Anda di halaman 1dari 46

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Peristiwa konduksi merupakan suatu peristiwa perpindahan energi dengan
interaksi dari molekul-molekul suatu substance dimana terjadinya perpindahan panas
dalam bentuk liquid, gas, padat tanpa adanya perpindahan-partikel-partikel dalam
bahan tersebut melalui medium tetap.
Joseph Fourier adalah salah seorang yang telah mempelajari proses
perpindahan panas secara konduksi. Pada tahun 1827 ia merumuskan hukumnya yang
berkenaan dengan konduksi.
Tinjauan terhadap peristiwa konduktif dapat diambil dengan berbagaimacam
cara (yang pada prinsipnya berakar pada hukum Fourier), mulai dari subjek yang
sederhana yaitu hanya sebatang logam (composite bar). Banyak faktor yang
mempengaruhi peristiwa konduksi. Diantaranya pengaruh luas penampang yang
berbeda, pengaruh geometri, pengaruh permukaan kontak, pengaruh adanya insulasi
ataupun pengaruh-pengaruh lainnya.
Kesulitan dalam membuktikan penerapan hukum Fourier untuk berbagai
variasi kondisi percobaan. Oleh karena itu pada percobaan ini diatur sedemikian rupa,
yakni dengan dilakukan dalam empat tipe percobaan yang tentunya dengan
menggunakan rumus-rumus yang berbeda dan dengan asumsi-asumsi yang sesuai.
1.2 Permasalahan
Bagaimanakah kesesuaian antar Q supply dengan Q hasil perhitungan dari rumus
Fourier, mulai dari peristiwa konduksi untuk satu jenis logam sampai untuk
komposisi logam.
Bagaimanakah pengaruh perubahan cross sectional area pada frofil temperatur
dan termasuk untuk menghitung koefisien perpindahan pans overall untuk
masing-masing sistem konduksi.
Bagaimanakah mekanisme konveksi sebagai perpindahan panas pada liquid atau
gas melalui gerakan molekul-molekulnya dan pengaruh perbedaan temperatur.
1.3 Tujuan
Mengetahui prinsip dan cara kerja heat conduction apparatus
Mengetahui mekanisme dasar heat transfer khususnya secara konduksi
Mengetahui cara menghitung nilai konduktivitas termal (k) suatu material
Mengetahui penerapan hokum fourier pada panas konduktif
Mengetahui aplikasi dari heat conduction apparatus di lapangan
1.4 Hipotesa
Hukum Fourier berlaku untuk perpindahan panas sistem konduksi pada zat padat,
zat cair dan gas.
Zat yang memiliki daya hantar panas atau thermal conductivity tinggi akan
mempunyai heat transfer rate yang tinggi pula.
Panas yang didapat dari perhitungan tidak akan berbeda jauh dengan panas yang
disupply dari sumber arus.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Dasar Mekanisme Perpindahan Panas
Bila dua benda yang suhunya berbeda berada dalam kontak termal, maka
kalor akan mengalir dari benda ayang suhunya lebih tinggi ke benda yang suhunya
lebih rendah. Aliran netto selalu berlangsung menurut arah penurunan suhu.
Perpindahan pans dapat terjadi oleh satu atau lebih dasar meknisme perpindahan
panas, yaitu :
1. Konduksi
Dalam konduksi, pans adapat dikonduksi melalui solids, liquids, dan
gases. Panas dikonduksikan oleh perpindahan energi gerak molekul-molekul yang
berdekatan. Dalam gas hotter molekucules, yang mana memiliki energi kinetik
yag lebih besar memberi energinya ke molekul yang terdekat yang berada pada
level terendah. Perpindahan jenis ini hadir dalam beberapa tingkat pada semua
solids, gases atau liquids yang mana berada pada gradien temperatur tertentu.
Dalam konduksi, energi juga dapat dipindahkan oleh elektron bebas, yang mana
juga cukup penting pada material solid. Contoh perpindahan panas secara
konduksi yaitu perpindahan pans memlalui dinding heat exchangers atau sebuah
refrigerator, perlakuan panas pada steel forgins, pendinginan tanah sepanjang
musim dingin, dana lain-lain.
2. Konveksi
Bila arus atau partikel-partikel makroskopik fluida melintas suatu
permukaan tertentu seperti umpamanya, bidang batas atau volume kendali, arus
itu akan ikut membawa serta sejumlah entalpi tertentu. Aliran entalpi ini disebut
aliran konveksi kalor atau singkatnya konveksi. Oleh karena konveksi itu
merupkana suatu fenomena mkroskopik, ia hanya berlangsung bila ada gaya
yang bekerja pada partikel atau ada arus fluida yang dapat membuat gerakan
melawan gaya gesekan.
Konveksi sangat erat kaitannya dengan mekanika fluida. Bahkan secara
termodinamika, konveksi itu dianggap bukan sebagai aliran kalor, tetapi sebagai
fluks entalpi. Contoh konveksi ialah perpindahan entalpi oleh pusaran-pusaran
(eddy) aliran turbulen dan oleh arus udara panas yang mengalir melintas dan
menjauhi radiator (pemanas) biasa.
3. Radiasi
Radiasi adalah istilah yang digunakan untuk perindahan energi melalui
ruang oleh gelombang-gelombang elektromagnetik. Jika radiasi melalui ruang
kosong, ia tidak ditranformasikan menjadi kalor atau bentuk-bentuk lain energi,
dan ia tidak pula kan terbelok dari lintasannya. Tetapi sebaliknya, bila terdapat
zat pada lintasannya, radiasi itu akan mengalami transmisi (diteruskan), refleksi
(dipantulkan), dan absorpdi (diserap). Hanya energi yang diserap itu saja yang
muncul sebagai akalor, dan transformasi itu bersifat kuantitatif.
Sebagai contoh , kuarsa lebur akan meneruskan hampir semua radiasi
yang menimpanya, permukaan buram, mengkilap atau cerim memantulkan
sebagian beasar radiasi yang jatuh padanya, sedagkan permukaan hitam atau yang
tidak mengkilap akan menyerap kebanyakan radiasi yang diterimanya, dan
mengubah energi yang diserpanya itu secara kuatitatif menjadi kalor.
2.2 Konduksi
Peristiwa konduksi adalah salah satu bentuk peristiwa perpidahan panas yang
berupa energi yang terjadi karena adanya interaksi dari molekul-molekul suatu
substansi dimana terjadi perpindahan panas dalam bentuk liquid, gas, atau padat
tanpa adanya perpindahan partikel-partikel dalam bahan tersebut melalui medium
tetap.
Banyak peristiwa peristiwa terjadinya konduksi yang sering kita temui,dapat
kita jadikan contoh antara lain adalah peristiwa kehilangan energi dari ruangan yang
dipanaskan terhadap udara luar melalui dinding yang memisahkan udara dalam
ruangan dengan udara luar pada suatu medium yang dingin, peristiwa dicelupkannya
besi dengan tiba-tiba kedalam air panas, peristiwa ini menyebabkan besi tersebut
menjadi panas sebagai akibat dari adanya konduksi energi dari air panas melalui besi
tersebut.
Peristiwa ini dapat memindahkan energi dari daerah panas ke daerah dingin
dari substansi dengan interaksi molekuler. Dalam fluida pertukaran energi adalah
dengan persentuhan secara langsung. Dalam solid, mekanisme yang utama adalah
vibrasi lattice relatif.
Terjadinya peristiwa perpindahan energi dari suatu bagian bertemperatur
tinggi ke bagian bertemperatur rendah, disebabkan jika pada suatu benda terdapat
gradien suhu (temperatur gradient). Sehingga dapat katakan bahwa energi berpindah
secara konduksi (conduction) atau hantaran dan bahwa laju perpindahan kalor itu
berbanding dengan gradien suhu normal :
x
T

