BAB III
WATER TO WATER HEAT EXCHANGER BENCH
3.1.2 Konduksi
Jika salah satu ujung sebuah batang logam diletakkan di dalam nyala api,
sedangkan ujung yang satu lagi dipegang bagian batang yang dipegang ini akan terasa
makin lama makin panas walaupun tidak kontak langsung dengan nyala api itu. Dalam
hal ini dikatakanlah bahwa panas sampai di ujung batang uang lebih dingin secara
konduksi sepanjang atau melalui bahan batang itu. Konduksi panas hanya dapat terjadi
dalam suatu benda apabila ada bagian-bagian benda itu berada pada suhu yang tidak
sama, dan arah alirannya selalu dari titik yang suhunya lebih tinggi ke titik yang
suhunya lebih rendah. (Fisika Untuk Universitas 1, Sears. Zemansky Halaman 391)
K=-
A ( dtdx ) ................................................................................................... (3-1)
dt
H = -kA dx .................................................................................................... (3-2)
3.1.3 Konveksi
Konveksi dipakai untuk perpindahan panas dari satu tempat ke tempat lain akibat
perpindahan bahannya sendiri. Tungku udara panas dan sistem pemanas dengan air
panas adalah dua contohnya. Jika bahan yang dipanaskan dipaksa bergerak dengan alat
peniup atau pompa, prosesnya disebut konveksi yang dipaksa; kalau bahan itu mengalir
akibat perbedaan rapat massa, prosesnya disebut konveksi. (Fisika Untuk Universitas 1,
Sears. Zemansky Halaman 395) Perpindahan energi dengan cara konveksi dari suatu
permukaan yang suhunya di atas suhu fluida sekitarnya berlangsung dalam beberapa
tahap. Pertama, panas akan mengalir dengan cara konduksi dari permukaan ke partikel-
partikel fluida yang berbatasan. Energi yang berpindah dengan cara demikian akan
menaikkan suhu dan energi dalam partikel-partikel fluida ini. Kemudian partikel-
partikel fluida tersebut akan bergerak ke daerah yang bersuhu rendah di dalam fluida di
mana mereka akan bercampur dengan, dan memindahkan sebagian energinya kepada,
partikel-partikel fluida lainnya. Dalam hal ini alirannya adalah aliran fluida maupun
energi. Energi sebenarnya disimpan di dalam partikel-partikel fluida dan diangkut
sebagai akibat gerakan massa partikel-partikel tersebut. Mekanisme ini untuk
operasinya tidak tergantung hanya pada beda suhu dan oleh karena itu tidak secara tepat
memenuhi definisi perpindahan panas. Tetapi hasil bersihnya adalah angkutan energi,
dan karena terjadinya dalam arah gradien suhu, maka juga digolongkan dalam suatu
cara perpindahan panas dan ditunjuk dengan sebutan aliran panas dengan cara konveksi.
Laju perpindahan panas dengan cara konveksi antara suatu permukaan dan suatu fluida
dapat dihitung dengan persamaan 3-3.
Dimana :
Q = Laju perpindahan panas dengan cara konveksi (W/m 2)
As = Luas perpindahan panas (m²)
Ts = Temperatur permukaan benda padat (K)
T∞ = Temperatur fluida mengalir (K)
H = Koefisien perpindahan panas konveksi (W/mK)
pula terjadi karena arus fluida yang terjadi digerakkan oleh suatu peralatan mekanik,
jadi arus fluida tidak hanya tergantung pada perbedaan densitas. Contoh perpindahan
panas secara konveksi paksa adalah pelat panas dihembus udara dengan kipas/blower.
Secara umum aliran fluida dapat diklasifikasikan sebagai aliran eksternal dan aliran
internal. Aliran eksternal terjadi saat fluida mengenai suatu permukaan benda.
Contohnya adalah aliran fluida melintasi plat atau melintang pipa. Aliran internal adalah
aliran fluida yang dibatasi oleh permukaan zat padat, misalnya aliran dalam
pipa/saluran. Perbedaan antara aliran eksternal dan aliran internal pada suatu pipa
ditunjukkan pada Gambar 3.2.
