Anda di halaman 1dari 18

Modul 2

Tinggi Tekan Pada Aliran Melalui Pipa

2.1 Pendahuluan

Dalam fluida yang mengalir tersimpan sejumlah energi. Besarnya


energi yang tersimpan ini tergantung pada tempat fluida tersebut
mengalir. Tempat aliran tersebut dapat merupakan saluran terbuka
maupun saluran tertutup. Contoh saluran terbuka adalah selokan atau
parit, sungai, saluran, gorong-gorong, dan lain sebagainya. Sementara
contoh saluran tertutup adalah gorong-gorong, saluran tertutup, dan
aliran pipa PDAM.

Tata pipa merupakan salah satu contoh penyelesaian dalam masalah


aliran fluida pada saat ini. Aliran dalam pipa ini merupakan contoh
aliran fluida dalam saluran tertutup. Prinsip aliran fluida pada beberapa
aplikasi saluran tertutup maupun pipa PDAM pada prinsipnya sama
dengan tata pipa yang digunakan untuk percobaan di laboratorium,
tetapi dalam kenyataannya ada perbedaan perhitungan secara teoritis
bila ditinjau secara praktis lapangan. Hal-hal demikian mengharuskan
digunakan beberapa parameter dalam keadaan khusus.

Dalam suatu aliran fluida melalui saluran tertutup atau pipa. Masalah
yang timbul adalah masalah beda tinggi tekan atau dengan kata lain,
kehilangan tinggi tekan yang disebabkan oleh berbagai keadaan. Hal-
hal yang menyebabkan terjadinya perbedaan tinggi tekan dapat
digolongkan menjadi dua jenis, yaitu kehilangan energi primer (major
losses) dan kehilangan energi sekunder (minor losses). Major losses
adalah kehilangan tinggi tekan yang disebabkan oleh adanya faktor
gesekan pada pipa dimana fluida mengalir. Sedangkan minor losses
adalah adanya kehilangan tinggi tekan akibat adanya perubahan bentuk
geometri pipa, seperti pembesaran atau penyempitan luas penampang
pipa, tikungan pipa, dan sambungan pipa. Dalam analisis percobaan
aliran pada pipa kecil ini, digunakan berbagai acuan dasar rumus yang
diambil dari :

1. Persamaan Kontinuitas

2. Persamaan Bernoulli

3. Persamaan Darcy-Weisbach

4. Persamaan Blassius

5. Bilangan Reynolds

2.2 Tujuan Percobaan

Percobaan ini bertujuan untuk :


1. Mempelajari pengaruh koefisien gesekan dari pipa lurus
2. Menghitung besarnya kehilangan tinggi tekan akibat :
a. Gesekan pada pipa lurus
b. Ekspansi tiba-tiba
c. Kontraksi tiba-tiba
d. Tikungan

2.3 Alat-alat Praktikum

Pada percobaan ini akan digunakan alat-alat sebagai berikut :

1. Dinamo
Berfungsi untuk mengalirkan air ke dalam system jaringan pipa
Gambar 2.1 Dinamo

2. Sistem Jaringan Pipa


Digunakan untuk menghitung dari perthitungan Terdiri dari dua
sirkuit terpisah, dimana masing-masing terdiri dari komponen pipa
yang dilengkapi selang piezometer. Dua sirkuit ini adalah sirkuit
merah dan kuning

Gambar 2.2 Sistem Jaringan Pipa

3. Bak Air
Berfungsi untuk menampung air dari selang yang dilalui melalui
keran inlet

Gambar 2.3 Bak Air


4. Ember
Berfungsi menampung air untuk menghitung debit yang akan dihitung
menggunakn waktu dan volume tertentu

Gambar 2.4 Ember

5. Selang Outlet
Berfungsi untuk mengalirkan air dari pipa saluran tertutup ke bak air

Gambar 2.5 Selang

6. Selang Inlet
Berfungsi untuk meneruskann air ke dalam jaringan

Gambar 2.6 Selang Inlet


7. Keran Inlet
Berfungsi untuk mengatur debit aliran dari bak air ke sistem jaringan
pipa yang digerakkan oleh pompa pada bak air dan bias diatur kecil
atau besarnya debit aliran tersebut.

