BAB 4
WELL LOGGING
(GEOFISIKA PENAMPANG SUMUR)
4.1 Pendahuluan
Informasi dan temuan bahan tambang yang diperoleh dari hasil pemetaan geologi
lapangan, perlu ditindak lanjuti dengan pengeboran. Pengeboran tidak hanya terbatas
pada bahan tambang mineral dan batubara, tetapi termasuk di dalamnya adalah airtanah,
panas bumi dan minyak dan gas. Dari sumur bor dapat dihasilkan data dan informasi
yang lebih detil sangat berguna bagi evaluasi formasi guna pengembangan selanjutnya
bahkan hingga tingkat diproduksi. Evaluasi formasi bawah permukaan memerlukan
usaha gabungan beberapa ahli, seperti geologi, insinyur pengeboran, pertambangan dan
bahkan ahli geofisika. Ahli geologi tertarik pada lingkungan litologi, stratigrafi dan
pengendapan lapisan bawah permukaan yang ditembus oleh pengeboran. Ahli geologi
dan/atau tambang eksplorasi akan menggunakan respon yang ditangkap alat geofisika
lubang sumur (wireline) untuk membuat citra geologi bawah permukaan, dan
menafsirkan respon tersebut sebagai karakteristik dari formasi batuan tertentu di dalam
atau antarformasi. Data dan informasi yang diperoleh sangat berguna dalam menyusun
pemodelan geologi sebaran bijih, batubara dan bahan tambang lainnya dan akuifer
(reservoir) serta dalam pengambilan keputusan untuk pengeboran sumur baru.
Penampang geofisika sumur (well logging) adalah penerapan prinsip fisika untuk
mengetahui karakteristik fisik lapisan batuan di sepanjang dinding lubang sumur,
melalui respon spesifik yang diinduksi oleh peralatan geofisika. Media pengukuran ini
adalah lumpur bor. Tekanan hidrostatik pada kolom lumpur biasanya lebih besar dari
97
tekanan pori formasi batuan. Hal ini memaksa filtrat lumpur menembus ke dinding
formasi permeabel dan membentuk selubung mudcake di dinding lubang bor, sehingga
menghasilkan 3 (tiga zona), yaitu (1) zona terinvasi (invaded atau flushed zone), (2)
zona transisi dan (3) zona tak terinvasi (uninvaded zone). Istilah penting yang terkait
dengan logging sumur adalah sebagai berikut:
98
batuan. Dengan membatasi penghitungan kisaran energi tertentu, alat ini
lebih sensitif terhadap klorin dan relatif tidak peka terhadap porositas
Pulsed Neutron Log, pengukuran menggunakan log ini memberikan
wawasan tentang formasi dan sifat fluida reservoir. Operasi ini dapat
dilakukan baik pada lubang terbuka maupun pada cased-hole untuk
memberikan informasi kejenuhan, porositas, kandungan serpih dan
mineralogi dinding sumur. Alat ini cukup fleksibel penggunaannya sehingga
akhir-akhir ini pemanfaatannya meluas hingga untuk pendeteksian aliran air
bahkan evaluasi kerikil pembalut (gravel pack);
Cement Bond Log, log ini berguna untuk menentukan penempatan semen
yang tepat antara casing sumur dan formasi guna mendukung casing (shear
bond), mencegah agar cairan tidak bocor ke permukaan dan mengisolasi
zona produksi dari zona mengandung air;
Tracer Log, berfungsi merekam kehadiran bahan pelacak yang ditempatkan
di dalam lubang bor untuk mengukur pergerakan fluida dari sumur injeksi.
c. Production Logging, adalah jenis survei logging sumur yang dilakukan untuk
memperbaiki produksi. Survei logging yang termasuk dalam kategori ini adalah:
Flowmeter Log, mengukur kecepatan aliran fluida in-situ di dalam sumur;
Pressure Log, mengukur tekanan di dalam sumur;
Temperature Log, mengukur temperatur di dalam sumur;
Noise Log, mengukur kebisingan melalui jalan masuk ke bawah, misalnya,
turbulensi aliran gas atau fulida lain melalui lumpur di sumur bor;
Capacitance Log, mencatat kemampuan cairan yang melewati sensor untuk
membedakan antara air dan hidrokarbon. Karena udara memiliki konstanta
dielektrik tinggi, maka kapasitansinya bisa dibedakan dari minyak atau gas;
Fluid Density Log, mengukur densitas fluida di dalam sumur;
Thermal Decay Time (TDT Logging) atau Waktu Peluruhan Termal adalah
logging yang mengukur waktu peluruhan termal, berupa catatan tingkat
penangkapan neutron termal dalam formasi batuan setelah dibombardir
dengan neutron burst 14 Mev.
99
Reservoir Saturation Tool (RST Logging), adalah kombinasi dari log
oksigen, karbon modern dan log neutron, yang diukur adalah saturasi
reservoir, porositas, dan aliran fluida bor di dalam sumur.
100
Gambar 4.1. Rangkuman metode logging dan kaitannya dengan karakteristik batuan dan
teknik pengukurannya. (sumber: http://petrowiki.org/).
101
4.2 Karakteristik Fisik Batuan
4.2.1 Porositas
Porositas batuan adalah merupakan fraksi volume dari rongga kosong antar-partikel
batuan terhadap volume total batuan. Yang dimaksud rongga di sini mencakup semua
ruang pori, rekahan, retakan, ruang antar dan intra-kristal. Porositas secara konvensional
diberi simbol , dan dinyatakan sebagai pecahan yang nilainya bervariasi antara 0 dan 1,
atau dalam prosentase yang bervariasi antara 0% dan 100%. Kadang porositas
dinyatakan dalam 'unit porositas', yang sama dengan persen (100 unit porositas (pu) =
100%). Namun yang selalu digunakan dalam perhitungan adalah bentuk pecahannya.
Porositas dihitung dengan menggunakan hubungan berikut:
Perlu dicatat bahwa porositas tidak memberikan informasi mengenai ukuran pori,
distribusi, dan tingkat konektivitasnya. Dengan demikian, batuan dengan porositas yang
sama dapat memiliki sifat fisik yang sangat berbeda. Contohnya porositas batugamping
dan batupasir, masing-masing bisa memiliki porositas 0,2 ( = 20%), namun pori
batugamping seringkali sangat tidak berhubungan sehingga permeabilitasnya jauh lebih
rendah daripada batupasir. Porositas didefinisikan secara berbeda dan yang digunakan
dalam industri, khususnya dalam industri hidrokarbon adalah sebagai berikut:
102
f) Microporosity; mikroporositas, porositas yang tinggal di dalam pori-pori kecil (<2
m) umumnya terkait dengan batulempung detrital dan authigenic;
g) Intergranular porosity; porositas intergranular, porositas karena volume pori antara
butir-butir batuan;
h) Intragranular porosity; porositas intragranular, porositas yang terbentuk di antara
rongga dalam butiran batuan;
i) Dissolution porosity; porositas pelarutan, yakni porositas yang dihasilkan dari
pelarutan butiran batuan;
j) Fracture porosity; porositas rekahan, porositas yang terbentuk akibat retakan pada
batuan pada berbagai skala;
k) Intercrystal porosity; porositas mikro yang terbentuk di sepanjang batas antarkristal
biasanya pada batugamping;
l) Moldic porosity; porositas moldis, suatu jenis porositas terbentuk akibat pelarutan
(disolusi) pada batugamping yang dihasilkan dari cetakan butiran asli atau sisa-sisa
fosil;
m) Fenestral porosity; porositas fenestral atau porositas lubang ('bird's-eye') pada
batugamping biasanya berhubungan dengan alga;
n) Vug porosity; porositas lubang/rongga porositas yang terkait dengan rongga,
umumnya pada batugamping.
Sebagai tambahan, porositas juga dikendalikan oleh sejumlah besar proses sekunder
yang mengakibatkan pemadatan dan dilatasi. Hal ini dapat dikategorikan ke dalam (i)
proses mekanis, seperti pemadatan, deformasi plastis, deformasi rapuh, evolusi kekar,
103
dan (ii) proses geokimia, seperti pelarutan, re-presipitasi, reduksi volume bersamaan
dengan perubahan mineralogi dan lain-lain.
104
4.2.3 Bentuk Butir
Parameter ini sering tidak dipahami secara luas. Beberapa penelitian telah dilakukan
pada susunan butiran non-spherical secara acak, dan dalam semua kasus porositas yang
dihasilkan lebih besar daripada bentuk bola. Gambar 4.3 menunjukkan porositas butiran
berbagai bentuk, kemas dan pemilahan.
Gambar 4.3. Hubungan antara kemas, pemilahan dan bentuk butir dengan porositas
batuan (sumber: diadaptasi dari berbagai sumber).
Jenis pertama berlaku bila ada banyak butiran yang lebih besar membentuk
kerangka matriks batuan yang besar. Pada kondisi ini penambahan partikel dengan
ukuran lebih kecil akan mengurangi porositas batuan karena partikel kecil bisa
masuk ke dalam celah antara partikel yang lebih besar.
Jenis kedua berlaku bila kerangka matriks batuan tersusun dari butiran yang lebih
kecil, sehingga terdapat butiran yang lebih kecil lagi yang memiliki ruang pori-pori
di antara keduanya.
105
Dengan demikian, jika beberapa butir ini dilepas dan diganti dengan butiran padat
tunggal, porositas akan berkurang karena butiran kecil dan porositas yang terkait telah
diganti dengan bahan padat (Gambar 4.4). Beberapa penelitian menunjukkan bahwa
porositas minimum tidak sensitif terhadap perubahan rasio diameter butiran. Angka
minimumnya terjadi pada sekitar 20 sampai 30% dari diameter partikel yang lebih kecil.
Distribusi ukuran butir dapat diketahui dari pengukuran porisimetri merkuri atau dengan
pengayakan langsung (analisis ayak atau analisis besar butir). Dalam teknik
pengayakan, sampel dikeringkan, ditimbang dan dipilah ditempatkan di bagian paling
atas setumpuk saringan dengan ukuran mesh semakin mengecil. Motor menggetarkan
tumpukan sedemikian rupa sehingga ukuran partikel di atas diameter saringan (over
size) tetap ada di masing-masing saringan, sedangkan yang ukuran lebih kecil dari
bukaan saringan (under sized) akan lolos.
Prosentase berat kumulatif dari sisa-sisa ini diplotkan terhadap ukuran mesh saringan
(D), menghasilkan kurva distribusi yang serupa dengan pada Gambar 4.5. Tingkat
pemilahan (sortasi) distribusi ukuran butir dinyatakan sebagai Koefisien Trask (so),
yang dihitung dengan persamaan:
106
di mana:
D10= ukuran mesh pada 10% berat sampel (fraksi butir yang lebih besar).
D90= ukuran mesh pada 90% berat sampel (semua fraksi kecuali butir terkecil).
Gambar 4.5. Distribusi kumulatif ukuran butir dalam % berat dan Koefisien Trask.
4.2.5 Permeabilitas
Permeabilitas batuan adalah suatu ukuran kemudahan di mana suatu batuan akan
mengizinkan pelepasan cairan yang dikandungnya atau dengan kata lain permeabilitas
adalah kemampuan suatu batuan untuk meluluskan cairan. Hukum fisik fundamental
yang mengatur ini disebut persamaan Navier-Stokes, dan ini sangat kompleks. Untuk
menjelaskan jenis aliran di dalam batuan biasanya ditetapkan asumsi bahwa alirannya
adalah laminar, dan dengan asumsi ini maka memungkinkan penyederhanaan
persamaan. Perlu juga dicatat bahwa kemampuan mengalirkan suatu batuan terhadap
fluida tunggal berbeda dengan kemampuan mengalirkan lebih dari satu fasa fluida. Bila
ada dua atau lebih fasa fluida tak bercampur yang mengalir, maka digunakan besaran
permeabilitas relatif. Aliran fluida melalui tabung silindris dinyatakan melalui
persamaan Poiseuille, yang merupakan penyederhanaan dari persamaan Navier-Stokes
untuk geometri, aliran laminar, dan cairan yang bersifat in-kompresibel. Persamaan
tersebut bisa ditulis sebagai berikut:
di mana: Q = debit aliran (cm3/s atau m3/s);
r = jari-jari tabung (cm atau m);
Po = tekanan fluida pada bagian outlet (dynes/cm2 atau Pa);
107
Pi = tekanan fluida pada bagian inlet (dynes/cm2 atau Pa);
m = viskositas dinamik fluida (poise atau Pa.s);
L = panjang tabung (cm atau m).
Dari keterangan persamaan di atas, satuan pertama yang ditandai di dalam kurung dapat
digunakan (satuan sistem c.g.s) umumnya pada industri minyak, atau satuan kedua
(satuan S.I.) seperti dalam penelitian akademis. Meskipun demikian, penggunaan satuan
harus konsisten. Satuan permeabilitas adalah darcy, D, dan m2, di mana 1 D =
0,9869x10-12 m2. Satu darcy adalah permeabilitas sampel sepanjang 1 cm dengan luas
penampang 1 cm2, bila perbedaan tekanan 1 dyne/cm2 antara ujung sampel
menyebabkan fluida dengan viskositas dinamis 1 poise mengalir sebesar 1 cm3/s
(Gambar 4.5, atas). Dalam aplikasi geologi untuk tujuan praktis darcy biasanya terlalu
besar, sehingga digunakan satuan millidarcy (mD), di mana 1000 mD = 1D.
108
Gambar 4.6. Kolom pasir percobaan Darcy.
109
• Semakin kecil ukuran butir, semakin besar luas permukaan yang terpapar pada
cairan yang mengalir, menyebabkan gesekan yang lebih besar antara cairan dan
batuan, dan karenanya permeabilitas lebih rendah.
110
Gambar 4.7. Kurva permeabilitas relatif sistem minyak-air pada media pori jenuh air.