A
q

jika dimasukkan konstanta proporsionalitas (proportionality constant) atau tetapan


kesebandingan, maka :
x
T
A k - q

Dimana q adalah laju perpindahan dan T/x merupakan gradien temperatur


ke arah perpindahan kalor. Konstanta positif k disebut konduktivitas atau hantaran
termal (thermal condoctivity) benda tersebut, sedangkan tanda minus diselipkan agar
memenuhi hukum kedua termodinamika, yaitu bahwa kalor mengalir ke tempat yang
lebih rendah dalam skala temperatur. Sebagaimana ditunjukkan pada gambar 2.1
Gambar 2.1
Persamaan diatas ini adalah bentuk one-dimensional dari Fouriers law of heat
conduction, dimana T = T
(x)
. Persamaan 1 disebut hukum fourier tentang konduksi
kalor, yaitu menurut nama ahli matematika fisika bangsa perancis, Joseph Fourier,
yang telah memberikan sumbangan yang sangat penting dalam pengolahan analitis
masalah perpindahan kalor konduksi. Perlu dicatat disini bahwa persamaan 1
merupakan persamaan dasar dari konduktivitas termal, dan bahwa satuan k ialah watt
per meter per derajat Celcius (dalam sistem satuan yang menggunakan watt sebagai
satuan aliran kalor).
Dengan menggunakan persamaan diatas sebagai titik awal, kita dapat
menentukan persamaan dasar yang mengatur perpindahankalor dalam zat padat. Bila
suatu sistem satu dimensi dan berada dalam keadaa tunak (steady state), yaitu
temperatur tidak berubah menurut waktu, maka masalahnya sederhana saja, dan kita
hanya perlu mengintegralkan persamaan diatas dan mensubsitusi nilai-nilai yang
sesuai. Tetapi jika zat padat itu berubah menurut waktu atau jika ada sumber kalor
Profil suhu
q
x
T
x
(heat source) atau sumur kalor (heat sink) dalam zat padat itu, maka subsitusi akan
menjadi lebih sulit.
Persamaan-persamaan laju yang cocok digunakan untuk menghitung jumlah
energi yang dipindahkan per unit waktu. Untuk konduksi panas, persamaan laju
dikenal sebagai hukum fourier :
Dimana :
dx
dT
= gradien suhu dalam arah normal (tegak lurus) terhadap bidang A
qx = Heat flux, yaitu : laju perpindahan panas dalam arah x per unit area tegak
lurus ke arah perpindahan dan proporsional dengan temperatur gradien.
k = Konduktivitas thermal, yaitu : Tetapan yang ditentukan dari eksperimen
didalam suatu medium dan tergantung pada suhu dan tekanan.
Persamaan laju ini digunakan untuk menghitung perpindahan jumlah energi
per unit waktu.
Energi dikonduksi dalam muka kiri + panas digenerasi dalam elemen = perubahan
dalam energi dalam + energi yang dikonduksi muka kanan luar.
Energi muka dalam kiri =

x
T
kA - q
x

Energi digenerasi dalam elemen = q . A . d


Energi muka kanan luar = q
x
+ dx
dx
dT
k
Ax
qx
qx . ' '
dx x
x
T
kA +


1
]
1

,
_

dx
x
T
k
x x
T
k A
Dimana :
q = energi digenerasi perunit volum, W/m
3
c = spesifik panas dari material, J/Kg .
o
C
= density, Kg/m
3
Kombinasi dari hubungan yang diberikan diatas :
Atau :
Persamaan Energi
( )
V
c.v t

s . c
A d n . Pv P - e

dt
W
-
dt
Ws
-
dt

2.3 Indirect Contact


Panas (indirect contact)
1
]
1

,
_

dx
x
T
x x
T
k A dx
S
T
A c dx A q
x
T
kA . . . . .
S
T
c q
x
T
k
x

+
,
_

. . .
Pengertian dari Indirect Contact adalah panas pada dinding menuju fluida,
selain itu juga didalam peristiwa iru timbul pula Energi Difisasi yaitu energi yang
ditambahkan terhadap fluida yang perpindahan panasnya mengalir tergantung pada
median pipanya. Didalam ilmu teknik kimia, median pemanas tersebut terdiri dari
tiga bagian yaitu :
1. Panas Laten (Constan Wall Temperatur)
Merupakan panas yang ada di pipa sama secara keseluruhan (konstan dimana
mana), temperatur konstan, tetapi terjadi perubahan fase.
2. Panas Sensible (Linier Wall Temperatur)
Dimana yang terjadi adalah temperatur didalam pipa berbeda/berubah dan tidak
terjadi perubahan fase.
3. Energi Listrik (Constan Wall Heat Flux)
Panas yang ditimbulkan oleh listrik pada dindingnya (pipa) menimbulkan pipa
menjadi panas yang sama
Persamaan :
P = I
2
R
R =