Gambar 3.2 Aliran Eksternal Udara dan Aliran Internal Air pada suatu Pipa/Saluran
Sumber: Cengel (2002, p.10)
3.1.4 Radiasi
Radiasi adalah pancaran energi terus-menerus dari permukaan semua benda. Energi
ini dinamakan energi radian dan dalam bentuk gelombang elektromagnet. Gelombang
ini bergerak secepat kecepatan cahaya dan dapat melewati ruang hampa, dan juga
melalui udara. (Fisika Untuk Universitas 1, Sears. Zemansky Halaman 398) Tingkat
maksimum radiasi yang dapat dipancarkan permukaan pada suhu Ts mutlak diberikan
oleh hukum Stefann Boltzmann dapat dilihat pada persamaan 3-4.
Keterangan :
σ = Konstanta Stefann-Boltzmann (5,67 x 10−8W/m2 K4)
As = Luas perpindahan panas (m²)
Ts = Temperatur absolut (K)
Radiasi yang dipancarkan oleh semua permukaan nyata lebih kecil dari radiasi yang
dipancarkan oleh benda hitam pada suhu yang sama, dan dinyatakan sebagai:
Keterangan :
ε = Emisivitas permukaan yang besarnya diantara 0 ≤ ε ≤ 1
Keterangan :
𝛼 = Difusitivitas termal (m2/s)
K = Konduktivitas termal (W/mK)
𝑝𝐶𝑝 = Kemampuan penyimpanan panas (J/m3·°C)
Bahan yang memiliki konduktivitas panas yang tinggi atau kapasitas panas yang
rendah jelas akan memiliki difusivitas termal besar. Semakin besar difusivitas termal,
semakin cepat penyebaran panas ke medium. Nilai difusivitas termal yang kecil berarti
panas yang sebagian besar diserap oleh material.
Heat exchanger adalah perangkat yang memfasilitasi pertukaran panas antara dua
cairan pada temperatur yang berbeda, sekaligus menjaga mereka dari pencampuran satu
sama lain. Dalam radiator mobil, misalnya panas dipindahkan dari air panas yang
mengalir melalui tabung radiator ke udara mengalir melalui pelat tipis berjarak dekat
dinding luar yang melekat pada tabung. Perpindahan panas pada heat exchanger
biasanya melibatkan konveksi di setiap cairan dan konduksi melalui dinding yang
memisahkan dua cairan . Dalam analisis penukar panas akan lebih mudah untuk bekerja
dengan koefisien perpindahan panas keseluruhan U yang menyumbang kontribusi dari
semua efek transfer panas ini. Laju perpindahan panas antara dua cairan pada lokasi di
penukar panas tergantung pada besarnya perbedaan suhu dibahwa lokasi yang bervariasi
sepanjang penukar panas. Jenis paling sederhana dari penukar panas terdiri dari dua
pipa konsentris yang berbeda diameter , seperti yang ditunjukkan pada gambar 3.3 yang
disebut double-pipe heat exchanger.
Salah satu cairan dalam double-pipe heat exchanger mengalir melalui pipa yang
lebih kecil, sementara cairan lainnya mengalir melalui ruang annular antara dua pipa.
Dua jenis pengaturan aliran yang mungkin dalam double-pipe heat exchanger yaitu
dalam aliran paralel, baik cairan panas dan dingin memasuki heat exchanger pada arah
yang sama sehingga bergerak ke satu arah yang sama. Dalam aliran counter, cairan
panas dan dingin dimasukkan dari sisi yang berbeda sehingga aliran yang terjadi adalah
berlawanan. Tipe lain dari heat exchanger, yang dirancang khusus untuk mewujudkan
besar luas permukaan perpindahan panas per satuan volume, adalah penukar panas
kompak. Compact heat exchanger memungkinkan kita untuk mencapai kecepatan
transfer panas tinggi antara dua cairan dalam volume kecil, dan mereka biasanya
digunakan dalam aplikasi dengan keterbatasan yang ketat pada berat dan volume
penukar panas.
Sebuah penukar panas biasanya melibatkan dua cairan mengalir dipisahkan oleh
dinding yang padat. Panas pertama ditransfer dari fluida panas ke dinding oleh
konveksi, melalui dinding dengan konduksi, dan dari dinding ke fluida dingin lagi
dengan konveksi. Jaringan tahan panas yang terkait dengan proses perpindahan panas
ini melibatkan dua konveksi dan konduksi satu resistensi.
Variabel i dan o mewakili permukaan dalam dan luar dari tabung bagian dalam.
