Anda di halaman 1dari 9

1

BAB I
KONSEP MEKANISME ALIRAN KALOR


1.1 . Pendahuluan
Perpindahan kalor atau alih bahang (heat transfer) ialah ilmu untuk meramalkan
perpindahan energi yang terjadi karena adanya perbedaan suhu diantara benda atau
material. Energi yang berpindah itu dinamakan kalor atau bahang. Ilmu perpindahan kalor
tidak hanya mencoba menjelaskan bagaimana energi kalor itu berpindah dari satu benda ke
benda yang lain, tetapi juga dapat meramalkan laju perpindahan yang terjadi pada kondisi-
kondisi tertentu.
Kalor adalah energi, sedangkan temperatur adalah ukuran dari jumlah energi
tersebut yang terdapat pada benda. Kalor berpindah dari satu benda ke benda yang lain
sebagai hasil dari perbedaan temperatur. Jika dua benda pada kondisi temperatur yang
berbeda disatukan, kalor berpindah dari benda yang lebih panas ke benda yang lebih
dingin. Sebagai hasil dari perpindahan tersebut, temperatur pada benda yang dingin
meningkat sedangkan temperatur pada benda yang panas menurun.
Merupakan hal yang penting untuk mengetahui distribusi temperatur untuk
menghitung aliran kalor. Distribusi temperatur dan perpindahan kalor merupakan sesuatu
yang menarik pada banyak penelitian dan aplikasi teknik, seperti dalam merancang
penukar kalor (heat exchangers), inti reaktor nuklir (nuclear-reactor cores), sistem
pemanas dan sistem pendingin ruangan, serta sistem energi solar.
Dalam pembagiannya perpindahan kalor dibagi menjadi tiga mekanisme
perpindahan kalor yaitu : konduksi, konveksi dan radiasi.

Gambar 1.1 Mode perpindahan panas konduksi, konveksi dan radiasi
2
Pada konduksi, kalor ditransfer melalui bagian padatan atau cairan yang diam.
Konduksi membutuhkan sebuah medium untuk terjadinya perpindahan kalor, sedangkan
radiasi dapat melalui media vacuum dengan tidak membawa material. Kalor ditransfer
secara konveksi oleh fluida yang bergerak. Pada kenyataannya, konduksi dan radiasi
merupakan dua model dasar dari aliran kalor, konduksi dapat diubah menjadi konveksi
dengan merubah fluida menjadi bergerak.

1.2. Konduksi
Perpindahan kalor konduksi atau hantaran adalah perpindahan energi yang terjadi
pada medium yang diam (padat atau zat yang dapat mengalir) apabila ada gradien
temperatur dalam medium tersebut. Sehingga, besi yang merupakan konduktor listrik yang
paling baik juga merupakan konduktor panas yang baik juga.
Hukum Fourier menyatakan bahwa laju perpindahan kalor dengan sistem konduksi
dinyatakan dengan :
- Gradien temperatur dalam arah-x dinyatakan dengan, dT/ dx
- Luas perpindahan kalor arah normal pada arah aliran kalor, A
Aliran kalor pada arah-x dinyatakan dengan :

Q
x
= -k.A
dx
dT
W ..(1.1)

Dimana Q
x
adalah laju perpindahan kalor pada posisi arah-x, dalam arah normal
terhadap A, dan :
dx
dT
= lim
x
T

......(1.2)
adalah gradien temperatur pada arah-x tersebut. Konstanta proporsional k, disebut dengan
konduktivitas termal, merupakan sifat dari material.
Alasan pemberian tanda minus (-) pada rumus 1.1, seperti diilustrasikan dalam
gambar 1.2(a), jika temperatur menurun pada arah-x positif,
dx
dT
adalah negatif ; kemudian
Q
x
menjadi nilai positif dikarenakan kehadiran dari tanda negatif, sehingga laju kalor
berada pada arah-x positif. Dilain pihak, jika temperatur meningkat pada arah-x positif,
dx
dT
adalah positif, Q
x
berubah menjadi negatif, dan aliran kalor berada pada arah-x adalah
3
negatif, sebagaimana diilustrasikan pada gambar 1.2(b). Q
x
merupakan nilai positif, aliran
kalor berada pada arah x positif, dan sebaliknya.

Gambar 1.2. Konvensi tanda untuk arah aliran kalor dalam hukum Fourier konduksi panas
Konduktivitas Thermal
Dari hukum Fourier, konduktivitas termal dinyatakan dengan :
) (
"
x T
q
k
x

=
Fluks kalor (q
x
) meningkat seiring dengan meningkatnya konduktivitas termal.
Secara umum, konduktivitas termal benda padat lebih besar daripada gas. Sebagaimana
diilustrasikan pada gambar 1.3 dibawah, konduktivitas termal benda padat lebih tinggi dari
pada gas. Aliran kalor dinyatakan dalam watt, satuan konduktivitas termal ialah watt per
meter derajat celcius atau (W/m.
o
C). Nilai angka konduktivitas termal itu menunjukkan
berapa cepat kalor mengalir dalam bahan tertentu. Jadi, konduktivitas termal tergantung
pada temperatur.

