Anda di halaman 1dari 33

GEOLOGI DAERAH SEUREUH DAN SEKITARNYA,

DESA/KELURAHAN BANTARUJEG, KECAMATAN

BANTARUJEG, KABUPATEN MAJALENGKA, PROVINSI

JAWA BARAT

Pemetan Geologi Pendahuluan

Disusun Oleh:

Jasmine Mustika Sukmawati (270110180041)

Meydi Ariandi (270110180068)

Rakean Falih Shidqi (270110180094)

Farrel Bariz Atalla (270110180095)

Muhammad Rafi Milandyko (270110180144)

Kelompok 26

Kelas D

PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI

FAKULTAS TEKNIK GEOLOGI

UNIVERSITAS PADJADJARAN

JATINANGOR

2020
LEMBAR PENGESAHAN

JUDUL : GEOLOGI DAERAH SEUREUH DAN SEKITARNYA,

DESA/KELURAHAN BANTARUJEG, KECAMATAN

BANTARUJEG, KABUPATEN MAJALENGKA,

PROVINSI JAWA BARAT

PENYUSUN : KELAS D KELOMPOK 26

Setelah membaca laporan ini secara seksama, maka menurut pertimbangan kami,

laporan ini telah memenuhi persyaratan ilmiah sebagai suatu laporan pemetaan.

… , … 2020

Menyetujui :

Pembimbing,

Ir. Undang Mardiana, M.Si.

NIP. 195908071986011002

Mengetahui,

Ketua Program Studi Teknik Geologi

Universitas Padjadjaran

Raden Irvan Sophian, S.T., M.T.

NIP. 197611232005011004

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur senantiasa kami ucapkan kepada Allah SWT atas segala

rahmat dan nikmat-Nya sehingga dapat melaksanakan dan menyelesaikan

Laporan Pemetaan Geologi Pendahuluan yang berjudul “GEOLOGI DAERAH

SEUREUH DAN SEKITARNYA, DESA/KELURAHAN BANTARUJEG,

KECAMATAN BANTARUJEG, KABUPATEN MAJALENGKA,

PROVINSI JAWA BARAT”. Salawat serta salam selalu tercurah kepada

Rasulullah Muhammad SAW, para keluarga, sahabat, dan seluruh kaum muslimin

dan muslimat, semoga kita semua mendapat syafaat beliau di akhirat nanti.

Laporan ini berisi kondisi geomorfologi pada daerah Seureuh dan

Sekitarnya, Desa/Kelurahan Bantarujeg, Kecamatan Bantarujeg, Kabupaten

Majalengka, Provinsi Jawa Barat, yang meliputi aspek morfografi dan pola

pengaliran sungai, morfometri, serta morfogenetik (tentatif), yang disusun

berdasarkan literatur.

Dalam kesempatan ini kami ingin menyampaikan terima kasih kepada

orang tua yang selalu mendoakan serta memberi dukungan moral kepada kami.

Dan juga kami ingin menyampaikan terima kasih kepada Ir. Undang Mardiana,

M. Si. selaku dosen pembimbing yang selalu membantu kami dari awal hingga

akhir penelitian serta dalam penyusunan laporan, terima kasih atas segala waktu,

saran, arahan, dan bimbingan yang telah diberikan selama penelitian ini.

Kami menyadari masih terdapat banyak kekurangan dalam penelitian ini.

Oleh karena itu, kami terbuka menerima kritik dan saran maupun masukan guna

ii
memperbaiki dan menyempurnakan Laporan Pemetaan Geologi Pendahuluan ini.

Akhir kata kami berharap kiranya penelitian ini bisa bermanfaat bagi setiap

pembacanya.

…, … 2020

Penulis

iii
DAFTAR ISI

iv
DAFTAR TABEL

Tabel 1.1……………………………………………………………………….......8

Tabel 1.2……………………………………………………………………….....11

v
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1…………………………………………………………………….....10

Gambar 2.1…………………………………………………………………….....19

vi
vii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Geologi merupakan ilmu (studi) pengetahuan tentang bumi, mengenai

asal, struktur, komposisi, dan sejarahnya (termasuk perkembangan

kehidupan), serta proses – proses yang menyebabkan keadaan bumi seperti

sekarang (Whitten Brooks, 1972). Proses – proses tersebut berlangsung di

bawah permukaan maupun di atas permukaan bumi yang didukung oleh gaya

yang bekerja di dalam bumi (endogen) maupun gaya eksternal (eksogen).