Oleh karena itu, jika diketahui suatu batuan dijenuhi oleh 100% air, maka permeabilitas
absolut terhadap air adalah kaw, dan hal yang sama berlaku untuk saturasi 100% dengan
minyak (kao), dan gas (kag). Jika kedua atau ketiga cairan ini hadir bersama di dalam
batuan pada beberapa kejenuhan parsial Sw, So dan Sg, kita dapat mengukur
permeabilitas efektifnya, yaitu kew, keo, dan keg, yang semuanya akan kurang dari
permeabilitas absolutnya. Penentuan dan perhitungan nilai permeabilitas relatif
dilakukan dengan mengekspresikan permeabilitas efektif sebagai fraksi permeabilitas
dasar, dan biasanya dinyatakan dalam permeabilitas absolut dari salah satu cairan yang
ada.
111
metode interpretasi menjadi lebih rinci, sehingga memungkinkan untuk memperkirakan
kandungan padatan primer pada batuan, biasanya sebagai pasangan mineral.
Seperti telah disebutkan di atas, efek litologi pertama mungkin disebabkan oleh adanya
lempung dan serpih dalam formasi yang dimaksud. Salah satu parameter yang telah
digunakan secara konsisten untuk memperhitungkan efek ini adalah volume serpih.
Seiring pemahaman kita tentang proses geologi, telah dipahami bahwa serpih dan
lempung adalah berbeda, dan batupasir lempungan biasanya tidak hanya pasir dengan
lempung yang bercampur, tapi pasir yang mengandung lempung yang bisa sangat
berbeda dengan lempung di dalam serpih di dekat lapisan pasir yang diminati. Sekali
lagi, literatur dan teknik penafsiran kita sering menggunakan istilah volume serpih dan
volume lempung secara bergantian, dengan maksud untuk menunjuk sifat fisik material
yang sama.
112
melakukan beberapa pengukuran selama pengeboran. Alat yang dibutuhkan untuk
pengukuran ini melekat pada batang bor di belakang bit, dan tidak menggunakan kabel.
Sebagai gantinya adalah menggunakan radio komunikasi pita lebar frekuensi rendah
melalui lumpur pengeboran konduktif. Pengambilan data seperti ini disebut sebagai
MWD (measurement while drilling~pengukuran saat pengeboran) untuk data
pengeboran sederhana, dan LWD (logging while drilling) untuk pengukuran analog
dengan jenis pengukuran wireline konvensional (Gambar 4.8).
Gambar 4.9 berikut menunjukkan tipikal log wireline. Dalam hal ini adalah log yang
mewakili radioaktif gamma alami dari suatu formasi. Perhatikan bahwa kedalaman
(dalam meter atau kaki) disusun secara vertikal, dan bagian kolom berisi nama kurva
log dan rentangnya. Contoh ini menunjukkan satu lajur data. Perhatikan juga bahwa
tidak ada simbol data yang ditunjukkan pada kurva. Simbol dipertahankan untuk
mewakili data inti diskrit dengan konvensi, sementara pengukuran terus menerus,
seperti log, ditunjukkan oleh kurva halus. Gambar 4.9 hanya menunjukkan sebagian
potongan kedalaman lubang bor, tapi log sebenarnya seringkali lebih panjang (ribuan
meter), dan umumnya komposit terdiri atas beberapa jenis atau jalur logging.
113
Gambar 4.9. Contoh log sinar gamma dan log neutron untuk mengenali lapisan
batubara.
Untuk pengeboran dalam dan komplek, misalnya pengeboran minyak, umumnya grafik
logging terdiri atas beberapa lajur yang memuat berbagai jenis log. Paling tidak di
dalam pengeboran minyak data log diplot beberapa besaran data dalam bentuk log yang
dihitung dari log dasar. Contoh parameter fisik dasar yang dapat diukur dengan lubang
sumur dengan log meliputi (a) log kaliper ~ ukuran lubang bor, (b) orientasi lubang bor,
(c) temperatur, (d) tekanan, (e) radioaktivitas alami dari batuan, (f) sifat akustik batuan,
(g) atenuasi yang diberikan oleh batuan terhadap radioaktivitas yang dihasilkan dari
alat, (h) sifat listrik batuan, (i) karakteristik NMR batuan, dan seterusnya. Contoh log
yang diturunkan dari log dasar di antaranya adalah (a) porositas batuan diturunkan
berasal dari log sonik atau log densitas, (b) saturasi air yang dihitung dari log porositas
dan log listrik, dan seterusnya.
Semakin dangkal sumur semakin sederhana kebutuhan jenis log yang digunakan, dan
disesuaikan dengan kebutuhan. Pada eksplorasi batubara di Indonesia umumnya
menggunakan 3 jenis logging, yaitu log R~resisitivity, log SP~spontaneous potential
dan log gamma ray, bahkan pada pengeboran airtanah sering hanya dengan melakukan
2 jenis logging, yaitu R dan SP saja.
114
4.3.2 Teknik Operasi Logging Wireline
Pengeboran minyak, panas bumi, airtanah dan CBM memerlukan data log untuk menilai
reservoir atau akuifer yang dikaji. Umumnya perusahaan mensub-kontrakkan pekerjaan
untuk melakukan pengukuran wireline ke perusahaan khusus logging. Perusahaan
wireline internasional di antaranya adalah Schlumberger, Halliburton, Gearhart, Dresser
Atlas dan Welex. Perusahaan lokal juga sudah banyak, meskipun jenis log dan
kemampuan kedalaman juga kecil. Log wireline dilakukan saat pengeboran, sebelum
casing dipasang, atau di akhir pengeboran. Pengerjaan wireline dapat dilakukan saat
formasi batuan yang baru dibor membentuk dinding lubang bor terbuka dan belum
dikonstruksi (open-hole logging) atau setelah lapisan disemen (grouting) atau casing
dipasangkan untuk menstabilkan lubang sumur (cased-hole logging). Jelas kualitas data
batuan yang terbaik adalah dari log lubang terbuka, dan perlu diketahui bahwa beberapa
jenis pengukuran log tidak dapat dilakukan sama sekali jika sudah terpasang casing.
Cased-hole logging membutuhkan alat khusus untuk mengoptimalkan pengukuran guna
menembus casing.
Penyiapan pelaksanaan logging wireline terdiri dari alat wireline, kawat itu sendiri,
perlengkapan kerekan (winch), dan kendaraan yang berisi alat penganalisis data dan
peralatan perekaman. Kendaraan biasanya berupa truk besar untuk pengukuran darat,
atau kabin yang dapat diangkut untuk digunakan pada rig (Gambar 4.10). Semua
perekaman dan pemrosesan data dapat langsung dilakukan secara digital dengan
menggunakan komputer dan prosesor yang canggih (Gambar 4.11). Alat pemindai data
dilekatkan pada kabel dan diturunkan ke lubang bor yang sudah dibersihkan dan stabil,
setelah batang bor dan bitnya diangkat/dikeluarkan dari lubang. Saat sudah mencapai
bagian bawah interval yang akan diukur, kabel perlahan-lahan ditarik naik dengan
kecepatan yang telah ditentukan. Pengukuran log dilakukan terus-menerus selama
proses ini. Kawatnya terbuat dari seikat kabel terbungkus, yang paling luar berbahan
baja dan membawa muatan, dan bagian terdalamnya terisolasi tembaga dan membawa
sinyal listrik. Wireline tersebut dikerek dan digulung dari lubang bor menggunakan
drum bermotor dengan kecepatan antara 300 sampai 1.800 m/jam.
Perlu dicatat bahwa semua log dijalankan selama penarikan dari dasar lubang lubang
bor ke atas, pengecualian adalah log temperatur, harus dijalankan dari atas ke dasar
lubang karena kehadiran perangkat kawat dan kabel di dalam lubang mengganggu
115
pembacaan temperatur. Ketegangan kawat dan kecepatan kawat terus dipantau dengan
menggunakan spidol magnetik yang menempel pada kawat sehingga jika ada alat yang
tersangkut dapat dideteksi. Informasi ini digunakan bersamaan dengan pengetahuan
tentang elastisitas alami kawat, yang menyebabkannya meregang akibat beratnya
sendiri, untuk menghitung kedalaman sesaat sepanjang proses logging berlangsung.
Data ditransmisikan ke permukaan melalui kabel dan direkam secara digital. Alat
modern menggambarkan formasi dengan interval dari 2,5 mm untuk alat pencitraan
definisi tinggi sampai sekitar 15 cm untuk alat yang lebih sederhana. Jadi untuk alat
kombinasi dengan beberapa log berbeda, mungkin ada sebanyak 100.000 pengukuran
berjalan per meter per log. Bergantung pada kecepatan logging, laju transmisi data dapat
mencapai 200 kb per detik. Data ini langsung dianalisis dengan menggunakan prosesor
yang canggih dan ditampilkan, sehingga kualitas data pengukuran langsung dapat
diperiksa dan dilakukan koreksi. Data juga dicatat ke dalam rekaman digital dan
teknologi saat ini memungkinkan data dapat dikirim ke kantor pusat melalui satelit
untuk analisis lebih lanjut.
116
Pengamatan dilakukan setiap saat untuk memastikan bahwa data logging yang
dihasilkan berkualitas tinggi. Metode untuk memastikan bahwa data berkualitas tinggi
meliputi; (a) melakukan pengulangan pada bagian pengukuran log pendek yang
mengalami lonjakan, (b) melakukan pengukuran tumpang tindih dari yang sebelumnya
dari alat yang sama, (c ) melakukan pengukuran di seberang pipa selubung di bagian
atas probe, (d) mengkalibrasi untuk kebutuhan lokal dari semua alat logging, baik
sebelum dan sesudah survei, dan (e) memastikan bahwa 'master' alat telah kalibrasi,
khususnya untuk log porositas yang bersifat sensitif.
Bergerak ke arah kanan, terdapat kolom kedalaman yang dinyatakan dalam kaki atau
meter. Berbagai skala kedalaman digunakan tergantung kepada resolusi yang diperlukan
untuk analisis tertentu. Di Eropa Barat dan Timur skala 1:1000 dan 1:500 sering
digunakan untuk korelasi antar-sumur skala besar, dan menggunakan skala optimum
117
1:200 untuk evaluasi petrofisika, 1:40 untuk korelasi dengan informasi inti bor, dan
1:20 untuk analisis rinci dipmeter. Di Amerika Serikat mereka menggunakan 1:1200;
1:600 dan 1:240. Rekaman log digital saat ini hampir dipastikan dapat ditampilkan dan
dicetak pada skala sesuai yang diperlukan. Bergerak lagi ke arah kanan, terdapat lajur 2
dan 3, yang mungkin memiliki skala linear atau logaritmik dan/atau gabungan. Lajur ini
secara tradisional dicadangkan untuk data densitas, porositas dan resistivitas. Semua
lajur dapat terdiri atas beberapa kurva log, dan kode untuk kurva, model garis dan warna
penggambaran misalnya garis putus-putus hijau, dan satuan skala ditampilkan pada
susunan bagian atas log. Kurva disusun sedemikian rupa sehingga bisa dibundel.
Kedalaman penyelidikan dapat sangat bervariasi pada kondisi perlapisan batuan yang
tidak homogen, dan dengan nilai yang berbeda-beda dari sifat-sifat litologi yang
bersangkutan. Kondisi tersebut haruslah dianggap hanya sebagai panduan kualitatif
untuk respon alat. Untuk pengukuran lainnya, kedalaman penyelidikan terinci akan
didefinisikan dengan baik oleh alat geofisika, dalam kasus ini misalnya resonansi
magnetik inti, atau hanya dapat diberikan sebagai nilai perkiraan, karena nilai yang
akurat terlalu bergantung pada sifat formasi, dalam kasus ini misalnya logging akustik
dan propagasi elektromagnetik. Istilah ini berlaku untuk semua pengukuran. Namun
pengukuran paling akurat adalah perangkat yang terfokus pada azimuth tertentu seperti
logging nuklir. Untuk perangkat azimuth simetris seperti log resistivitas, lebih tepat
118
digunakan istilah radius investigasi, karena deteksi alat mencakup beberapa arah yang
berbeda.
Gambar 4.13. Jenis peralatan logging, kedalaman ivestigasi dan resolusi yang dihasilkan
(Torres-Verdín, 2002).
119
ii) Resistivitas Lumpur Pengeboran (Rm)
Saat ini, sebagian besar sumur dibor dengan teknik pengeboran putar (rotary
drilling) dan menggunakan fluida khusus (lumpur bor) sebagai fluida sirkulasi.
Lumpur membantu menghilangkan dan mengangkat cutting dari lubang sumur,
melumasi dan mendinginkan mata bor, dan mempertahankan kelebihan tekanan
lubang bor di atas tekanan formasi. Memberikan kelebihan tekanan pada lubang bor
terhadap tekanan formasi adalah untuk mencegah terjadinya ledakan (blow out).
Densitas lumpur biasanya dijaga cukup tinggi sehingga tekanan hidrostatik pada
kolom lumpur lebih besar daripada tekanan formasi. Perbedaan tekanan ini
memaksa beberapa cairan pengeboran menginvasi formasi batuan berpori dan
permeabel. Seiring invasi, banyak partikel padat, yaitu mineral lempung dari lumpur
pengeboran, terjebak di sisi lubang bor dan membentuk mudcake (memiliki
resistivitas Rmc). Fluida yang tersaring dan masuk ke dalam formasi batuan selama
invasi disebut filtrat lumpur (Rmf). Nilai resistivitas lumpur pengeboran, mudcake,
dan filtrat lumpur dicatat pada header laporan log, dan selanjutnya digunakan
sebagai data bantu dalam interpretasi.