Gambar 1.3. Konduktivitas termal pada beberapa benda padat fungsi temperatur
4
Untuk mengilustrasikan penerapan konsep hukum Fourier, digunakan distribusi
temperatur linear pada benda, seperti ditunjukkan pada gambar 1.4, rumus 1.1 berubah
menjadi :






Gambar 1.4 Distribusi temperatur T(x) dan aliran kalor oleh konduksi melalui sebuah slab
Q
x
= - k.A.
dx
dT

Q
x
= - k.A.
x - x
T - T
1 2
1 2
= k.A.
x - x
T - T
1 2
2 1

Q
x
= - k.A
[ ]
L
T
..(1.3)
dimana x
2
- x
1
= L, adalah ketebalan plat, bernilai positif.
Laju aliran kalor per satuan luas disebut dengan fluks kalor.
q
x
=
A
Q
x
(W/m
2
) ......(1.4)
q
x
mewakili jumlah aliran kalor per satuan luas, per satuan waktu pada arah-x.
Q
x
dalam watt dan fluks kalor q
x
dalam watt/m
2
, kemudian konduktivitas termal k memiliki
dimensi W/(m.
o
C) atau J/(m.s.
o
C)

Contoh 1.1
Sebuah dinding memiliki ketebalan 25 cm dengan konduktivitas termal 0,69 W/
(m.C) dan diperlakukan pada 20C pada salah satu permukaan dan pada 10C pada bagian
lainnya. Tentukan laju aliran kalor ketika melewati 5 m
2
pada dinding.
Penyelesaian :
Seperti diilustrasikan pada gambar contoh 1.1, koordinat x
1
diletakkan pada bagian dinding
bertemperatur T
1
= 20C. Kemudian temperatur dingin T
2
= 10C ditempatkankan pada x
2

= L = 0,25 m. Diketahui konduktivitas termal pada dinding k = 0,69 W/ (m.C), rumus 1.3
dipakai untuk mengetahui laju aliran kalor yang melewati area A = 5 m
2
.
5
Q
x
= k.A.
1 2
2 1
x x
T T

= k.A .
[ ]
L
T

= 0,69 W/ (m.C) x 5 m
2
x
[ ]
m 0,25
C 10) - (20

= 138 W = 0,138 kW




Contoh 1.2
Permukaan bagian dalam dan luar pada jendela kaca memiliki temperatur 20C dan
-5C. Jika kaca memiliki ukuran 100 cm x 50 cm dan ketebalan 1,5 cm, dengan
konduktivitas termal 0,78 W/(m.C), tentukan laju pengurangan kalor yang melewati kaca
pada periode waktu 2 jam?
Penyelesaian :
Koordinat-x ditempatkan pada bagian permukaan kalor x
1
= 0, kemudian x
2
= L= 0,015m.
Diberikan bahwa T
1
= 20C, T
2
= -5 C, k = 0,78 W/(m.C), dan A = 1m x 0,5m = 0,5 m
2
.
Q
x
= k.A
1 2
2 1
x x
T T

= k.A
[ ]
L
T

= 0,78 W/(m.C) x (1 x 0,5 m
2
) x
[ ]
m 0,015
C (-5) - 20

= 650 W = 0,65 kW
Pengurangan kalor (heat loss) yang melewati kaca pada periode waktu t=2 h menjadi
Heat loss = Q
x
x t
= 0,650 kW x 2 h = 1,30 kWh

1.3. Konveksi
Perpindahan panas konveksi atau ilian terjadi antara permukaan dengan fluida yang
mengalir apabila keduanya pada temperatur yang berbeda. Ketika fluida melaju melalui
benda padat, dan dengan temperatur yang berbeda, perpindahan kalor terjadi diantara
fluida dan permukaan padat sebagai hasil dari pergerakan fluida. Mekanisme perpindahan
ini disebut sebagai konveksi, ketika pergerakan fluida berperan dalam laju perpindahan
kalor. Jika pergerakan fluida disebabkan oleh mekanisme dari luar secara paksa seperti
oleh blower, pompa, atau fan, mekanisme laju kalor dapat dikatakan sebagai konveksi
Gambar contoh 1.1
6
paksa (forced convection). Jika pergerakan fluida dikontrol sebagai hasil dari perbedaan
massa jenis (densitas) yang disebabkan oleh perbedaan temperatur diantara fluida,
mekanisme dari laju kalor dapat dikatakan sebagai konveksi bebas/natural (free/natural
convection).
Perhatikanlah plat panas seperti pada gambar 1.5, suhu plat ialah T
w
, dan suhu
fluida T

. Kecepatan aliran fluida (u) adalah seperti tergambar, yaitu nol pada permukaan
plat sebagai akibat aksi viskos (viscous action). Oleh karena kecepatan lapisan fluida pada
dinding adalah nol, maka di sini kalor hanya dapat berpindah dengan cara konduksi saja.









q adalah fluks kalor (dalam watt/m
2
) dari dinding ke dalam fluida. Kemudian koefisien h
didefinisikan sebagai :
....(1-5a)

dimana fluks kalor dalam watts/m
2
dan temperatur dalam
o
C (atau Kelvin), sedang
koefisien kalor transfer memiliki dimensi W/(m
2
.C), dan selalu dalam nilai yang positif.
Jika persamaan (1-5a) kita tulis ulang :
....(1-5b)

ini menyatakan bahwa q adalah fluks kalor dari fluida ke dinding.
Persamaan (1-5a) pertama kali digunakan sebagai hukum pendinginan untuk
membuang panas dari sebuah benda panas didalam fluida dingin yang mengalir diatasnya,
secara umum dikenal sebagai hukum pendinginan Newton.