Sehingga dari proses – proses tersebut akan memperoleh keadaan bumi seperti

saat ini. (Djauhari Noor, 2012).

Dalam mempelajari studi ini, diperlukan penelitian di lapangan untuk

memperoleh data. Dengan adanya data dari lapangan, hal tersebut akan

menunjang sebuah interpretasi dalam menggambarkan/merekontruksi kondisi

geologi pada daerah penelitian. Untuk memperoleh data tersebut, dapat

diambil dari batuan – batuan yang tersingkap di lapangan. Kemudian data –

data lapangan tersebut diolah dan ditampilkan dalam bentuk peta geologi

untuk memberikan gambaran kondisi geologi yang ada pada daerah penelitian.

Kegiatan ini dinamakan sebagai pemetaan geologi.

Pemetaan geologi yang akan kami lakukan yaitu di Daerah Seureuh dan

Sekitarnya, Desa/Kelurahan Bantarujeg, Kecamatan Bantarujeg, Kabupaten

Majalengka, Provinsi Jawa Barat. Daerah ini memiliki kondisi geologi yang

1
sangat menarik untuk dikaji karena menurut pembagian zona fisiografi

regional Jawa Barat oleh Van Bummelen (1949) yang menyebutkan bahwa

daerah Majalengka merupakan bagian dari zona Bogor yang merupakan

perbukitan lipatan yang terbentuk dari batuan sedimen tersier laut dalam yang

membentuk suatu antiklonorium. Sehingga daerah ini akan sangat menarik

untuk dikaji.

Hasil pemetaan tersebut, diharapkan dapat mengetahui potensi geologi di

daerah Seureuh dan sekitarnya, baik itu berupa potensi sumber daya alam dan

sumber daya mineral, maupun potensi kebencanaan yang dapat bermanfaat

bagi maskyarakat Seureuh dan sekitarnya.

1.2 Identifikasi dan Rumusan Masalah

Berdasarkan penjelasan yang telah disampaikan pada latar belakang,

maka dapat disimpulkan rumusan masalah, di antaranya:

1. Bagaimana kondisi geomorfologi daerah Seureuh dan apa saja proses

geologi yang berlangsung yang menyebabkan terbentuknya bentang

alam tertetu pada daerah tersebut?

2. Bagaimana stratigrafi daerah Seureuh, meliputi litologi batuan, umur

batuan, lingkungan pengendapan, dan hubungan stratigrafinya?

3. Struktur geologi apa saja yang terbentuk di daerah Seureuh?

4. Bagaimana sejarah geologi yang berlangsung di daerah pemetaan?

5. Apakah ada potensi geologi di daerah Seureuh, baik itu berupa

potensi sumber daya alam dan sumber daya mineral, maupun potensi

kebencanaan?

2
Catatan: Laporan ini hanya membahas poin 1, yaitu menentukan kondisi

geomorfologi pada daerah Seureuh.

1.3 Maksud, Tujuan dan Manfaat

Kegiatan ini bermaksud untuk melakukan pemetaan di daerah Seureuh

yang meliputi aspek – aspek geologi seperti geomorfologi, stratigrafi, struktur

geologi, sejarah geologi, dan potensi – potensi geologi yang terdapat pada

daerah ini.

Tujuan dari pemetaan geologi di daerah Seureuh, di antaranya:

1. Mengetahui kondisi geomorfologi dan proses – proses yang

berlangsung di daerah Seureuh yang meliputi aspek morfografi dan

pola pengaliran sungai, morfometri, dan morfogenetik, serta

menyusunnya ke dalam satuan – satuan geomorfologi berdasarkan

aspek tersebut.

2. Mengetahui stratigrafi daerah Seureuh yang meliputi litologi batuan,

umur batuan, lingkungan pengendapan, dan hubungan stratigrafinya,

serta mengelompokan batuan tersebut menjadi satuan informal.