120
iii) Zona Terinvasi (Invaded Zone)
Zona di mana sebagian besar cairan asli diganti oleh filtrat lumpur disebut zona
terinvasi (invaded zone). Zona ini terdiri dari zona terbilas (flushed zone, dengan
resistivitas Rxo) dan zona transisi atau anulus (resistivitas Ri). Zona yang terbilas
terjadi di dekat lubang bor, di mana filtrat lumpur hampir terbilas keluar dari air
formasi (Rw). Zona transisi atau anulus, di mana cairan formasi dan filtrat lumpur
tercampur, terjadi di antara zona yang terbilas dan zona tidak terinvasi (uninvaded
zone, resistivitas Rt). Zona tidak terinvasi didefinisikan sebagai daerah di luar zona
terinvasi di mana air formasi tidak terkontaminasi oleh filtrat lumpur. Kedalaman
invasi filtrat lumpur ke zona terinvasi disebut sebagai diameter invasi (di), di mana
di adalah batas dalam zona terbilas dan dj batas luar zona terinvasi. Diameter invasi
diukur dalam inci atau dinyatakan sebagai rasio dj/dh (di mana dh adalah diameter
lubang bor). Derajat invasi yang terjadi bergantung pada permeabilitas mudcake dan
bukan pada porositas batuan. Secara umum, volume filtrat lumpur yang sama dapat
menginvasi batuan berporositas rendah dan porositas tinggi jika lumpur pengeboran
memiliki jumlah partikel padat yang sama. Partikel padat di dalam lumpur
pengeboran menyatu dan membentuk mudcake yang kedap terhadap air
(impermeabel). Mudcake kemudian bertindak sebagai penghalang untuk terjadinya
invasi lebih lanjut. Karena volume cairan yang sama dapat diinvasi sebelum
terbentuk penghalang lumpur yang kedap air, diameter invasi terbesar terjadi pada
batuan dengan porositas rendah. Hal ini terjadi karena batuan dengan porositas
rendah memiliki kapasitas penyimpanan atau volume pori yang lebih sedikit untuk
diisi dengan cairan penginvasi, dan akibatnya adalah pori-pori di sepanjang volume
batuan akan lebih banyak terpengaruhnya. Diameter invasi yang umum dalam
formasi permeabel adalah dj/dh = 2, untuk batuan dengan porositas tinggi dan dj/dh
= 5, untuk batuan antara porositas sedang; dan dj/dh = 10, untuk batuan dengan
porositas rendah.
121
perbedaan antara saturasi air di zona yang terbilas (Sxo) dan zona Sw yang tidak
diinvasi. Umumnya sekitar 70% - 95% minyak terbilas habis (Gambar 4.15);
minyak yang tersisa disebut minyak residu [Sro = (1,0 - Sxo), di mana Sro adalah
saturasi minyak residu atau ROS].
Sh = 1 - Sw
Di mana:
Sh = saturasi hidrokarbon (misal, Fraksi volume pori yang terisi hidrokarbon);
Sw = saturasi air dari zona tak terinvasi (yaitu, fraksi volume pori yang terisi air).
Rasio saturasi air zona tak terinvasi (Sw) terhadap saturasi air zona yang terbilas (Sxo)
adalah merupakan nilai indeks dari pergerakan hidrokarbon.
Gambar 4.15. Efek filtrat lumpur terhadap saturasi fluida (Halliburton, EL-1007).
122
4.5 Logging Kondisi Lubang Bor
4.5.1 Logging Temperatur
Temperatur formasi (Tf) sangat penting dalam analisis log, karena resistivitas lumpur
pengeboran (Rm), filtrat lumpur (Rmf), dan resistivitas air formasi (Rw) akan berbeda
dengan tergantung temperatur. Temperatur formasi dapat ditentukan berdasarkan data:
kedalaman formasi;
temperatur lubang bawah (BHT);
kedalaman keseluruhan sumur (TD);
temperatur permukaan.
Nilai yang rasional untuk temperatur formasi dapat ditentukan dengan menggunakan
data ini dan dengan mengasumsikan gradien geothermal linier (Gambar 4.16).
Temperatur formasi dapat dihitung dengan menggunakan persamaan regresi linier
(Asquith, 1980):
y = mx + c
123
Contoh:
Berapa temperatur formasi (Tf) di kedalaman 800 feet, jika didapatkan data sebagai
berikut:
y = bottom hole temperature (BHT) = 250°F;
x = total depth (TD) = 15,000 ft;
c = rata-rata temperatur permukaan tahunan = 70°F;
maka; m = (y – c)/x
= (250°F - 70°F)/ 15,000 ft
= 0.012oF/ft atau 1.2o F/100 ft
Dengan menggunakan persamaan di atas (y = mx + c), diperoleh temperatur formasi (Tf)
pada kedalaman 800 ft adalah 166oF.
Gambar 4.16. Bagan untuk memperkirakan temperatur formasi (Tf) terhadap kedalaman
(gradien geothermal diasumsikan linier).
124
jauh lebih tinggi (sampai 85oC/km) ditemukan di daerah yang aktif secara tektonik, dan
yang lebih rendah (0,05oC/km) yaitu di paparan kontinental yang stabil. Maka pada
cekungan sedimen normal, temperatur lubang bawah (BHT) untuk sumur kedalaman
3.000 m dengan gradien geothermal sebesar 25oC/km, dan jika temperatur permukaan
15oC, maka temperatur dasar sumur adalah 90oC. Nilai tersebut mengasumsikan gradien
geothermal konstan. Dalam praktiknya hal ini jarang terjadi karena adanya perbedaan
konduktivitas termal batuan antara dasar lubang dan permukaan, dan fluktuasi
temperatur permukaan yang menembus bawah permukaan serta adanya anomali
temperatur bawah permukaan. Batuan berkonduktivitas termal rendah, seperti serpih,
bertindak sebagai isolator dan memiliki gradien temperatur yang besar di atasnya,
sedangkan batuan konduktivitas termal yang tinggi, seperti batugaram, memungkinkan
konduksi panas secara efisien, dan memiliki gradien temperatur kecil di atasnya.
Log temperatur mengukur temperatur fluida bor bukan formasi itu sendiri. Oleh karena
itu, pengukuran temperatur yang dilakukan selama pengeboran (MWD dan LWD)
secara konsisten temperatur lebih rendah daripada temperatur formasi, karena lumpur
pengeboran bersirkulasi. Pengukuran temperatur yang dilakukan pada log wireline
beberapa saat setelah sirkulasi fluida pengeboran berhenti juga merendahkan temperatur
formasinya. Pengukuran temperatur yang dilakukan oleh log wireline pada waktu yang
berlangsung lama setelah sirkulasi fluida berhenti nilainya akan semakin mendekati
125
temperatur formasi sebenarnya. Kegunaan log temperatur di antaranya adalah
sebagaimana ditabelkan seperti berikut (Tabel 4.2).
Tabel 4.2. Kegunaan log temperatur.
No Penggunaan Keterangan
Sensor alat logging lainnya sensitif terhadap suhu. Pengukuran suhu dapat
1 Koreksi alat lainnya digunakan untuk memperbaiki hal ini, atau untuk mengenali suhu yang
berada di luar jangkauan operasi alat yang salah.
Beberapa parameter yang diukur dengan alat lain sensitif terhadap suhu.
Contoh terbaik adalah log resistivitas. Data suhu digunakan untuk
2 Koreksi pengukuran o o
memperbaiki data resistivitas semua ke standar 24 C (75 F) sehingga
tidak bergantung pada kedalaman dan dapat dibandingkan.
Kematangan hidrokarbon (maturation ) tergantung pada suhu
3 Pematangan hidrokarbon
maksimum yang harus dialami bahan organik, juga waktu dan tekanan.
Log temperatur kontinyu mencatat perbedaan gradien termal yang
4 Korelasi dihasilkan dari perbedaan konduktivitas termal formasi. Perbedaan ini
bisa digunakan untuk korelasi.
Log terus menerus dapat mengamati interval kenaikan (atau penurunan)
suhu yang disebabkan oleh masuknya cairan yang lebih panas (atau yang
5 Gerakan fluida
lebih dingin) ke lubang bor melalui matriks batuan, atau umumnya melalui
fraktur paten.
Log kontinyu juga mencatat adanya zona overpressured, di mana cairan
6 Zona overpressured overpressure yang panas keluar dari lubang bor dan ditandai dengan
kenaikan suhu yang terukur.
Log Kaliper adalah alat untuk mengukur diameter dan bentuk lubang bor. Alat ini
memiliki 2, 4, atau lebih lengan yang dapat diperpanjang. Lengannya bisa bergerak
masuk dan keluar saat alat ditarik dari lubang bor, dan gerakannya diubah menjadi
sinyal listrik dengan potensiometer. Pada kedua lengan dari alat tersebut (Gambar 4.17),
diameter lubang bor diukur, bersama dengan referensi ukuran bit. Diameter lubang bor
mungkin lebih besar dan lebih kecil dari ukuran bitnya. Banyak lubang bor bisa
mencapai bentuk oval setelah pengeboran. Hal ini disebabkan efek tekanan pada kerak
bumi yang berbeda pada arah yang berbeda sebagai hasil gaya tektonik. Dalam lubang
126
lonjong, jika kedua lengan kaliper akan mengunci sumbu panjang dari penampang oval,
memberikan nilai diameter lubang bor yang lebih besar dari yang diperkirakan semula.
Pada alat 4 lengan (dual caliper), kedua pasang lengan bekerja berlawanan untuk
memberikan data diameter lubang bor pada dua arah tegak lurus. Contoh alat log kaliper
4 lengan adalah Borehole Geometry Tool (BGT). Alat ini memiliki 4 lengan yang bisa
dibuka hingga 30 inci, dan memberikan dua pembacaan kaliper yang saling tegak lurus.
Alat ini juga menghitung dan mengintegrasikan volume lubang bor dan mencakup
sensor yang mengukur arah (azimuth) dan kemiringan lubang bor, yang berguna dalam
merencanakan lintasan lubang bor. Dalam alat multi-lengan, hingga 30 lengan disusun
di sekitar alat yang memungkinkan bentuk rinci dari lubang bor yang akan diukur.
127
nilai kaliper dapat diinterpretasikan berdasarkan kondisi ukuran lubang yang terbentuk,
sebagaimana ditampilkan pada Tabel 4.3 berikut:
Tabel 4.3 Interpretasi faktor berpengaruh kepada nilai kaliper.
Diameter
Penyebab Perkiraan Litologi
Lubang
Batupasir masif
Formasi terkonsolidasi baik
Sesuai Ukuran Serpih gampingan
Bit Batuan beku
Formasi Non-permeabel
Batuan metamorf
1. Formasi larut kedalam lumpur
1. Batugaram dibor menggunakan air tawar
bor.
> Ukuran Bit
2. Pasir tidak terkonsolidasi, kerikil atau
2. Formasi lembek dan berongga.
serpih rapuh.
1. Formasi batuan mengembang
1. Serpih mengembang.
dan mengalir menuju lubang bor.
< Ukuran Bit
2. Terbentuk mudcake tebal pada
2. Batupasir porous dan permeabel.
formasi porous dan permeabel.
128
4.6 Logging Formasi
Sebagaimana sudah dijelaskan, jenis-jenis logging di atas dimaksudkan untuk
mengetahui kondisi lingkungan lubang bor. Data yang diperoleh nantinya digunakan
untuk analisis lebih lanjut di dalam mengevaluasi formasi batuan. Secara umum logging
formasi dibagi menjadi 3 (tiga) kelompok, yaitu:
a) Logging Listrik (Log Spontaeous Potential dan Log Electrical Resistivity)
b) Logging Nuklir (Radioaktif);
c) Logging Sonik (Akustik);
Kedua efek ini adalah hasil migrasi ion dari larutan yang terkonsentrasi ke dalam
larutan yang lebih encer (dilute), dan sebagian besar dipengaruhi oleh mineral lempung
yang bersifat menurunkan mobilitas ion negatif (anion). Membran potensial terbentuk
dari air formasi di dalam serpih atau lempung dengan fluida dalam lubang bor, sehingga
129
hal ini akan membentuk sebuah sistem dengan tiga komponen (air formasi – lempung –
fluida bor, Gambar 4.18). Pertemuan potensial cairan berkembang antara filtrat di zona
invasi dan air formasi. Jika kolom cairan di lubang bor lebih asin daripada air di dalam
zona akuifer/reservoir, arus dan log akan terbalik. Aliran potensial disebabkan oleh
pergerakan elektrolit melalui lapisan permeabel dan yang paling substansial adalah
terjadi pada interval kedalaman di mana air bergerak keluar-masuk di dalam lubang
(zona difusi potensial).
Potensial ini berada di persimpangan antara zona yang tidak diinvasi dan serpih atau
batuan kedap air lainnya yang menyelingi lapisan permeabel. Lapisan ini biasanya
serpih atau batulempung, dan penjelasan berikut terutama berlaku untuk serpih dan
juga berlaku untuk batuan permeabilitas rendah lainnya. Serpih memiliki sifat fisik
memperlambat jalannya anion. Ini disebut anselia atau elektronegatif
permselectivity dan merupakan sifat dari membran. Hal ini disebabkan lapisan
ganda listrik yang ada pada antarmuka fluida dalam formasi, dan memiliki
kemampuan untuk menyingkirkan anion dari pori-pori yang lebih kecil di batuan
(anion exclusion).
130
Gambar 4.18. Mekanisme pergerakan elektrolit dalam sistem 3 komponen (air formasi –
lempung – fluida bor) di dalam lubang bor (modifikasi dari Glover, 2000).
Kekuatan efek ini bergantung pada mineralisasi serpih, konsentrasi fluida dan pH
fluida. Sebagian besar batuan lainnya menunjukkan perilaku yang sama, namun
pada tingkat konsentrasi dan pH cairan yang lebih rendah, secara geologi akan lebih
mudah meskipun permselectivity kation masih dimungkinkan. Umumnya serpih di
bawah permukaan adalah bersifat membran anion permselecting yang efisien
sehingga dapat mengusir hampir semua anion, misalnya ion klorida. Hal ini
menyebabkan serpih menjadi lebih positif daripada uninvaded zone, dan karenanya
ada potensial membran listrik yang menyebabkan arus mengalir dari zona yang
diinvasi ke dalam serpih. Analogi sistem ini diilustrasikan pada Gambar 4.18 (kiri
atas).