Untuk double-pipe heat exchanger kita memiliki Ai = πDiL dan A0 = πD0L dan
tahanan panas tabung dalam situasi ini adalah
Do
ln
( )
Di
Rwall = 2 π kL ............................................................................................. (3-7)
Keterangan :
k = konduktivitas termal dari material dinding
L = panjang tabung.
Do
1
ln
( )
Di 1
R = Rtot + Rwall + R0 =
hi A i + 2 π kL h A
+ 0 0 ...................................... (3-8)
Tabel 3.1
Kombinasi Eksperimen
Hot Cold Hot Cold
Water Water Water Water
A Laminar Laminar E Laminar Laminar
Turbulen Turbulen
B Laminar F Laminar
PARALLEL t COUNTER t
FLOW Turbulen FLOW Turbulen
C Laminar G Laminar
t t
Turbulen Turbulen Turbulen Turbulen
D H
t t t t
Sumber : Modul Praktikum Laboraturium Fenomena Dasar Mesin (2019)
Tabel 3.2
Turbulen dan laminar
TURBULEN
LAMINAR
T
Flow Rate Meter
≤ 30 I / h ≥ 100 I / h
(Hot Water)
3) Pengukuran
Ukurlah nilai T1, T2, t1, t2 W dan w dan tulis data dalam lembar pengambilan
data yang telah disediakan.
4) Perhitungan
a) Hitung nilai ∆Tm dengan persamaan (4) dan (5)
b) Hitung nilai (T1 + T2)/2 kemudian tentukan nilai viskositas kinematik Vh pada
tabel properti air.
c) Hitung nilai qw dan Qw dengan persamaan (1)
d) Hitung nilai (t1 + t2)/2 kemudian tentukan nilai viskositas kinematik V1 pada
tabel properti air.
e) Hitung nilai Reⱳ dengan persamaan (8) dan Reⱳ dengan persamaan (9)
f) Hitung nilai efesiensi dengan persamaan (7)
g) Hitung nilai U dengan persamaan
Tabel 3.3
Data Hasil Pengujian
MEASUREMENTS TABLE
HIGH TEMP LOW TEMP
HIGH TEMP FLUID LOW TEMP FLUID
FLUID FLUID
(HOT WATER) (COLD WATER)
(HOT WATER) (COLD WATER)
INSTRU
(EQUATION) THERMOMETER THERMOMETER
FLOW FLOW
R R KINEMATIC VISCOSITY OF WATER
INLET OUTLET METER INLET OUTLET METER
(T1+T2) (t1+t2)
T1 T2 W t1 t2 w Vh Vl
SYMBOL /2 /2
(˚C) (˚C) (Kg/h) (˚C) (˚C) (Kg/h) (m2/s) (m2/s)
(˚C) (˚C)
A 80 52 30 31 39 150 66 4,370 35 7,293
B 80 61 100 30 42 150 70,5 4,100 36 7,150
PARALLEL
C 80 53 30 29 33 400 66,5 4,340 31 7,864
D 80 60 100 27 33 400 70 4,127 30 8,007
E 80 51 30 31 38 150 65,5 4,400 34,5 7,364
F 80 60 100 32 40 150 70 4,127 36 7,150
COUNTER
G 80 53 30 34 37 400 66,5 4,340 35,5 7,222
H 80 64 100 33 38 400 72 4,030 35,5 7,222
Tabel 3.4
Data Hasil Pengujian
High Temp. Low Temp.