3. Mengetahui struktur geologi yang terbentuk di daerah Seureuh, serta

mengetahui kejadian tektonik yang terjadi pada masa lampau melalui

indikasi struktur geologi yang terdapat di lapangan.

4. Mengetahui sejarah geologi yang berlangsung di daerah Seureuh

melalui analisis dari aspek geomorfologi, stratigrafi, dan struktur

geologi pada daerah Seureuh.

3
5. Mengetahui potensi geologi di daerah Seureuh, baik itu berupa

potensi sumber daya alam dan sumber daya mineral yang dapat

dimanfaatkan, maupun potensi kebencanaan yang dapat bermanfaat

dalam hal pembangunan daerah Seureuh.

Catatan: Laporan ini hanya menjawab poin 1, yaitu mengetahui kondisi

geomorfologi pada daerah Seureuh.

Manfaat yang diharapkan dari pemetaan geologi di daerah Seureuh, di

antaranya:

1. Sebagai sarana untuk menerapkan dan mengembangkan ilmu

pengetahuan geologi di lapangan.

2. Memberikan informasi ilmiah mengenai keadaan geologi daerah

Seureuh dan dapat membantu untuk penelitan – penelitian

selanjutnya di daerah ini.

3. Mengetahui potensi geologi di daerah Seureuh, baik itu berupa

potensi sumber daya alam dan sumber daya mineral, maupun potensi

kebencanaan yang dapat bermanfaat bagi maskyarakat Seureuh dan

sekitarnya.

1.4 Metode Pemetaan Geologi

1.4.1 Objek Penelitian

Berikut adalah beberapa parameter objek penelitian dalam

pemetaan geologi pendahuluan, yaitu:

4
1. Geomorfologi, mencangkup aspek geologi, seperti litologi,

kemiringan lereng, dan pola pengaliran.

2. Litologi, yaitu jenis batuan yang tersingkat di daerah penelitian.

3. Struktur geologi, mencangkup pola tegasan dan jejak geologi

yang terjadi pada masa lampau, jenis struktur dan pola struktur

geologi.

4. Stratigrafi, yaitu strata batuan dan menyertakan fosil sebagai

salah satu penentu umur dan lingkungan batuan.

1.4.2 Peralatan yang Digunakan

Berikut adalah beberapa peralatan yang digunakan pada saat

pemetaan geologi pendahuluan, yaitu:

1. Peta dasar, yaitu peta rupabumi dengan perbandingan skala

1:25.000.

2. Kompas geologi, digunakan untuk mengukur azimuth,

kemiringan lereng, dan strike/dip perlapisan batuan.

3. Palu geologi, terdiri dari palu batuan beku dan palu batuan

sedimen yang digunakan untuk mengambil sampel batuan.

4. Kantong sampel, diberi tanda untuk tiap batuan dan nomor

stasiun pengamatan, dengan menggunakan spidol permanen

sebagai tempat sampel batuan.

5
5. Loupe, digunakan untuk memperbesar objek pengamatan

sampel batuan agar lebih mudah diamati dan diteliti.

6. HCl 10%, digunakan untuk menguji ada tidaknya kandungan

karbonat pada batuan.

7. Kamera, digunakan untuk mengambil data visual dari

lapangan.

8. Alat tulis, meliputi buku catatan lapangan, clipboard, busur

derajat, pensil, protactor, dan lain – lain.

9. GPS, digunakan untuk mengukur koordinat stasiun

pengamatan.

1.4.3 Langkah – langkah Pemetaan

Sebelum melakukan pekerjaan lapangan, terlebih dahulu dilakukan

studi literatur, inventarisasi data, dan pengolahan data. Setelah

melakukan persiapan, metode yang digunakan adalah:

1. Metode Lintasan

Metode deretan titik-titik pengamatan yang arahnya

diukur dari titik yang satu ke titik berikutnya,

2. Metode Pengukuran Arah Jurus dan Kemiringan Lapisan

Batuan

6
Pengukuran strike/dip perlapisan batuan dilakukan

dengan menggunakan kompas geologi, dan apabila diperlukan

dibantu dengan papan dada. Secara umum pengukuran

dilakukan dengan cara, sebagai berikut:

• Meletakkan sisi kompas bertanda E (east) pada

bidang perlapisan yang diukur. Harus diyakini

terlebih dahulu bahwa bidang tersebut mewakili

kemiringan perlapisan batuan pada singkapan

tersebut.