Q = h.A (T
w
- T

) (1.6)

) (

= T T h q
w
Gambar 1.5. Perpindahan kalor konveksi pada suatu plat
) (

= T T h q
w
7
Besaran h disebut koefisien perpindahan kalor konveksi (convection heat transfer
coefficient), dan persamaan 1.6 itulah persamaan dasarnya. Kita dapat melakukan
perhitungan analitis atas h untuk beberapa sistem. Untuk situasi yang rumit h harus
ditentukan dengan percobaan. Dari persamaan (1.6) dapat kita lihat bahwa satuan h ialah
W/m
2
.
o
C apabila laju aliran kalor dalam Watt.

Contoh 1.3.
Udara dingin pada temperatur 10C dipaksakan melalui plat tipis yang memiliki
temperatur 40C. Koefisien perpindahan kalor (h
m
) = 30 W/(m
2
. C). Tentukan laju aliran
dari plat ke udara melalui plat dengan luas permukaan A = 2 m
2
.
Penyelesaian :
Diberikan: T
f
= 10C, T
w
= 40C, dan h
m
= 30 W/(m
2
. C). Persamaan 1-5a digunakan
untuk menganalisa perubahan fluks kalor :


= 30 W/(m
2
. C) x (40-10)C = 900 W/ m
2

Kemudian aliran kalor yang melalui luasan A = 2 m
2
menjadi
Q = q
m
. A
= 900 W/ m
2
x 2 m
2
= 1800 W = 1,8 kW

Contoh 1.4.
Udara atmosfir pada temperatur 10C melaju dengan kecepatan 5 m/s melalui
tabung berdiameter luar (outside diameter = OD) 1 cm dan panjang 5 m dimana bagian
permukaan diperlakukan pada temperatur 110C, sebagaimana diilustrasikan pada gambar
1.5 dibawah. Tentukan laju aliran kalor dari permukaan tabung ke udara atmosfir

Gambar contoh 1.4

) (
f w m m
T T h q =
8
Penyelesaian :
Perpindahan kalor pada luasan A yang berada di bagian permukaan luar tabung :
P = .D.L
= x 0,01 m x 5 m = 0,05 = 0,157 m
2

Untuk konveksi paksa yang melewati diameter tabung D = 0,01 m dengan V
m
= 5 m/s,
koefisien perpindahan kalor diantara permukaan luar dengan udara atmosfir seperti
ditunjukkan dalam tabel 1.1 dimana h = 85 W/(m
2
.C). Persamaan 1-5a digunakan untuk
menghitung fluks kalor, diketahui T
f
= 10 C, T
w
= 110C, dan h
m
= 85 W/(m
2
.C),
sehingga q
m
diperoleh dengan :
q
m
=

h
m
(T
w
- T
f
)
= 85 W/(m
2
.C) x (110 - 10) C = 8500 W/m
2

Laju aliran kalor yang melewati A = 0,05 m
2
menjadi
Q = q
m
A
= 8500 W/m
2
x 0,05 m
2
= 1335,18 W = 1,335 kW

Contoh 1.5
Permukaan dalam sebuah lapisan isolasi bertemperatur T
1
= 200C dan permukaan
luar melepaskan kalor dengan cara konveksi ke udara pada T
f
= 20C. Lapisan isolator
memiliki ketebalan 5 cm dan konduktivitas termal sebesar 1,5 W/(m.C). Berapa besar
9
koefisien perpindahan kalor konveksi minimun pada permukaan luar, jika temperatur T
2

pada permukaan luar tidak boleh lebih dari 100C?


Penyelesaian :
Kondisi dibawah keadaan steady, untuk keseimbangan energi pada permukaan, fluks kalor
konduksi yang melewati lapisan isolasi harus sama dengan fluks kalor konveksi dari
permukaan luar ke udara, seperti diilustrasikan pada gambar 1.5 diatas, sehingga kita
memiliki :
q
conduction
= q
convection

atau : k
L
T T
2 1

= h.(T
2
- T
f
)
diberikan T
1
= 200C, T
2
= 100C, T
f
= 20C, L = 0,05 m, dan k = 1,5 W/(m.C), sehingga
diperoleh :
1,5 W/(m.C) x
m
C
o
05 , 0
) 100 200 (
= h (100-20) C
h = 37,5 W/(m
2
.C)
Gambar contoh 1.5
Konduksi dan konveksi melewati sebuah
lapisan isolasi.

Anda mungkin juga menyukai