L/A
P (1)
Cp
Uap (steam)
60 %, 40 % air steam
L + V
SL (2) SV
Gambar 2.3
Keterangan :
S
L
= saturated liguid
Sv = saturated vapour
Cp = critical point
(1) = panas sensibel terjadi didaerah gas
(2) = panas laten terjadi didaerah point
2.4 Konduksi Stedy State pada One Dimensional
Kondisi steady state adalah suatu keadaan dimana variabel-variabel yang ada
pada suatu sistem tidak berubah. Pada keadaan steady state satu dimensi, kita
mengabaikan tambahan kerja dan sistem tidak dapat berubah, maka Hukum
thermodinamika I menjadi :
Dengan kata lain penambahan panas pada sistem harus seimbang dengan panas yang
hilang pada titik-titik yang hilang pada titik-titik yang hilang batas tersebut.
One-dimensional berarti bahwa sistem variabel seperti t, hanya berbeda pada
satu dimensi atau spasi koordinat, dinotasikan dengan x. Sesuai dengan Hukum
Fourier, asumsi sistem satu dimensi ini digunakan untuk mengembangkan persamaan
di atas ke persamaan differensial biasa yang pertama dalam x.
Sisi dinding antara inner dan outer boundary diasumsikan terisolasi. Jika
temperatur permukaan inner dan outer sama, pendekatan satu dimensi pada tiga
bentuk penting, antara lain :
0
dt
dQ
- plane slab tipis
- Hollow cylinder panjang
- Hollow sphere
Selain itu didalam peristiwa konduksi juga terjadi bermacam macam kasus
persamaan konduksi, yaitu :
1. Persamaan Fourier (tanpa konversi energi dalam)
2. Persamaan Poisson (keadaan steady dengan konversi energi dalam)
3. Persamaan Laplace (keadaan steady tanpa konversi energi dalam).
2.5 Konduktivitas Thermal
Termal konduktivitas adalah proses untuk memindahkan energi dari bagian
yang panas kebagian yang dingin dari substansi oleh interaksi molecular. Dalam
fluida, pertukaran energi utamanya dengan tabrakan langsung. Pada solid, mekanisme
utama adalah vibrasi molecular. Konduktor listrik yang baik juga merupakan
konduktor panas yang baik pula.
Persamaan yang berlaku untuk aliran panas konduksi, pertama kali dinyatakan
fourier, sebagai berikut :
[ ]
( )
( ) ng tebaldindi
uhu perbedaans
andinding Luaspermuk konduksi panas Aliran
t
T
z
T
y
T
x
T

.
1

0 +

k
q
z
T
y
T
x
T
0

z
T
y
T
x
T
Persamaan yang pertama kali diatas merupakan persamaan dasar tentang
konduktivitas termal. Berdasarkan rumusan itu maka kita dapat melaksanakan
pengukuran dalam percobaan untuk menentukan konduktivitas termal berbagai
bahan. Untuk gas-gas pada suhu agak rendah, pengolahan analitis teori kinetika gas
dapat dipergunakan untuk meramalkan secara teliti nilai-nilai yang diamati dalam
percobaan. Untuk meramalkan konduktivitas termal zat cair dan zat padat, ada teori
yang dapat digunakan dalam beberapa situasi tertentu; tetapi pada umumnya, dalam
zat cair dan zat padar terdapat banyak masalah yang masih memerlukan penjelasan.
Konduktivitas thermal tergantung pada suhu dan ketergantungan agak kuat
untuk berbagai konstruksi dan bahan teknik lainnya. Ketergantungan ini biasanya
dinyatakan dengan suatu hubungan linier. Maka persamaan menjadi :
Dimana :
Km = konduktivitas thermal, dievaluasi pada suhu dinding pukul rata.
Akan tetapi suhu rata-rata bahan itu sering tidak diketahui. Hal ini pada
umumnya benar untuk dinding berlapis banyak, dimana halnya beda suhu
menyeluruh yang pada mulanya ditentukan. Dalam hal-hal demikian,jika data
memungkinkan, masalah ditangani dengan mengandaikan nilai-nilai yang dianggap
wajar untuk suhu-suhu antar muka, sehingga Km untuk masing-masing bahan bisa
didapatkan dan fluks kalor per satuan luas dapat ditentukan.
Dengan menggunakan nilai yang didapatkan, nilai-nilai yang diandaikan
untuk suhu antar muka dapat diperbaiki dengan menerapkan Hukum Fourier pada
setiap lapisan, dimulai dengan suhu permukaan yang diketahui.
KmA
x
T T
q

2 1
Trujukan
T T
m
+

2
2 1
2
2 1

Prosedur ini dapat diulangi terus hingga didapatkan kesamaan yang


memuaskan antara suhu antar muka yang sebelumnya dengan nilai-nilai baru yang
didapatkan dari perhitungan. Distribusi untuk dinding datar yang konduktivitas
thermalnya berbanding lurus dengan suhu, didapatkan secara analitis, sedangkan
perhitungan untuk dinding silinder, k tergantung secar linier pada suhu.
Mekanisme fisis konduksi energi-termal dalam zat cair secara kualitatif tidak
berbeda dari gas : namun, situasinya menjadi jauh lebih rumit karena molekul-
molekulnya lebih berdekatan satu sama lain, sehingga medan gaya molekul lebih
besar pengaruhnya pada pertukaran energi dalam proses tubrukan molekul.
Dalam sistem satuan inggris aliran kalor dinyatakan dalam satuan termal
inggris per jam, (Btu/h), luas permukaan dalam kaki (foot)persegi, dan suhu dalam
derajat Fahrenheit. Dengan demikian satuan konduktivitas termal adalah Btu/h . ft.
o
F
Konstanta kesebandingan dimiliki oleh setiap material. Dalam bentuk
matematiknya dengan menganggap bahwa temperatur bervariasi dalam arah x yang
dinotasikan dengan :
x area dalam
dt
dQ
q
x


dx
dT
kA q
x

..(1)
atau
dx
dT
k
A
q
q
x
x
x

"
(2)
Hukum Fourier untuk heat konduksi ini sesuai untuk seluruh jenis solid,
liquid, dan gas. Koefisien k adal sifat transport dari suatu material dan disebut
thermal conductivity,
A q q
"
sesuai untuk beberapa analisa.
Kuantitas A
x
adalah luas permukaan normal untuk arah x. jika T (x,y,z) adalah suatu
fungsi multidimensi, hukum Fourier menjadi suatu vector :
1
]
1

+ +
z
T
k
y
T
j
x
T
i k kq jq iq q
x x x
" " " "
atau
T k q
"

(3)
Bila bahan/material adalah isontropis maka konduktivitasnya tidak bervariasi
terhadap arah x. catatan bahwa tanda negatif pada persamaan Fourier diatas diperoleh
dari hukum II Termodinamika untuk meyakinkan bahwa laju panas positif dalam arah
penurunan temperatur (dari daerah panas kedaerah dingin).
Gradien suhu (temperatur gradien) yang terdapat dalam suatu bahan homogen
akan menyebabkan perpindahan energi didalam medium itu, yang lajunya dapat
dihitung dengan :


T
kA q
x
dimana
T
ialah gradien suhu dalam arah normal (tegak lurus) terhadap bidang
A. konduktivitas termal k ialah suatu konstanta (tetapan) yang ditentukan dari
eksperimen dengan medium itu. Satuan k adalah Btu/hr.ft.
o
Fatau W/m.K.
Jika profil suhu didalam medium itu bersifat linier, maka gradien suhu itu
(merupakan turunan parsial) dapat diganti dengan :
1 2
1 2
x x
T T
x
T

Sifat linier seperti ini selalu ditemukan pada medium homogen yang
mempunyai k tertentu dalam perpindahan kalor benda itu termasuk titik-titik pada
permukaan benda.
Jika suhu berubah terhadap waktu, tentulah ada energi yang menumpuk atau
dikeluarkan dari benda itu. Laju penumpukan energi itu adalah :
x
T
mCp q
menumpuk


dimana m adalah hasil kali volume V dan densitas .
Dari proses ini,pemisahan variable dan diintegrasi persamaan Fourier dimana arah
gardien ialah x menghasilkan :