Logaritmic Differe Efficiency Of Heat Coefficient Of Overall Heat
Fluid (Hot Fluid (Cold
Mean Temp. nce Exchanger Transfer
Water) Water)
Instru. T1- T2-
Equation t1 t2
Reyn Reyn Parall
Paralle Counter Counte
Parallel Flow ’s ’s el
l Flow Flow r Flow
No. No. Flow
T1- T2-
t2 t1 Qw qw q
Symbols ΔTm
Counter Flow (Kcal REw (Kcal/ Rew ηh(%) (Kcal/ U (Kcal/m2.h.deg)
(Units) (ºC)
Δt1 Δt2 /h) h) h)
(ºC) (ºC)
27,1 1427, 1559,
A 49 13 840 1200 57% 1020 704,28
3 92 85
32,0 5073, 1591, 1081,7
B 50 19 1900 1800 38% 1850
Para 4 17 00 3
llel 33,1 1437, 3857,
C 51 20 810 1600 53% 1205 681,66
2 79 48
38,5 5039, 3788, 1069,1
D 53 27 2000 2400 38% 2200
5 98 68 1
29,6 1418, 1544,
E 42 20 870 1050 69% 960 606,51
5 18 73
33,6 5039, 1591,
F 40 28 2000 1200 50% 1600 890,91
Coun 4 98 00
ter 29,3 1437, 4200,
G 43 19 810 1200 63% 1005 640,72
8 79 73
36,2 5161, 4200,
H 42 31 1600 2000 38% 1800 930,94
2 29 73
Tabel 3.5
Hubungan Jenis Aliran pada Parallel Flow terhadap U
Variasi Arah Aliran U (kcal/m2jamoC)
Parallel A H : Laminar, C : Laminar 704,28
Flow B H : Turbulent, C : Laminar 1081,73
C H : Laminar, C : Turbulent 681,66
D H : Turbulent, C : Turbulent 1069,11
Tabel 3.6
Hubungan Jenis Aliran pada Counter Flow terhadap U
Variasi Arah Aliran U (kcal/m2jamoC)
Counter E H : Laminar, C : Laminar 606,51
Flow F H : Turbulent, C : Laminar 890,91
G H : Laminar, C : Turbulent 640,72
H H : Turbulent, C : Turbulent 930,94
Tabel 3.7
Hubungan Jenis Aliran pada Parallel Flow terhadap Efektivitas
Variasi Arah Aliran ƞh (%)
Parallel A H : Laminar, C : Laminar 57%
Flow B H : Turbulen, C : Laminar 38%
C H : Laminar, C : Turbulen 53%
D H : Turbulen, C : Turbulen 38%
Tabel 3.8
Hubungan Jenis Aliran pada Counter Flow terhadap Efektivitas
Variasi Arah Aliran ƞh (%)
Counter E H : Laminar, C : Laminar 69%
Flow F H : Turbulen, C : Laminar 50%
G H : Laminar, C : Turbulent 63%
H H : Turbulen, C : Turbulen 38%
Q w =qw
W . C p . ( T 1−T 2 )=W .C p . (t 2−t 1 )
Keterangan :
Qw = Kalor yang dilepas ( kcal / jam)
qw = Kalor yang diterima (kcal / jam)
T = Temperatur fluida yang bertemperatur tinggi (oC)
t = Temperatur fluida yang bertemperatur rendah (oC)
W = Laju aliran fluida bertemperatur tinggi (kg/jam)
w = Laju aliran fluida bertemperatur rendah (kg/jam)
Cp = Panas spesifik (kcal/ kgoC)
Jika ditentukan rata – rata perbedaan temperatur antara kedua fluida sebagai ∆Tm,
maka jumlah panas (q) :
q= A . U . ∆Tm
(Q w +q w )
q=
2
Keterangan :
Q = Jumlah panas yang ditukar (kcal/jam)
A = Area permukaan perpindahan panas (m2) dalam kasus (ΠdL)
U = Koefisien transmisi kalor (kcal/m2jamoC)
∆ T m = Rata – rata perbedaan temperatur (oC)
q
U=
A.∆Tm
Keterangan :
q = Jumlah panas yang ditukar (kcal/jam)
A = Area permukaan perpindahan panas (m 2) dalam kasus (πdl)
U = Koefisien transmisi kalor (kcal/m 2 jam℃ ¿
∆ T m = Rata-rata perbedaan temperature (℃)
Keterangan :
A = ΠdL
= 3,14 x 1,7 x 10-2 x 1
= 5,338 x 10-2 m2
(T 1 – t 1) – (T 2−t 2)
∆ Tm=
( T 1−t 1 )
ln
( T 2−t 2 )
Keterangan :
∆ T m = Rata – rata perbedaan temperatur (oC)
T = Temperatur fluida bertemperatur tinggi (oC)
t = Temperatur fluida bertemperatur rendah (oC)
(T 1 – t 2) – (T 2−t 1)
∆ Tm=
( T 1−t 2 )
ln
( T 2−t 1 )
Keterangan :
∆ T m = Rata – rata perbedaan temperatur (oC)
T = Temperatur fluida bertemperatur tinggi (oC)
t = Temperatur fluida bertemperatur rendah (oC)
W . Cp .(T 1 – T 2)
h=
W .Cp .(T 1 – t 1)
Keterangan :