2) Potensial Difusi
Potensial ini berada di persimpangan antara zona yang diinvasi (invaded zone) dan
zona yang tidak diinvasi (uninvaded zone), dan merupakan akibat langsung dari
adanya perbedaan salinitas antara filtrat lumpur dan fluida di dalam formasi batuan.
Mekanismenya dapat dijelaskan sebagai berikut; asumsikan bahwa sesaat fluida
formasi lebih banyak mengandung garam daripada filtrat lumpur, dan bahwa satu-
131
satunya ion terlarut dalam sistem adalah Na+ dan Cl-, seperti NaCl. Anion klorida
memiliki mobilitas yang lebih tinggi daripada kation natrium. Ketika kedua cairan
tersebut bersentuhan melintasi antarmuka antara zona yang diinvasi (invaded zone)
dan zona yang tidak diinvasi (uninvaded zone), maka difusi akan terjadi. Ion dari
filtrat lumpur salinitas tinggi akan menyebar ke zona yang diinvasi untuk mencoba
menyeimbangkan salinitas. Anion klorida lebih aktif bergerak dan lebih banyak
berdifusi ke zona yang diinvasi daripada kation natrium. Hasil bersihnya adalah
aliran muatan negatif ke zona yang diinvasi, yang membentuk ketidakseimbangan
muatan (beda potensial) yang disebut potensial difusi. Potensial difusi menyebabkan
arus mengalir (dari negatif ke positif) dari invaded zone ke uninvaded zone.
Skenario ini diilustrasikan pada Gambar 4.18 (kiri bawah) untuk sistem analog, dan
diterapkan pada lingkungan lubang bor pada Gambar 4.18 (kanan).
132
dengan kelebihan ion negatif dalam cairan yang dekat dengan permukaan. Hadirnya
lapisan yang berkelebihan cairan negatif di dekat permukaan ini memastikan
kesetimbangan muatan global dan selalu bergerak (mobile layer). Jika tidak ada
aliran fluida, maka situasinya akan setimbang secara elektrik. Namun, jika terjadi
pergerakan fluida akibat sirkulasi filtrat lumpur melalui mudcake, lapisan mobile
tersebut bergerak untuk membentuk arus potensial (potential streaming). Karena
lumpur secara anionik permselektif (seperti serpih), potensial yang timbul selalu
negatif, di mana arus mengalir dari lubang bor ke dalam formasi melalui mudcake.
Dengan demikian, potensial elektrokinetik total adalah Ek = Emc + Esw, dan karena Emc
dan Esw memiliki polaritas yang sama, nilai Ek adalah perbedaan antara nilai absolutnya,
yaitu: Ek = | Emc | + | Esw |.
133
Gambar 4.19. Pengaruh salinitas lumpur–air formasi terhadap respon potensial diri (SP,
modifikasi dari Glover, 2000).
134
perkembangannya teknik ini umumnya telah diganti dengan menggunakan log GR
(gamma ray) yang memiliki resolusi lebih tinggi dan lebih dapat diandalkan.
135
4) Perhitungan Shale Baseline dan Saturasi Air (Rw)
Penggunaan log SP untuk perhitungan kuantitatif utamanya adalah untuk
menentukan shale baseline dan saturasi air, yang meliputi:
a) Untuk menentukan garis batas shale baseline dan Static-SP (SSP), yaitu:
Tanpa nilai absolut, SP diperlakukan secara kuantitatif dan kualitatif dalam
hal defleksi yaitu jumlah kurva bergerak kekiri atau kekanan dari garis yang
didefinisikan sebagai garis SP nol;
Definisi garis SP nol dibuat pada interval serpih paling tebal di mana
defleksi kurva SP tidak banyak berubah bergerak. Garis disebut garis dasar
serpih (shale baseline), untuk selanjutnya semua nilai akan diikatkan dengan
garis ini;
Defleksi maksimum teoretis dari SP yang berlawanan dengan lapisan
permeabel disebut SP statis atau SSP. Defleksi ini mewakili nilai SP yang
akan diamati, dalam kondisi ideal di mana lapisan permeabel dapat diisolasi
secara elektrik.
136
Rm = Resistivitas fluida bor (ohm-m);
Rw = Resistivitas air formasi (ohm-m).
Di samping itu, log SP sangat berguna bila tidak ada sampel air formasi atau lapisan
pasir yang tersedia untuk memperoleh Rw. Beberapa metode yang dapat dipilih untuk
menghitung nilai Rw melalui log SP di antaranya adalah Quick-Look Method, Single
Chart Method, Smits Method, Sila - Bassiouni Method, dll (Rider, 1996):
Resistivitas suatu material adalah kemampuan atau sifat inheren dari semua bahan,
terlepas dari bentuk dan ukurannya, untuk menahan aliran arus listrik. Bahan yang
berbeda memiliki kemampuan yang berbeda dalam menghambat arus listrik. Sementara
daya hambat material tergantung pada bentuk dan dimensinya, yang berarti
resistivitasnya adalah properti invarian, sehingga pengertian resistansi suatu bahan
adalah kebalikan dari sifat konduktivitas bahan. Dalam penafsiran log, baik batuan, air
tawar maupun hidrokarbon pada suatu formasi semuanya diasumsikan bertindak sebagai
isolator dan oleh karenanya bersifat non-konduktif terhadap aliran arus listrik. Air
garam adalah konduktor dan memiliki resistivitas rendah. Walaupun secara tidak
langsung, resistivitas suatu fluida formasi diukur dari jumlah dan/atau salinitas air
formasi. Secara fisis, unit pengukuran yang digunakan untuk konduktor dalam kubus
formasi dengan luas 1 m2 pada masing-masing sisinya, merupakan unit yang diukur
dalam ohm-meter2/meter dan disebut ohm-meter (Gambar 4.21).
137
dan tingkat fraksional saturasi pada setiap fluida yang ada dalam formasi. Dasar dari
persamaan Archie adalah Hukum Ohm.
Hukum Ohm menyatakan bahwa arus yang mengalir, (I), dari titik A ke titik B pada
konduktor sebanding dengan perbedaan potensial listrik, (E), antara titik A dan titik B.
Konstanta proporsionalitasnya disebut dengan konduktansi listrik, (c). Arus diukur
dalam ampere (A), beda potensial dinyatakan dalam volt (V), dan konduktansi dalam
siemens (S), hubungannya antar-ketiganya dapat dituliskan sebagai berikut:
Dengan mendefinisikan suatu tahanan listrik atau resistansi (r, diukur dalam ohm ~),
sebagai kebalikan dari konduktansi, maka:
Sehingga:
Jadi, jika kita mengambil sampel batuan yang berbentuk silinder dengan dua permukaan
datar A dan B, dan dilewatkan arus dengan perbedaan potensial sebesar E, di mana E
= EA - EB di antara ujung permukaannya, maka arus akan mengalir menembus batuan
dari A ke B. Jika kita lakukan pengukuran arus dan beda potensial, maka besarnya
resistansi sampel batuan adalah I = c E.
138
4.6.1.2.2 Hubungan antara SP dan R
Dalam suatu formasi batuan yang bersifat permeabel, gaya elektrokimia total yang
sesuai dengan hubungan antara fluida dan potensial membran adalah:
Karena aktivitas kimia tidak banyak berpengaruh pada analis log, persamaan di atas
dapat dinyatakan dalam bentuk resistivitas air, yang juga tergantung pada suhu formasi,
filtrat lumpur dan resistivitas air dalam formasi, melalui hubungan:
139
Rw = Resistansi air formasi;
F = Faktor formasi (faktor resistivitas formasi).
Seiring meningkatnya kadar air garam dalam formasi batuan, resistivitas formasi akan
menurun (periksa kembali Gambar 4.21). Batuan yang mengandung minyak atau gas
akan memiliki resistivitas lebih tinggi daripada batuan yang sama yang benar-benar
jenuh dengan air asin. Demikian juga halnya dengan meningkatnya kandungan serpih,
matriks batuan akan menjadi lebih konduktif. Eksperimen Archie juga mengungkapkan
bahwa faktor formasi (F) dapat dikaitkan dengan porositas formasi melalui persamaan
berikut:
140
faktor formasi (F) bergantung pada porositas formasi batuan, geometri pori, litologi
formasi, derajat sementasi, dan jenis serta jumlah kandungan lempung di dalam batuan.
Tabel 4.4. Nilai kisaran a dan m (Asquith dan Krygowski, 2004).
a : Tortousity
m : Sementasi Keterangan
faktor eksponen
1.00 2.00 Karbonat
0.81 2.00 Batupasir terkonsolidasi
0.62 2.15 Pasir tidak terkonsolidasi (Humble formula)
1.45 1.54 Pasir umum, rata-rata (after Carothers, 1968)
1.65 1.33 Pasir lempungan (after Carothers, 1968)
1.45 1.70 Pasir gampingan (after Carothers, 1968)
0.85 2.14 Karbonat (after Carothers, 1968)
(2.05- Φ)
1.00 Φ Pasir bersih, bundar (after Sethi, 1979)
Tabel 4.3 mengilustrasikan rentang nilai untuk a dan m. Pada interpretasi awal atau
pada tingkat pengenalan, dan/atau bila tidak ada pengetahuan tentang parameter lokal,
untuk mendapatkan perkiraan awal saturasi air, nilai yang dapat digunakan untuk a dan
m masing-masing adalah 1,0 dan 2,0. Saturasi air (Sw) ditentukan dari resistivitas air
formasi (Ro) dan resistivitas formasi aktual (nilai sebenarnya) melalui hubungan berikut:
di mana n adalah eksponen saturasi, yang nilainya bervariasi dari 1,8 sampai 2,5 namun
paling umum diasumsikan 2. Dengan menggabungkan persamaan di atas, maka
persamaan saturasi air dapat ditulis ulang dalam bentuk berikut:
Inilah rumus yang sering disebut sebagai persamaan Archie untuk saturasi air (Sw).
Semua metode penafsiran yang ada yang melibatkan kurva resistivitas diturunkan dari
persamaan ini. Dalam bentuknya yang paling umum, persamaan Archie dituliskan
menjadi:
141
4.6.1.2.4 Hukum Archie Kedua (Saturasi Air Parsial, Sw)
Archie juga memeriksa hasil pekerjaan peneliti lain yang melakukan eksperimen pada
resistivitas batupasir jenuh sebagian (fraksional). Dia mengamati bahwa resistivitas bulk
dari suatu batuan, Rt, yang sebagian jenuh dengan resistivitas fluida cair, Rw, berbanding
lurus dengan resistivitas batuan saat sepenuhnya jenuh dengan cairan yang sama, yaitu:
Rt I Ro
Ro adalah resistivitas batuan yang terisi air (ohm-m), sedangkan konstanta
proporsionalitas (I) disebut sebagai indeks resistivitas yang menggambarkan efek
desaturasi parsial batuan:
• Jika batuannya benar-benar jenuh, I = 1,00.
• Jika batuan tersebut penuh dengan udara kering (yaitu, tidak jenuh dengan cairan
konduktif), maka I.
Oleh karena itu, indeks resistivitas bervariasi antara satu sampai tak terhingga
tergantung pada tingkat kejenuhan batuan. Pengamatan Archie membuktikan secara
empiris adanya hubungan berikut terjadi pada batupasir:
I = Sw-n
di mana: Sw = kejenuhan air fraksional batuan
I = indeks resistivitas
N = eksponen saturasi.
Berdasarkan kedua persamaan tersebut dapat digabungkan menjadi bentuk yang dikenal
sebagai Hukum Kedua Archie:
Rt = Ro Sw-n
Eksponen saturasi biasanya memiliki kisaran nilai antara 1,8 sampai 2,0. Nilai tersebut
dapat diperoleh dari percobaan laboratorium pada sampel inti.
Gambar 4.23 berikut menunjukkan hubungan antara resistivitas formasi batuan (Rt)
pada saturasi air dan resistivitas air untuk formasi dengan porositas 10% dan porositas
30%. Berdasarkan pada Gambar 4.23 tersebut, dalam formasi porositas 10% yang
142
diresapi dengan campuran hidrokarbon dan air laut, Rt kira-kira 20 ohm-m pada saturasi
air 100%. Rt meningkat menjadi 80 ohm-m pada saturasi air 50%, dan sampai 500 ohm-
m pada 20% saturasi air. Data resistivitas biasanya diplot pada skala logaritmik.
Gambar 4.23. Resistivitas formasi (Rt) sebagai fungsi saturasi air (Sw) dan resistivitas air
(Rw) untuk formasi dengan porositas 10% (a), dan 30% (b); (Glover, 2000).
143
Gambar 4.24. Kejenuhan reservoir terhadap air (Sw), minyak (SO atau Sh) dan gas (SG).
(Sumber: http://www1.uis.no/Fag/Learningspace_kurs/PetBachelor/webpage/)
Sedangkan pada logging sumur, umumnya tiga rangkaian tersebut digabung sebagai
elektroda yang bergerak di sepanjang lubang bor (disebut sonde). Elektroda keempat,
bisa elektroda potensial atau pun elektoda arus ditanam di tanah atau ditempatkan di
145
permukaan lubang sumur. Generator atau baterai digunakan untuk memasok arus ke
elektroda. Instrumen perekam disambungkan ke sumur melalui kerekan kabel (winch)
yang dipasang dari truk logging (Gambar 4.26). Pada log resistivitas konvensional, tiga
elektroda dipasang pada alat pengukur (sonde). Penempatan elektroda arus dan
potensial akan menentukan jenis sonde. Bila satu arus dan satu elektroda potensial
disimpan berdekatan satu sama lain dibandingkan dengan jarak dari arus/potensial lain
pada sonde, ini disebut sonde potensial normal. Biasanya jarak elektroda ketiga dijaga
setidaknya 5 kali jarak dari dua elektroda yang berjarak dekat lainnya. Bergantung pada
jumlah elektroda arus pada sonde, dalam rangkaian ini juga dikenal sebagai unipolar
atau bipolar. Untuk sonde potensial normal, jarak AM disebut panjang sonde dan untuk
sonde lateral (disebut juga sonde gradien) jarak AO adalah panjang sonde di mana 0
adalah titik tengah pasangan elektroda (Gambar 4.26). Panjang sonde konvensional
adalah AM = 16'' dan 64'' dan AO = 18,8''. AM = 16, disebut sebagai sonde normal
pendek (Short Normal ~ SN) dan AM = 64'' disebut sebagai sonde normal panjang
(Long Normal ~ LN), dan perlu diketahui, panjang sonde tersebut bisa diubah-ubah.
