Disusun oleh:
AMATUL FIRDHA (1704109010001)
Disusun oleh:
AMATUL FIRDHA
1704109010001
Disetujui Oleh,
Dosen Pembimbing Co. Pembimbing
Mengetahui
Ketua Prodi Teknik Geologi
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan atas ke hadirat Allah SWT, yang telah
menciptakan tujuh petala langit dan tujuh petala bumi berserta isi diantara keduanya
dan telah memberikan kemudahan dalam penyusunan tugas akhir yang berjudul
“Pemetaan Geologi dan Analisis Fasies Anggota Batugamping pada Formasi
Gunungapi Tapaktuan di Daerah Labuhanhaji Barat, Kabupaten Aceh Selatan,
Provinsi Aceh”.
Selawat berangkaikan salam tidak lupa pula kita hadiahkan kepada Rasullah
Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan sahabat sekalian yang telah membawa
perubahan dari alam kebodohan ke alam yang berilmu pengetahuan seperti yang kita
rasakan pada saat sekarang ini.
Penulisan tugas akhir ini dalam rangka untuk memenuhi salah satu syarat
untuk mencapai gelar Sarjana Teknik pada Program Studi Teknik Geologi, Falkutas
Teknik, Universitas Syiah Kuala, dalam penyusunan tugas akhir ini penulis
menyadari tanpa adanya bimbingan, bantuan dan dorongan dari Bapak Fahri Adrian,
B.Sc., M.Sc dan Bapak Rifqan, S.Si., M.T selaku dosen pembimbing yang telah
membimbing penulis. Tidak lupa pula terima kasih kepada kedua orang tua yang
telah berperan penting dalam proses pembelajaran penulis.
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Alfiansyah Yulianur BC. selaku Dekan Fakultas Teknik
Universitas Syiah Kuala.
2. Bapak Dr. Bambang Setiawan, S.T., M.Eng.Sc selaku Ketua Jurusan Kebumian
Universitas Syiah Kuala;
3. Ibu Dr. Halida Yunita, S.T., M.T selaku Ketua Prodi Teknik Geologi Jurusan
Kebumian Universitas Syiah Kuala;
iii
iv
4. Bapak Ibnu Rusydy, S.Si., M.Sc. sebagai Ketua Bidang Geologi Rekayasa dan
Lingkungan Prodi Teknik Geologi Jurusan Kebumian Universitas Syiah Kuala;
5. Bapak Hidayat Syah Putra, S.T., M.Sc dan Ibu Dewi Sartika, S.T., M.Eng sebagai
Penguji dalam seminar proposal dan sidang buku tugas akhir;
6. Bapak Akmal Muhni, S.T., M.T. Sebagai Pembimbing Akademik yang telah
memberikan arahan dan bimbingan dalam proses penyelesaian tugas akhir;
7. Seluruh dosen Prodi Teknik Geologi Jurusan Kebumian Fakultas Teknik
Universitas Syiah Kuala yang telah memberikan saran, masukan, dan ilmu
kepada penulis;
8. Orang tua dan keluarga besar penulis yang selalu memberikan do’a dan dukungan
untuk dapat menyelesaikan proposal tugas akhir ini;
9. Seluruh mahasiswa Teknik Geologi 2017 yang telah memberi semangat dan
motivasi kepada penulis untuk dapat menyelesaikan studi ini;
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa pada penulisan tugas akhir ini masih
jauh dari kata sempurna. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari
pembaca. Semoga penulisan ini dapat bermanfaat terkhususnya untuk mahasiswa
geologi.
Amatul Firdha
1704109010001
ABSTRAK
v
ABSTRACT
vi
DAFTAR ISI
vii
viii
x
xi
Gambar 4.22 Kenampakan Lempung pada Singkapan S53 di Desa Pante Geulima,
Kec. Labuhanhaji Barat ............................................................................................... 70
Gambar 4.23 Kenampakan Kerikil dan Pasir pada Singkapan S53 di Desa Pante
Geulima, Kec. Labuhanhaji Barat ............................................................................... 71
Gambar 4.24 Kenampakan Kekar Gerus di Singkapan S3 ......................................... 71
Gambar 4.25 Diagram Rosette Memperlihatkan Jurus (Strike) Kekar Berarah Timur
Laut - Barat dan Barat Laut - Tenggara ..................................................................... 72
Gambar 4.26 Kenampakan Kontak Litologi yang Merupakan Zona Indikasi Sesar
pada Singkapan S25 .................................................................................................... 74
Gambar 4.27 Kenampakan Sesar Geser yang Berada di Luar Blok Daerah Penelitian
..................................................................................................................................... 75
Gambar 4.28 Klasifikasi Penamaan Sesar (Rickard, 1972) ........................................ 76
Gambar 4.29 Kenampakan Air Terjun di Desa Bate Meucanang, Kec.Labuhanhaji
Barat ............................................................................................................................ 77
Gambar 4.30 Kenampakan Mata Air di Daerah Penelitian......................................... 77
Gambar 4.31 Sayatan Tipis pada Singkapan S5 ......................................................... 80
Gambar 4.32 Sayatan Tipis pada Singkapan S10 ....................................................... 82
Gambar 4.33 Sayatan Tipis pada Singkapan S40 ....................................................... 85
Gambar 4.34 Penamaan Batugamping Berdasarkan Embry dan Klovan (1971) ........ 86
Gambar 4.35 Sayatan Tipis pada Singkapan S18 ....................................................... 88
Gambar 4.36 Penamaan Batuan Basal Berdasarkan Diagram QAPF (IUGS, 1973) .. 90
Gambar 4.37 Sayatan Tipis pada Singkapan S37 ....................................................... 92
Gambar 4.38 Penamaan Batuan Andesit Berdasarkan Diagram QAPF (IUGS, 1973)
..................................................................................................................................... 94
Gambar 4.39 Zona Fasies Terumbu Menurut James (1972) ...................................... 95
Gambar 4.40 Kenampakam Zona Fasies pada Batugamping Berdasarkan Zona Fasies
dengan Model Paparan Karbonat Terbatas (Wilson, A.J.E,1975) ............................. 96
Gambar 4.41 Ilustrasi Lingkungan Pengendapan Satuan Batuan yang Ada di Daerah
Penelitian (Sumber : Penulis, 2022) ........................................................................... 97
