas ( kcal / h)
qw = Kalor yang diterima (kcal / h)
T = Temperatur fluida yang bertemperatur tinggi ( oC)
t = Temperatur fluida yang bertemperatur rendah (oC)
W = Laju aliran fluida bertemperatur tinggi (kg/h)
w = Laju aliran fluida bertemperatur rendah (kg/h)
Cp = Panas spesifik (kcal/ kgoC)

Dengan perhitungan variasi E maka :


Qw = W . Cp . (T1 - T2)
= 30 kg/h . 1 kcal/kgoC . (80 oC – 57 oC)
= 690 kcal/h
qw = w . Cp . (t2 - t1)
= 150 kg/h . 1 kcal/kgoC . (44 oC – 37 oC)
= 1050 kcal/h

Jika ditentukan rata – rata perbedaan temperatur antara kedua fluida sebagai ∆Tm,
maka jumlah panas (q) :

q = A . U . ∆Tm
𝑞𝑤+𝑄𝑤
𝑞 = ………………………………….……………………....….(3-11)
2

Dimana :
q = Jumlah panas yang ditukar (kcal/h)
A = Area permukaan perpindahan panas (m2) dalam kasus (ΠdL)
LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN 2017/2018
KELOMPOK 04
WATER TO WATER HEAT EXCHANGER BENCH

U = Koefisien transmisi kalor (kcal/m2hoC)


∆Tm = Rata – rata perbedaan temperatur (oC)

Dengan perhitungan variasi E maka :


𝑞𝑤 + 𝑄𝑤
𝑞 =
2
1050 + 690
𝑞 =
2
1050 + 690
𝑞 =
2
q = 870 kcal / h
𝑞
𝑈 =
𝐴∆𝑇𝑚
870
𝑈 =
0,05338 . 27,221
= 598,743 kcal/m2hoC

Dimana :
A = ΠdL
= 3,14 x 1,7 x 10-2 x 1
= 5,338 10-2 m2

B. Untuk menghitung Parallel Flow

(T1 – t1) – (T2−t2)


∆Tm = (T1−t1) ………………………………….……………….….(3-12)
ln(T2−t2)

Dimana :
∆Tm = Rata – rata perbedaan temperatur (oC)
T = Temperatur fluida bertemperatur tinggi (oC)
t = Temperatur fluida bertemperatur rendah (oC)

Dengan perhitungan ∆Tm untuk Parallel Flow variasi A


(80 – 35) – (57 − 41)
∆Tm =
(80 − 35)
ln
(57 − 41)
= 28,044 oC
LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN 2017/2018
KELOMPOK 04
WATER TO WATER HEAT EXCHANGER BENCH

C. Untuk menghitung ∆Tm Counter Flow

(T1 – t2) – (T2−t1)


∆Tm = (T1−t2) ………………………………….……………….….(3-13)
ln(T2−t1)

Dimana :
∆Tm = Rata – rata perbedaan temperatur (oC)
T = Temperatur fluida bertemperatur tinggi (oC)
t = Temperatur fluida bertemperatur rendah (oC)

Dengan perhitungan ∆Tm untuk Counter Flow variasi E


(80 – 44) – (57 − 37)
∆Tm =
(80 − 44)
ln (
57 − 37)
= 27,221 oC

D. Mencari nilai efektivitas heat exchanger (ƞh)

W .Cp .(T1 – T2)


ƞh = ……………………………………………………….….(3-14)
W .Cp .(T1 – t1)

Dimana :
𝜂h = Nilai efektivitas heat exchanger
W = Laju alir fluida bertemperatur tinggi (kg/h)
Cp = Panas Spesifik (kcal/kgoC)

Dengan perhitungan efektivitas heat exchanger variasi E


30 . 1 . (80 – 57)
ηh =
30 . 1 . (80 – 37)
= 53,49 %

LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN 2017/2018


KELOMPOK 04
WATER TO WATER HEAT EXCHANGER BENCH

E. Mencari Bilangan Reynolds


Untuk air panas

W
REw = 2,080 X 10−5 ……………………………………..……….….(3-15)
vh

Dimana :
W = Laju alir fluida bertemperatur tinggi (kg/h)
Vh = Viskositas kinematik (m2/s) pada temperatur rata – rata air Panas