2
1
2
1
x
x
T
T
dT kA dx q
atau
x
T
kA
x x
T T
kA q


1 2
1 2
Persamaan ini dapat disusun kembali sehingga menghasilkan :
termal tahanan
termal potensial beda
kA
x
T T
q

1 2
Perhatikan bahwa tahan terhadap aliran kalor berbanding lurus dengan tebal
bahan, tetapi berbanding terbalik dengan konduktivitas termal bahan dan berbanding
terbalik dengan luas yang tegak lurus terhadap arah perpindahan kalor.
Dalam keadaan steady, laju perpindahan kalor yang masuk melalui
permukaan kiri sama dengan yang keluar dari muka kanan. Maka :
A k x
T T
q

2 1
dan
kbA xb
T T
q

3 1
Kedua persamaan ini memberikan :
kbA
xb
A k
x
T T
q

3 1
Kedua persamaan diatas menggambarkan analogi antara perpindahan kalor
konduksi dan aliran arus listrik, dan analogi ini berakar pada kesamaan antara hukum
Fourier dan hukum Ohm. Hukum fourier dapat dengan mudah dinyatakan sebagai :
termal tahanan semua jumlah
menyeluruh suhu beda
konduksi kalor Aliran
Konduktivitas tergantung pada sifat bahan yang berbeda beda, diantaranya :
1. Konduktivitas thermal zat padat
Konduktivitas thermal logam dalam fase padat yang diketahui komposisinya
bergantung terutama pada suhu saja. Konduktivitas thermal logam dalam jangkau
suhu yang cukup luas biasanya dinyatakan dengan rumus :
K = k
o
( 1 + b + c
2
)
Dimana :
= T- T rujukan dan
ko = konduktivitas pada suhu rujukan T rujukan.
Kisaran suhu ini, pada berbagai penerapan teknik, biasanya cukup kecil,
biasanya hanya beberapa ratus derajat, sehingga :
K = Ko ( 1 + h
0
)
Konduktivitas thermal bahan yang homogen biasanya sangat bergantung pada
densitas lindak semu (aparent bulk density), yaitu massa bahan dibagi dengan
volume total.
2. Konduktivitas thermal zat cair
Dalam hal ini k bergantung pada suhu, tetapi tidak peka terhadap tekanan.
Konduktivitas thermal kebanyakan zat cair berkurang bila suhu makin tinggi,
kecuali air dimana k bertambah sampai 300
o
F dan berkurang pada suhu yang
lebih tinggi. Air mempunyai konduktivitas thermal paling tinggi diantara semua
zat-cair, kecuali logam cair.
3. Konduktivitas thermal gas
Pada suhu yang semakin tinggi pada tekanan disekitar tekanan atmosfir, maka
konduktivitas termal akan semakin bertambah. Hampir tidak dipengaruhi oleh
tekanan jika berada pada tekanan tinggi yaitu pada saat tekanan mendekati kritis
atau lebih tinggi lagi. Adapun gas yang terpenting pada konduktivitas termal ini
ialah udara dan uap air.
2.6 Peristiwa Konduksi Untuk Sistem Radial
Sebuah dinding satu lapis, berbentuk silinder, terbuat dari bahan homogen
dengan konduktivitas termal tetap dan suhu permukaan dalam dan suhu permukaan
luar seragam. Pada jari-jari tertentu luas yang tegak lurus terhadap aliran kalor
konduksi radial adalah 2rL, dimana L adalah panjang silinder.
Contoh yamg umum untuk sistem ini adalah silinder, yang memiliki
permukaan luar dan permukaan dalam yang diekspos pada fluida yang memilki
perbedaan temperatur. Untuk kondisi steady dimana tidak ada panas yang
dibangkitkan maka bentuk persamaan perpindahan panas adalah :

,
_


dr
dT
k
dr
d

r
r
1
= 0
Gambar 2.4 Perpindahan panas konduksi pada silinder
Laju energi yang dikonduksikan melalui sebuah permukaan silinder adalah
q
r
=
dr
dT
A k

=
( )
dr
dT
L r 2 k -
Laju perpindahan panas q
r
adalah konstan pada arah radial. Kita dapat
menghitung distribusi temperatur di dalam silinder dengan memecahkan persamaan
dengan memakai asumsi bahwa k adalah konstan.
Temperatur pada arah r dapat dicari dengan persamaan sebagai berikut :
T(r) =
2 , s
2 2 1
2 , s 1 , s
T
r
r
ln
) r / r ln(
T T
+

Distribusi temperatur yang dianalogikan dengan konduksi radial pada sebuah


didinding silinder adalah tidak linier. Laju perpindahan panas pada silinder adalah
q
r
=
2
1
2 , s 1 ,
r
r
ln
) ( T T k L 2

s

Dari persamaan ini bentuk persamaan dari tahanan termal adalah
R
t, cond
=
k L 2
r
r


2
1
ln
2.7 Perpindahan Panas Konduksi pada Dinding Berlapis
Rangkaian termal dapat digunakan juga pada sistem yang lebih kompleks,
seperti dinding berlapis, yang terdiri dari beberapa rangkaian seri dan paralel dimana
dimana setiap lapisan memiliki material yang berbeda. Perpindahan panas pada
dinding berlapis diperlihatkan pada gambar berikut ini.
Gambar 2.5 Sebuah rangkaian termal seri pada dinding berlapis
Laju perpindahan panas satu dimensi untuk sistem ini dinyatakan dengan :
q
x
=



t
,4 ,1
R
T T
q
x
=
A h A k
L
A k
L
A k
L
A h
T T
4 C
C
B
B
A
A
1
,4 ,1
1 1
+ + + +


BAB III
METODOLOGI
3.1 Alat dan Bahan
Alat :
Power Supply
Stavolt
Heat Conduction Apparatus
Linier Modul dan Radial Modul
Pompa
Ember
Bahan :
Batu es dan air (sebagai pendingin)
Logam kuningan besar [A]
Logam kuningan kecil [B]
Stainless stell [C])
3.2 Prosedur Percobaan
1. Rangkailah komponen-komponen rangkaian Heat Conduction menjadi suatu
rangkaian lengkap dan siap digunakan
2. Hubungkan ragkaian ke arus listrik
3. Hidupkan power supply
4. Catat temperatur masuk air pendingin seketika setelah power supply dihidupkan.
5. Atur wattmeter (kalor) sesuai yang dikehendaki untuk kedua sistem (untuk sistem
linier dan radial)
6. Tunggu beberapa menit (1 samapi 2 menit), catat nilai-nilai temperatur sebagai
berikut :
Untuk sistem linier : T
1
, T
2
, T
3
, T
4
, T
5,
T
6
,T
7
, T
8,
danT
9