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Klasifikasi Bentukan Asal Berdasarkan Genesa dan Sistem Pewarnaan
(Verstappen & Van Zuidam, 1968 dan 1975) ............................................................... 9
Tabel 2.2 Klasifikasi Unit Geomorfologi Bentuk Lahan Asal Denudasional (van
Zuidam, 1983) ............................................................................................................. 10
Tabel 2.3 Klasifikasi Unit Geomorfologi Bentuklahan Asal Struktural (Van Zuidam,
1983) ........................................................................................................................... 12
Tabel 2.4 Klasifikasi Unit Geomorfologi Bentuklahan Asal Fluvial (van Zuidam,
1983) ........................................................................................................................... 15
Tabel 2.5 Klasifikasi Unit Geomorfologi Bentuklahan Asal Karst (van Zuidam, 1983)
..................................................................................................................................... 16
Tabel 2.6 Klasifikasi Unit Geomorfologi Bentuklahan Asal Marine (van Zuidam,
1983) ........................................................................................................................... 19
Tabel 2.7 Komposisi Mineral dari Mineral Karbonat yang Umum Dijumpai (Sam
Boggs,2014) ................................................................................................................ 29
Tabel 3.1 Alat dan Bahan Lapangan ........................................................................... 42
Tabel 3.2 Alat dan Bahan Laboratorium ..................................................................... 42
Tabel 4.1 Data Observasi Lapangan ........................................................................... 73
Tabel 4.2 Stratigrafi Batugamping di Daerah Penelitian ............................................ 78
Tabel 4.3 Vulkanostatigrafi Batuan Basal dan Andesit di Daearah Penelitian ........... 79
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
xiv
BAB I
PENDAHULUAN
1
2
Tubuh batuan yang hadir di lapangan dicirikan oleh litologi, biologi dan
struktur fisik batuan yang berperan sebagai tubuh batuan yang menjadi pembeda
disebut dengan fasies. Fasies adalah cerminan dari mekanisme pengendapan, bukan
hanya satu mekanisme lingkungan saja tetapi bisa lebih dari satu mekanisme
pengendapan (Walkel, dkk (1992)). Diperlukan komponen-komponennya seperti
litologi, struktur sedimen, dan fosil dalam menganalisis fasies dari batugamping
tersebut. Pada penelitian ini menggunakan analisis fasies klasifikasi Batuan Karbonat
oleh Embry dan Klovan (1971) yang kemudian diinterpretasikan fasies pada
batugamping tersebut berdasarkan berdasarkan James (1979) dan berdasarkan Wilson
(1975).
Penelitian terdahulu yang berhubungan dengan studi kasus ini ialah studi
kasus yang diteliti oleh Adrian, dkk (2020) dengan judul “Analisis Lingkungan
Pengendapan Batuan Karbonat di Kecamatan Montasik”, menggunakan metode
analisis petrologi dan petrografi dan hasil dari penelitian tersebut ialah pesebaran
litologi batuan dari daerah penelitian. Studi kasus yang diteliti oleh Agustina (2020)
dengan judul “Pemetaan Geologi dan Analisis Lingkungan Pengendapan
Batugamping di Kecamatan Lhoong, Kabupaten Aceh Besar, Provinsi Aceh,
menggunakan metode analisis petrologi dan petrografi dan hasil dari penelitian
tersebut ialah kondisi geologi, jenis batugamping, dan lingkungan pengendapan
batugamping di daerah penelitian. Studi kasus yang diteliti oleh Pratiwi (2020)
dengan judul “Geologi dan Analisis Litofasies serta Lingkungan Pengendapan
Anggota Batugamping, Formasi Gunungapi Tapaktuan di Kecamatan Tapaktuan dan
Sekitarnya, Kabupaten Aceh Selatan, Provinsi Aceh” menggunakan metode analisis
petrologi dan petrografi dan hasil dari penelitian tersebut ialah kondisi geologi, jenis
batugamping, dan litofasies dari betugamping tersebut, dan studi kasus lainnya.
Pada penelitian ini menggunakan metode petrologi dan petrografi yang
dilakukan dengan pengamatan sayatan tipis. Petrografi adalah cabang ilmu petrologi
yang mempelajari tentang pengelompokkan batuan dengan mendeskripsi dan
3
klasifikasi batuan yang dilakukan berdasarkan hasil pengamatan sayatan tipis dengan
menggunakan mikroskop (Boggs, 2009).
5
6
Daerah Penelitian
Gambar 2.2 Peta Geologi Regional Lembar Tapaktuan (Cameron dkk, 1982)
8
2.2 Geomorfologi
Geomorfologi adalah cabang ilmu kebumian yang mempelajari tentang
bentang alam dan proses perubahan yang ada di bumi. Geomorfologi merupakan
suatu bentuk lahan yang tertata atau tersusun pada permukaan bumi baik itu
ketinggian permukaan bumi maupun kedalaman permukaan laut, serta proses
pembentukan dan perubahan dengan melihat faktor lingkungannya (Verstappen,
1983). Berdasarkan konsep geomorfologi di atas memberikan kesimpulan
geomorfologi mempunyai hubungan dengan bentuk lahan, proses geomorfologi, dan
material penyusunnya (Van Zuidam, 1983).
Dalam perhitungan morfometri, digunakan rumus seperti berikut :
1
1. Indeks Kontur = 2000 𝑥 𝑆kala Peta
4. Beda tinggi = Titik Tertinggi (Top Hill) – Titik Terendah (Low Hill)
Tabel 2.1 Klasifikasi Bentukan Asal Berdasarkan Genesa Dan Sistem Pewarnaan
(Verstappen & Van Zuidam, 1968 dan 1975)
10
curam, halus;
Monadnocks:
memanjang, curam;
Bentuk yang tidak rata
dengan atau tanpa blok
penutup.)
D5 Dataran (Peneplains) Hampir datar, topografi
landai sampai
bergelombang. Elevasi
rendah.
D6 Dataran yang Terangkat / Hampir datar, topografi
Dataran Tinggi (Raized landai sampai
Peneplains / Plateaus) bergelombang. Elevasi
tinggi.
D7 Kaki Lereng Relatif rendah, lereng
hampir horizontal
sampai rendah. Hampir
datar, topografi
bergelombang dalam
tahap aktif.