• Letak kompas dibuat benar-benar mendatar dengan

melevelkan bulls – eyes. Setelah itu besarnya strike

dibaca dengan arah dari utara ke timur (U ke T).

• Langkah selanjutnya adalah mengukur kemiringan

perlapisan batuan dengan cara kompas diletakan

dengan sisi W (west) tegak lurus arah strike sehingga

sisi kompas yang menempel pada bidang perlapisan

dan klinometer dapat dilevelkan. Setelah itu sudut dip

dapat dibaca nilainya.

Tahap analisis dilakukan setelah kerja lapangan telah dilakukan. Hasil

dari tahap ini adalah memperoleh suatu kesimpulan geologi yang berdasarkan

data dari lapangan. Analisis data tersebut, di antaranya:

1.4.4 Analisis Geomorfologi

7
Konsep geomorfologi untuk analisis geologi mengacu pada konsep

modifikasi Van Zuidam, (1985) dan Howard, (1967) yang melalu tiga

pendekatan yaitu, morfografi (bentuk lahan) dan pola pengaliran sungai,

morfogenetik (proses pembentukan), dan morfometri (kemiringan

lereng).

Aspek morfografi merupakan aspek geomorfologi yang dilihat

secara kualitatif, sehingga didukung pula oleh aspek morfometri yang

bersifat kuantitatif, seperti elevasi. Van Zuidam (1985) telah

mengklasifikasikan unsur-unsur morfografi berdasarkan ketinggian

absolut menurut tabel 1.1.

Tabel 1.1 Klasifikasi Morfografi (Bentuk Lahan) (Van Zuidam, 1985)

Aspek morfografi dilakukan dengan cara menganalisis peta

topografi berupa pengenalan bentuk lahan, yang tampak dari tampilan

kerapatan kontur, sehingga dapat menentukan perbukitan atau dataran,

juga kemiringan lereng yang bisa mengidentifikasi sesar atau perbedaan

8
litologi. sedangkan perubahan pola punggungan dan pola pengaliran

sungai dapat mengidentifikasi kegiatan tektonik yang ada di daerah

penelitian. Aspek – aspek morfografi, di antaranya:

1. Bentuk lahan

2. Bentuk lembah sungai, terdiri atas lembah bentuk U, V dan U –

V.

3. Pola punggungan

4. Pola pengaliran

Pengertian pola pengaliran adalah kumpulan dari suatu

jaringan pengaliran di suatu daerah yang dipengaruhi atau tidak

dipengaruhi oleh curah hujan, alur pengaliran tetap mengalir.

Pola pengaliran yang mudah dikenali dari peta topografi dan

foto udara ini merupakan hasil dari kegiatan erosi dan tektonik

yang memiliki hubungan erat dengan jenis batuan, struktur

geologi, kondisi erosi dan sejarah bentuk bumi.

Sistem pengaliran yang berkembang pada permukaan

bumi secaara regional dipengaruhi oleh kemiringan lereng,

jenis dan ketebalan strata batuans, struktur geologi dan jenis

vegetasi dan kondisi alam.

9
Gambar 1.1 Pola Pengaliran Sungai Dasar (A) dan Modifikasinya

(B dan C) (Howard, 1967)

Howard (1967) membagi pola pengaliran menjadi pola

pengaliran dasar dan pola pengaliran modifikasi. Pola dasar

(Gambar 1.2 A) merupakan pola yang terbaca dan dapat

dipisahkan dengan pola dasar lainnya, sedangkan pola

modifikasi (Gambar 1.2 B dan C) adalah pola dengan

perubahan yang masih memperlihatkan ciri pola dasar.

Pola pengaliran sungai di daerah penelitian dibuat

berdasarkan analisis peta rupabumi, sehingga dapat dilihat pola

pengaliran sungai dan karakteristiknya. Pola pengaliran dapat

mencerminkan jenis batuan, struktur geologi, dan tingkat erosi.