Dengan perhitungan bilangan Reynolds (REw) variasi E


30
REw = 2,080 X 10−5
0,04243 X 10−5
= 1470,658

Untuk air dingin :

w
Rew = 7,584 X 10−5 ……………………………….…………………(3-16)
vl

Dimana :
Vi = Viskositas kinematik (m2/s) pada temperatur rata – rata air dingin di dalam tabung

Dengan perhitungan bilangan Reynolds (Rew) variasi E


150
Rew = 7,584 X 10−5
0,06558 X 10−5
= 1734,807

LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN 2017/2018


KELOMPOK 04
WATER TO WATER HEAT EXCHANGER BENCH

3.5.3 Grafik dan Pembahasan


3.5.3.1 Diagram Hubungan Koefisien Perpindahan Panas terhadap Regime Aliran
pada Variasi Arah Aliran

1200,000
Perpindahan Panas (Kcal / m².h.ᵒC)

1024,151
984,750
1000,000
858,509
788,067 787,917
800,000 717,940
598,743
600,000 531,058

400,000

200,000

0,000
A E B F C G D H
Regime Aliran
Parallel Counter
A: Hot water : Laminar C: Hot water : Laminar A: Hot water : Laminar C: Hot water : Laminar
Cold water : Laminar Cold water : Turbulent Cold water : Laminar Cold water : Turbulent
B: Hot water : Turbulent D: Hot water : Turbulent B: Hot water : Turbulent D: Hot water : Turbulent
Cold water : Laminar Cold water : Turbulen Cold water : Laminar Cold water : Turbulen
Grafik 3.1 Hubungan Koefisien Perpindahan Panas terhadap Regime Aliran pada Variasi
Arah Aliran

Diagram di atas menunjukan hubungan antara koefisien perpindahan panas heat


exchanger terhadap regime aliran pada variasi arah aliran. Koefisien perpindahan panas
adalah koefisien hambatan termal menuju perpindahan panas diantara fluida. Sedangkan
regime aliran bisa di definisikan sebagai bentuk aliran. Dari diagram di atas dapat dilihat
bahwa semakin tinggi jumlah panas yang ditukar (q) dan luas permukaan (A) serta nilai rata
rata perbedaan temperature (∆𝑡𝑚 ) nya maka semakin tinggi nilai koefisiensi transimisi kalor
(U). Hal ini berdasarkan pada dasar teori yang mengatakan bahwa :

𝑞
𝑈= ………………………………………………...………………......….(3-17)
𝐴∆𝑡𝑚

Dimana :
A = Penampang air dingin ( 5,338 x 10-2 m²)
q = Jumlah panas yang ditukar (kcal/h)
u = Koefisien transmisi kalor (kcal/m2hoC)
∆Tm = Rata – rata perbedaan temperatur (oC)

LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN 2017/2018


KELOMPOK 04
WATER TO WATER HEAT EXCHANGER BENCH

Pada bahasan yang pertama ini, secara teoritis didapatkan data sebagai berikut :
• Diagram koefisien A dengan Arah aliran Parallel dan Regime Aliran Hot water
Laminer serta Cold Water Laminer : Dari diagram ini dapat kita lihat bahwa koefisien
yang terjadi sebesar 531,058 kcal/m2hoC.
• Diagram koefisien B dengan Arah aliran Parallel dan Regime Aliran Hot Water
Turbulent serta Cold Water Laminer : Dari diagram ini dapat kita lihat bahwa koefisien
yang terjadi sebesar 858,509 kcal/m2hoC.
• Diagram koefisien C dengan Arah aliran Parallel dan Regime Aliran Hot water
Laminer serta Cold Water Turbulent : Dari diagram ini dapat kita lihat bahwa koefisien
yang terjadi sebesar 1024,151 kcal/m2hoC.
• Diagram koefisien D dengan Arah aliran Parallel dan Regime Aliran Hot water
Turbulent serta Cold Water Turbulent : Dari diagram ini dapat kita lihat bahwa
koefisien yang terjadi sebesar 984,750 kcal/m2hoC.
• Diagram koefisien E dengan Arah aliran Counter dan Regime Aliran Hot water
Laminer serta Cold Water Laminer : Dari diagram ini dapat kita lihat bahwa koefisien
yang terjadi sebesar 598,743 kcal/m2hoC.
• Diagram koefisien F dengan Arah aliran Counter dan Regime Aliran Hot water
Turbulent serta Cold Water Laminer : Dari diagram ini dapat kita lihat bahwa koefisien
yang terjadi sebesar 788,067 kcal/m2hoC.
• Diagram koefisien G dengan Arah aliran Counter dan Regime Aliran Hot water
Laminer serta Cold Water Turbulent : Dari diagram ini dapat kita lihat bahwa koefisien
yang terjadi sebesar 717,940 kcal/m2hoC.
• Diagram koefisien H dengan Arah aliran Counter dan Regime Aliran Hot water
Turbulent serta Cold Water Turbulent : Dari diagram ini dapat kita lihat bahwa
koefisien yang terjadi sebesar 787,917 kcal/m2hoC.