D8 Piedmonts Tebing yang rendah
sampai cukup
bergelombang ke
topografi landai di kaki
bukit dan dataran tinggi
pegunungan.
D9 Gawir (Scarp) Lereng yang curam
sampai sangat curam.
12
Topografi bergelombang
sedang hingga
Rendah sampai cukup
S1 bergelombang kuat dengan
miring. Tersayat menengah.
pola aliran berhubungan
dengan kekar, dan patahan
13
Topografi bergelombang
Rendah sampai topografi
sedang hingga
tebing yang cukup miring
S2 bergelombang kuat dengan
dengan berbentuk linear.
pola aliran berkaitan dengan
Tersayat menengah – kuat.
singkapan batuan berlapis
Topografi bergelombang
Sedang sampai topografi
kuat hingga perbukitan
S3 tebing yang cukup miring.
dengan pola aliran berkaitan
Tersayat kuat.
dengan kekar dan patahan
Bergelombang lemah di
bagian lereng belakang dan
S6 Cuestas
perbukitan pada lereng
depan. Tersayat lemah.
perbukitan tersayat.
Topografi bergelombang
Teras Denudasional
S8 lemah hingga perbukitan.
Struktural
Tersayat menengah.
Topografi bergelombang
S11 Kubah / Perbukitan Sisa
kuat hingga perbukitan.
Topografi bergelombang
S12 Dykes kuat hingga perbukitan.
Tersayat menengah.
Topografi bergelombang
S14 Depresi Graben
lemah hingga kuat.
Topografi bergelombang
S15 Tinggian Horst
kuat hingga perbukitan.
15
Topografi landai-hampir
F5 Swamps, fluvial basin landai (swamps, tree
vegetation)
lemah-menengah
Lereng landai-curam
menengah, biasanya banjir
F7 Active alluvial fans dan berhubungan dengan
peninggian dasar oleh
akumulasi fluvial
Lereng curam-landai
menengah, jarang banjir dan
F8 Inactive alluvial fans
pada umumnya tersayat
lemah-menengah
lain-lain. Klasifikasi bentuklahan asal Marine dapat dilihat pada tabel 2.6 dibawah
ini.
(1973) untuk batuan beku dan Klasifikasi Batuan Karbonat oleh Embry dan Klovan
(1971) untuk mengetahui fasies dari batugamping di daerah penelitian berdasarkan
James (1979) dan Wilson (1975).
batuan karbonat tanpa lumpur. Menurut Dunham batuan ini berasal dari 2
proses, yaitu:
- Grainstone merupakan batugamping yang terbentuk pada energi yang
tinggi, sehingga keterdapatan lumpur terbilang minim.
- Grainstone terdapat pada arus yang putus butir dan melewati lumpur
pada lingkungan pengendapannya, memiliki tekstur berpori yang
biasanya banyak terdapat pada sekitaran pantai.
4. Packstone, yaitu batugamping yang komponen-komponennya saling
bersinggungan, mempunyai tekstur grain-supported, butir-butirnya terdiri dari
batuan karbonat berlumpur, dan memiliki banyak betolit (Dunham, 1962).
5. Boundstone yaitu batugamping dimana komponennya terbentuk ketika proses
deposisi berlangsung dan mengalami perekatan bersama selama proses
deposisi (pada lingkungan pengendapan terumbu).
6. Crystalline Carbonate, yaitu batugamping yang tidak memperlihatkan tekstur
pengendapan.
1. Allochtonous
Allochtonous adalah komponen-komponen batugamping tidak terikat secara
organis atau komponen yang berasal dari luar cekungan kemudian tertransportasi dan
terendapkan kembali menjadi partikel padat. Biasanya mengandung butiran dengan
ukuran lebih besar dari 2 mm lebih dari > 10%, kemudian dibagi dua lagi oleh Embry
dan Klovan (1971), yaitu :
- Floatstone
Floatstone adalah suatu tekstur dari batugamping yang berasal dari potongan-
potongan kerangka organik yang berukuran lebih besar dari 2 mm dengan ukuran
matriks kurang dari 10% dan masih didominasikan oleh semen.
- Rudstone
Rudstone adalah suatu tekstur batugamping yang berasal dari potongan-
potongan kerangka organik (batugamping klastik) yang berukuran lebih besar dari 2
mm dengan ukuran matriks bisa lebih besar dari 20% dan masih tetap didominasikan
oleh semen.
28
2. Autochtonous
Autochtonous adalah komponen-komponen yang berasal dari organisme asal
dengan komponen-komponennya terikat dan belum tertransportasi selama proses
pengendapannya (Embry dan Klovan, 1971). Pada saat proses deposisi, aktivitas
organisme juga terjadi yang mengakibatkan komponen-komponen yang terikat oleh
mud (micrite) dan semen (sparite) yang kemudian terkompaksi menjadi batuan
karbonat (Embry dan Klovan, 1971).
- Bafflestone
Bafflestone adalah batugamping yang berasal dari kerangka organik seperti
koral (branching coral) dalam keadaan tumbuh berdiri dan dilapisi oleh lumpur
(mud). Biasanya kerangka organik berperan sebagai penjebak yang menjebak lumpur
karbonat.
- Bindstone
Bindstone adalah suatu tekstur batugamping yang berasal dari kerangka
organik maupun dari pecahan-pecahannya seperti koral dan pecahan organik lainnya.
Kemudian kerangka organik tersebut diikat kembali oleh kerak lapisan-lapisan
(encrustation) gamping yang dikeluarkan ganggang merah dan lainnya.
- Framestone
Framestone adalah suatu tekstur batugamping yang berasal dari semua aneka
kerangka seperti koral, bryozoa, ganggang, dan lainya. Framestone memiliki matriks
yang kurang dari 10% dan dibagian kerangka kemungkinan terisi semen (sparry
calcite) ataupun bisa jadi kosong.
2.6 Batugamping
Batugamping adalah batuan sedimen non klastik yang mengandung mineral
kalsit dan aragonit yang merupakan dua varian berbeda dari kalsium karbonat
(CaCO3), dengan warna fisik putih keabu-abuan, dan terkadang berwarna putih
kekuningan. Mineral kalsit dan aragonit adalah mineral karbonat yang menjadi
mineral penting dari penyusun batugamping dan dolomit (Boggs, 2014).