h = Nilai efektivitas heat exchanger
W = Laju alir fluida bertemperatur tinggi (kg/jam)
Cp = Panas Spesifik (kcal/kgoC)
W
ℜw=2,080 X 10−5
Vh
Keterangan :
REw = Bilangan Reynold
W = Laju alir fluida bertemperatur tinggi (kg/jam)
Vh = Viskositas kinematik (m2/s) pada temperatur rata – rata air panas
w
ℜw=7,584 X 10−5
VI
Keterangan :
Vl = Viskositas kinematik (m2/s) pada temperatur rata – rata air dingin di dalam
tabung
1200
1081.73 1069.11
1000
890.91 930.94
Koefisien Perpindahan Panas
800
704.28 681.66
606.51 640.72
600
Parallel Flow
Counter
Flow
400
kcal/m².˚C
200
0
Laminar - Laminar Turbulant - Laminar Laminar - Turbulant Turbulant -
Turbulant
Regime Aliran
Gambar 3.5 Grafik Hubungan Regime Aliran pada Variasi Arah Aliran terhadap
Koefisien Perpindahan Panas
Grafik di atas merupakan grafik hubungan regime aliran pada variasi jenis aliran
dan arah aliran terhadap koefisien perpindahan panas. Koefisien perpindahan panas
merupakan nilai yang menunjukkan panas yang melewati suatu penampang dengan
luasan tertentu per satu derajat celcius. Regime aliran merupakan variasi aliran yaitu
jenis aliran dan arah aliran. Variasi arah aliran yang digunakan dalam percobaan ini
adalah parallel flow dan counter flow. Terdapat 4 kondisi dimana A-E menggunakan
hot water laminar dan cold water laminar, B-F menggunakan hot water turbulent dan
cold water laminar, C-G menggunakan hot water laminar dan cold water turbulent,
serta D-H menggunakan hot water turbulent dan cold water turbulent.
Koefisien perpindahan panas dipengaruhi oleh jumlah panas yang ditukar (q), luas
permukaan penampang (A), dan nilai rata-rata perbedaan temperatur (∆ t m). Ditinjau
dari dasar teori, nilai jumlah panas yang ditukar (q) berbanding lurus dengan nilai
koefisien perpindahan panas (U) sedangkan luas permukaan penampang (A) dan nilai
rata-rata (logaritmik) perbedaan temperatur (∆ t m) berbanding terbalik dengan nilai
koefisien perpindahan panas (U). Hal ini berdasarkan rumusan pada dasar teori yang
mengatakan bahwa
q
U=
A Δ tm
Keterangan :
A = Penampang air dingin ( 5,338 x 10-2 m²)
q = Jumlah panas yang ditukar (kcal/jam)
U = Koefisien transmisi kalor (kcal/m2jamoC)
∆Tm = Rata – rata perbedaan temperatur (oC)
Pada dasar teori, untuk aliran parallel seharusnya didapatkan urutannya adalah D,
B, C , A. Regime D memiliki nilai koefisien perpindahan panas yang paling tinggi
dimana pada regime D memiliki nilai koefisien perpindahan panas yang paling tinggi
dengan menggunakan kondisi hot water turbulent dan cold water turbulent. Hal ini
disebabkan karena aliran hot water dan cold water keduanya turbulent pada regime D.
Untuk aliran counter, seharusnya didapatkan hasil dengan urutan koefisien yang paling
tinggi adalah H, F, G, E. Regime H memiliki nilai koefisien perpindahan panas yang
paling tinggi dengan menggunakan kondisi hot water turbulent dan cold water
turbulent. Hal ini disebabkan karena kedua aliran hot water dan cold water alirannya
turbulent.
Pada grafik di atas terjadi penyimpangan data yang jika diurutkan maka akan
didapatkan koefisien perpindahan panas pada aliran parallel dari yang tertinggi yaitu B,
D, A, C. Penyimpangan tersebut terjadi diakibatkan karena beberapa faktor, salah
satunya adalah debit aliran aktual dengan yang tertera pada rotameter tidak sama
sehingga yang seharusnya terbentuk aliran turbulent tapi malah terbentuk aliran transisi.