Secara garis besar berdasarkan konfigurasi elektrodanya log resistivitas dibagi menjadi
2, yaitu (i) log resistivitas konvensional dan (ii) log resistivitas modern (laterolog).
Terlepas dari konfigurasi tersebut, log resistivitas memiliki sejumlah kegunaan
kualitatif, di antaranya adalah (i) indikasi litologi, (ii) analisis fasies dan elektro-fasies,
(iii) korelasi, (iv) penentuan tekanan berlebih (overpressure), (iv) penentuan porositas
serpih, (v) indikasi pemadatan, dan (vi) penyidikan batuan sumber (akuifer atau
reservoir).
146
Pada log resistivitas konvensional sebagaimana telah disinggung sebelumnya, rangkaian
tersebut secara teoritis adalah merupakan prinsip dasar untuk kerja alat logging
resistivitas konvensional, yaitu apa yang disebut log normal. Jarak AM = r disebut
spacing. Dua jarak biasanya digunakan, yaitu jarak Short Normal sebesar 16 inci, dan
jarak Long Normal sama dengan 64 inci. Semakin panjang jarak, semakin besar
kedalaman penetrasi arus ke dalam formasi, namun resolusi vertikalnya semakin rendah.
Sedangkan log resistivity modern dikenal sebagai laterolog (atau guard log, Gambar
4.27), adalah logging resistivitas yang dikembangkan untuk mendapatlan hasil
pembacaan yang akurat tentang resistivitas formasi di dalam lubang yang dibor dengan
lumpur berbasis air asin. Ada berbagai desain alat laterolog namun prinsip utama
operasinya adalah pengaturan tiga elektroda di mana suplai arus dengan intensitas
konstan dipasok ke elektroda pusat. Intensitas arus variabel ditransmisikan ke dua
elektroda sekitar (guard atau penjaga) yang besarnya disesuaikan. sehingga terdapat
potensial nol terhadap elektroda pusat. Akibatnya, arus pada elektroda pusat dibatasi
mengalir secara radial ke luar sebagai "cakram arus" ke dalam formasi sekitarnya.
Ketebalan cakram ditentukan oleh jarak elektroda penjaga sedangkan kerapatan arus
pada jarak lateral dari elektroda pusat berbanding terbalik dengan jarak tersebut kali
spacing. Penurunan radius potensial cakram ke formasi dipantau kembali oleh elektroda
jarak jauh. Akibatnya diperoleh pengukuran resistivitas semu, yang merupakan hasil
penjumlahan oleh kontribusi resistivitas lumpur bor, zona invasi dan resistivitas formasi
yang tidak terinvasi. Dalam situasi di mana lumpur relatif konduktif, tingkat invasi
terbatas dan resistivitas formasi cukup tinggi, pembacaan resistivitas semu ini
merupakan perkiraan yang paling mendekati resistivitas sebenarnya (true resistivity)
dari formasi batuan.
147
Gambar 4.27. Konfigurasi Resistivitas Konvensional dan Laterolog (Glover, 2000; Ellis
dan Singer, 2008).
148
4.6.1.2.7 Prinsip Pengukuran dan Teknik Interpretasi Log R
Log resistivitas dapat diterapkan dalam banyak jenis penyelidikan, tergantung kepada
tujuan dan target yang diinginkan serta jenis rangkaian yang diterapkan. Oleh sebab itu
uraian mengenai kegunaan log resistivitas berikut tidak terlepas jenis rangkaian,
kegunaan dan interpretasinya.
Karakteristik kurva yang dihasilkan dari log resistivitas tergantung pada jenis sonde
(potensial) dan rasio berikut:
a) Rasio resistivitas formasi terhadap resistivitas formasi sekitarnya (Rt/Rs);
b) Resistivitas formasi terhadap resistivitas lumpur bor (Rt/Rm);
c) Panjang sonde terhadap diameter lubang bor (L/d);
d) Rasio ketebalan pada formasi dan diameter lubang bor (h/d).
Lapisan disebut tebal adalah jika ketebalannya lebih besar dari panjang sonde, dan
sebaliknya lapisan tipis adalah lapisan di mana panjang sonde lebih besar dibandingkan
ketebalannya. Kurva resistivitas semu (apparent resistivity) baik formasi resistif dan
konduktif serta lapisan tebal dan tipis akan menunjukkan karakteristik yang berbeda
untuk sonde potensial dan gradien (Gambar 4.28).
Gambar 4.28. Tipikal respon log resistivitas dan defeksi terhadap ketebalan lapisan.
149
Alat resistivitas secara langsung mengukur efek medan elektromagnetik pada lapisan
batuan. Perangkat resistivitas membutuhkan cairan konduktif di dalam sumur bor untuk
membawa arus, sedangkan alat induksi dapat digunakan di hampir semua lingkungan.
Dengan alat ini, kedalaman investigasi yang berbeda dapat dicapai dengan
memvariasikan jarak antara sumber sinyal dan sensor. Fokus koil atau elektroda sering
digunakan untuk meningkatkan kedalaman penyelidikan yang efektif dan untuk
memperbaiki respons batas lapisan batuan.
Dalam formasi yang mengandung minyak atau gas, keduanya merupakan isolator,
resistivitas merupakan fungsi dari faktor formasi F, resistivitas air Rw, dan saturasi air
Sw. Saturasi cairan dalam formasi adalah rasio volume yang ditempati oleh cairan
terhadap volume pori total, yaitu fraksi porositas yang ditempati oleh fluida tertentu.
Di samping itu nilai resistivitas tergantung kepada sifat konduktivitas material. Ada dua
jenis konduksi umum yang menarik bagi kita, yakni elektrolitik dan logam. Dalam
konduksi elektrolitik, mekanismenya bergantung pada keberadaan garam terlarut dalam
cairan seperti air. Tabel 4.6 berikut menggambarkan resistivitas beberapa bahan tipikal.
Tabel 4.6. Tipikal nilai resisitivitas beberapa batuan, mineral dan fluida.
Resistivity Resistivity
No Medium No Medium
(W m) (W m)
11
1 Batulumpur (mud rock) 1–200 14 Mika 4x10
11
2 Batulempung 5–60 15 Feldspar 4x10
9 16
3 Serpih 10–100 16 Minyak dan Gas 10 –10
3
4 Pasir Unconsolidated sand 2–50 17 Kalsit 5x10
−6 −4
5 Pasir masif (Tight sand) 20–1000 18 Grafit 10 –3x10
−4 −3
6 Oil-sand 2–1000 19 Magnetit 10 –6x10
−4
7 Batugamping cangkang 20–2000 20 Pirit 10
−3
8 Batugamping 50–10,000 21 Tembaga pirit 10
9 Dolomite 50–10,000 22 Minyak dan Gas
5
10 Basal 60–10 23 Gas
5
11 Granit 60–10 24 Air Formasi (Brine ~15 °C, 2 kppm) 3.4
4 6
12 Anhidrit 10 –10 25 Air Tawar
12 14
13 Kuarsa 10 –10 26
Perhatikan kisaran variasi resistivitas air garam, yang bergantung pada konsentrasi
NaCl. Batuan pada dasarnya adalah isolator. Fakta bahwa batuan reservoir memiliki
konduktivitas yang dapat dideteksi adalah merupakan indikasi adanya konduktor
elektrolitik di dalam ruang pori. Dalam beberapa kasus, resistivitas batuan dapat terjadi
150
karena adanya logam, grafit, sulfida logam, atau lempung. Tabel tersebut menunjukkan
bahwa resistivitas formasi berkisar antara 0,5 sampai 103 m, hampir empat kali lipat.
Konduktivitas yang sebenarnya akan tergantung pada resistivitas air di dalam pori dan
jumlah atau volume air yang ada. Pada tingkat yang lebih rendah, hal ini akan
bergantung pada litologi matriks batuan, kandungan lempungnya, dan teksturnya
(ukuran butiran, dan distribusi pori, lempung, dan mineral konduktif).
(1). Dalam bidang pengeboran eksplorasi dan produksi sumur minyak dan gas, log
resistivitas mengukur kandungan elektro-kimia dari ruang pori dalam formasi
batuan di sekitar sumur. Minyak dan gas terhadap saturasi air ditentukan dengan
mengukur resistivitas. Interpretasi data resistivitas secara rutin digunakan untuk
menentukan nilai akhir kandungan minyak dalam resevoir.
a. Log resistivitas berguna di dalam memperkirakan porositas batuan berpori,
karena hubungan terbalik antara resistivitas dan porositas, laterator ganda
dapat digunakan untuk menghitung porositas batuan dari persamaan Archie
jika batuan tidak mengandung lempung/serpih atau jika kontribusi konduksi
permukaan terhadap sinyal diabaikan.
b. Perkiraan Porositas Rekahan, hal ini dapat diperkirakan dari pemisahan antara
pengukuran zona invasi dalam dan dangkal berdasarkan pengamatan bahwa
yang pertama sensitif terhadap keberadaan fitur konduktif horisontal saja,
sementara yang terakhir merespons struktur konduktif horizontal dan vertikal.
(2). Dalam bidang pengeboran sumur airtanah, besaran resistivitas yang diperoleh dari
lubang bor digunakan untuk mengukur kandungan elektro-kimia dari ruang pori
pada formasi batuan yang mengelilingi lubang sumur. Log resistivitas
memberikan perbedaan yang jelas mengenai kuantitas dan kualitas air, seperti
dalam penentuan kedudukan muka airtanah statis yang dapat didefinisikan dengan
interpretasi data resistivitas. Batuan dasar dianggap sebagai dasar dalam
penentuan zona mengandung air potensial (akuifer). Bila ketebalan zona penghasil
air telah dapat teridentifikasi, maka kuantitas air diketahui. Kualitas air bervariasi
151
dari air tawar hingga air asin yang bersifat konduktif yang sangat konduktif.
Kualitas air dapat diturunkan dari data resistivitas melalui identifikasi ukuran total
padatan terlarut (TDS);
(3). Dalam bidang eksplorasi dan pertambangan mineral logam, pengukuran
resistivitas menggunakan prinsip interpretasi kebalikan dari konduktivitas.
Konduktivitas suatu batuan berkaitan dengan kandungan logam atau sulfida di
dalam batuan dan yang membentuk formasi batuan. Informasi kuantitatif
diberikan pada konsentrasi relatif zona mineralisasi termasuk zona target jenis
endapan porfiri;
(4). Dalam bidang eksplorasi dan pertambangan batubara, dalam industri
pertambangan batubara, log resistivitas digunakan selama eksplorasi khususnya
dalam mendefinisikan batas-batas lapisan dan ketebalan. Selain untuk menandai
batas-batas lapisan, interpretasi logging ini juga digunakan untuk menunjukkan
kualitas batubara;
(5). Eksplorasi Coal Bed Methane (CBM), atau gas metana pada batubara, log
resistivitas sangat membantu dalam korelasi stratigrafi lapisan batubara.
Radioaktivitas adalah properti dasar dari struktur semua materi. Atom dari semua
elemen memiliki nukleus yang mengandung sejumlah proton dan neutron yang berbeda,
yang dikelilingi oleh elektron yang tersusun dalam tingkat energi yang berbeda. Setiap
elemen didefinisikan oleh jumlah proton bermuatan positif dikandung nukleusnya, yang
disebut nomor atom (Z). Setiap nukleus juga mengandung sejumlah neutron yang
dinetralkan, dan jumlah proton dan neutron di dalam nukleus disebut nomor massa atom
(A). Ada sejumlah elektron bermuatan negatif yang mengelilingi nukleus, jumlahnya
sama dengan jumlah proton di dalamnya, dan muatannya menjadi penyeimbang muatan
positif proton. Karena massa elektron tidak signifikan dibandingkan dengan massa
proton dan neutron, jumlah massa atom adalah ukuran massa atom dari setiap elemen.
152
Meskipun jumlah proton dan elektron untuk unsur tertentu bersifat karakteristik dari
unsur tersebut, yang merupakan atomnya, namun untuk jumlah neutron tidak. Setiap
unsur mungkin memiliki beberapa isotop dengan jumlah neutron yang berbeda di
nukleusnya. Jadi setiap atom dari suatu unsur akan memiliki nomor atom tetap, dan
sejumlah massa atom yang bergantung pada isotop tersebut.
Setiap isotop masing-masing elemen diberi kode ZXA, di mana X adalah kode unsur.
Sebagai contoh, karbon (C) memiliki nomor atom Z = 6, namun 7 isotop mengandung
antara 4 dan 10 neutron, sehingga karbon memiliki massa 6C10 sampai 6C16. Karbon-12
memiliki konfigurasi nomor atom dan bilangan massa 6C12, adalah isotop yang paling
umum dan stabil. Sebagian besar isotop lain tidak stabil secara energetik, dan meluruh
menjadi unsur yang lebih stabil dengan berbagai proses di mana unsur tersebut
kehilangan energi dengan mengeluarkan partikel atau foton. Karbon-14 (6C14), adalah
salah satunya dan proses peluruhannya dapat digunakan untuk mengabadikan sisa-sisa
arkeologi.