29
Tabel 2.7 Komposisi Mineral dari Mineral Karbonat yang Umum Dijumpai (Sam
Boggs, 2014)
30
2. Non-Allochem (Orthochem)
Non-Allochem adalah salah satu bagian dari batuan karbonat yang
mineralnya tidak memiliki butiran-butiran bawaan yang disebabkan oleh
terkristalisasi langsung di tempat pengendapan Folk (1962). Non-Allochem terbagi
menjadi dua, yaitu sebagai berikut:
a. Mikrokristalin kalsit (Micrite)
Berupa lumpur (mud) karbonat, yang tersusun oleh interlocking anhedral
calcite/aragonite yang berukuran halus. Umumnya, mikrit bertindak sebagai matriks
dan mengisi ruang-ruang kosong antar butir Folk (1962).
b. Sparit (Sparry Calcite)
Sparit disebut juga sebagai semen karbonat yang mengisi ruang kosong pada
batuan karbonat, dengan tekstur berupa kristal-krital kalsit yang lebih besar dari
32
micrite. Sparit terbentuk akibat proses dari hasil pelarutan karbonat yang kemudian
mengkristal yang disebut dengan proses diagenesis Folk (1962).
pengendapan ini seperti delta, esturine, lagoon dan litoral (termasuk pantai, offshore
bar, tidal flat, dan barrier island).
3. Laut (Marine)
Lingkungan pengendapan ini berada pada daerah reef atau terumbu, neritic
atau laut dangal dengan kedalaman 0 – 200 meter, batial dengan kedalaman 200 –
2000 meter, dan abisal dengan kedalaman lebih dari 2000 meter.
6. Aktifitas tektonik
Suplai sedimen klastik terrigenous dapat terpengaruhi karena kondisi
paleotektonik, hal tersebut sangat berpengaruh dalam perkembangan batuan karbonat.
Hal yang menjadi perhatian pada penelitian ini adalah analisis fasies
batugamping. Fasies adalah tubuh batuan yang dapat dibedakan oleh ciri fisik,
kombinasi litologi, dan biologi yang dapat membedakannya tubuh batuan yang
berdekatan (Walker, 192). Dalam suatu lingkungan pengendapan, suatu batuan yang
berdekatan belum tentu memiliki fasies yang sama. Penentuan fasies pada penelitian
ini berdasarkan lingkungan pengendapan terumbu berdasarkan James (1979) dalam
Sholle (1989).
38
2.8 Paleontologi
Paleontologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang kehidupan
dimasa lalu yang.berhubungan dengan sejarah geologi berdasarkan fosil hewan,
tumbuhan, dan organisme yang didapati pada masa sekarang. serta. termasuk. studi
yang membahas tentang jaringan antara kelompok-kelompok organisme yang
menggambarkan kronologi sejarah bumi (Beates dan Jackson, 1987).
BAB III
METODE PENELITIAN
Gambar 3.1 Peta Topografi Daerah Penelitian yang dimodifikasi dari Rupa Bumi
Indonesia (RBI)
Sumber : Penulis (2022)
41
42
Batuan Batugamping, Satuan Batuan Endapan Pasir Qpm, Satuan Batuan Aluvium.
Kemudian dilakukan pengambilan sampel, disketsa, identifikasi secara makropis dan
akan dilanjutkan lebih detail secara mikroskopis pada sampel yang sudah diambil dari
lapangan. Sampel tersebut di beri kode S5, S10 dan S40 untuk batuan batugamping
berjenis mudstone, S18 untuk batuan beku basal, dan S37 untuk batuan beku andesit.
Selain dari pada itu hal-hal yang berhubungan dengan struktur geologi seperti sesar,
kekar, lipatan, dan lain-lain juga diperlukan sebagai pelungkap data. Struktur geologi
yang didapat pada daerah penelitian berupa kekar (joint) dan Sesar Normal Right Slip
Fault (Sesar normal dekstral dip > 45⁰) dengan Strike/Dip yaitu N 289⁰ E/87⁰ dan
pitch 32⁰ berdasarkan klasifikasi Rickard (1972).
b. Pembuatan Jalur Lintasan
Jalur lintasan dibuat dengan cara pengeplotan koordinat yang bertujuan untuk
memudahkan akses pemetaan dan pengambilan data sampel singkapan yang lebih
detail. Jalur lintasan dibuat menyilang (Crossing).
c. Pengamatan Geomorfologi
Pengamatan geomorfologi dilakukan dengan cara pengeplotan koordinat
terlebih dahulu, pengambilan sketsa atau foto bentang alam sehingga didapat 9 satuan
bentang alam, yaitu Satuan Bentang Alam Denudasional (D5), Satuan Bentang Alam
Karst (K5), Satuan Bentang Alam Struktural (S3), Satuan Bentang Alam Struktural
(S1), Satuan Bentang Alam Fluvial (F1), Satuan Bentang Alam Fluvial (F3), Satuan
Bentang Alam Fluvial (F4), Satuan Bentang Alam Marine (M3) dan Satuan Bentang
Alam Marine (M14).Setelah pengambilan.data di lapangan, maka tahap berikutnya
merupakan membuat Peta Geomorfologi. berdasarkan bentang alam yang telah
diamati.
45
3⁰34’22,627”N 96⁰59’32,784”E
U
Gambar 3.3 Langkah Memasukkan Data Strike dan Dip pada Aplikasi Dips
Sumber : Penulis (2022)
46
- Klik Contour Preset, kemudian klik Add User Plane untuk pembuatan Seet
Joint 1 (SJ1), Seet Joint 2 (SJ1), Bidang Bantu (BB).
- Klik Add Text untuk pembuatan Sigma 1,2,3 (T1,T2,T3).
- Klik Add User Plane untuk pembuatan East Joint (EJ), Release Joint (RJ)
e. Analisa Petrologi
Analisa petrologi merupakan salah satu metode untuk mendeskripsikan batuan
secara megaskopis atau dengan mata telanjang. Dilakukan dengan cara menganalisa
batuan itu sendiri, seperti warna, struktur, tekstur, sifat, dan komposisi, batuan secara
keseluruhan. Langkah-langkah dari metode ini adalah sebagai berikut:
- Menyediakan sampel yang akan dianalisis.