Untuk sistem radial : T
1
, T
2
, T
3
, T
7
, T
8
dan T
9

Catatan :
Pembacaan temperatur dilakukan dengan memutar temperatur selector switch.
7. Catatlah diameter masing-masing logam dan nilai x
8. ulangi seluruh langkah diatas untuk masing-masing logam dibawah ini :
Logam kuningan besar : sistem radial
Logam kuningan kecil : sistem linier
Stainless stell : sistem radial dan sistem linier
BAB IV
HASIL PENGAMATAN DAN PENGOLAHAN DATA
4.1 Hasil Pengamatan
Sistem linier
Material T
in
Q T
1
T
2
T
3
T
4
T
5
T
6
T
7
T
8
T
9
kuningan
besar
30 30 92,1 89,4 86,6 67,4 40,6 39,9 37,0 34,9 31,8
kuningan
kecil
30 30 95,0 91,0 89,9 69,8 45,9 44,6 34,8 31,8 29,2
stainless 30 30 90,4 86,5 84,3 66,8 43,8 41,8 33,8 30,6 28,2
Sistem Radial
T
in
Q T
1
T
2
T
3
T
4
T
5
T
6
T
7
T
8
T
9
30 30 45,1 41,7 39,4 - - - 36,8 34,9 30,8
Data ukuran material
Sistem Linier :
Kuningan besar : d = 25 mm = 25 . 10
-3
m
Kuningan kecil : d = 13 mm = 13 . 10
-3
m
stainless : d = 25 mm = 25 . 10
-3
m
x = 10 mm = 10
-2
m
Sistem Radial :
R
0
= 10 mm = 10
-2
m
R
L
= 50 mm = 5 . 10
-2
m
x = 10 mm = 10
-2
m
L = 30 mm = 3 . 10
-2
m
4.2 Pengolahan data
4.2.1 Mencari Harga k Setiap Logam
a. Sistem linier

T A
x Q
k

Kuningan Besar (D = 25 mm = 25 . 10
-3
m)
A = konstan =
2
4
D

=
2 3 -
) (25.10
4

= 4,91.10
-4
m
2
T
4
= 67,4
o
C = 340,4 K
K 350 C 77
2
) 4 , 67 6 , 86 (
2
) (
o 4 3

+

C T T
T
o
il
646 , 63
) 4 , 340 350 )( 10 91 , 4 (
) 01 , 0 )( 30 (
2 4 1

K m x
m W
k
W/m K

798 , 22
) 6 , 313 4 , 340 )( 10 91 , 4 (
) 01 , 0 )( 30 (
2 4 2

K m x
m W
k
W/m K
698 , 427
) 9 , 312 6 , 313 )( 10 91 , 4 (
) 01 , 0 )( 30 (
2 4 3

K m x
m W
k
W/m K
45 , 311
2
) 310 9 , 312 (
2
) (
7 6
2

+

K T T
T
i
K
378 , 421
) 45 , 311 9 , 312 )( 10 91 , 4 (
) 01 , 0 )( 30 (
2 4 4

K m x
m W
k
W/m K
4
378 , 421 698 , 427 798 , 22 646 , 63
4
4 3 2 1
+ + +

+ + +

k k k k
k k
m

88 , 233
W/mK
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Y (temperatur (oC)
X
Q = 30
Kuningan Kecil (D = 13 mm = 13 . 10
-3
m)
A = konstan =
2
4
D

=
2 3 -
) (13.10
4

= 1,327 . 10
-4
m
2
T
4
= 69,8
o
C = 342,8 K
85 , 79
2
) 8 , 69 9 , 89 (
2
) (
4 3

C T T
T
o
il

o
C = 352,85 K
95 , 224
) 8 , 342 85 , 352 )( 10 327 , 1 (
) 01 , 0 )( 30 (
2 4 1

K m x
m W
k
W/mK

591 , 94
) 9 , 318 8 , 342 )( 10 327 , 1 (
) 01 , 0 )( 30 (
2 4 2

K m x
m W
k
W/mK
03 , 1739
) 6 , 317 9 , 318 )( 10 327 , 1 (
) 01 , 0 )( 30 (
2 4 3

K m x
m W
k
W/mK
7 , 312
2
) 8 , 307 6 , 317 (
2
) (
7 6
2

+

K T T
T
i
K
375 , 461
) 7 , 312 6 , 317 )( 10 327 , 1 (
) 01 , 0 )( 30 (
2 4 4

K m x
m W
k
W/mK
4
375 , 461 03 , 1739 591 , 94 95 , 224
4
4 3 2 1
+ + +

+ + +

k k k k
k k
m

9865 , 629
W/Mk
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Y (temperatur (oC)
X
Q = 30
Stainless Steel (D = 25 mm = 25 . 10
-3
m)
A = konstan =
2
4
D

=
2 3 -
) (25.10
4

= 4,91.10
-4
m
2
T
4
= 66,8
o
C = 339,8 K
55 , 75
2
) 8 , 66 3 , 84 (
2
) (
4 3

C T T
T
o
il

o
C = 348,55 K
828 , 69
) 8 , 339 55 , 348 )( 10 91 , 4 (
) 01 , 0 )( 30 (
2 4 1

K m x
m W
k
W/m K

565 , 26
) 8 , 316 8 , 339 )( 10 91 , 4 (
) 01 , 0 )( 30 (
2 4 2

K m x
m W
k
W/m K
499 , 305
) 8 , 314 8 , 316 )( 10 91 , 4 (
) 01 , 0 )( 30 (
2 4 3

K m x
m W
k
W/m K
8 , 310
2
) 8 , 306 8 , 314 (
2
) (
7 6
2

+

K T T
T
i
K
75 , 152
) 8 , 310 8 , 314 )( 10 91 , 4 (
) 01 , 0 )( 30 (
2 4 4

K m x
m W
k
W/m K
4
75 , 152 499 , 305 565 , 26 828 , 69
4
4 3 2 1
+ + +

+ + +

k k k k
k k
m


6605 , 138
W/mK
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Y (temperatur (oC)
X
Q = 30
b. Sistem Radial
1
]
1

o
t
R
R
T Lk
Q
ln
2
T L
R
R
Q
k
o
t

1
]
1

2
ln
Dimana : Ro = 50 mm = 0,005 m
Rt = 10 mm = 0,01 m
L = 30 mm = 0,03 m
Dengan grafik plot T Vs x diperoleh :
T
4
= 38,75
o
C = 311,75 K
T
5
= 38,1
o
C = 311,1 K
T
6
= 37,45
o
C = 310,45 K
075 , 39
2
) 75 , 38 4 , 39 (
2
) (
4 3

C T T
T
o
il
o
C = 312,075 K
611 , 339
) 75 , 311 075 , 312 )( 03 , 0 ( 2
005 , 0
01 , 0
ln ) 30 (
1

