Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PRAKTIKUM SEISMOLOGI DAN

MIKROSEISMIK PENENTUAN INDEKS KERENTANAN


GEMPA

Oleh:
Arga Nanda Aprilla (195090701111015)

Tanggal Praktikum: 30 April 2021


Asisten : Ricky Ridhwan Pratama

LABORATORIUM GEOFISIKA
JURUSAN FISIKA, FAKULTAS
MIPA UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2021
i. Tujuan Praktikum
Setelah melakukan praktikum ini praktikan diharapkan dapat
menentukan frekuensi dominan (fo), amplifikasi (A), dan indeks kerentanan
seismik (Kg) menggunakan metode HVSR (Horizontal Vertical Spectral Ratio).

ii. Abstrak
Telah dilakukan penelitian indeks kerentanan seismik Kg untuk daerah
Bantul, Yogyakarta dan sekitarnya. Terdapat 5 titik pengukuran mikrotremor
pada daerah ini. Data diolah dengan menggunakan metode HVSR (Horizontal
to Vertical Spectral Ratio). Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai
frekuensi dominan (fo) di daerah penelitian berkisar antara 0,40 – 4.97 Hz,
H/V amplifikasi (A) antara 1,56 – 5,88, dan nilai indeks kerentanan seismik
(Kg) berkisar antara 1,79 – 19,7. Dari hasil perhitungan ini, indeks kerentanan
seismik (Kg) di plotting dengan menggunakan software Arcgis untuk
dilakukannya interpolasi. Persebaran secara spasial indeks kerentanan
seismik menunjukkan bahwa hampir seluruh daerah penelitian merupakan
daerah yang mempunyai kerentanan yang sedang hingga tinggi terhadap
bahaya gempa bumi. Kerentanan yang tertinggi tersebar di bagian timur laut
daerah penelitian. Telah diketahui bahwa daerah ini mendapatkan pengaruh
yang tinggi dari aktivitas Sesar Opak.

iii. Deskripsi, Diagram Alir, dan Pengolahan data


Getaran tanah atau ambient vibrations merupakan kombinasi dari
beberapa tipe gelombang dan dihasilkan oleh beberapa sumber baik yang
berasal dari alam maupun yang berasal dari aktivitas manusia, seperti
gelombang laut, pengaruh angin terhadap pohon dan bangunan, serta lalu
lintas kendaraan. Salah satu metode yang dapat dilakukan untuk
menggambarkan kondisi bawah permukaan adalah dengan melalui
pengukuran mikrotremor. Pengukuran mikrotremor merupakan suatu
metode yang menawarkan kemudahan dan kecepatan dalam upaya untuk
mengetahui parameter respon suatu daerah seperti faktor amplifikasi dan
periode dominan. Gempabumi yang mengakibatkan kerusakan bangunan
dipengaruhi oleh beberapa parameter HVSR. Parameter-parameter tersebut
dapat digunakan untuk memetakan kerusakan infrastruktur suatu daerah
akibat getaran gempa bumi, diantaranya ialah amplifikasi tinggi dan frekuensi
rendah. Metode Horizontal to Vertical Spectral Ratio (HVSR) dengan
menggunakan data mikrotremor telah banyak digunakan untuk mikrozonasi
atau studi efek tapak lokal (Saaduddin dkk., 2015).
Indeks kerentanan seismik (Kg) adalah indeks yang sangat
berhubungan dengan tingkat kerawanan suatu wilayah dari ancaman resiko
gempa bumi. Antara indeks kerentanan seismik di suatu daerah dan tingkat
resiko gempa bumi terhadap kerusakan akibat gempa bumi menunjukkan
adanya hubungan yang linear. Jika suatu daerah memiliki indeks kerentanan
seismik yang besar maka tingkat resiko gempa buminya juga akan tinggi.
Dalam penentuan nilai indeks kerentanan seismik suatu daerah, faktor-faktor
kondisi geologi daerah setempat sangat perlu dipertimbangkan. Nilai Kg ini
dapat digunakan untuk memprediksi daerah-daerah yang mengalami
kerusakan bila terjadi gempa bumi. Nakamura drr.(2000) mengkaji hubungan
antara indeks kerentanan seismik dengan rasio kerusakan menggunakan data
gempa bumi Kobe 1995. Hasil kajiannya menunjukkan bahwa distribusi
indeks kerentanan seismik tinggi terletak pada zona kerusakan parah yang
tersebar dengan membentuk jalur kerusakan (Susilanto, dkk. 2016).
Perhitungan nilai Kg kali ini menggunakan data frekuensi dominan fo
dan faktor amplifikasi Ao sebagai data masukan yang diperoleh dari analisis
data mikrotremor dengan menggunakan metode Nakamura atau metode
Horizontal to vertical spectral ratio (HVSR). Indeks kerentanan seismik (Kg)
diperoleh dengan mengkuadratkan nilai puncak spektrum mikrotremor dibagi
dengan frekuensi dominannya. Data Kg yang didapat akan berguna dalam
plotting peta kerentanan gempa dengan metode interpolasi. Adapun
dibawah ini merupakan diagram alir dari langkah-langkah yang harus
dilakukan dalam melaksanakan praktikum kali ini.
Pada praktikum kali ini yang membahas tentang menganalisis indeks
kerentanan gempa pada daerah Bantul, Yogyakarta dan sekitarnya telah
dikerjakan menggunakan metode Horizontal to vertical spectral ratio (HVSR).
Terdapat 5 titik rekaman data mikrotremor yang digunakan yaitu:
Tabel 3.1 Data Koordinat Titik Perekaman
Titik Latitude (S) Longitude (E)