- Menganalisis dengan cara menuliskan ciri-ciri, sifat dan karakteristik batuan
tersebut dan dibantu dengan melihat menggunakan lup (kaca pembesar).
- Hasil yang didapatkan adalah hasil secara megaskopis.
f. Analisa Petrografi
Untuk. memperhatikan. kandungan dari. suatu batuan.berupa mineral, matriks
penyusun dan fragmen dari mikrofosil diperlukan tahapan selanjutnya.yaitu
melakukan analisis petrologi. dan. pengamatan.. sampel. secara. mikroskopis. dengan
melakukan. sayatan. tipis menggunakan. metode. Petrografi. Tujuan dari pengamatan
secara mikroskopis pada batugamping adalah untuk pengklasifikasikan batugamping
berdasarkan klasifikasi Embry & Klovan (1971) sehingga didapatkan hasil petrografi
pada kode sampel S5, S10 dan S40 untuk batuan batugamping berjenis mudstone.
Sedang pada batuan beku berdasarkan diagran IUGS (1973) pada kode sampel S18
untuk batuan beku basal, dan S37 untuk batuan beku andesit. Kemudian tahap
selanjutnya menganalisis fasies batugamping tersebut sehingga didapatkan hasil
fasies batugamping mudstone berada pada fasies fore reef berdasarkan Zona Fasies
Terumbu Menurut James (1979) dan pada zona 1 yaitu Basin berdasarkan Wilson,
A.J.E, (1975). Untuk lingkungan pengendapannya yaitu Fringing Reef berdasarkan
Nichols (2009).
Analisa petrografi merupakan salah satu metode untuk mendeskripsikan
batuan dengan menggunakan bantuan mikroskop (mikroskopis). Pendeskripsikan
batuan tersebut berupa warna, tekstur, dan komposisinya. Langkah-langkah dalam
metode ini adalah sebagai berikut:
- sampel batuan yang akan dianalisis disiapkan.
- sampel batuan tersebut dipotong dengan menggunakan mesin gerinda
- sampel batuan tesebut dihaluskan menggunakan mesin
- gerinda.
49
4. Penyusunan Laporan
Pada tahap ini adalah tahap merangkum semua data ke dalam bentuk laporan
tugas akhir. Laporan tugas akhir ini berisi tentang hasil yang telah dilaksanakan
selama pengambilan data sampai akhir dan mendapatkan hasil berupa peta
geomorfologi, peta lintasan, dan peta geologi.
51
Mulai
Tahap Persiapan
Studi Literatur :
Peta Geologi Regional
Peta Topografi
Penelitian Sebelumnya
Tahap Pengambilan Data
Topografi
Kenampakan Singkapan
Bentang Alam Batuan
Petrologi dan Stratigrafi dan
Petrografi Vulkanostratigrafi
Kesimpulan
Penyusunan
Tahap
Selesai
Hasil dan pembahasan yang didapatkan pada penelitian ini adalah suatu hasil
data untuk diolah dan sudah didapatkan di lapangan. Pada bab ini hasil dan
pembahasan akan diuraikan secara keseluruhan dan mendetail. Hasil dan pembahasan
tersebut berupa geomorfologi, litologi, geologi, petrografi, dan analisis fasies
batugamping pada daerah penelitian.
52
53
3⁰33’48,016”N 96⁰59’32,784”E U
Kerucut karst merupakan bukit karst yang berbentuk kerucut yang dicirikan
dengan lereng yang terjal dan dikelilingi oleh depresi. Kerucut karst disebabkan oleh
pelarutan yang menghasilkan ngarai terjal dan membagi massa kapur menjadi blok-
blok yang terisolasi. Blok-blok yang menghalangi menjadi bukit-bukit kerucut yang
berjarak dekat atau disebut juga dengan kerucut karst.
3⁰34’22,627”N 96⁰59’32,784”E U
U
3⁰34’16,62”N 96⁰59’26,24”E
Berdasarkan Van Zuidam (1983) penciri dari bentang alam ini berupa patahan
dan kekar sehingga bentang alam struktural ini dikatagorikan ke dalam bentuk lahan
Struktural S3. Kekar dan patahan tersebut dapat dilihat pada gambar 4.4 dibawah ini.
3⁰36’3,86”N 96⁰59’3,53”E
3⁰33’48,016”N 96⁰59’32,784”E U
Satuan bentang alam struktural S1 dicirikan dengan adanya kekar dan patahan, hal
yang membedakan bentang alam struktural S1 dengan S3 adalah kelerangan dan
ketinggian. Dimana bentang alam struktural S3 jauh lebih tinggi dari pada bentang
alam struktural S1. Kekar-kekar yang ada pada bentang alam ini dapat dilihat pada
gambar 4.6 dibawah ini.
58
3⁰35’49,31”N 96⁰57’41,21”E U
3⁰36’12,46”N 96⁰57’31,15”E U
3⁰33’47,89”N 96⁰59’49,93”E U
3⁰33’54,316”N 96⁰57’53,413”E U
3⁰33’55”N 96⁰57’54”E U
3⁰33’37,80”N 96⁰59’50,71”E
batuan ini berumur Jura Akhir ke Kapur Awal (Cameron dkk, 1982) pada Formasi
Gunungapi Tapaktuan. Singkapan andesit di daerah penelitian berjumlah 40
singkapan yang berada di utara blok penelitian, yaitu S1, S3, S8, S11, S14, S15, S21,
S22, S23, S24, S25, S26, S27, S28, S29, S30, S31, S33, S34, S35, S36, S37, S38,
S39, S41, S42, S43, S44, S45, S46, S47, S48, S49, S50, S60, S61, S62, S63, S64,
S69. Untuk analisis Thin Section dilakukan pada singkapan S37.
3⁰35’30,02”N 96⁰58’30,02”E
Formasi Gunungapi Tapaktuan (Muvt). Jumlah singkapan pada litologi ini berjumlah
15 singkapan sehingga penulis mengkategorikan sebagai satuan batugamping,
singkapan tersebut yaitu S4, S5, S6, S7, S8, S9, S10, S17, S25, S40, S53, S54, S55,
S67, S68. Selain itu, analisis Thin Section dilakukan pada singkapan S5, S10, dan
S40.