Gambar 2.7 Keran Inlet

8. Keran Outlet
Berfungsi untuk mengatur debit aliran dari ke pipa manometer

Gambar 2.8 Keran Outlet

9. Stopwatch
Berfungsi untuk mengukut waktuu yang diperlukan

Gambar 2.9 Stopwatch


2.4 Dasar Teori

2.4.1 Persamaan Kontinuitas


Apabila zat cair tak termampatkan (uncompressible) mengalir secara
kontinyu melalui pipa atau saluran terbuka, dengan tampang aliran
konstan ataupun tidak konstan, maka volume zat cair yang lewat tiap
satuan waktu adalah sama di semua penampang. Keadaan ini disebut
dengan hukum kontinuitas aliran zat cair.

Dipandang tabung aliran seperti yang ditunjukan pada gambar 2.2,


untuk aliran satu dimensi, kecepatan rerata dan tampang lintang pada
titik 1 dan 2 adalah V1 , dA1 dan V2 , dA2. Debit zat cair yang masuk
melalui tampang 1 tiap satuan waktu : V1 × dA1 . Debit zat cair yang
keluar dari tampang 2 tiap satuan waktu : V2 × dA2 . Oleh karena itu,
tidak ada zat cair yang hilang di dalam tabung aliran, maka :

Gambar 2. 8 Tabung Aliran untuk menurunkan persamaan Kontinuitas


(Control Volume)

Dari persamaan tersebut pada seluruh didapatkan debit serta volume


melalui persamaan :
A1 × V1 = A2 × V2
Q1 = Q2

atau
Q=AxV= konstan

2.4.2 Persamaan Bernoulli


Penurunan persamaan Bernoulli untuk aliran sepanjang garis arus didasarkan
pada Hukum Newton II tentang gerak (F = M × a). Persamaan ini diturunkan
berdasarkan anggapan sebagai berikut ini :
1. Zat cair adalah ideal, jadi tidak mempunyai kekentalann (kehilangan
energi akibat gesekan adalah nol)
2.Zat cair adalah homogen dan tidak termampatkan (rapat massa zat cair
adalah konstan)
3.Aliran adalah kontinyu dan sepanjang garis lurus
4. Kecepatan aliran adalah merata dalam suatu penampang
5.Gaya bekerja hanya gaya berat dan tekanan

Berdasarkan gambar di bawah ini menunjukkan elemen berbentuk silinder dari


suatu tabung arus yang bergerak sepanjang garis arus dengan kecepatan dan
percepatan di suatu tempat dan suatu waktu adalah V dan α. Panjang, tampang
lintang, dan rapat massa elemen tersebut adalah ds, dA, dan sehingga berat
elemen adalah ds, dA, ρg. Oleh karena tidak ada gesekan maka gaya – gaya
yang bekerja hanya gaya tekanan pada ujung elemen dan gaya berat. Hasil kali
dari massa elemen dan percepatan harus sama dengan gaya – gaya yang bekerja
pada elemen.
Gambar 2. 9 Elemen zat cair bergerak sepanjang garis arus