TA1 7° 59' 12.804'' 110° 19' 26.742’’

TA2 7° 59' 31.728'' 110° 19' 35.304''

TA3 7° 59' 12.282'' 110° 19' 29.448''

TA4 7° 58' 38.37'' 110° 20' 37.272'

TA5 7° 58' 4.734'' 110° 21' 9.300''

Selanjutnya tiap data rekaman dilakukan pembacaan data


mikrotremor dengan menggunakan software Geopsy. Data masukan
merupakan data dengan ekstensi . TRC yang mengandung data hasil dari
pengukuran diperoleh getaran tanah dan fungsi waktu yang terdiri dari tiga
komponen, yaitu komponen horizontal (North-South), komponen horizontal
(East-West), dan komponen vertikal (Up-Down) berikut hasil data yang
diperoleh. Dilakukan dengan cara File – Import signals – File, kemudian pilih
file yang akan di-input dan Open. Selanjutnya melakukan pengolahan H/V,
pilih menu Tools. Akan muncul H/V toolbox beserta bentuk grafik dari data
yang kita olah. Pada bagian Time – General, pemilihan panjang Length
dilakukan untuk mengatur panjang gelombang dalam 1 window. Pada contoh
ini menggunakan Length sebesar 20,00 s.
Lakukan picking data dilakukan secara manual guna memisahkan
noise alami dan noise gangguan. Lakukan windowing pada rekaman
mikrotremor, adalah terbaginya seismogram mikrotremor menjadi beberapa
jendela (window) berupa kotak-kotak berwarna, untuk memilih sinyal-sinyal
yang bebas dari noise. Dibawah ini merupakan salah satu contoh picking.
Gambar 3.1 Picking data perekaman TA 1
Lalu dilakukan penghitungan HVSR dengan Start. Kemudian akan
muncul grafik H/V result. Dari grafik yang ada kita dapat mengetahui
frekuensi dominan dan amplitudo maksimum dari garis hitam tebal pada
puncak yang tertinggi. Selanjutnya adalah mencari besaran Kg atau indeks
kerentanan gempa dengan membagi kuadrat frekuensi dominan dengan
amplitudo. Dengan menggunakan nilai hasil dari frekuensi dominan dan
amplitudo maksimum pada pengolahan Geopsy.