3⁰35’17,81”N 96⁰59’12,21”E
3⁰35’46,22”N 96⁰59’34,44”E
Pelapukan kulit gajah terbentuk karena adanya aktifitas air hujan yang bersifat
asam mengakibatkan permukaan batugamping menjadi kasar dan mudah lapuk. Air
hujan adalah air yang mengandung karbon dioksida (CO2), kemudian lama kelamaan
air hujan larut dengan H2O menjadi air yang mengandung asam karbonat (H2CO3).
Proses dari air tersebut memerlukan waktu yang cukup lama selama bertahun-tahun,
dimana air yang sudah mengandung asam karbonat (H2CO3) masuk kedalam
batugamping memalui rekahan-rekahan pada batuan sehingga menjadi senyawa
bikarbonat. Proses tersebut menjadikan batugamping memiliki struktur kulit gajah
atau Elephant’s Skin Weathering.
Selain dari struktur kulit gajah, batuan ini juga memiliki Secondary Structure
berupa Joint (kekar) dan Stylolite.Kekar yang terdapat pada batugamping di lokasi
penelitian merupakan jenis kekar gerus seperti pada Gambar 4.16 pada singkapan S7.
66
3⁰59’12,51”N 96⁰35’22,67”E
3⁰35’17,81”N 96⁰59’12,21”E
kimia yang bercampur dalam di bawah permukaan yang mengakibatkan lubang atau
pori-pori. pada batuan tersebut. seperti pada gambar 4.18.
3⁰35’27,05”N 96⁰59’19,59”E
3⁰35’29,35”N 96⁰59’41,24”E
gua. Sama halnya dengan stalaktit yang berasal dari tetesan dari pelarutan air CaCO 3,
namun stalagmit akan mengendapkan CaCo3 di dasar gua.
3⁰35’27,05”N 96⁰59’19,59”E
3⁰35’17,81”N 96⁰59’12,21”E
3⁰34’18,26”N 96⁰59’5,67”E
singkapan S53. Jumlah dari singkapan pada litologi ini berjumlah 5 singkapan, yaitu
S53, S54, S55, S59, S66.
3⁰35’4,76”N 96⁰57’32,21”E
U
3⁰35’6,28”N 96⁰57’24,16”E
3⁰34’18,26”N 96⁰59’5,67”E
Berdasarkan data jurus (strike) dan dip kekar yang didapat di lapangan, data
tersebut kemudian diolah dan didapatkan data proyeksi stereografisnya dengan
menggunakan Aplikasi Dips yaitu menghasilkan Diagram Rosette dari data kekar
yang sudah diolah. Diagram Rosette tersebut memperlihatkan bahwa jurus (strike)
kekar berarah Timur Laut – Barat Daya dan Barat Laut – Tenggara. Menurut
Cameron dkk. (1982), struktur yang bekerja pada Formasi Gunungapi Tapaktuan
adalah struktur dengan arah penunjaman Barat Laut – Tenggara (NW-SE) atau
disebut dengan Segmen Anu-batee Fault (Trans Sumatera Fault System). Sedangkan
untuk arah penunjaman Timur Laut dan Barat Daya (NE-SW) disebut juga dengan
Crosscutting Fault sangat berhubungan erat dengan arah penunjaman Barat Laut –
Tenggara (NW-SE) dimana adanya asosiasi arah tegasan yang menghasilkan aktifitas
Oblique Subdction dari Lempeng Samudera ke arah barat Pulau Sumatera. Berikut
adalah gambaran Diagram Rosette yang dihasilkan, seperti gambar 4.25.
Di daerah penelitian terdapat Indikasi sesar yang terletak pada singkapan S25
dengan koordinat 3⁰34’31,73”N 96⁰59’45,25”E yaitu kontak antara 2 litologi,
disebelah kanan batugamping dan sebelah kiri andesit. Diantara 2 kontak tersebut
terdapat Indikasi sesar atau bidang lemahnya yang menimbulkan ada aliran air atau
sungai kecil seperti pada gambar 4.26 di bawah ini.
Batugamping
Andesit
3⁰34’31,73”N 96⁰59’45,25”E
Di luar dari daerah penelitian yang saling berdekatan dijumpai sesar geser
pada Anggota Formasi Gunungapi Tapaktuan (Mult) dengan litologi batugamping
yang dapat dilihat pada gambar 4.27 di bawah ini. Sesar yang dijumpai berkoordinat
3⁰36’33,25”N 96⁰59’15,58”E dengan Strike/Dip yaitu N 289⁰ E/87⁰ yang berarah
Barat Laut – Tenggara (NW-SE). Indikasi sesar atau bidang lemah dari sesar tersebut
adalah Slickenside yang terdapat pada sesar tersebut. Dimana, Slickenside memiliki
75
bidang halusnya yang merupakan arah pergeseran dari sesar itu sendiri. Sesar tersebut
disebut sesar menganan (dekstral).
Bidang Halus
3⁰36’33,25”N 96⁰59’15,58”E
3⁰35’24,29”N 96⁰59’10,89”E
Piroklastik
Kapur Awal
2-7
Jura Akhir
Komposisi :
Mikrit (66%) : (//) Warna abu-abu berukuran <1mm atau halus, relief sedang,
pleokroisme monokroik.
(X) Warna interferensi abu-abu, orde 1, gelapan miring.
Urat Kalsit (27%) : (//) warna abu-abu kehitaman berukuran halus (<1mm), relief
sedang, pleokroisme monokroik.
(X) Warna interferensi abu-abu, orde 1.
Opak (1%) : (//) hitam, berukuran halus (<1mm), bentuk kristal euhedral,
relief tinggi.
(X) Warna interferensi hitam, orde 1.
Moldic (2%) : (//) putih, sebagai porositas.
(X) Warna hitam.
Lempung (3%) : (//) Berwarna coklat kehitaman.
(X) Warna coklat kehitaman.
Ooid (1%) : (//) warna hitam dengan inti berbentuk spherical hingga
elipsoid, relief tinggi, berukuran 0,25 hingga 2 mm.
(X) Warna interferensi hitam dengan inti.
Nama batuann : Batugamping Mudstone berdasarkan Embry dan Klovan (1971).