Dengan memperhitungkan gaya – gaya yang bekerja pada elemen, maka


Hukum Newton II untuk gerak partikel disepanjang garis arus menjadi :
∂P
( )
−ρ g ds dA cos α + p dA− −P+ ∂ s ⅆs dA=ρ ds dA α ¿
¿
Persamaan di atas dibagi dengan ds dA menjadi :
∂P
−ρgcosα − = ρ ds dA α
∂s
Oleh karena :
∂P
cosα =
∂s
Kemudian substitusi persamaan untuk percepatan ke dalam persamaan diatas,
maka akan didapat :
∂p 1 ∂p ∂v ∂ v
− ρg + +v + =0
∂s ρ ∂s ∂s ∂t
Untuk aliran mantap, diferensial terhadap waktu adalah nol, sehingga:
∂z 1 ∂ p ∂v ∂ v
g + + v + =0
∂s ρ ∂ s ∂s ∂t
oleh karena variabel-variabel dari persamaan diatasbadalah hanya tergantung
jarak s, maka diferensial parsiil dapat diganti oleh diferensial total,
∂z 1 ∂ p ∂v
g + +v =0
∂s ρ ∂ s ∂s
Apabila masing-masing suku dikalikan dengan ds maka akan didapat:
dP
g dZ+ +v d v = 0
ρ
Persamaan diatas dikenal dengan persamaan Eurler untuk aliran mantap satu
dimensi dan zat cair ideal. Apabila kedua ruas dari persamaan diatas dibagi
dengan g dan kemudian diintegralkan maka akan didapat hasil berikut ini:
Sehingga didapat:
ρ1 V 2 ρ V 2
+¿Z1 + 1 = + ¿ z2 + 2
ϒ 2. g ϒ 2. g
2. 4. 3 Kehilangan Energi Primer
Salah satu bentuk kehilangan energi pada saluran pipa adalah kehilangan energi
primer atau ( major losses). Kehilangan enegri primer dalam pipa ini disebabkan
oleh gesekan. Besarnya kehilangan energi primer ini dapat dihitung menggunakan
rumus Darcy-Weisbach sebagai berikut:
L v2
hf =f
D 2. g
Dengan:
hf =¿ kehilangan energi dalam pipa akibat gesekan (m)
f =¿ koefisien gesekan Darcy-Weisbach.
L = panjang pipa (m).
D = diameter pipa bagian dalam (m).
v = kecepatan aliran dalam pipa (m/detik).
g = percepatan gravitasi (m/ s2).

Koefisien gesekan f merupakan fungsi dari bilangan Reynolds dengan kekasaran


relative pipa. Untuk menentukan f dapat dipergunakan diagram Moody atau
menggunakan persamaan Celebrook dan White yang dibedakan berdasarkan jenis
kekasaran pipa. Bilangan Reynolds dapat dicari menggunakan persamaan
dibawah ini:
D
Re = v
υ
Dengan:
v = kecepatan aliran dalam pipa (m/detik).
D = diameter pipa bagian dalam (m).
v=¿ Viskositas
Relative pipa dapat dicari dengan menggunakan persamaan dibawah ini:
ε
Relative pipa =
D
Dengan:
ԑ = kekasaran pipa (m)
D = diameter pipa (m).
Persamaan-persamaan tersebut dapat dituliskan sebagai berikut:
1. Pipa hidraulik licin
1 ℜ f
=2 log √
√f 2,51
2. Pipa hidraulik kasar
1 3,7 D
=2 log
√f ԑ

3. Pipa Transisi
1 e 2,51
f
=−2 log
[ +
3,7 D ℜ √ f ]

Gambar 2.10 Diagram Moody

2.4.4 Kehilangan Energi Sekunder


Kehilangan energi sekunder bersifat lokal, terjadi akibat adanya perubahan
penampang, misalnya pada penyempitan/kontraksi, pelebaran/ekspansi, belokan
dan pada kutub, dll.

2. 4. 4. 1 Kehilangan Energi Akbat Penyempitan Tiba-Tiba


Kehilangan energi sekunder akibat penyempitan tiba-tiba Antara titik (1) dan titik
(2) dapat dilihat gambar di bawah ini :
Gambar 2.11 Kehilangan Penyempitan Tiba-Tiba pada Pipa Seri
Kehilangan energi akibat penyempitan tiba-tiba dapat terjadi akibat adanya tinggi
tekan (He tidak sama dengan 0) dan akibat tidak adanya tinggi tekan (He = 0).
Kehilangan energi akibat tinggi tekan dapat dihitung dengan menggunakan rumus
sebagai berikut;

Gambar 2.12 Kehilangan Energi Penyempitan Akibat Tinggi Tekan


4
P 1−¿ P V 22 d1 1 2

γ
2
=
2g ( [ ]
1−
d2
−⌊ −1 ⌋ ¿
kc )
Kehilangan energi akibat tidak adanya tinggi tekan dapat dihitung dengan
menggunakan rumus sebagai berikut :
Gambar 2.13 Kehilangan Energi Penyempitan Akibat Tak Adanya Tinggi
Tekan
4
P 1−¿ P V 22 d
γ
2
=
2g ( [ ])
1− 2
d1
¿