1
]
1

K
W
k

W/mK
806 , 169
) 1 , 311 75 , 311 )( 03 , 0 ( 2
005 , 0
01 , 0
ln ) 30 (
2

1
]
1

K
W
k

W/mK
806 , 169
) 45 , 310 1 , 311 )( 03 , 0 ( 2
005 , 0
01 , 0
ln ) 30 (
3

1
]
1

K
W
k

W/mK
125 , 310
2
) 8 , 309 45 , 310 (
2
) (
7 6
2

+

K T T
T
i
K
611 , 339
) 125 , 310 45 , 310 )( 03 , 0 ( 2
005 , 0
01 , 0
ln ) 30 (
4

1
]
1

K
W
k

W/mK
4
611 , 339 806 , 169 806 , 169 611 , 339
4
4 3 2 1
+ + +

+ + +

k k k k
k k
m

7085 , 254
W/mK
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Y (temperatur (oC)
X
Q = 30
Jenis Material Q(W) k (W/m
o
K)
1. Sisten Linier
a. Kuningan
Besar
(A=4,91 x 10
-4
m
2
)
b. Kuningan
Kecil
(A=1,327 x 10
-4
m
2
)
c. Stainless
Steel
(A=4,91 x 10
-4
m
2
)
2. Sistem Radial
30
30
30
30
233,88
629,9865
138,6605
7085 , 254
4.1.2 Mencari Harga Q secara Teori
a. Sistem Linier
x
T A k
Q


Dimana : T = T
i1
T
i2
x = 10 mm = 0,01 m
Kuningan Besar (A = 4,91 x 10
-4
m
2
)
Untuk k = 244,6415 W/m

K dan T = (350 311,45) K = 38,55 K
689 , 442
m 0,01
K) 55 , 38 )( 10 91 , 4 )( / 88 , 233 (
2 4

m x K m W
Q
W
Kuningan Kecil (A = 1,327 x 10
-4
m
2
)
Untuk k = 629,9865 W/m

K dan T = (352,85 312,7) K = 40,15 K
W 651 , 335
m 0,01
K) 15 , 40 )( 10 327 , 1 )( / 9865 , 629 (
2 4

m x K m W
Q
Stainless Steel (A = 4,91 x 10
-4
m
2
)
Untuk k = 138,6605 W/m

K dan T = (348,55 310,8) K = 37,75 K
W 01 , 257
m 0,01
K) 75 , 37 )( 10 91 , 4 )( / 138,6605 (
2 4

m x K m W
Q
b. Sistem Radial
1
]
1

o
R
R
T k L
Q
1
ln
2


Dimana : L = 10 mm = 0,01 m
Untuk k =
7085 , 254
W/m

K dan T =312,075 310,125 = 1,95 K
W
K K m W m
Q 135
005 , 0
01 , 0
ln
) 95 , 1 )( / 7085 , 254 )( 03 , 0 ( 2

1
]
1


c. Tabel Hubungan k dan Q
Jenis Material T = T
i1
T
i2
k ( W/m
o
K) Q (W)
1. Sistem Linier
a. Kuningan besar
A=4,91 x 10
-4
m
2
38,55 233,88 442,689
b. Kuningan kecil
A=1,33x10
-4
m
2
40,15 629,9865 335,651
c. Stainless Steel
A=4,91x10
-4
m
2
37,75 138,6605 257,01
2. Sistem Radial 1,95
7085 , 254
135
4.2.3 Persen Kesalahan Harga Q
% 100
Pr
% x
QTeori
aktek Q Teori Q
Kesalahan

a. Sistem Linier
Kuningan Besar
- Q Praktek = 30 W

% 22 , 93 % 100
442,689
30 442,689
%

x
W
W W
Kesalahan
Kuningan Kecil
- Q Praktek = 30 W
% 06 , 91 % 100
335,651
30 335,651
%

x
W
W W
Kesalahan
Stainless Steel
- Q Praktek = 30 W

% 33 , 88 % 100
01 , 257
30 01 , 257
%

x
W
W
Kesalahan
b. Sistem Radial
- Q Praktek = 30 W

% 78 , 77 % 100
135
30 135
%

x
W
W
Kesalahan
4.2.4 Perhitungan Harga U untuk Setiap Logam
a. Sistem Linier
Kuningan Besar
A = konstan =
2
4
D

=
2 3 -
) (25.10
4

= 4,91.10
-4
m
2
T
in
= 30
o
C = 303 K
Tout = K 45 , 311
2
) 310 9 , 312 (
2
T T
7 6

+ K

X
h
= 3,5 . 10
-2
m
X
s
= X
c
= 4,0 . 10
-2
m
K
h
=
( )
K W/m 436 , 34
K) 303 - (365,1 x m 10 . 91 , 4
m 10 . 3,5 W x 30
T - T A
X . Q
2 4 -
-2
in 1
h x

K
s
=
( )
K W/m 298,23 -
)K 311,45 - (303 x m 10 . 91 , 4
m 10 4. W x 30
T - T A
X . Q
2 4 -
-2
out in
s x

K
c
=
( )
K W/m 517 , 367
)K 304,8 - (311,45 x m 10 . 91 , 4
m 10 4. W x 30
T - T A
X . Q
2 4 -
-2
9 out
c x

517 , 367
10 . 4
23 , 298
10 . 4
436 , 34
10 . 5 , 3
K
X
K
X
K
X
U
1
2 2 2
c
c
s
s
h
h

+ + +
U = 1008,99 W/m K
Kuningan Kecil
A = konstan =
2
4
D

=
2 3 -
) (13.10
4

= 1,327 . 10
-4
m
2
T
in
= 30
o
C = 303 K
Tout = K 7 , 312
2
) 8 , 307 6 , 317 (
2
T T
7 6

+ K

X
h
= 3,5 . 10
-2
m
X
s
= X
c
= 4,0 . 10
-2
m
K
h
=
( )
K W/m 732 , 121
303)K - (368 x m 10 . 1,327
m 10 . 3,5 W x 30
T - T A
X . Q
2 4 -
-2
in 1
h x

K
s
=
( )
K W/m 932,263 -
K 312,7) - (303 x m 10 . 327 , 1
m 10 4. W x 30
T - T A
X . Q
2 4 -
-2
out in
s x

K
c
=
( )
K W/m 234 , 861
302,2)K - (312,7 x m 10 . ,327 1
m 10 4. W x 30
T - T A
X . Q
2 4 -
-2
9 out
c x

234 , 861
10 . 4
263 , 932
10 . 4
732 , 121
10 . 5 , 3
K
X
K
X
K
X
U
1
2 2 2
c
c
s
s
h
h

+ + +
U =3435,77 W/m K
Stainless
T
in
= 30
o
C = 303 K
Tout = K 8 , 310
2
) 8 , 306 8 , 314 (
2
T T
7 6

+ K

X
h
= 3,5 . 10
-2
m
X
s
= X
c
= 4,0 . 10
-2
m
K
h
=
( )
K W/m 405 , 35
303)K - (363,4 x m 10 . 91 , 4
m 10 . 3,5 W x 30
T - T A
X . Q
2 4 -
-2
in 1
h x