Gambar 3.2 Grafik H/V TA 1


Setelah perhitungan nilai didapatkan maka data dilakukan pemodelan
pemetaan atau zonasi. Buka app Arcgis kemudian masukan data excel yang
telah dibuat (fo, A, Kg dan Koordinat). Kemudian data koordinat diubah ke
referensi UTM. Data yang sudah ada akan diinterpolasi yang bertujuan untuk
menghasilkan titik-titik data baru dalam suatu jangkauan dari suatu set diskrit
data data yang telah diketahui. Dalam pemetaan, interpolasi adalah proses
estimasi nilai pada wilayah yang tidak diukur, sehingga ter-buatlah peta atau
sebaran nilai pada seluruh wilayah. Untuk kali ini digunakan metode
interpolasi Kriging. Metode Kriging dapat digolongkan kedalam estimasi
stochastic dimana perhitungan secara statistik dilakukan untuk menghasilkan
interpolasi dimana menggunakan kombinasi linear dari weight untuk
memperkirakan nilai diantara sampel data. Metode yang lain adalah Metode
IDW, merupakan metode deterministik yang sederhana dengan
mempertimbangkan titik disekitarnya. Asumsi dari metode ini adalah nilai
interpolasi akan lebih mirip pada data sampel yang dekat daripada yang lebih
jauh. Bobot (weight) akan berubah secara linier sesuai dengan jaraknya
dengan data sampel. Bobot ini tidak akan dipengaruhi oleh letak dari data
sampel.
Setelah dilakukan interpolasi maka peta tersebut disusun dengan
layout peta sesuai kaidah, seperti judul, skala, arah utara, sistem koordinat,
peta indeks, dan lain lain.

Gambar 3.3 Plotting pada Arcgis


iv. Analisa Hasil
Salah satu metode yang dapat dilakukan untuk menggambarkan
kondisi bawah permukaan adalah dengan melalui pengukuran mikrotremor.
Pengukuran mikrotremor merupakan suatu metode yang menawarkan
kemudahan dan kecepatan dalam upaya untuk mengetahui parameter
respon suatu daerah seperti faktor amplifikasi dan periode dominan.
Gempabumi yang mengakibatkan kerusakan bangunan dipengaruhi oleh
beberapa parameter HVSR. Parameter-parameter tersebut dapat digunakan
untuk memetakan kerusakan infrastruktur suatu daerah akibat getaran
gempa bumi, diantaranya ialah amplifikasi tinggi dan frekuensi rendah.
Metode Horizontal to Vertical Spectral Ratio (HVSR) dengan menggunakan
data mikrotremor telah banyak digunakan untuk mikrozonasi atau studi efek
tapak lokal (Saaduddin dkk., 2015).
Indeks kerentanan seismik (Kg) adalah indeks yang sangat
berhubungan dengan tingkat kerawanan suatu wilayah dari ancaman resiko
gempa bumi. Antara indeks kerentanan seismik di suatu daerah dan tingkat
resiko gempa bumi terhadap kerusakan akibat gempa bumi menunjukkan
adanya hubungan yang linear. Nakamura drr.(2000) mengkaji hubungan
antara indeks kerentanan seismik dengan rasio kerusakan menggunakan data
gempa bumi Kobe 1995. Hasil kajiannya menunjukkan bahwa distribusi
indeks kerentanan seismik tinggi terletak pada zona kerusakan parah yang
tersebar dengan membentuk jalur kerusakan (Susilanto, dkk., 2016).
Pada praktikum kali ini kita telah melakukan picking untuk getaran
alami dan menghapus getaran noise. Hal ini dilakukan dengan metode
Horizontal to Vertical Spectral Ratio (HVSR) pada software geopsy. Input atau
keluaran yang akan kita dapat dari metode ini adalah grafik H/V, grafik ini
akan memuat fo dan A yang nantinya berguna untuk mencari nilai Kg.
Dibawah ini merupakan hasil analisis grafik H/V untuk ke 5 titik pengamatan.
a. TA 1

Gambar 4.1 Grafik H/V TA 1


Pada titik pengamatan 1 memiliki letak latitude 7° 59' 12.804''
dan longitude 110° 19' 26.742’’ lalu diubah menjadi koordinat UTM
setara dengan 9117090.429 LS 425511.768 BT. Ketika dilakukan
picking data yang dilakukan secara manual guna memisahkan noise
alami dan noise gangguan, maka didapatkan 97 window. Jika
mengamati grafik H/V yang dihasilkan maka didapatkan nilai fo yaitu
1.11568 dan A sebesar 1.67686. Dari kedua nilai tersebut maka
didapatkan nilai Kg sebesar 2.520, ini menunjukkan bahwa
kerentanan gempa pada titik ini berada di level yang rendah
dibandingkan titik lainya.
b. TA 2

Gambar 4.2 Grafik H/V TA


Pada titik pengamatan 2 memiliki letak latitude 7° 59' 31.728''
dan longitude 110°19'35.304'' lalu diubah menjadi koordinat UTM
setara dengan 9116509.687 LS 425774.834 BT. Ketika dilakukan
picking data yang dilakukan secara manual guna memisahkan noise
alami dan noise gangguan, maka didapatkan 87 window. Jika
mengamati grafik H/V yang dihasilkan maka didapatkan nilai fo yaitu
4.97655 dan A sebesar 3.6468. Dari kedua nilai tersebut maka
didapatkan nilai Kg sebesar 2.672, ini menunjukkan bahwa
kerentanan gempa pada titik ini berada di level yang rendah
dibandingkan titik lainya.