Dengan :
P1 = Tekanan pada titik tinjau 1
P2 = Tekanan pada titik tinjau 2
v1 = Kecepatan fluida pada titik tinjau 1 (m/s)
v2 = Kecepatan fluida pada titik tinjau 2 (m/s)
d1 = Diameter pipa pada titik tinjau 1 (m)
d2 = Diameter pipa pada titik tinjau 2 (m)
Y = pg (p = massa jenis fluida)
g = Percepatan gravitasi (m/s2)
Kc = Koefisien kehilangan energi pada penyempitan, merupakan fungsi dari
kecepatan pada pipa diameter yang lebih kecil dan perbandingan antara diameter
pipa kecil dan pipa besar seperti ditunjukkan pada tabel berikut.

Tabel 2.1 Koefisien Kc pada Penyempitan Tiba-Tiba


Kc dalam Rasio diameter pipa kecil dan pipa besar D2/D1
pipa
kecil V1
0,0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9
(m/detik
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
)
1 0,4 0,4 0,4 0,4 0,4 0,3 0,2 0,1 0,0 0,0
9 9 8 5 2 8 8 8 7 3
2 0,4 0,4 0,4 0,4 0,4 0,3 0,2 0,1 0,0 0,0
8 8 7 4 1 7 8 8 9 4
3 0,4 0,4 0,4 0,4 0,4 0,3 0,2 0,1 0,1 0,0
7 6 5 3 0 6 8 8 0 4
6 0,4 0,4 0,4 0,4 0,3 0,3 0,2 0,1 0,1 0,0
4 3 2 0 7 3 7 9 1 5
12 0,3 0,3 0,3 0,3 0,3 0,2 0,2 0,2 0,1 0,0
8 6 5 3 1 9 5 0 3 6

2. 4. 4. 2 Kehilangan Energi Akibat Pelebaran Tiba-Tiba


Kehilangan energi sekunder akibat pelebaran tiba-tiba dapat dilihat pada gambar
di bawah dan hitung mengikuti persamaan rumus berikut :

Gambar 2.14 Kehilangan Energi Akibat Pelebaran Tiba-Tiba

Kehilangan energi akibat pelebaran tiba-tiba dapat terjadi akibat adanya


tinggi tekan (He = 0) dan akibat tidak adanya tinggi tekan (He ≠ 0).
Kehilangan energi akibat tinggi tekan dapat dihitung dengan menggunakan
rumus sebagai berikut :

Gambar 2.15 Kehilangan Energi Pelebaran Akibat Adanya Tinggi Tekan


2 4
P 1−¿ P V 21 d1 d
γ
2
=
2g ([ ] [ ] )
d2
− 1
d2
¿

Kehilangan energi akibat tidak adanya tinggi tekan dapat dihitung dengan
menggunakan rumus sebagai berikut :

Gambar 2.16Kehilangan Energi Pelebaran Akibat Tak Adanya Tinggi


Tekan

4
P 1−¿ P V 2 d
γ
2
=
2g ( [ ])
1− 1
d2
¿

Dengan :
P1 = Tekanan pada titik tinjau 1
P2 = Tekanan pada titik tinjau 2
v1 = Kecepatan fluida pada titik tinjau 1 (m/s)
v2 = Kecepatan fluida pada titik tinjau 2 (m/s)
d1 = Diameter pipa pada titik tinjau 1 (m)
d2 = Diameter pipa pada titik tinjau 2 (m)
Y = pg (p = massa jenis fluida)
g = Percepatan gravitasi (m/s2)

2.4.4.3 Kehilangan Energi Akibat Tikungan


Kehilangan energi akibat tikungan pada pipa dihitung berdasarkan radiusnya,
yaitu radius 40, radius 90, dan radius 140. Perhitungan untuk masing-masing
radius memiliki hitungan masing-masing, yaitu :

1. Radius 40
a. Keliling Lingkaran :
L = 1/2 πr

b. Koefisien gesek (tidak berdimensi) :


∆ H x g xd
F=
2 LV 2
c. Mengihitung kehilangan akibat gesekan :
πR
hf = ∆ H −[1−( ) F]
2L
d. Kehilangan tinggi tekan akibat perubahan geometric yaitu HLB :
HLB = ∆ H −hf
e. Besar Koefisien kehilangan tinggi tekan akibat geomteric pipa Kb:
HLB x 2 g
Kb =
V2
f. Kehilangan tinggi tekan total :
2g πR
KL = [∆ H−[1−( )]hf ]
V 2
2L