K
s
=
( )
K W/m 313,33 -
K 310,8) - (303 x m 10 . 91 , 4
m 10 4. W x 30
T - T A
X . Q
2 4 -
-2
out in
s x

K
c
=
( )
K W/m 58 , 254
301,2)K - (310,8 x m 10 . 91 , 4
m 10 4. W x 30
T - T A
X . Q
2 4 -
-2
9 out
c x

58 , 254
10 . 4
33 , 313
10 . 4
405 , 35
10 . 5 , 3
K
X
K
X
K
X
U
1
2 2 2
c
c
s
s
h
h

+ + +
U =982,297 W/m K
b. Sistem Radial
T L
R
R
Q
k
o
t

1
]
1

2
ln
Dimana : Ro = 50 mm = 0,005 m
Rt = 10 mm = 0,01 m
L = 30 mm = 0,03 m
T
in
= 30
o
C = 303 K
T
out
= K 125 , 310
2
) 8 , 309 45 , 310 (
2
T T
7 6

+ K
X
h
= 3,5 . 10
-2
m
X
s
= X
c
= 4,0 . 10
-2
m
( )
309 , 7
) 303 1 , 318 )( 03 , 0 ( 2
005 , 0
01 , 0
ln ) 30 (
T - T 2
ln
in 1

1
]
1

1
]
1

K
W
L
R
R
Q
k
o
t
h

W/mK
( )
W/mK 491 , 15
) 125 , 310 303 )( 03 , 0 ( 2
005 , 0
01 , 0
ln ) 30 (
T - T 2
ln
out in

1
]
1

1
]
1

K
W
L
R
R
Q
k
o
t
s

( )
45 , 17
) 8 , 303 125 , 310 )( 03 , 0 ( 2
005 , 0
01 , 0
ln ) 30 (
T - T 2
ln
9 out

1
]
1

1
]
1

K
W
L
R
R
Q
k
o
t
c

W/mK
45 , 17
10 . 4
491 , 15
10 . 4
309 , 7
10 . 5 , 3
K
X
K
X
K
X
U
1
2 2 2
c
c
s
s
h
h

+ + +
U =222,285 W/m K
BAB V
PEMBAHASAN
Pada percobaan heat conduktion ini kita mempelajari tentang perpindahan
panas dari suatu material lain secara konduksi. Percobaan heat conduction ini
dilakukan dengan dua cara yaitu cara linier dan radial.
Pada percobaan secara linier yang dihitung adalah laju perpindahan panas
secara linier sepanjang batang logam. Material logam yang digunakan terdiri dari
kuningan besar, kuningan kecil dan stainless steel. Adanya faktor-faktor yang
mempengaruhi besar kecilnya laju perpindahan panas yaitu antara lain luas
penampang, panjang penampang dan juga jenis bahan.
Perpindahan panas terjadi karena perbedaan temperatur driving force dan
aliran panas dari daerah bertemperatur panas ke temperatur rendah, dimana dasar dari
mekanisme perpindahan panas adalah yaitu secara konduksi, konveksi, dan radiasi.
Konduksi merupakan perpindahan panas dari temperatur tinggi ke temperatur rendah
dalam satu medium ( padat, cair dan gas). Konveksi adalah suatu perpindahan
( fenomena makroskopik ) yang berlangsung bila ada gaya yang bekerja pada partikel
atau ada arus fluida yang dapat membuat gerakan melawan gaya gesekan. Sedangkan
radiasi adalah perpindahan energi melalui ruang oleh gelombang gelombang
elektromagnetik.
Perpindahan panas pada suatu medium tidak mungkin terjadi hanya dengan
cara konduksi tetapi juga secara konveksi. Hal ini terjadi karena sifat molekul , atom,
elektron, bebas yang selalu bergerak. Jadi, apabila suatu bahan dipanasi maka akan
terjadi perpindahan panas secara konduksi dan konveksi dari ujung yang dipanasi ke
ujung yang temperaturnya lebih kecil.
Pada percobaan secara radial kita mengetahui profil temperatur secara radial
sehingga kita bisa menghitung laju perpindahan panas. Harga T
1
lebih besar dari
harga T
2
dan seterusnya sampai T
9
, begitu juga bentuk radial. Hal ini disebabkan
oleh adanya aliran panas dari heater (T
1
, T
2
, T
3
) ke arah cooler (T
7
, T
8
, T
9
) melalui
material logam (T
4
, T
5
, T
6
). Selain itu dikarenakan adanya penyerapan panas pada
bagian logam yang pertama kali yang menerima panas, sehingga panas yang menuju
bagian logam berikutnya menjadi berkurang, penyerapan ini terjadi sepanjang bagian
logam, sehingga mengakibatkan nilai T
1
menjadi lebih besar dari T
2
, T
2
lebih besar
dari T
3
, begitu seterusnya sampai T
9
.
Untuk harga Q dihitung pada tiap beda temperatur dari percobaan. Ternyata
harga Q yang didapatkan dari perhitungan jauh lebih besar dari harga Q yang
disupply. Hal ini mungkin disebabkan oleh pembacaan temperatur pada saat harga Q
pada watt meter belum cukup stabil dan juga laju panas selalu tak menentu atau selalu
berubah-ubah atau mungkin juga karena adanya pengaruh jenis bahan dan ketebalan
bahan yang dipakai.
Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh dari perubahan luas
penampang, tebal penampang dan jenis bahan terhadap profil temperatur sepanjang
konduktor panas. Ternyata semua hal tersebut memberi pengaruh yang cukup besar
dari perhitungan laju perpindahan panas, dimana pada teori luas penampang tidaklah
mempengaruhi hasil perhitungan laju perpindahan panas. Terjadinya perbedaan ini
disebabkan oleh laju alir Q supply yang selalu berubah-ubah sehingga pembacaan
temperatur menjadi sulit.
Peralatan heat conduction apparatus ini dipengaruhi oleh luas penampang.
Hal ini dapat dibuktikan dari perhitungan dimana pada kuningan besar yang
berdiameter 4,91 . 10
-4
m
2
didapatkan harga k lebih kecil dibandingkan dengan
kuningan kecil yang berdiameter 1,326 . 10
-4
m
2
.
Berarti dapat ditarik kesimpulan bahwa semakin kecil luas penampangnya
maka akan semakin banyak panas yang ditransfer sehingga mengakibatkan harga k
akan lebih besar. Dengan demikian nilai k (konduktivitas thermal) suatu bahan
berbanding terbalik dengan luas penampang bahan. Secara sistematis dapat dilihat
bahwa nilai konduktivitas thermal suatu bahan berbanding terbalik dengan luas
penamnpang bahan tersebut :
Untuk sistem linier :
T A
x Q
k

Untuk sistem radial :