10
Aspek morfometri ditinjau dari segi kemiringan lereng dan elevasi.

Van Zuidam (1985) telah mengklasifikasikannya, sebagai berikut:

Tabel 1.2 Klasifikasi Morfometri (Kemiringan Lereng) (Van Zuidam,

1985)

Morfogenetik ditinjau berdasarkan litologi penyusun serta gaya

endogen dan eksogen yang bekerja pada suatu daerah. Untuk

menentukan litologi penyusun, peta geologi regional dapat digunakan

sebagai acuan.

1.4.5 Analisis Stratigrafi

11
Analisis stratigrafi bertujuan untuk mengetahui umur dan

pengelompokkan batuan. data yang diperoleh di lapangan akan

menghasilkan satuan – satuan batuan yang diambil dari dominasi batuan

yang ada di daerah tersebut. Kontak antara satuan batuan dengan batuan

lain, apabila dapat ditemukan di lapangan dapat diinterpretasikan kisaran

umur satuan batuannya. Pembagian satuan batuan didasarkan pada

satuan litostratigrafi tidak resmi, yaitu penamaan satuan batuan yang

berdasarkan pada ciri fisik batuan yang dapat diamati di lapangan, yang

meliputi jenis batuan, keseragaman gejala litologi, dan posisi stratigrafi

nya (Sandi Stratigrafi Indonesia, 1996). Batas penyebarannya harus

memenuhi persyaratan, sebagai berikut:

1. Batas satuan litostratigrafi adalah bidang sentuh antara dua

satuan yang berlainan ciri fisik litologinya.

2. Batas satuan ditempatkan pada bidang yang nyata perubahan

litologinya atau bila perubahan tersebut tidak nyata, maka

batasnya merupakan bidang yang diperkirakan kedudukannya.

3. Satuan – satuan yang berangsur berubah atau menjari

peralihannya dapat dipisahkan sebagai satuan tersendiri apabila

memenuhi persyaratan sandi.

4. Penyebaran satuan litostratigrafi semata – mata ditentukan oleh

kelanjutan gejala – gejala litologi yang menjadi cirinya.

12
5. Batas – batas daerah hukum tidak boleh digunakan sebagai

alasan berakhirnya penyebaran lateral suatu batuan.

Dalam melakukan rekonstruksi struktur geologi diperlukan data

lapangan yang meliputi pengukuran arah jurus dan kemiringan lapisan

batuan, pengamatan terhadap kriteria yang ditemukan di lapangan seperti

pergeseran lapisan, bidang gores garis dan indikasi struktur lainnya.

Selain dari data lapangan juga perlu dilakukan pengamatan pada

peta topografi. Hal – hal yang diamati adalah adanya kelurusan, seperti

kelurusan punggungan dan kelurusan sungai serta anomali sungai.

Anomali sungai adalah keanehan yang terlihat pada pola kelurusan dan

kelokannya. Adanya anomali kelokan sungai yang melalui bidang sesar

akan memperlihatkan suatu kelurusan anomali sepanjang aliran sungai

pada bidang sesar tersebut.

Tahap pertama adalah inventarisasi data lapangan yang meliputi

pengukuran arah jurus dan kemiringan lapisan batuan, pengamatan

terhadap unsur-unsur struktur geologi yang ditemukan seperti sesar,

kekar, dan indikasi struktur lainnya. data yang diperoleh diplot dalam

peta dasar.

Adapun hal – hal yang perlu dicatat dalam mengamati singkapan

untuk analisis deskriptif dan kinematik struktur geologi, di antaranya:

1. Lokasi singkapan

13
2. Jenis singkapan, apakah berupa pergeseran batuan (offset

litologi), cermin sesar (slicken side), lipatan seret (drag fold),

struktur kekar, antiklin, sinklin, zona hancuran, bukit segitiga

(triangular facet), air terjun, kelurusan mata air panas.

3. Litologi setempat dengan pola indikasi struktur geologi yang

paling variatif.

4. Luas dan geometri singkapan

5. Besarnya pitch, pengukuran pitch yaitu sudut lancip antara arah

jurus dan gores garis sesar.

1.4.6 Analisis Struktur Geologi

Pada tahap akhir dilakukan rekonstruksi struktur geologi

berdasarkan hasil inventarisasi data lapangan yang telah dilengkapi

dengan data analisis peta topografi. Hasilnya ditampilkan dalam bentuk

peta pola jurus perlapisan batuan.