2. Radius 90
a. Keliling Lingkaran :
L = 1/2 πr
b. Koefisien gesek (tidak berdimensi)
∆ H x g xd
F=
2 LV 2
c. Mengihitung kehilangan akibat gesekan
πR
hf = ∆ H −[1−( ) F]
2L
d. Kehilangan tinggi tekan akibat perubahan geometric yaitu HLB :
HLB = ∆ H −hf
e. Besar Koefisien kehilangan tinggi tekan akibat geomteric pipa Kb:
HLB x 2 g
Kb = 2
V
f. Kehilangan tinggi tekan total :
2g πR
KL = [∆ H−[1−( )]hf ]
V 2
2L

3. Radius 140
a. Keliling Lingkaran :
L = 1/2 π
b. Koefisien gesek (tidak berdimensi)
∆ H x g xd
F=
2 LV 2
c. Mengihitung kehilangan akibat gesekan
πR
hf = ∆ H −[1−( ) F]
2L
d. Kehilangan tinggi tekan akibat perubahan geometric yaitu HLB :
HLB = ∆ H −hf
e. Besar Koefisien kehilangan tinggi tekan akibat geomteric pipa
Kb:
HLB x 2 g
Kb =
V2
f. Kehilangan tinggi tekan total :
2g πR
KL = [∆ H−[1−( )]hf ]
V 2
2L

2.4.5 Persamaan Bilangan Reynolds


Bilangan Reynolds adalah suatu bilangan yang tak berdimensi yang menunjukan
sifat suatu aliran, menurut Reynolds, ada tiga faktor yang mempengaruhi keadaan
aliran yaitu kekentalan zat cair μ (myu), rapat massa zat cair ρ (rho), dan
diameter pipa (D). Hubungan antara μ, ρ, dan D yang mempunyai dimensi sama
dengan kecepatan adalah μ/ ρD
Reynolds menunjukkan bahwa aliran dapat diklasifikasikan berdasarkan suatu
angka tertentu. Angka tersebut dapat diturunkan dengan membagi kecepatan
aliran di dalam pipa dengan nilai μ/ ρD, yang disebut dengan angka Reynolds.

Angka Reynolds mempunyai bentuk sebagai berikut:


v ρDv μ
Re = = ;v=
μ / ρD μ ρ
Atau
D
Re = v
υ
Dengan v (nu) adalah kekentalan kinematik.
Dalam analisis di saluran tertutup, sangat penting diketahui apakah aliran tersebut
laminer atau turbulen. Penentuan ini atas bilangan Reynolds yang didapat dari
hasil perhitungan dan dibandingkan dengan batas-batas yang telah ditentukan ,
yaitu :

1. Re < 2000 = aliran laminer


2. 2000 < Re < 4000 = aliran transisi
3. Re > 4000 = aliran turbulen

Kecenderungan sifat aliran apakah laminer atau turbulen ditunjukan oleh besar-
kecilnya bilangan Reynolds, seperti pada batas – batas yang telah ditentukan
diatas.
2.5 Prosedur Percobaan
1. Nyalakan pompa air dengan menekan tomol saklar
2. Atur debit sesuai kebutuhan menggunakan kerann inlet
3. Catat tinggi air pada tiap pipa pada form yang disediakan untuk mendapatkan
hasil aliran saluran tertutup
4. Buka keran outlet agar air mengalir kedalam bak air dan tinggi air tiappipa
akan berubah
5. Catat tinggi air pada tiap pipa untuk mendapat hasil aliran saluran terbuka
6. Untuk menghitung debit, tamping air kedalam ember
7. Sebelumnya matikan terlebih dahulu saklar pompa air agar air tidak meluap
8. Alirkan air ke ember dengan menghidupkan saklar pompa air dan catat
waktunya setelah memenuhi volume pada ember untuk menghitung debit
yang dihasilkan
9. Setelah selesai, tutup kembali saklar pada pompa air dan tuutp kembali keran
inlet dan outlet

Anda mungkin juga menyukai