T L
R
R
Q
k
o
t

1
]
1

2
ln
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Zat yang memiliki daya hantar panas atau thermal conductivity tinggi akan
mempunyai heat transfer rate yang tinggi pula.
Panas yang didapat dari perhitungan berbeda jauh dengan panas yang disupply
dari sumber arus.
Pada perpindahan pans secara konduksi terjadi perpindahan energi dengan
interaksi dari molekul-molekul suatu zat dimana terjadinya perpindahan panas
tanpa adanya perpindahan partikel-partikel dalam bahan tersebut melalui medium
tetap.
Faktor-faktor yang mempengaruhi laju perpindahan panas yaitu luas penampang,
penjang penampang dan jenis bahan.
Semakin besar luas penampangnya maka semakin besar pula laju perpindahan
panas.
6.2 Saran
Sebaiknya pembacaan temperatur pada alat dilakukan dengan teliti dan tepat agar
hasil yang diperoleh sesuai dengan yang diharapkan.
DAFTAR PUSTAKA
Treyyball, R.E. 1987. Mass Transfer Operatio 3
rd
edition. Mc Graw Hill Book
Company. New York
White, F.M. 1988. Heat and Mass Transfer. Addison Wesley Publishing Company
Inc . Canada
Bennett & Myers. 1962. Momentum Heat and Mass Transfer. McGrow-Hill Book
Company
Bird R. Byron, Warren E. Stewart, Edwin N. Lightfoot. 1960. Tranport Phenomena.
Wiley International Edition. Departemen of Chemical Enggineering
University of Wisconsin. Madison
Incropera.Frank.P. 1985. Introduction to Heat Transfer. Second edition. John Wiley
& Sons. London

Lampiran 1 Gambar Alat


Lampiran 2 Tugas Khusus
1. Jelaskan keterbatasan thermodinamika dalam menjelaskan fenomena
perpindahan panas ?
Solusi :
Perpindahan panas (Heat Transfer) merupakan salah satu cabang dari
ilmu thermodinamika. Perpindahan panas (Heat Transfer) merupakan ilmu
yang menganalisa besarnya laju panas yang berpindah pada suatu sistem ke
sistem yang lain yang didasarkan pada perbedaan temperatur. Pada
thermodinamika klasik hanya mempelajari jumlah panas yang ditransfer
selama suatu proses tertentu, pada perpindahan panas mempelajari laju panas
yang ditransfer dan besarnya distribusi temperatur dari suatu sistem selama
proses tersebut. Selain itu, perpindahan panas dapat menjelaskan proses
perubahan panas baik itu pada nonequilibrium maupun pada static equilibrium
baik itu sebelum maupun setelah proses.
Sebagai contoh, sejumlah air panas dimasukkan ke dalam sejumlah air
dingin. Bila analisis dilakukan dengan menggunakan thermodinamika, maka
kita hanya dapat menganalisa kesetimbangan antara air panas dan air dingin.
Bila menggunakan perpindahan panas, kita dapat menganalisa besarnya
temperatur yang terdistribusi pada air dingin dan air panas. Selain itu,
perpindahan panas juga memungkinkan kita untuk menganalisa lamanya
waktu dan laju perpindahan panas yang terjadi selama proses.
2. Apakah perpindahan panas terjadi pada perpindahan panas secara konveksi ?
Solusi :
Pada dasarnya perpindahan massa (Mass Transfer) terjadi secara
simultan dengan perpindahan panas (Heat Transfer). Kedua proses ini, baik
perpindahan massa maupun perpindahan massa terjadi sebagai hasil
perbedaan temperatur atau terjadi karena adanya absorpsi atau perubahan
panas yang umumnya terjadi pada suatu zat yang mengalami perpindahan dari
satu fase ke fase lain. Pada suatu zat yang berada pada suatu fase tertentu,
perpindahan panas terjadi tidak hanya dikarenakan adanya perbedaan
temperatur sebagai hasil dari konduksi atau konveksi, akan tetapi juga
disebabkan oleh adanya perpindahan massa dan adanya panas sensible yang
dibawa oleh zat tersebut.
Pada perpindahan panas secara konveksi terjadi perpindahan panas
oleh arus atau partikel-partikel makroskopik fluida yang melintas suatu
permukaan tertentu seperti umpamanya, bidang batas atau volume kendali,
arus itu akan ikut membawa serta sejumlah entalpi tertentu. Aliran entalpi
inilah disebut aliran konveksi kalor atau singkatnya konveksi. Oleh karena
konveksi itu merupakan suatu fenomena makroskopik, ia hanya berlangsung
bila ada gaya yang bekerja pada partikel atau ada arus fluida yang dapat
membuat gerakan melawan gaya gesekan. Dari pengertian ini kita dapat
mengambil kesimpulan bahwa agar panas dapat berpindah dari suatu zat atau
partikel (untuk ukuran secara mikro) maka dibutuhkan juga suatu perpindahan
massa, dimana zat atau partikel dengan panas atau temperatur yang lebih
tinggi akan berpindah dan melakukan kontak dengan zat atau partikel dengan
panas atau temperatur yang lebih rendah. Dengan adanya peristiwa
perpindahan zat atau partikel ini (perpindahan massa) maka akan terjadi
kontak antar partikel dan panas dari satu zat atau partikel dapat dipindahkan
ke zat atau partikel yang lain (perpindahan panas). Dengan demikian dalam
suatu perpindahan panas dibutuhkan suatu proses perpindahan massa.
3. Apakah yang dimaksud dengan temperatur cross pada alat perpindahan
panas, seperti shell and tube heat exchanger ?
Solusi :
Pada analisa temperatur suatu heat exchanger, terdapat dua cara yang
sering digunakan yaitu : metoda temperature approach dan metoda
temperature cross. Kedua bentuk ini berhubungan dengan temperatur
keluaran (outlet temperature) dari kedua fluida (fluida dingin dan fluida
panas) pada shell and tube heat exchanger. Metoda temperature approach
menganggap perbedaan temperatur pada kedua fluida sebagai temperatur pada
fluida yang lebih panas dikurangi dengan temperatur pada fluida yang lebih
dingin, sehingga T
2
t
2
dan ini berarti T
2
> t
2
. Bila T
2
< t
2
, sehingga t
2
- T
2
,
maka temperaturnya dikatakan sebagai temperature cross.
Sebagai contoh :
Diketahui :
Temperatur pada fluida 1 : T
2
= 270
o
C
T
1
= 170
o
C
Temperatur pada fluida 2 : t
1
= 20
o
C
T
2
= 120
o
C
t
2
T
2
t
1
T
1
Maka perbedaan temperatur keluaran merupakan temperatura approach.
Temperature approach = (170 120)
o
C = 50
o
C
Temperatur pada fluida 1 : T
2
= 200
o
C
T
1
= 100
o
C
Temperatur pada fluida 2 : t
1
= 20
o
C
T
2
= 120
o
C
Maka perbedaan temperatur keluaran merupakan temperatura cross.
Temperature cross = (120 100)
o
C = 20
o
C

Anda mungkin juga menyukai