3.5.3.2 Pengaruh Regime Aliran dan Arah Aliran terhadap Efektivitas Heat
Exchanger
80.00%
69.05%
70.00%
62.79%
60.00% 57.14%
52.94%
50.00%
50.00%
Efektifitas (%)
10.00%
0.00%
Laminar
A - Laminar
E Turbulant
B F - Laminar
C G - Turbulant
D H -
Laminar Turbulant Turbulant
Regime Aliran
Gambar 3.6 Grafik Hubungan Regime Aliran pada Variasi Arah Aliran terhadap
Efektivitas Perpindahan Panas
Diagram di atas menunjukkan hubungan regime aliran pada variasi arah aliran
terhadap efektivitas perpindahan panas. Efektivitas heat exchanger adalah nilai yang
menunjukkan seberapa baik sebuah heat exchanger dalam menghantarkan panas.
Regime aliran adalah variasi aliran yaitu jenis aliran dan arah aliran. Variasi arah aliran
yang digunakan dalam percobaan ini adalah parallel flow dan counter flow. Terdapat 4
kondisi dimana A-E menggunakan hot water laminar dan cold water laminar, B-F
menggunakan hot water turbulent dan cold water laminar, C-G menggunakan hot water
laminar dan cold water turbulent, serta D-H menggunakan hot water turbulent dan cold
water turbulent.
Efektivitas heat exchanger dipengaruhi oleh selisih temperatur hot water pada inlet
dan outlet (T 1−T 2) serta selisih temperatur hot water pada inlet dengan temperatur cold
water pada inlet (T 1−t 1). Semakin tinggi selisih temperatur hot water pada inlet dan
outlet maka kenaikan nilai efektivitas semakin tinggi, semakin rendah selisih temperatur
hot water pada inlet dengan temperatur cold water pada inlet maka kenaikan nilai
efektivitas semakin tinggi yang di mana berbanding terbalik dengan nilai efektivitas
heat exchanger.
Atau
W C p (T 1−T 2)
ε h=
W C p (T 1−t 1 )
Keterangan :
h = Nilai efektivitas heat exchanger
W = Laju alir fluida bertemperatur tinggi (kg/jam)
Cp = Panas Spesifik (kcal/kgoC)
dinding pipa, dinding pipa secara konveksi ke cold water dan perpindahan panas
terjadi secara acak.
Gambar 3.7 Parallel Flow (Hot Water Laminar – Cold Water Turbulent)
Gambar 3.8 Parallel Flow (Hot Water Turbulent – Cold Water Laminar)
dinding pipa, dinding pipa secara konveksi ke cold water dan perpindahan panas
terjadi secara acak.
Gambar 3.9 Counter Flow (Hot Water Laminar – Cold Water Turbulent)
Gambar 3.10 Counter Flow (Hot Water Turbulent – Cold Water Laminar)
Efektivitas heat exchanger counter flow lebih tinggi dibandingkan parallel flow
dikarenakan (∆ t m) counter flow selalu lebih besar daripada parallel flow.
a b
. .
Gambar 3.11 Profil Temperatur Heat Exchanger
Sumber : Modul Praktikum Laboraturium Fenomena Dasar Mesin (2019)
Dari hasil praktikum di atas, ditemukan bahwa efektivitas heat exchanger tidak
sesuai dasar teori yaitu efektivitas Counter Flow lebih baik daripada Parallel Flow.
Variasi arah aliran parallel juga tidak sesuai dengan dasar teori dengan urutan yang
terbesar hingga terkecil A, C, B, D. Sementara counter flow yaitu urutan terbesar hingga
terkecil yaitu E, G, F, H. Terjadi penyimpangan pada praktikum pada regime parallel
dan regime counter. Bisa kita lihat pada regime parallel yang di mana terjadi
penyimpangan karena luas perpindahan panasnya menyempit sehingga pertukaran panas
tidak maksimal. Begitu pun di regime counter sehingga terjadi penyimpangan. Hal ini
dapat disebabkan karena terjadinya fenomena fouling.
3.6.2 Saran
1. Untuk laboratorium, diharapkan agar bisa meningkatkan kualitas video baik
pengenalan alat maupun pengambilan data, terutama disektor audio serta
penyampaian materi yang lebih jelas.
2. Untuk praktikum, untuk penjelasan penggunaan alat saat praktikum bisa
ditampilkan dengan video ilustrasi bagaimana alur kerja dari suatu alat dan cara
peulisan data agar lebih memperjelas cara kerja suatu alat dan cara penulisan data
dari pengujian yang dilakukan.
3. Untuk asisten, lebih memperbaiki cara penyampaian materi karena terkadang ada
satu bagian yang praktikan sulit untuk memahami.