Data slicken side yang didapatkan di lapangan, kemudian diolah

dengan menggunakan stereogram untuk mengetahui arah tegasan

relatifnya. Data lapangan yang berupa data struktur geologi digunakan

untuk mengetahui tentang mekanisme tektonik daerah pemetaan.

Umur lipatan dan sesar di daerah pemetaan ditentukan berdasarkan

umur satuan batuan penyusun daerah pemetaan yang terpengaruh oleh

struktur yang berkembang dan didukung oleh data stratigrafi serta

dikontrol oleh periode tektonik regional yang berpengaruh terhadap

14
daerah pemetaan. Indikasi sesar di lapangan tidak mudah untuk

ditemukan. Untuk itu, dapat dilakukan pengolahan data kekar untuk

mengetahui tegasan utamanya (Anderson, 1951).

1.5 Geografi Umum

Secara geografis, daerah Seureuh dan sekitarnya berada pada 108º 13’

12,5796” sampai 108º 13’ 50,4156” BT dan -6º 57’ 30,3084” sampai -6º 56’

40,4448” LS yang termasuk ke dalam Peta Rupa Bumi Indonesia No. 1309 –

112 Lembar Bantarujeg. Secara administrasi, daerah Seureuh dan sekitarnya

terdapat di Desa Bantarujeg, Kecamatan Bantarujeg, Kabupaten Majalenka di

bagian timur Provinsi Jawa Barat.

Berdasarkan klasifikasi kemiringan lahan, Kabupaten Majalengka

diklasifikasikan ke dalam 3 (tiga) kelas yaitu landai atau dataran rendah (0 –

15%), berbukit bergelombang (15 – 40%) dan perbukitan terjal (>40%).

Sebesar 13,21% dari luas wilayah Kabupaten Majalengka berada pada

kemiringan lahan di atas 40%, 18,53% berada dalam kelas kemiringan lahan

15 – 40%, dan 68,26% berada pada kelas kemiringan lahan 0 – 15%.

Sedangkan berdasarkan ketinggian, wilayah Kabupaten Majalengka

diklasifikasikan dalam 3 (tiga) klasifikasi utama yaitu dataran rendah (0 – 100

m dpl), dataran sedang (>100 – 500 m dpl) dan dataran tinggi (>500 m dpl).

Dataran rendah sebesar 42,21% dari luas wilayah, berada di Wilayah Utara

Kabupaten Majalengka, dataran sedang sebesar 20,82% dari luas wilayah,

umumnya berada di Wilayah Tengah, dan dataran tinggi sebesar 36,97% dari

luas wilayah, mendominasi Wilayah Selatan Kabupaten Majalengka, termasuk


15
di dalamnya wilayah yang berada pada ketinggian di atas 2.000 m dpl yaitu

terletak di sekitar kawasan kaki Gunung Ciremai.

1.6 Waktu Pemetaan dan Kelancaran Kerja

Pemetaan ini dimulai dengan tahap persiapan, di antanya adalah

mempersiapkan peta kerja (peta dasar/peta topografi), menyusun kerangka laporan,

dan melakukan analisis geomorfologi yang terdiri dari aspek Morfografi dan Pola

Pengaliran Sungai, Morfometri, serta Morfogenetik yang dilakukan pada bulan Juni

hingga Juli. Selanjutnya untuk tahap pengambilan data di lapangan, tahap pengolahan

data, analisis, serta penyusunan laporan direncanakan akan dilakukan pada bulan

Januari hingga Februari.

BAB II

16
KERANGKA GEOLOGI REGIONAL

2.1 Fisiografi Regional

Fisiografi regional Jawa bagian Barat terbagi menjadi 4 zona oleh Van

Bummelen (1949)

1. Zona Dataran Pantai Jakarta

Zona ini mulai dari ujung barat Pulau Jawa memanjang ke

timur dari Serang sampai ke Cirebon dengan lebar sekitar 40 km.

Daerah ini umumnya mempunyai morfologi yang datar, kebanyakan

ditutupi oleh endapan sungai dan sebagian lagi oleh endapan lahar

gunungapi muda.