c. TA 3

Gambar 4.3 Grafik H/V TA 3


Pada titik pengamatan 3 memiliki letak latitude 7° 59' 12.282''
dan longitude 110°19'29.448'' lalu diubah menjadi koordinat UTM
setara dengan 9117106.596 LS 425594.583 BT. Ketika dilakukan
picking data yang dilakukan secara manual guna memisahkan noise
alami dan noise gangguan, maka didapatkan 57 window. Jika
mengamati grafik H/V yang dihasilkan maka didapatkan nilai fo yaitu
0.406408 dan A sebesar 1.51918. Dari kedua nilai tersebut maka
didapatkan nilai Kg sebesar 5.6787, ini menunjukkan bahwa
kerentanan gempa pada titik ini berada di level yang sedang
dibandingkan titik lainya.
d. TA 4

Gambar 4.4 Grafik H/V TA 4


Pada titik pengamatan 4 memiliki letak latitude 7° 58' 38.37''
dan longitude 110°20'37.272'' lalu diubah menjadi koordinat UTM
setara dengan 9118151.409 LS 427669.282 BT. Ketika dilakukan
picking data yang dilakukan secara manual guna memisahkan noise
alami dan noise gangguan, maka didapatkan 24 window. Jika
mengamati grafik H/V yang dihasilkan maka didapatkan nilai fo yaitu
3.61483 dan A sebesar 2.550088. Dari kedua nilai tersebut maka
didapatkan nilai Kg sebesar 1.7989, ini menunjukkan bahwa
kerentanan gempa pada titik ini berada di level rendah dibandingkan
titik lainya.

e. TA 5

Gambar 4.5 Grafik H/V TA 5


Pada titik pengamatan 5 memiliki letak latitude 7° 58' 4.734''
dan longitude 110°21'9.3'' lalu diubah menjadi koordinat UTM setara
dengan 9119185.940 LS 428648.184 BT. Ketika dilakukan picking data
yang dilakukan secara manual guna memisahkan noise alami dan
noise gangguan, maka didapatkan 77 window. Jika mengamati grafik
H/V yang dihasilkan maka didapatkan nilai fo yaitu 1.74667 dan A
sebesar 5.8786. Dari kedua nilai tersebut maka didapatkan nilai Kg
sebesar 19.785, ini menunjukkan bahwa kerentanan gempa pada titik
ini berada di level tinggi dibandingkan titik lainya.

Dibawah ini merupakan tabel rangkuman dari data data penting yang
dimiliki tiap titik.
Tabel 4.1 Data tiap titik perekaman

E (x) N (y) fo A Indeks


Kerentanan

TA1 425511.7685 9117090.43 1.11568 1.67686 2.520309999

TA2 425774.8345 9116509.687 4.97655 3.6468 2.672363432

TA3 425594.5835 9117106.596 0.406408 1.51918 5.678795379

TA4 427669.2822 9118151.409 3.61483 2.550088 1.798963937

TA5 428648.1842 9119185.94 1.74667 5.8786 19.78504123

Selanjutnya adalah menganalisis hasil plotting Indeks Kerentanan


pada software Arcgis dengan metode interpolasi Kriging. Jika diamati pada
peta yang telah dibuat maka kita akan mengetahui persebaran daerah
daerah yang memiliki indeks kerentanan gempa yang tinggi hingga kerendah.
Jika diurutkan mulai dari indeks kerentanan gempa yang tinggi kerendah,
diawali dari warna biru-birumuda-kuning-kuningtua-oren-merah. Warna biru
mendominasi di arah timur laut karena pada daerah tersebut terdapat titik
TA
5 yang memiliki indeks kerentanan gempa paling tinggi yaitu 19.785.
Selanjutnya dari Timur laut warna bergradasi ke arah barat daya hingga ke
tengah merupakan nilai paling rendah yaitu 1.799. Lalu nilainya naik hingga
akhirnya di pojok Barat daya terjadi penurunan kembali karena terdapat titik TA 2 3
dan 4 yang nilai nya kecil.