A B C D E F A B C D E F
1 1
Urat kalsit
2 2
Opc
3 3 Moldic
4 4 Matri
Sparit
5 5
6 6
// X
Gambar 4.31 Sayatan Tipis pada Singkapan S5
81
A B C D E F A B C D E F
Urat kalsit
1 1
2 2 Ooid
3 3
Urat kalsit
4 4 Opc
Sparit
5 5 Mikrit
Ooid
6 6 Moldic
// X
A B C D E F A B C D E F
1 1 Opc
Matri Lempung
2 2
3 3 Ooid
Sparit Opc Opc
4 4 e
5 5
6 6
// X
2. Batugamping S10
Untuk singkapan S10 pada batugamping (Mudstone), pengamatan sayatan
tipis dilakukan dengan pembesaran 10x, berwarna putih kecoklatan, ukuran. butir.
pasir halus, (0,125mm-0,25mm). Komposisi.batuan. tersusun.oleh mikrit, ooid dan
sprit kalsit.
Komposisi :
Mikrit (88%) : (//) Warna abu-abu berukuran <1mm atau halus, relief sedang,
pleokroisme dikroik.
(X) Warna interferensi abu-abu, orde 1, gelapan miring.
Sparit Kalsit (10%) : (//) tanpa warna berukuran halus (<1mm), relief sedang,
pleokroisme monokroik.
(X) Warna interferensi abu-abu dan tanpa warna, orde 1.
Ooid (2%) : (//) warna hitam dengan inti berbentuk spherical hingga
elipsoid, relief tinggi, berukuran 0,25 hingga 2 mm.
(X) Warna interferensi hitam.
Nama batuann : Batugamping Mudstone berdasarkan Embry dan Klovan (1971).
A B C D E F A B C D E F
1 1
Sparit
2 2 e
Matrix
3 3
Matrix
4 4
5 5
Ooid Ooid
6 6
// X
Gambar 4.32 Sayatan Tipis pada Singkapan S10
83
A B C D E F A B C D E F
1 1
2 2
3 3
Mikrit
4 4 Sparit
5 5
6 6
// X
A B C D E F A B C D E F
1 1
2 2
3 3
4 4 Mikrit
5 5
6 6
// X
3. Batugamping S40
Untuk singkapan S40 pada batugamping (Mudstone), pengamatan sayatan
tipis dilakukan dengan pembesaran 10x, dan ukuran butir pasir halus, (0,125mm-
0,25mm). Komposisi batuan tersusun oleh Dolomit, dan Sparit Kalsit, Mikrit,
Quartz.
Komposisi :
Dolomit (20%) : (//) tanpa warna berukuran halus (<1mm), bentuk kristal
subhedral, belahan tiga arah, relief tinggi, pleokroisme trikroik.
(X) Warna interferensi biru, merah, orde 2, gelapan miring, dan
kembaran albit.
Sparit Kalsit (37%) : (//) tanpa warna berukuran halus (<1mm), relief rendah,
pleokroisme trikroik.
(X) Warna interferensi abu-abu kehitaman, orde 1.
Mikrit (41%) : (//) tanpa warna berukuran halus (<1mm), relief sedang,
pleokroisme dikroik.
(X) Warna interferensi putih keabu-abuan, orde 1, gelapan
paralel.
Quartz (1%) : (//) warna absorbsi tanpa warna, relief sedang, pleokroisme tidak
ada, bentuk kristal subhedral – anhedral, belahan tidak ada.
(X) Warna interferensi putih keabu-abuan, orde 1.
Opak (1%) : (//) hitam, berukuran halus (<1mm), bentuk kristal euhedral,
relief tinggi.
(X) Warna interferensi hitam, orde 1.
Nama batuan : Batugamping Mudstone berdasarkan Embry dan Klovan (1971).
85
A B C D E F A B C D E F
1 1
mikrit Dolomit
2 2
3 3 Opc
5 5
Qz
Dolomit
6 6
// X
A B C D E F A B C D E F
1 1
2 2 mikrit
3 3 Dolom
4 4
Sparite Dolom
5 5
6 6
// X
A B C D E F A B C D E F
1 1
Mikrit
2 2
3 3 Sparit
Dolomit
4 4
Dolomit
5 5
6 6
// X
Gambar 4.33 Sayatan Tipis pada Singkapan S40
A B C D E F A B C D E F
1 1
Pg
2 2
Pg Pg Qz
3 3 Prx
4 4 Pg
Pg
5 5 Massa
Pg
Prx
6 6
// X
A B C D E F A B C D E F
1 1 Pg
Massa dasar
2 2
Pg
3 3
Pg
4 4
Opc
5 5 Pg
6 6 Pg
// X
A B C D E F A B C D E F
1 1 Pg
Pg
2 2 Pg
Pg
3 3 Pg
Massa
4 4 Pg
Pg Pg Pg
5 5
6 6 Qz
// X
Gambar 4.35 Sayatan Tipis pada Singkapan S18
Q = Q’ (100/Q+A+P)
Q = 5% (100/5%+0%+50%)
Q = 5% (1,82) = 9,1%
P = P’ (100/A+P) A = A’ (100/A+P)
P = 91% (100/91%) A = 0% (100/90%)
P = 100% A = 0%
1. Andesit S37
Pada.pengamatan S37 dilakukan pada.perbesaran 10x dan pada.pengamatan
struktur masif, tekstur afanitik ukuran.mineral sedang – halus.
Komposisi :
Plagioklas (42%) : (//) warna.absorbsi.tidak.berwarna, relief rendah,
pleokroisme sedang, bentuk kristal euhedral – anhedral,
belahan 2 arah – tidak ada.
(X) Warna interferensi abu-abu, orde 1, kembaran albit.