2. Zona Bogor

Zona ini terletak di sebelah selatan Zona Dataran Pantai

Jakarta, membentang dari Rangkasbitung sampai ke Bumiayu. Zona

Bogor mempunyai morfologi yang berbukit – bukit, umumnya

memanjang barat- timur di sebelah selatan Kota Bogor, sedangkan di

sebelah timur Purwakarta perbukitan ini membelok ke selatan. Zona

ini tersusun oleh batuan yang berumur Neogen yang mengalami

perlipatan. Zona ini telah mengalami tektonik yang kuat sehingga

terlipatkan dan membentuk antiklinorium yang cembung ke utara

dan cukup rumit. Selain itu muncul tubuh-tubuh intrusi yang

umumnya berelief lebih terjal.

3. Zona Bandung

17
Zona Bandung merupakan jalur yang memanjang mulai dari

Sukabumi sampai ke Segara Anakan di Pantai Selatan Jawa Tengah

dengan lebar 20 – 40 km. Zona Bandung merupakan hasil depresi

antara jalur-jalur pegunungan (intermountain depression) yang

sering terlihat berarah barat – timur dengan dibatasi deretan

gunungapi di utara dan selatannya. Zona ini merupakan puncak

geantiklin Jawa Barat yang kemudian runtuh setelah pengangkatan.

Zona bandung disusun oleh endapan vulkanik hasil erupsi gunung

api berumur Resen dan aluvial muda, tetapi dataran tinggi ini

terkadang terganggu oleh perbukitan dan punggungan bebatuan

tersier.

4. Zona Pegunungan Selatan

Zona pegunungan selatan Jawa Barat, terletak di sebelah

selatan Jawa Barat. Jalur ini membentang dari Pelabuhan Ratu di

sebelah barat hingga Nusa Kambangan, Cilacap di sebelah timur

dengan lebar rata – rata 50 km. Pada ujung sebelah timur Pulau

Nusakambangan terjadi penyempitan, sehingga lebarnya hanya

beberapa kilometer saja. Secara keseluruhan dapat mewakili

geantiklin jawa, menjadi blok kerak benua yang termiringkan

beberapa derajat ke arah selatan.

18
Gambar 2.1 Zona Fisiografi Jawa Barat (Van Bemmelen, 1949)

Berdasarkan zona pembagian oleh Van Bummelen (1949), daerah

pemetaan termasuk ke dalam zona Bogor dan merupakan zona yang terletak di

sebelah selatan Zona Dataran Pantai Jakarta, membentang dari Rangkasbitung

sampai ke Bumiayu. Daerah ini merupakan perbukitan lipatan yang terbentuk

dari batuan sedimen tersier laut dalam membentuk suatu antiklonorium, di

beberapa tempat mengalami patahan yang diperkirakan pada zaman Pliosen –

Plistosen sezaman dengan terbentuknya patahan Lembang dan pengankatan

Pegunungan Selatan.

2.2 Stratigrafi Regional

Stratigrafi regional dibutuhkan dalam pemetaan ini, dengan tujuan untuk

memberikan gambaran umum mengenai stratigrafi pada daerah pemetaan.

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa daerah pemetaan yaitu daerah

Seureuh, kabupaten Majalengka terletak pada zona Bogor. Pembagian Satuan

19
Stratigrafi pada wilayah Majalengka dan sekitarnya didasarkan pada ciri – ciri

litologi batuan yang dapat diamati atau berdasarkan Satuan Litostratigrafi.

Pada wilayah Majalengka batuan sedimen tertua yang tersingkap

berumur Miosen Bawah yang terbagi ke dalam Formasi Cinambo dengan

Anggota Batupasir (bagian bawah) dan Anggota Serpih (bagian Atas)

(menurut Djuri, 1973), sedangkan batuan termuda berumur Pleistosen Atas

yang diwakili oleh Endapan Breksi volkanik kuarter dan Aluvial (menurut

Koolhoven, 1936), Breksi terlipat, Hasil Gunungapi Tua dan Muda (menurut

Djuri, 1973), Breksi Gunungapi dan Formasi Citalang (menurut Martodjojo,

1984 dan Djuhaeni, dkk, 1984).