Ada lima metode utama di mana isotop yang tidak stabil bisa mendapatkan stabilitas
dengan kehilangan energi, yaitu:
a) Masuknya partikel , yang merupakan inti helium 2He4, dan membawa dua muatan
positif;
b) Masuknya partikel , yang merupakan elektron berenergi tinggi bermuatan negatif
yang berasal dari nukleus bersamaan dengan anti-neutrino ;
c) Masuknya partikel yang merupakan positron berenergi positif yang berenergi
berasal dari nukleus bersamaan dengan neutrino
d) Masuknya sinar gamma, yang merupakan foton energi tinggi (gelombang elektro-
magnetik) dan tidak memiliki massa dan tidak membawa muatan;
e) Pengambilan elektron, yang melibatkan elektron yang ditangkap oleh nukleus.
Dalam beberapa keadaan, neutron juga dapat dikeluarkan dari material (baca: batuan),
tapi ini bukan sinar yang paling penting dalam logging petrofisika karena penetrasinya
paling tinggi dari semua radiasi kecuali neutron. Dengan kemampuan penetrasi tersebut
berarti bisa dideteksi meskipun terhalang beberapa sentimeter semen dan casing.
Partikel dan memiliki kemampuan penetrasi yang sangat terbatas, karena dapat
153
segera dihentikan oleh penghalang bahan padat. Sebagian besar isotop yang ditemukan
secara alami di dalam batuan bersifat stabil, hadir dalam jumlah tidak signifikan atau
menghasilkan radiasi yang tidak signifikan. Namun ada beberapa hal yang signifikan,
yaitu:
40 39 41
• Isotop potasium 19 K , bentuk stabilnya adalah 19K dan 19K , merupakan emisi
gamma tunggal dengan energi tunggal (1,46 MeV);
• Isotop seri Thorium, Th, merupakan campuran unsur-unsur yang tidak stabil yang
saling menghasilkan dalam serangkaian emisi radioaktif yang melibatkan radiasi
sinar gamma;
• Isotop seri Uranium-Radium, karakterisik emisi radioaktifnya sama dengan thorium.
Radioaktivitas gamma dari mineral dalam log petrofisika diukur pada skala API,
dijelaskan pada Tabel 4.7, menunjukkan nilai API khas untuk beberapa mineral umum.
Dari tabel tersebut terlihat bahwa serpih dan beberapa evaporit memiliki nilai sinar
gamma tinggi, sementara batupasir dan batugamping bernilai rendah.
Tabel 4.7 Nilai radioaktivitas sinar gamma dari beberapa mineral dan batuan (diadaptasi
dari Pirson, 1963).
154
4.6.2.1 Logging Total Gamma Ray
Log sinar gamma mengukur radiasi gamma total yang berasal dari formasi batuan.
Radiasi gamma ini berasal dari K-40 dan isotop dari seri Uranium-Radium dan
Thorium. Log sinar gamma umumnya diberi simbol GR. Begitu sinar gamma
dipancarkan dari isotop dalam formasi batuan, maka secara progresif mengurangi energi
akibat benturan dengan atom lain di dalam batuan, disebut Hamburan Compton
(Gambar 4.29). Hamburan terjadi sampai sinar gamma memiliki energi rendah sehingga
benar-benar diserap oleh formasi. Oleh karena itu, ukuran intensitas log sinar gamma
adalah fungsi dari:
• Intensitas awal emisi sinar gamma, merupakan bagian dari komposisi unsur batuan;
• Jumlah hamburan Compton sinar gamma yang diukur, terkait dengan jarak antara
emisi gamma dan detektor dan densitas bahan penghalang.
155
setiap elektron yang menyentuh anoda, dipancarkan sejumlah elektron sekunder
(biasanya antara 4 - 8). Elektron ini dipercepat ke arah anoda berikutnya, di mana
masing-masing elektron sekunder menghasilkan lebih banyak elektron sekunder. Proses
ini diulang untuk masing-masing dari 10 anoda. Jika 6 elektron dipancarkan pada
masing-masing anoda untuk setiap kejadian elektron, kita dapat menghitung bahwa
untuk satu sumber kilatan sinar gamma kejadian akhirnya menghasilkan 610 =
60.466.176 buah elektron, merupakan arus yang dapat diperkuat lebih lanjut dengan
amplifier konvensional.
Gambar 4.30. Detektor scintillation, pengukur radiasi sinar gamma alami lubang bor.
Secara konvensional, log sinar gamma dilaporkan dalam satuan semu (pseudo) yang
disebut unit API. Unit API didefinisikan secara empiris melalui kalibrasi kepada
referensi sumur di Universitas Houston (Texas - USA). Rujukan dengan sumur buatan
yang terdiri dari batuan radioaktif yang telah diketahui besarannya, mulai dari nilai
radioaktivitas yang sangat rendah sampai radioaktivitas yang sangat tinggi. Unit API
adalah 1/200 dari perbedaan antara radioaktivitas formasi tertinggi dan terendah dalam
sumur referensi. Alat yang dijalankan di sumur Houston digunakan sebagai standar
untuk mengkalibrasi alat di sumur uji lokal. Pemeriksaan kalibrasi lebih lanjut juga
dilakukan di lokasi sumur, sebelum dan sesudah log dijalankan, dengan menggunakan
sumber radioaktif yang telah diketahui secara akurat jarak tetap dari radioaktivitas alat.
156
Log total sinar gamma biasanya dicatat di jalur 1 bersama-sama dengan log kaliper,
ukuran bit dan log SP. Dalam kasus ini, jalur lainnya yang paling sering dikombinasikan
adalah termasuk resistivitas, densitas, neutron atau sonik log (Gambar 4.31). Meskipun
skala API berjalan dari 0 sampai 200 API, yang lebih umum dalam presentasi log
adalah 0 sampai 100 API dan 0 sampai 150 API, karena data yang lebih besar dari 150
API tidak umum. Ketika logging sinar gamma diterapkan melalui casing semen, paling
sering digunakan adalah skala 0 sampai 50 API, karena laju sinar gamma diredam oleh
casing sehingga nilai yang dihasilkan rendah yang akan terukur.
157
Gambar 4.31. Efek rongga pada log sinar gamma dan koreksi diameter lubang.
Perhatikan bahwa semakin padat lumpur yang digunakan semakin besar nilai estimasi,
karena meningkatnya penghamburan Compton dari lumpur pengeboran. Penggunaan
lumpur barit adalah masalah bagi log gamma, karena barit sangat efisien dalam
menyerap sinar gamma. Overestimasi yang terukur biasanya dapat dikoreksi jika log
kaliper sumur diketahui. Gambar 4.31 (kiri) juga menunjukkan log sinar gamma yang
dikoreksi. Perbandingan keduanya menunjukkan sejauh mana rongga mempengaruhi
pembacaan log sinar gamma. Koreksi dilakukan dengan menggunakan grafik koreksi
yang disediakan oleh perusahaan alat logging. Setiap perancangan alat memiliki
rangkaian grafik tersendiri, yang disusun berdasarkan berat lumpur bor (f) dan
diameter lubang bor (Gambar 4.31, kanan). Perlu diperhatikan bahwa alat ini juga bisa
dijalankan dengan mode eksentrik (ditekan ke dinding bor, Gambar 4.32 kanan ~ garis
hitam tegas). Saat berjalan dalam mode eksentrik, koreksi jauh lebih kecil karena, sinyal
sinar gamma tidak terhalangi lumpur pengeboran.
158
Sejauh ini kita ketahui bahwa lumpur pengeboran diasumsikan melemahkan sinyal sinar
gamma, namun tidak berkontribusi terhadapnya, hal ini hanya berlaku pada beberapa
jenis lumpur pengeboran. Lumpur pengeboran KCl, memiliki radioaktivitas gamma
alami yang terkait dengan K-40. Radiasi dari lumpur pengeboran KCl berkontribusi
terhadap jumlah laju sinar gamma total yang diukur, dan meningkatkannya secara
signifikan. Dengan diameter lubang bor 'on-gauge' yang berkualitas, log sinar gamma
secara konsisten meningkat dengan jumlah konstan. Masalah mungkin muncul misalnya
jika diameter lubang bor bervariasi pada lubang berongga, yang menyebabkan jumlah
cairan pengeboran bervariasi antara formasi dan sensor.
a) Penentuan Litologi, log sinar gamma adalah alat yang sangat berguna untuk
membedakan berbagai litologi. Meskipun tidak dapat secara khusus menentukan
jenis litologinya, informasi yang diberikan sangat berharga bila dikombinasikan
dengan informasi dari log lainnya. Penggunaan utamanya adalah pemisahan serpih
dengan radioaktivitas tinggi. Serpih kaya organik dan abu vulkanik menunjukkan
nilai sinar gamma tertinggi, dan halit, anhidrit, batubara, batupasir bersih, dolomit
dan batugamping memiliki nilai sinar gamma rendah. Penafsiran detil diperlukan,
misalnya pada batupasir yang mungkin berisi feldspar (batupasir arkosa), mika
(batupasir biasa) atau keduanya (greywacke), atau glaukonit dan mineral berat
lainnya, yang mana akan memberi nilai sinar gamma lebih tinggi dibanding dengan
batupasir yang bersih.
159
membedakan antara batuan reservoir dan batuan non-reservoir. Volume serpih
dihitung dengan cara berikut:
i. Pertama, indeks sinar gamma IGR dihitung dari data log sinar gamma
menggunakan hubungan:
Di mana:
IGR : indeks sinar gamma;
GRlog : pembacaan sinar gamma pada kedalaman termaksud;
GRmin : pembacaan sinar gamma minimum. Biasanya rata-rata minimum
ditentukan melalui batupasir bersih atau formasi batugamping;
GRmax : pembacaan sinar gamma maksimum. Biasanya rata-rata
maksimal ditentukan melalui formasi batuan serpih atau
lempung.
Umumnya ahli petrofisik menganggap Vsh = IGR, namun agar nilai IGR benar harus
dimasukkan ke dalam grafik seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 4.32, di mana
nilai Vsh yang sesuai dapat dibaca. Perlu dicatat bahwa perhitungan volume serpih
lebih bersifat seni, karena banyak bergantung kepada pengalaman dari ahli yang
bersangkutan dalam menentukan berapa minimum (sand baseline ~ garis pasir) dan
nilai batas maksimum (shale baseline ~ garis serpih), dengan catatan bahwa garis
pasir dan/atau garis serpih mungkin berada pada satu nilai sinar gamma di satu
bagian sumur dan pada nilai sinar gamma lainnya pada kedalaman yang lebih
dalam. Setelah volume serpih dihitung, ambang batas volume serpih dapat
ditentukan, sehingga sumur dapat dibagi kedalam sejumlah zona reservoir dan non-
reservoir. Zonasi ini dikombinasikan dengan penentuan zonasi berdasarkan
porositas, permeabilitas dan saturasinya.
160
Gambar 4.32. Grafik teknik perhitungan volume serpih dengan berbagai metode.,
(Glover, 2000).
161
e) Pengenalan Mineral Radioaktif dan Non-radioaktif, log sinar gamma dapat
digunakan untuk mengenali deposit radioaktif tertentu, yang paling umum adalah
deposit K dan bijih uranium. K-40 memancarkan sinar gamma dengan energi
tunggal 1,46 MeV. Hal ini menyebabkan adanya hubungan linier antara laju hitung
sinar gamma dan kandungan potassium dalam formasi batuan. Pada deposit
potasium, pembacaan sinar gamma setelah dikoreksi dengan diameter lubang adalah
sekitar 15 unit API per 1% berat K2O. Hubungan antara pembacaan sinar gamma
dan kelimpahan uranium dalam formasi batuan tidaklah sederhana, karena spektrum
energi juga mencakup radiasi dari elemen lain dalam rangkaian uranium-radium.
Deposit tertentu memiliki radioaktivitas alami yang sangat rendah. Log sinar gamma
juga dapat digunakan untuk menunjukkan perbedaan ini. Formasi dengan
radioaktivitas alam yang sangat rendah adalah endapan evaporit non-radioaktif
(garam, anhidrit dan gipsum) dan batubara. Perhatikan bahwa beberapa evaporit
memiliki konsentrasi potasium yang besar dan bisa sangat radioaktif. Untuk jenis-
jenis mineral evaporit langka lihat kembali Tabel 4.7.
f) Analisis Facies dan Lingkungan Pengendapan, log sinar gamma sering digunakan
untuk mengukur volume kandungan serpih (shaliness) dalam batuan. Pada
kenyataannya volume kandungan serpih sering tidak berubah secara tiba-tiba,
namun terjadi secara bertahap dengan sesuai dengan perubahan kedalaman.
Perubahan bertahap tersebut menunjukkan adanya a) perubahan litho-fasies dan
lingkungan pengendapan, b) terkait dengan perubahan ukuran butiran, c) sortasi
yang dikendalikan oleh fasies dan d) lingkungan pengendapan, serta e) terkait
dengan volume kandungan serpih dalam batuan. Gambar 4.33 memperlihatkan
bentuk respon dari sinar gamma untuk berbagai jenis lingkungan pengendapan.
162
Gambar 4.33. Respon log sinar gamma dan lingkungan pengendapan. (Glover, 2000).
163
sumber (Gambar 4.34). Jumlahnya harus sama dengan nilai sinar gamma total yang
diukur dengan alat sinar gamma total, dan diberi kode SGR jika diukur dengan alat sinar
gamma spektral. Setiap kombinasi dari tiga komponen dapat dijumlahkan dan
dianalisis. Namun, yang terpenting adalah jumlah radiasi K-40 dan thorium, yang
disebut respon sinar gamma yang dihitung (Computed Gamma-ray Response~CGR).
164
radioaktif terbagi menjadi satu dari enam kelompok utama, yang diklasifikasikan
dan dapat dikenali dengan menggunakan Gambar 4.35 berikut.
Gambar 4.35. Rasio Th/K untuk identifikasi mineral menggunakan data sinar gamma
spektra, (Glover, 2000)..
165
kemungkinan untuk salah ketika volume serpih dihitung dari sinar gamma total
(GR) atau sinar gamma dari alat spektral (SGR). Sehingga akan lebih akurat jika
volume serpih dihitung dari pembacaan individu log sinar gamma spektral (K,
Th, dan U), dan dari log sinar gamma yang dihitung (CGR).