Gambar 4.6 Peta Indeks Kerentanan Gempa Daerah Pengamatan

Dari sini kita mengetahui bahwa daerah yang berada di Timur laut
merupakan daerah yang rawan. Selain akan sering terasa gempa kecil daerah ini
akan mengalami dampak yang lebih besar dibandingkan dengan daerah lainnya
apabila terjadi gempa yang memiliki magnitudo besar. Hal ini dapat dipengaruhi
oleh struktur geologi yang ada di daerah tersebut. Sebuah sumber menyebutkan
bahwa pada daerah yang kita amati terdapat sesar yang aktif, yaitu Sesar Opak.
Sesar Opak merupakan sesar aktif dari pantai selatan ke utara Yogyakarta. Hal inilah
yang menyebabkan adanya mikrotremor pada daerah ini.
Sesar Opak merupakan sesar aktif yang memanjang di Sungai Opak dari
pantai selatan ke utara Yogyakarta. Gempabumi yang terjadi pada tanggal 27 Mei
2006 berkekuatan 5,9 Skala Richter di Yogyakarta disebabkan adanya gerakan aktif
dari sesar Opak yang menimbulkan kerusakan sangat parah termasuk pada daerah
pengamatan. Daerah Istimewa Yogyakarta sendiri merupakan wilayah yang
termasuk dekat dengan zona tumbukan lempeng serta memiliki struktur geologi
yang kompleks. Kondisi tatanan tektonik yang begitu kompleks menyebabkan
wilayah Yogyakarta dan sekitarnya telah menjadi kawasan seismik aktif dengan
frekuensi kegempaan yang sangat tinggi. Berdasarkan kondisi tersebut, perlu adanya
pemahaman mengenai karakteristik gempa bumi di suatu daerah, khususnya untuk
daerah kegempaan aktif. Pengetahuan mengenai karakteristik gempa bumi yang
mempengaruhi seismisitas seperti wilayah Yogyakarta dapat dipelajari melalui
analisis seismisitas (Marsyelina, dkk., 2014).
v. Kesimpulan
Dari praktikum kali ini dapat disimpulkan bahwa terdapat 5 titik
pengukuran mikrotremor pada daerah ini. Data telah diolah dengan
menggunakan metode HVSR (Horizontal to Vertical Spectral Ratio). Hasil
penelitian menunjukkan bahwa nilai frekuensi dominan (fo) di daerah
penelitian berkisar antara 0,40 – 4.97 Hz, H/V amplifikasi (A) antara 1,56 –
5,88, dan nilai indeks kerentanan seismik (Kg) berkisar antara 1,79 – 19,7.
Daerah yang berada di Timur laut merupakan daerah yang rawan. Selain akan sering
terasa gempa kecil daerah ini akan mengalami dampak yang lebih besar
dibandingkan dengan daerah lainnya apabila terjadi gempa yang memiliki
magnitudo besar. Hal ini dapat dipengaruhi oleh struktur geologi yang ada di daerah
tersebut. Sebuah sumber menyebutkan bahwa pada daerah yang kita amati
terdapat sesar yang aktif, yaitu Sesar Opak. Sesar Opak merupakan sesar aktif dari
pantai selatan ke utara Yogyakarta.
vi. Daftar Pustaka
Marsyelina, M., Wibowo, N. B., Darmawan, D. 2014. Karakteristik
mikrotremor dan analisis seismisitas pada jalur sesar Opak,
kabupaten Bantul, Yogyakarta. Jurnal Sains Dasar. 3(1) 95 – 101.
Saaduddin, Sismanto, Marjiyono. 2015. PEMETAAN INDEKS KERENTANAN
SEISMIK KOTA PADANG SUMATERA BARAT DAN KORELASINYA
DENGAN TITIK KERUSAKAN GEMPA BUMI 30 SEPTEMBER 2009.
Academia-Industry Linkage. Vol.8 Hal 459-466.
Susilanto, P., Ngadmanto, D., Daryono, Hardy, T., Pakpahan, S. 2016.
Penerapan Metode Mikrotremor HVSR untuk Penentuan Respons
Dinamika Kegempaan di Kota Padang. Jurnal Lingkungan dan
Bencana Geologi, Vol. 7 No. 2, Hal 79 - 88.
vii. Lampiran
TA 1

TA 2
TA 3
TA 4
TA 5

Anda mungkin juga menyukai