91
A B C D E F A B C D E F
opc
1 1 Pg
opc Qz
2 2 Pg
Orth
3 3 Pg Massa dasar
Prx Pg
Qz
4 4 Pg Pg Prx
5 5
Amp
opc Qz Orth
6 6
// X
A B C D E F A B C D E F
1 1 Pg
Pg
2 2 Opc
Pg
3 3 Prx
Pg Pg
4 4 Prx
Pg
5 5
Pg Orth
Prx
6 6 Pg
// X
A B C D E F A B C D E F
1 1 Opc
Qz
Qz
2 2 Qz
Pg
3 3
Pg Massa dasar
4 4
Qz
Pg
5 5 Qz Qz
Opc
6 6
// X
Gambar 4.37 Sayatan Tipis pada Singkapan S37
A = A’ (100/Q+A+P)
A = 15% (100/10%+15%+42%)
A = 15% (1,5) = 22
Batugamping mudstone pada daerah penelitian berada pada zona fasies 1 dan
2. Zona fasies 1 terdiri dari batuan serpih gelap. dan. mudstone. Karbonat yang
terendapkan pada. lingkungan. laut. dalam. atau. biasanya. pada.kondisi tanpa
oksigen (reduksi). Sedangkan zona fasies 2 berupa batugamping.dengan sisipan shale
yang sangat berfosil dengan terdeposisi pada lingkungan laut terbuka dibawah strom-
wave base namun diatas batas oksigen di air. Jangkauan antara kedua fasies ini
diperkirakan merupakan tempat terbentuknya batugamping mudstone. Hal ini dapat
dibedakan dari ukuran butir mudstone yang terdiri dari lanau, serpih, dan lempung.
Urutan ketiga batuan yang termasuk ke dalam mudstone tersebut mencerminkan pula
jarak lokasi terbentuk yang ditinjau dari produk asal suatu sedimen yang kemudian
tertransport.
96
dan batugamping mudstone tersebut pada upper bthyal hingga ke open marine.
Peristiwa transgresi atau kenaikan air laut telah membawa material laut dalam berupa
material yang berukuran halus (mudstone) yang terendapkan di daerah fringing reef.
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil yang sudah didapatkan pada bab hasil dan pembahasan di
atas dapat tarik kesimpulan yaitu sebagai berikut:
1. Satuan batuan daerah penelitian terdiri dari 5 satuan batuan, yaitu Satuan Batuan
Basal Labuhanhaji, Satuan Batuan Andesit Labuhanhaji, Satuan Batuan
Batugamping, Satuan Batuan Endapan Pasir Qpm, Satuan Batuan Aluvium.
Struktur geologi pada daerah penelitian berupa kekar (joint) dan Sesar Normal
Right Slip Fault (Sesar normal dekstral dip > 45⁰) dengan Strike/Dip yaitu N 289⁰
E/87⁰ dan pitch 32⁰ berdasarkan klasifikasi Rickard (1972). Satuan geomorfologi
daerah penelitian terdiri atas 9 satuan, yaitu Satuan Bentang Alam Denudasional
(D5), Satuan Bentang Alam Karst (K5), Satuan Bentang Alam Struktural (S3),
Satuan Bentang Alam Struktural (S1), Satuan Bentang Alam Fluvial (F1), Satuan
Bentang Alam Fluvial (F3), Satuan Bentang Alam Fluvial (F4), Satuan Bentang
Alam Marine (M3) dan Satuan Bentang Alam Marine (M14).
2. Jenis batugamping pada daerah penelitian hanya memiliki 1 jenis batugamping,
yaitu mudstone berdasarkan Embry dan Klovan (1971).
3. Zona Fasies batugamping mudstone berada pada fasies fore reef berdasarkan
Zona Fasies Terumbu Menurut James (1979) dan pada zona 1 yaitu Basin
berdasarkan Wilson, A.J.E, (1975). Untuk lingkungan pengendapannya yaitu
Fringing Reef yang berada di Laut (marine) berdasarkan Nichols (2009).
98
5.2 Saran
Pada penelitian ini masih jauh dari kata sempurna, data-data masih belum
akurat, maka dari pada itu diharapkan untuk penelitian selanjutnya lebih akurat lagi.
Dalam ilmu petrografi, menganalisis sampel batuan adalah suatu hal yang tidak
mudah dalam membedakan mineral-mineral dan fosil-fosil yang terkandung dalam
batuan, sebaiknya dipelajari lebih dalam atau dilakukan pratikum khusus untuk
mahasiswa teknik geologi agar lebih paham dan benar dalam menganalisis sampel
batuan menggunakan mikroskop.
99
DAFTAR PUSTAKA
100
101
Embry, A.F. dan Kloven, J.E. 1971. A late Devonia Reef Trect on Northeastren
Island Northwest Territories. Bulletin Canadania Petroleum Geologists.
Folk, R.L. 1962. Spectral Subdivision of Limestone Types. In: Classification of
Carbonate Rock (Ed. By W. E. Ham). American Association Petroleum Geologist
Telsa, 1, p.62-84.
Folk, A. 1959. Practical Petrological Clasification of Limestone. Austin, Texas.
Gould, H. R. 1972. Enviromental Indicators- a Key to the Stratigraphic record,
dalam J. K. Rigby dan Hamblin W. K. Recognition of ancient sedimentary
environments: Soc. Econ. Paleontologist and Mineralogist Spec. Pub. 16, p.1-3.
Hamilton, W. 1979. Tektonic of Indonesian Region. U.S. Geological Survey
Professional Paper 1078, 345 pp. J. Hutton dan J. Playfair. 1726-1797. Granite
from Igneous Origin (Plutonist) “The Presentis is the Key to the Past”. Doctrin
“Uniformitarianism”.
J. Hutton dan J. Playfair. 1726-1797. Granite from Igneous Origin (Plutonist) “The
Presentis is the Key to the Past”. Doctrin “Uniformitarianism”.
James, N.P., dan Pierre-A. B. 1992. Reefs and Mounds dalam Roger G. Walker dan
Noel P. James. 1992. Fasies Model: Response to Sea Level Change. Geological
Association of Canada.
Kapid, R. 2000. Foraminifera, Pengenalan Mikrofosil dan Aplikasi Biostratigrafi.
Bandung: ITB. Indonesia. 183 hal.
Natawidjaja, D.H. 1994. Quantitative geological assements of Liwa earthquake 1994,
Proceeding of Annual Convention of Indonesian Association of Geophysicists
(HAGI). Diakses tanggal 2 April 2015.
Nichols, G. 2009. Sedimentology and Stratigraphy. Wiley-Blackwell, Oxford, 2nd ed.,
419h.
Pettijohn, F.J. 1956. Sedimentary Rocks, Texas: Rice Institute.
Pratiwi, A. 2020. Geologi dan Analisis Litofasies serta Lingkungan Pengendapan
Anggota Batugamping, Formasi Gunungapi Tapaktuan di Kecamatan Tapaktuan
102
103
104
107
108
113
114
115