166
gamma spektral menunjukkan adanya K dan Th bersama U, dapat dikatakan
bahwa kontribusi K dan Th terkait dengan kandungan lempung dari
batugamping lempungan, sedangkan uranium dikaitkan dengan beberapa sumber
organik yang terendapkan pada lingkungan yang kurang mengkonservasi bahan
organik. Demikian pula, nilai K dan Th yang tinggi bersama dengan U yang
rendah mengindikasikan adanya batugamping lempungan, tersimpan dalam
lingkungan oksidasi, yang bukan merupakan lingkungan yang menguntungkan
untuk konservasi bahan organik.
Tabel 4.8 Interpretasi log sinar gamma spektral pada batuan karbonatan.
Potasium Thorium Uranium
No Interpretasi
(K) (Th) (U)
Karbonat murni, tidak mengandung materi organik atau
1 Rendah Rendah Rendah
lingkungan oksidasi
Karbonat murni, mengandung materi organik dan lingkungan
2 Rendah Rendah Tinggi
reduksi.
Bukan karbonat atau batugamping lempungan, rendah K dan
3 Rendah Tinggi Rendah tinggi Th mineral lempung, tidak mengandung materi organik atau
lingkungan oksidasi.
Bukan karbonat atau batugamping lempungan, rendah K dan
4 Rendah Tinggi Tinggi tinggi Th mineral lempung, tidak mengandung materi organik atau
lingkungan reduksi.
Karbonat glaukonitan, tidak mengandung materi organik atau
5 Tinggi Rendah Rendah
lingkungan reduksi. Mungkin evaporit yang mengandung K.
Karbonat alga, atau hadir gaukonit, mengandung materi organik
6 Tinggi Rendah Tinggi
dan suasana reduksi.
Batugamping mengandung lempung, tidak ada materi organik atau
7 Tinggi Tinggi Rendah
suasana oksidasi.
Batugamping mengandung lempung, tidak ada materi organik atau
8 Tinggi Tinggi Tinggi
suasana reduksi.
167
c) Penentuan Endapan Evaporit
Nilai sinar gamma total yang besar umumnya terkait dengan serpih dan jenis
endapan evaporit yang mengandung potasium. Hal ini dapat dibedakan antara
lain karena evaporit yang mengandung potasium memiliki kelimpahan potasium
yang jauh lebih besar dan kandungan thorium nol karena ion thorium tidak larut
dalam air. Evaporit diendapkan dalam lingkungan oksidasi, sehingga uranium
biasanya juga sangat rendah atau nol. Beberapa evaporit mengandung K
ditunjukkan pada Tabel 4.9.
Porositas
K Density (FDC) Pe (LFDC) AT (Sonic)
No Nama Mineral Komposisi (CNL)
(% berat) (g/cm3) (b/e) (%) (ms/ft)
1 Silvit KCl 52.44 1.86 8.51 -3 74
2 Langbeinit K2SO4(MgSO4)2 18.84 2.82 3.56 -2 52
3 kainit MgSO4 KCl(H2O)2 15.7 2.12 3.5 >60 -
4 Glaserit (K Na)2SO4 24.7 2.7 - - -
5 Carnalit KCl MgCl2(H2O)6 14.07 1.57 4.09 >60 83
6 Polihalit K2SO4 MgSO4 (CaSO4)2H2 O 13.37 2.79 4.32 25 57.5
2) Deteksi Ketidakselarasan
Rata-rata rasio Th/K dari interval formasi yang besar umumnya konstan. Hal ini
karena pada akhirnya tergantung pada kondisi lingkungan pengendapan. Oleh
karena itu, setiap perubahan mendadak dalam rata-rata rasio Th/K dapat bertindak
sebagai indikator perubahan mendadak pada lingkungan pengendapan, seperti
adanya ketidakselarasan (unconformity).
3) Korelasi Antar-sumur
Abu vulkanik (interval bentonitik) dianggap diendapkan pada suatu waktu tertentu
dan pada area yang luas. Oleh karena itu, identifikasi log yang dikenali sebaai abu
vulkanik dapat digunakan untuk berkorelasi antara sumur. Puncak log kelimpahan
thorium pada umumnya dianggap sebagai indikator terbaik dalam korelasi seperti
ini.
168
dan membedakan batuan beku. Sebagian besar batuan beku menunjukkan rasio
Th/U mendekati 4, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 12.6. Pengecualiannya
adalah syenite (Th/U = 0,52). Perhatikan perkembangan dari nilai rendah dari kedua
Th dan U untuk batuan ultramafik sampai nilai yang lebih tinggi karena bebatuan
menjadi lebih asam, namun dengan konstanta Th/U.
Log densitas formasi merupakan log radioaktif yang mengukur densitas massa curah
(bulk density) formasi batuan. Penggunaan utamanya adalah untuk mendapatkan nilai
total porositas formasi. Log ini juga berguna dalam mendeteksi formasi kandungan gas
dan dalam mengenali batuan evaporit. Alat log density formasi adalah alat radiasi yang
diinduksi. Formasi batuan dibombardir dengan radiasi dan diukur berapa banyak radiasi
yang kembali tertangkap oleh sensor. Susunan alat ini terdiri dari elemen berikut:
• Formasi dengan densitas curah yang tinggi, memiliki kerapatan elektron yang
tinggi. Hal ini akan melemahkan sinar gamma secara signifikan dan karenanya
jumlah sinar gamma yang dicatat pada sensor rendah;
169
• Formasi dengan densitas curah rendah, memiliki kerapatan elektron yang rendah.
Hal ini melemahkan sinar gamma kurang dari formasi kepadatan tinggi, dan
karenanya tingkat penghitungan sinar gamma yang dicatat pada sensor lebih tinggi;
Densitas elektron dalam formasi digambarkan sebagai parameter yang disebut kerapatan
bilangan elektron, ne. Untuk bahan murni, nilai kerapatan berhubungan langsung dengan
densitas curahnya, yaitu:
• Jumlah atom dalam satu mol bahan didefinisikan sama dengan bilangan Avagadro N
(N6.021023);
• Jumlah elektron dalam mol bahan sama dengan NZ, di mana Z adalah nomor atom
(yaitu jumlah proton, dan karenanya juga jumlah elektron per atom);
• Karena jumlah massa atom A adalah berat satu mol zat, maka jumlah elektron per
gram sama dengan NZ/A;
• Namun, karena yang diperlukan adalah jumlah elektron per satuan volume, maka
dapat diperoleh dari jumlah elektron per gram dikalikan dengan densitas curah zat
tersebut, b. Oleh karena itu, densitas bilangan elektron adalah:
di mana:
ne = jumlah kerapatan elektron dalam substansi
(elektron/cm3);
N = bilangan Avagadro (6.02'1023);
Z = nomor atom (tidak ada satuan);
A = berat atom (g/mol);
b = densitas bulk material (g/cm3).
Dari persamaan di atas terlihat bahwa laju penghitungan gamma bergantung pada
densitas bilangan elektron, yang terkait dengan densitas curah suatu zat (Tabel 4.10).
Densitas sebagian batuan bergantung pada mineral yang dikandungnya, porositas dan
densitas fluida yang mengisi porinya. Oleh karena itu, alat densitas formasi berguna
dalam penentuan porositas, pendeteksian fluida densitas rendah (gas) di dalam pori dan
sebagai alat bantu dalam mengidentifikasi litologi.
170
4.6.2.3.2 Tingkat Ketelitian Pengukuran
Ketelitian vertikal pada kecepatan umum pelaksanaan logging sekitar 1300 kaki/jam
adalah cukup bagus yakni sekitar 26 cm (10 inci). Resolusi ini ditentukan oleh jarak
antara dua detektor. Titik pengukuran diambil setengah jarak antara dua detektor.
Lapisan batuan dapat diukur sampai sekitar 60 cm (2 kaki) dengan alat densitas yang
membaca nilai densitas sebenarnya dari lapisan. Resolusi yang lebih baik dimungkinkan
jika kecepatan logging lebih lambat. Kadang dijumpai reaksi parsial alat logging
terhadap lapisan yang sangat tipis dengan anomali densitas tinggi atau rendah, misalnya
pada pengenalan lapisan atau nodul karbonatan setebal 5 - 10 cm. Dengan resolusi
vertikal yang tinggi maka log ini berguna untuk menentukan batas formasi.
Tabel 4.10. Perbandingan densitas semu yang diukur dengan alat densitas formasi
dengan densitas curah aktual dari mineralogi umum dan fluida, (Glover, 2000).
Densitas Curah De nsitas Ele ktron Densitas Curah
Se nyawa Komposisi Aktual (Actual Bulk 2 Z /A Efektif (Effe ctive Se mu (Appare nt
De nsity), r b Electron Density), r e Bulk Density), r a
Alat log dijalankan di dalam lubang bor, dan karena itu rentan terhadap peronggaan
didnding lubang atau dinding lubang bor yang kasar di mana detektor atau sumbernya
tidak dapat ditekan ke dinding lubang bor (Gambar 4.36). Dalam hal ini pembacaan
akan salah karena kebocoran radiasi di sepanjang lubang bor antara detektor dan
geometri lubang yang buruk. Sensitivitas terhadap kualitas lubang buruk lebih
diperburuk oleh kedalaman penyelidikan yang dangkal yang dimiliki alat ini. Oleh
karena itu, log densitas formasi harus dijalankan bersamaan dengan log kaliper.
171
Gambar 4.36. Skema perangkat dual-spacing log densitas formasi dan presentasi data
logging (Schlumberger, 2010).
172
Densitas fluida biasanya tersedia dari sampel RFT, namun untuk air tawar dan air asin
sering digunakan nilai 1,0 g/cm3 dan 1,1 g/cm3. Ingat bahwa alat ini mengukur zona
invasi, sehingga pada banyak keadaan, fluida yang relevan adalah filtrat lumpur. Jika
tersedia, densitas fluida harus dikoreksi dengan kondisi temperatur lubang bor. Jika
formasi mengandung hidrokarbon densitas fluida dapat dihitung dengan:
173
4.6.2.3.3.2 Identifikasi Litologi
Bila digunakan sendiri, log densitas bukanlah alat yang baik untuk mengidentifikasi
litologi. Hal ini karena sebagian besar batuan memiliki variabel densitas yang luas
akibat komposisi mineralogi bervariasi dan porositas berbeda-beda. Misalnya, serpih
memiliki densitas curah berkisar antara 1,8 sampai 2,8 g/cm3 dan memiliki densitas
mineral lempung yang bervariasi. Batupasir, batugamping dan dolomit semuanya
memiliki rentang densitas curah yang saling tumpang tindih dan serpih (Gambar 4.37).
174
pengendapan formasi di atas dan di bawah, sehingga densitasnya sama sekali
berbeda. Oleh karena itu, perubahan tersebut merupakan indikasi kemungkinan
adanya suatu ketidakselarasan (Gambar 4.38, kanan).
Gambar 4.38. Peningkatan densitas serpih sesuai kedalaman dan identifikasi bidang
ketidakselarasan formasi batuan.
175
d) Pengenalan Rekahan
Alat log densitas mencatat densitas curah formasi batuan. Porositas yang terekam
berasal dari dan mencakup semua pori-pori dan rekahan apakah terhubung atau
tidak. Alat sonik juga bisa digunakan untuk mengukur porositas formasi. Namun,
alat sonik tidak sensitif terhadap porositas patahan. Oleh karena itu, perbedaan
antara porositas yang berasal dari kedua pengukuran ini dapat digunakan sebagai
indikator tingkat rekahah dalam interval batuan.
e) Kandungan Organik
Adanya bahan organik bisa mengurangi densitas serpih hingga 0,5 g/cm3. Adalah
sangat mungkin untuk menghitung kandungan total organik karbon (TOC) dari
batuan berdasarkan perubahan densitas curahnya. Dalam praktiknya hal ini
dilakukan dengan mengkalibrasi log dengan penentuan TOC yang dibuat pada
sampel inti dari suatu sumur atau sumur terdekat, kemudian menggunakan
hubungan yang dikalibrasi untuk menghitung TOC dalam interval sumur yang
diambil intinya.
176
Alat logging neutron memancarkan neutron energi tinggi (4.5 MeV) dari sumber
radioaktif. Alat bergerak sangat cepat, dan energinya terkait dengan kecepatan tersebut
sehingga disebut neutron cepat. Sumber neutron yang digunakan dalam logging adalah
campuran dari dua unsur (i) sumber radiasi alfa seperti Radium, Plutonium atau
Americium, dan (ii) Berilium-9. Partikel alfa dari Radium, Plutonium atau Americium
berinteraksi dengan Berilium-9 dalam reaksi atom yang menghasilkan karbon-12,
neutron cepat dan sinar gamma.
Sebagaimana terlihat pada Gambar 4.39, neutron yang awalnya cepat (> 0,5 MeV)
dengan cepat pula kehilangan energinya dan menjadi lebih lambat, melewati tahap yang
disebut neutron intermediet (102 sampai 105 eV), neutron epitermal (0,1 sampai 100
eV), dan akhirnya neutron termal (< 0,1 eV). Pada bahan padat yang mengandung unsur
dengan massa atom dalam jumlah yang wajar, proses ini bisa terjadi dengan sangat
cepat untuk neutron tertentu (hingga satuan mikrodetik). Namun waktu yang dibutuhkan
untuk memperlambat energi yang diberikan akan bervariasi dari neutron ke neutron,
tergantung pada kemungkinan benturan dengan inti (nuklei). Disebut neutron termal
karena memiliki energi yang merupakan partikel akibat adanya temperatur ruang.
Gambar 4.39. Skema kerja log neutron dan kecepatan tumbukan pembentukan
nukleus.