Nilai koefisien tersebut dipengaruhi oleh arah aliran dan Regime aliran dari Hot Water
serta Cold Water. Dapat dilihat dari data tersebut diagram Paralell Flow nilai koefisien
perpindahan panas yang dihasilkan paling tinggi nilainya adalah pada saat kondisi C
(1024,151 kcal/m2hoC) dimana pada kondisi tersebut kondisi alirannya adalah Hot Water
Laminer dan Cold Water Turbulent dan Counter Flow kondisi F (717,940 kcal/m2hoC)
dimana pada kondisi tersebut alirannya adalah Hot Water Turbulent dan Cold Water
Laminer.

LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN 2017/2018


KELOMPOK 04
WATER TO WATER HEAT EXCHANGER BENCH

Hal ini diakibatkan pada kondisi C didapatkan nilai Qw dan qw yang besar yang
nantinya akan mempengaruhi perhitungan nilai q. Yang dimana menurut dasar teori semakin
tinggi nilai kalor (q) maka semakin tinggi nilai koefisiennya, koefisien juga dapat menjadi
tinggi jika luas penampang (A) dan (∆𝑡𝑚) nya semakin kecil. Dan pada aliran turbulent
dipengaruhi oleh debit (w), yaitu semakin tinggi laju aliran fluida (w) maka semakin tinggi
kalor yang diterima (qw) dan kalor yang di lepas (Qw). Semakin tinggi kalor yang dilepas
(qw) dan kalor yang di lepas (Qw) maka semakin besar (q). Semakin besar (q) maka semakin
besar koefisien perpindahan panas (U).
Pada aliran Counter Flow nilai koefisien perpindahan panas yang paling tinggi nilainya
adalah pada kondisi alirannya Hot Water Turbulent dan Cold Water Turbulent, sama seperti
pada kondisi C dimana perbedaannya pada saat kedua jenis aliran air ini berbeda suhu, dan
sama – sama memiliki kondisi turbulent maka perpindahan panas yang terjadi juga semakin
besar, yang nantinya akan mempengaruhi nilai q.
Pada diagram di atas terdapat penyimpangan yang terjadi pada kondisi B ,C dan D.
Dimana seharusnya pada diagram tersebut memiliki nilai yang lebih kecil dari kondisi F, G
dan H. Hal ini disebabkan oleh metode pengambilan data yang terlalu cepat, sehingga ketika
air panas didinginkan belum mencapai suhu yang diinginkan, sehingga terjadi perbedaan
suhu yang signifikan. Terjadi penyimpangan pada kondisi H dimana seharusnya nilai
koefisien perpindahan panas lebih besar dari kondisi F. Hal ini disebabkan karena terjadinya
fouling factor pada pipa, yang mengakibatkan konduksi dari pipa panas dengan pipa dingin
menjadi tak terhantarkan atau tahanan perpindahan panas tinggi akibat adanya padatan yang
tidak dihendaki pada permukaan pipa. Padahal sudah terjadi konduksi dibagian dalam pipa.
Karena pada aktualnya ∆𝑡 nilainya besar tetapi ∆𝑡 justru nilainya kecil.

LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN 2017/2018


KELOMPOK 04
WATER TO WATER HEAT EXCHANGER BENCH

3.5.3.2 Diagram Hubungan Efektivitas Heat Exchanger terhadap Regime Aliran pada
Variasi Arah Aliran

70,00
59,09 60,00
60,00 53,49
Effectiveness Of Heat Exchanger (%)

51,11
50,00
37,50
40,00 34,21
30,00 27,27
23,81
20,00

10,00

0,00
A E B F C G D H
Regime Aliran
Parallel Counter
A: Hot water : Laminar C: Hot water : Laminar A: Hot water : Laminar C: Hot water : Laminar
Cold water : Laminar Cold water : Turbulent Cold water : Laminar Cold water : Turbulent
B: Hot water : Turbulent D: Hot water : Turbulent B: Hot water : Turbulent D: Hot water : Turbulent
Cold water : Laminar Cold water : Turbulen Cold water : Laminar Cold water : Turbulen
Grafik 3.2 Hubungan Efektivitas Perpindahan Panas terhadap Regime Aliran pada Variasi
Arah Aliran

Diagram di atas menunjukan hubungan antara efektivitas heat exchanger terhadap


regime aliran pada variasi arah aliran. Efektivitas adalah kuantitas aktual panas yang ditukar
dibagi dengan kuantitas ideal panas yang tukar. Sedangkan regime aliran bisa di definisikan
sebagai bentuk aliran. Dari diagram di atas dapat kita lihat bahwa semakin kecil nilai
kuantitas ideal panas yang ditukar dan semakin tinggi kuantitas aktual panas yang ditukar
maka semakin tinggi nilai efektivitasnya. Hal ini berdasarkan rumusan dasar teori yang
mengatakan bahwa :

𝑘𝑢𝑎𝑛𝑡𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑎𝑘𝑡𝑢𝑎𝑙 𝑝𝑎𝑛𝑎𝑠 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑡𝑢𝑘𝑎𝑟


 = 𝑘𝑢𝑎𝑛𝑡𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑖𝑑𝑒𝑎𝑙 𝑝𝑎𝑛𝑎𝑠 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑡𝑢𝑘𝑎𝑟
……...…………..….………......……(3-18)

Atau

𝑊𝐶𝑝 (𝑇1 −𝑇2 )


 = 𝑊𝐶𝑝 (𝑇1 −𝑡1 )
……………………..…….………………………....….....…(3-19)

LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN 2017/2018


KELOMPOK 04
WATER TO WATER HEAT EXCHANGER BENCH

Semakin tinggi suhu (𝑇1 − 𝑇2 ) maka semakin tinggi nilai kuantitas aktual panas yang
ditukar dan semakin kecil suhu (𝑇1 − 𝑡1 ) dan semakin kecil nilai kuantitas ideal panas yang
ditukar akan membuat efektivitasnya semakin tinggi. Selain itu tedapat juga faktor kalor alir,
pada aliran air panas laminar air dingin turbulen yang membuat kalor alirnya semakin tinggi,
dimana semakin tinggi kalor yang diserap oleh air dingin maka semakin tinggi pula
efektivitasnya.
Pada bahasan ini, berdasarkan hasil praktikum didapatkan data sebagai berikut :
• Diagram Efektivitas A dengan Arah aliran Parallel dan Regime Aliran Hot water
Laminer serta Cold Water Laminer : Dari diagram ini dapat kita lihat bahwa efektivitas
yang terjadi sebesar 51,11 persen.
• Diagram Efektivitas B dengan Arah aliran Parallel dan Regime Aliran Hot Water
Turbulent serta Cold Water Laminer : Dari diagram ini dapat kita lihat bahwa
efektivitas yang terjadi sebesar 27,27 persen.
• Diagram Efektivitas C dengan Arah aliran Parallel dan Regime Aliran Hot water
Laminer serta Cold Water Turbulent : Dari diagram ini dapat kita lihat bahwa
efektivitas yang terjadi sebesar 59,09 persen.
• Diagram Efektivitas D dengan Arah aliran Parallel dan Regime Aliran Hot water
Turbulent serta Cold Water Turbulent : Dari diagram ini dapat kita lihat bahwa
efektivitas yang terjadi sebesar 37,50 persen.
• Diagram Efektivitas E dengan Arah aliran Counter dan Regime Aliran Hot water
Laminer serta Cold Water Laminer : Dari diagram ini dapat kita lihat bahwa efektivitas
yang terjadi sebesar 53,49 persen.
• Diagram Efektivitas F dengan Arah aliran Counter dan Regime Aliran Hot water
Turbulent serta Cold Water Laminer : Dari diagram ini dapat kita lihat bahwa
efektivitas yang terjadi sebesar 23,81 persen.
• Diagram Efektivitas G dengan Arah aliran Counter dan Regime Aliran Hot water
Laminer serta Cold Water Turbulent : Dari diagram ini dapat kita lihat bahwa
efektivitas yang terjadi sebesar 60,00 persen.
• Diagram Efektivitas H dengan Arah aliran Counter dan Regime Aliran Hot water
Turbulent serta Cold Water Turbulent : Dari diagram ini dapat kita lihat bahwa
efektivitas yang terjadi sebesar 34,21 persen.

LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN 2017/2018


KELOMPOK 04
WATER TO WATER HEAT EXCHANGER BENCH

Beberapa faktor yang menentukan besaran nilai efektivitas pada aliran Parallel Flow
dan Counter Flow, antara lain dipengaruhi oleh arah aliran dan Regime aliran dari Hot Water
serta Cold Water. Dari data dan diagram di dapatkan nilai efektivitas dari jenis Parallel
Flow, efektivitas ke C yang paling besar saat aliran Cold Water bersifat turbulent dan Hot
Water bersifat laminer (didapatkan hasil 59,09 %). Kemudian diikuti oleh Counter Flow,
efektivitas ke G yang paling besar (didapatkah hasil 60,00 %). Hal ini di sebabkan oleh
karena Cold Water memiliki peran yang sangat penting dalam menyerap kalor dari Hot
Water, sehingga jika Cold Water diberi aliran turbulent terhadap Hot Water Laminer maka
akan terjadi perpindahan kalor yang sangat besar, hal ini diakibatkan karena pada saat Cold
Water Turbulent akan terjadi perpindahan energi dan pendistribusian kalor di Cold Water
secara cepat dan terdistribusi ke segala arah sehingga akan terjadi perpindahan kalor yang
terus menerus dan cepat.
Menurut dasar teori aliran panas laminar dan dingin turbulen memiliki efektivitas paling
tinggi karena saat kedua aliran tersebut bertemu maka semakin banyak penyerapan panas
diakibatkan kecepatan aliran turbulen yang lebih cepat dan pergerakan partikel air yang
berputar - putar yang mengakibatkan perpindahan panas lebih banyak dan merata di aliran
turbulen. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa data yang diperoleh saat praktikum
sudah sesuai dengan dasar teori, menyatakan bahwa untuk aliran paralel urutannya adalah
C, A, D, B dan untuk aliran counter G, E, H, F.

LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN 2017/2018


KELOMPOK 04
WATER TO WATER HEAT EXCHANGER BENCH

3.6 Kesimpulan dan Saran


3.6.1 Kesimpulan
1. Dari grafik hubungan koefisien perpindahan panas dengan regime aliran, di dapatkan
nilai perpindahan panas akan semakin besar jika kedua jenis regime aliran dari air panas
maupun air dingin adalah turbulen karena hal ini akan mengakibatkan kenaikan nilai q.
Akan tetapi terjadi penyimpangan pada pada hasil perhitungan data, dimana data pada
kondisi B ,C dan D seharusnya memiliki nilai yang lebih kecil dari kondisi F, G dan H.
Yang terjadi akibat metode pengambilan data yang terlalu cepat. Terjadi penyimpangan
pada kondisi H dimana seharusnya nilai koefisien perpindahan panas lebih besar dari
kondisi F, disebabkan karena terjadinya fouling factor pada pipa.
2. Dari grafik hubungan efektifitas dari heat exchanger dengan dengan regime aliran dalam
efektivitas heat exchanger, di dapatkan nilai efektivitas semakin besar jika regime aliran
yang digunakan adalah air dingin aliran turbulen dan air panas aliran laminar dan arah
aliran yang digunakan adalah Counter Flow. Di dapatkan efektivitas yang paling besar
adalah kondisi C (aliran Cold Water bersifat turbulent dan Hot Water bersifat laminar)
didapatkan hasil 59,09 %. Kemudian diikuti oleh Counter Flow, efektivitas pada kondisi
G yang paling besar (didapatkah hasil 60,00 %).

3.6.2 Saran
1. Saran untuk laboratorium, sebaiknya lab mempunyai jam untuk penunjuk waktu
2. Saran untuk sistem praktikum, adalah materi untuk praktikum ini terlalu banyak, dan
timeline yang diberikan oleh asisten juga terlalu mepet.
3. Saran untuk assisten, sebaiknya asisten tidak terlalu cepat menjelaskan agar lebih
mudah dipahami.

LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN 2017/2018


KELOMPOK 04

Anda mungkin juga menyukai