177
4.6.2.4.1 Prinsip Kerja Alat
Prinsip utama kerja log neutron adalah merespon adanya hidrogen. Semakin banyak
hidrogen, semakin banyak neutron melambat ke tingkat termal dan ditangkap oleh
formasi. Mineral lainnya memiliki efek kecil pada alat neutron. Meskipun banyak
memiliki kelebihan, log neutron sangat sensitif terhadap perubahan lingkungan,
misalnya perubahan ukuran lubang bor, mudcake, berat lumpur, temperatur, invasi,
tekanan dan salinitas formasi. Ada tiga jenis alat neutron utama (Gambar 4.40), yaitu:
Gamma Ray/Neutron Tool (GNT);
Sidewall Neutron Porosity Tool (SNP);
Compensated Neutron Log (CNL).
1) Gamma Ray-Neutron Tool (GNT)
Alat ini memiliki sumber neutron dan satu detektor yang sensitif terhadap sinar gamma
menangkap energi tinggi dan neutron termal, dan kesemunanya tidak berarah. Alat bisa
dijalankan pada lubang terbuka maupun lubang casing, dan pada kedua kasus tersebut
dijalankan secara terpusat. Diameter alat 3-3/8 inci digunakan di lubang terbuka, dan
diameter alat 1-11/16 atau 2 inci digunakan pada lubang casing. Sumber untuk jarak
detektor bervariasi, namun umumnya pada kisaran 15,5 sampai 19,5 inci. Karena alat ini
terpusat, neutron yang terdeteksi dan sinar gamma harus melalui lumpur pengeboran.
Gambar 4.40. Penyajian data log neutron GNT, SNP dan CNL, (Glover, 2000).
Oleh karena itu, alat ini sangat sensitif terhadap perubahan kualitas lubang bor,
temperatur, jenis lumpur pengeboran, dan ketebalan lumpur. Kurva koreksi tersedia
dari produsen alat untuk memperbaiki data log untuk temperatur, diameter lubang,
178
pengaruh lumpur pengeboran dan mudcake. Karena alat ini mengukur neutron
termal dan sinar gamma tangkapan, hal itu dipengaruhi oleh proses penangkapan
neutron oleh ion klorida. Karena pengeboran lumpur, filtrat lumpur dan fluida
formasi mungkin mengandung ion terlarut berklorida dalam jumlah signifikan,
pengukuran dapat memberikan nilai yang salah. Nilai yang salah umumnya terjadi
pada data hasil porositas yang terlalu tinggi dalam formasi dibor dengan lumpur
mengandung ion klorida terlarut, atau cairan formasi asin.
2) Neutron Porosity Tool (SNP)
Alat ini dirancang untuk penggunaan di lubang terbuka saja, memiliki satu sumber
dan detektor dengan jarak 16 inci, dipasang di penyangga yang menempel di
dinding lubang bor. Seringkali ini digunakan bersama-sama dengan alat log density
formasi dan detektor. Karena alat ini ditekan ke dinding lubang bor, lumpur
pengeboran tidak mempengaruhi pengukuran, dan redaman akibat mudcake
berkurang. Namun lubang kasar dapat menyebabkan alat melenceng dari garis
dinding bor, dan karenanya memberikan pembacaan yang salah.
3) Compensated Neutron Log (CNL)
Alat ini dirancang untuk peka terhadap neutron termal, dan oleh karena itu
dipengaruhi oleh efek klorin. Peralatan memiliki dua detektor yang terletak 15 inci
(detektor dekat) dan 25 inci (detektor jauh) dari sumbernya (Gambar 4.41). Detektor
jauh dari sumber dimaksudkan untuk memastikan bahwa derajat pengukuran yang
didapat memadai. Pengukuran kritis untuk alat ini adalah perbedaan populasi
neutron termal, yang dihasilkan dari penangkapan neutron dan hamburan neutron.
Karena alat ini didorong ke dinding lubang bor, maka akan memaksimalkan
informasi yang diperoleh tentang formasi. Penggunaan alat kompensasi secara
otomatis dapat mengoreksi efek lubang bor, misalnya ketebalan mudcake.
Kedalaman penetrasi antara 30-40 cm dan pembacaan alat disajikan dalam unit
porositas (pu).
179
Gambar 4.41. Log CNL dan contoh pembacaan pada lubang bor,
(diadaptasi dari Glover, 2000).
4.6.2.4.2 Kegunaan Log Neutron
4.6.2.4.2.1 Penentuan Porositas
Sebagaimana telah disinggung sebelumnya, kegunaan utama log neutron adalah untuk
memberikan informasi mengenai porositas formasi batuan. Alat ini peka terhadap
jumlah hidrogen dalam formasi dan kurang peka terhadap unsur lainnya. Asumsinya
adalah kontribusi terhadap pengukuran oleh unsur-unsur selain hidrogen dapat
diabaikan, dan bahwa kontribusi terhadap pengukuran dari hidrogen seluruhnya berasal
dari fluida yang sepenuhnya menempati ruang dalam pori batuan. Tetapi pada
kenyatannya batuan selain mengandung hidrogen dalam matriks batuan, banyak unsur
lain yang berkontribusi pada pengukuran misalnya ion klorida dalam air formasi, filtrat
lumpur dan beberapa formasi evaporit, dan hidrogen yang ada dalam matriks (misalnya,
air terikat dalam serpih).
Sebagian masalah diatasi dengan mengkalibrasi alat ini untuk mendapatkan porositas
pada unit batugamping. Batugamping murni yang jenuh dengan air tawar dipilih karena
tidak mengandung unsur yang memberikan kontribusi signifikan terhadap sinyal terukur
selain hidrogen. Porositas yang dibaca oleh alat ini akurat dalam formasi batugamping
yang mengandung air tawar. Oleh sebab itu, porositas yang dibaca oleh alat untuk
litologi lain atau dengan fluida lainnya perlu dikoreksi oleh grafik seperti yang
ditunjukkan pada Gambar 4.42 berikut.
180
Gambar 4.42. Diagram koreksi untuk mendapatkan nilai porositas untuk litologi selain
batugamping (Schlumberger, 2000).
Ada tiga efek yang tidak perlu dikoreksi untuk data log neutron, yang dijelaskan secara
ringkas sebagai berikut:
a) Efek Hidrokarbon; adanya cairan hidrokarbon (minyak) tidak mempengaruhi respon
alat karena memiliki indeks hidrogen yang hampir sama dengan air tawar. Gas
hidrokarbon, memiliki indeks hidrokarbon jauh lebih rendah akibat densitasnya
yang rendah, dan kehadirannya akan menimbulkan perkiraan yang terlalu rendah
dalam porositas (Lihat kembali Gambar 4.41);
b) Efek Serpih; serpih mengandung lempung yang memiliki sejumlah besar molekul
air terikat di permukaannya. Hal ini meningkatkan indeks hidrogen dalam formasi.
Bahkan poros porositas yang sangat rendah dapat memberikan pembacaan porositas
yang salah karena adanya air yang terikat ini;
c) Efek Klorida; klorin adalah penyerap neutron yang baik dan dapat menyebabkan
perkiraan berlebih mengenai porositas jika dijumpai hadir, baik sebagai air formasi
maupun filtrat lumpur.
181
4.6.2.4.2.2 Penentuan Litologi
Penggunaan langsung log neutron untuk mengidentifikasi litologi bergantung pada
pengenalan litologi mana yang kemungkinan mengandung atom hidrogen. Nilai
porositas nyata serpih sangat bervariasi, namun biasanya lebih tinggi dari porositas
nyata daripada batuan karbonat atau batupasir (yaitu 45% sampai 75%). Porositas yang
sangat tinggi tersebut jelas tidak realistis ini merupakan indikator parsial hadirnya
serpih dan dapat menjadi diagnostik saat dikombinasikan dengan sinar gamma.
Sebagaimana pernah disinggung sebelumnya bahwa terdapat kecenderungan penurunan
porositas nyata pada serpih karena pemadatan, tetapi hal ini hanya berlaku pada interval
kedalaman yang besar. Porositas nyata batugamping dipengaruhi oleh kandungan serpih
- pasir atau serpih - batugamping. Oleh karena itu, kita dapat mengenali adanya urutan
yang mengkasar ke atas maupun penghalusan pada log neutron (Gambar 4.43).
Gambar 4.43. Respon log neutron terhadap batuan campuran, (diadaptasi dari Glover,
2000).
182
4.6.3 Logging Sonik atau Logging Akustik
4.6.3.1 Prinsip Kerja Alat
Log sonik atau akustik mengukur waktu perjalanan gelombang elastis melalui formasi.
Penggunaan utamanya adalah memberikan informasi untuk mendukung dan
mengkalibrasi data seismik dan untuk mendapatkan data porositas suatu formasi. Alat
ini mengukur waktu yang dibutuhkan oleh gelombang suara (yaitu gelombang elastis)
untuk melakukan perjalanan dari pemancar ke penerima, yang keduanya terpasang pada
perangkat sonde. Denyut pulsa yang ditransmisikan sangat pendek dengan amplitudo
tinggi. Gelombang merambat melalui batuan dalam berbagai bentuk saat mengalami
dispersi, yaitu penyebaran energi gelombang dalam ruang dan waktu dan atenuasi, yaitu
kehilangan energi melalui penyerapan energi oleh formasi. Setelah menembus melewati
batuan, energi suara tiba di alat penerima (receiver) pada waktu yang berbeda dalam
berbagai jenis bentuk gelombang. Hal ini karena berbagai jenis perjalanan gelombang
dengan kecepatan yang berbeda di batuan atau menempuh jalur yang berbeda ke alat
penerima.
Sonde dilengkapi dengan pemancar ultrasonik dan dua atau lebih penerima
piezoelektrik Perjalanan gelombang akustik melalui interval 1 m (atau 1 kaki) di
dinding formasi batuan yang diukur. Parameter yang diamati adalah interval waktu
akustik (Δt) pada satuan μs/m unit (yaitu kelambatan gelombang P yang dibiaskan).
Urutan perjalanan gelombang adalah seperti berikut (Gambar 4.44):
183
Gambar 4.44. Perjalanan gelombang akustik pada lubang bor.
184
4.6.3.2.2 Koreksi Kecepatan Interval Seismik
Kecepatan interval log sonik rata-rata diperoleh dengan menghitung pangkat TTI
(integrated travel time) selama interval yang bersangkutan dan membagi ketebalan
interval dengan nilai ini. Kurva waktu (t) vs kedalaman (d) kemudian dapat diperoleh
dengan mengambil jumlah tertimbang interval kecepatan vs kedalaman, yang akan
memberi waktu total pada kedalaman tertentu vs kedalaman. Gambar 4.45 (kiri)
menunjukkan contoh kurva tersebut, di mana waktu transit interval sonik diberikan
dalam tanda kurung di sebelah kolom kedalaman. Kurva waktu-kedalaman kemudian
dapat dibandingkan terhadap analisis kecepatan dari data seismik, atau dapat digunakan
sebagai pengganti analisis kecepatan dalam pemrosesan seismik. Dengan demikian, jika
kita dapat menurunkan densitas dan kecepatan seismik suatu formasi dari logging, kita
bisa mendapatkan seismogram sintetis.
Gambar 4.45. Interval kecepatan dan grafik kedalaman - waktu, serta konstruksi
seismogram sintetik, (Glover, 2000).
185
Merupakan metode yang paling baik diterapkan pada lubang bor yang memiliki
ukuran diameter lubang yang bervariasi, hal ini karena log sonik relatif tidak sensitif
terhadap caving dan wash-out;
Log sonik berguna untuk diterapkan dalam penentuan porositas sekunder pada
batuan karbonat (Gambar 4.46);
Untuk menghitung nilai porositas rekahan.
Gambar 4.46. Grafik untuk memperkirakan porositas dari waktu transit interval
kompresi (Schlumberger, 2000)
186
Gambar 4.47. Korelasi stratigrafi dengan log sonik.
1) Kebisingan (noise)
Gangguan kebisingan dapat diakibatkan dari penyimpangan medan listrik, peralatan
elektronik atau yang berasal dari suara gesekan yang dihasilkan secara mekanis dari
lubang yang kasar dapat memicu deteksi sirkuit sebelum datangnya gelombang
pertama, atau menyebabkan kesalahan menangkap kedatangan gelombang pertama.
Untuk membatasi ganggungan seperti ini, semua sirkuit penerima harus
dinonaktifkan selama 120 mikrodetik setelah gelombang dikirim. Karena waktu
tersisa yang memungkinkan lonjakan suara yang terjadi lebih besar untuk detektor
jauh dibanding detektor dekat, kebanyakan lonjakan suara terjadi pada detektor jauh,
yang menyebabkan nilai t terlalu kecil. Hal ini dilihat sebagai titik data lonjakan
tunggal yang rendah pada grafik log yang diperoleh (Gambar 4.48).
187
Gambar 4.48. Mekanisme terjadinya lonjakan suara pada log sonik, (Glover, 2000).
2) Peregangan t
Dalam formasi yang sangat meredam, nilai t yang diperoleh sekilas akan terlalu
besar karena metode nilai gelombang sisa (thresholding) yang digunakan oleh
sirkuit deteksi. Namun masalah ini jarang berdampak secara signifikan, dan tidak
mungkin terdeteksi oleh alat log.
3) Loncatan Siklus
Gangguan ini adalah akibat terjadinya kegagalan dalam thresholding untuk
mendeteksi siklus pertama pada kedatangan gelombang pertama. Pemicunya
mungkin terjadi pada siklus kedua atau bahkan ketiga. Hal ini menyebabkan
pergeseran mendadak ke nilai t yang lebih tinggi, diikuti dengan pergeseran
kembali ke nilai yang benar.
4) Hadirnya Zona Terubah
Gangguan ini disebabkan karena formasi di sebelah dinding lubang bor bukan
menunjukkan ciri khas dari batuannya. Misalnya, jika terisi lumpur padat maka akan
memiliki kecepatan lebih tinggi daripada formasi aslinya, atau jika pada formasi
terdapat retakan atau ubahan, maka akan memiliki kecepatan yang lebih rendah.
---ooo000ooo---
188