2.3 Struktur Geologi Regional

Sama halnya dengan stratigrafi regional, struktur geologi regional juga

diperlukan dalam pemetaan ini, dengan tujuan sebagai gambaran umum

mengenai struktur geologi pada daerah pemetaan. Daerah pemetaan yaitu

daerah Seureuh, kabupaten Majalengka terletak pada Zona Bogor bagian

Timur berdasarkan pembagian oleh Van Bemmelen (1970). Daerah ini

merupakan perbukitan lipatan yang terbentuk dari batuan sedimen tersier laut

dalam membentuk suatu antiklonorium, di beberapa tempat mengalami

patahan yang diperkirakan pada zaman Pliosen – Plistosen sezaman dengan

terbentuknya patahan Lembang dan pengankatan Pegunungan Selatan.

20
BAB III

Geomorfologi Daerah Penelitian (Analisis Studio)

3.1 Morfografi dan Pola Pengaliran Sungai

3.2 Morfometri

Morfometri merupakan penilaian kuantitatif dari suatu bentuklahan dan

merupakan unsur geomorfologi pendukung yang sangat berarti terhadap

morfografi dan morfogenetik. Penilaian kuantitatif terhadap bentuklahan

memberikan penajaman tata nama bentuklahan dan akan sangat membantu

terhadap analisis lahan untuk tujuan tertentu, seperti tingkat erosi, kestabilan

lereng dan menentukan nilai dari kemiringan lereng tersebut. (Van

Zuidam,1985)

Pada analisis ini aspek morfometri yang digunakan adalah kemiringan

lereng. Untuk menghitung kemiringan lereng menggunakan rumus berikut:

( n−1 ) IC
S= x 100 %
dx SP

Dengan:

S = Kemiringan lereng (%) (Kemiringan 100% adalah kemiringan

sebesar 45̊)

n = Jumlah kontur yang terpotong garis

IC = Interval kontur

dx = Jarak datar

SP = Skala peta

21
Besar kemiringan lereng yang didaperoleh akan dikelompokan

berdasarkan klasifikasi kemiringan lereng menurut Van Zuidam (1988).

Berdasarkan analisis morfometri yang diperoleh, daerah Seureuh memiliki

kemiringan lereng sangat landai. Analisis tersebut ini ditinjau dari segi

kemiringan lereng.

22
DAFTAR PUSTAKA

Howard, Arthur David., 1967. Drainage Analysis in Geologic Interpretation: A

Summation. The American Association Petroleum Geologist Bulletin,

Vol.51, No.11, November 1967: 2246-2259.

Komisi Sandi Stratigrafi Indonesia. 1996. Sandi Stratigrafi Indonesia. Ikatan Ahli

Geologi Indonesia, Bandung, 25 h.

Noor, Djauhari. 2012. Pengantar Geologi. Program Studi Teknik Geologi

Fakultas Teknik – Universitas Pakuan.

Van Bemmelen, R. W. 1949. The Geology of Indonesia, Volume 1A General

Geology of Indonesia and Adjacent Archipelago. The Hague Martinus

Nijhoff, Netherland, 732 h.

Van Zuidam, R.A. (1979 and 1985). Terrain Analysis and Classification Using

Areal Photographs, A Geomorphologycal Approach. Netherland, Enschede:

ITC.

Van Zuidam, R.A. 1985. Aerial Photo – Interpretation in Terrain Analysis and

Geomorphologic Mapping, Smith Publisher, The Hague, Amsterdam.

Whitten, D. G. A., and Brooks, J. R.V. 1972. The Penguin Dictionary of Geology

(Dictionary, Penguin). London: Penguin.

Zakaria, Zulfialdi. 2008. Petunjuk Praktis Untuk Pemetaan Geologi. Jurus

Geologi Universitas Padjajaran. Jatinangor.

23
http://ftgeologi.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2019/01/TINJAUAN-GEOLOGI-

DAERAH-MAJALENGKA-.pdf diakses pada 24 Juni 2020 pukul 10.15

WIB.

https://jabarprov.go.id/index.php/pages/id/1050 diakses pada 23 Juni 2020 pukul

19.21 WIB.

https://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/56597/A12mnk_BAB

%20IV%20Keadaan

%20Umum.pdf;jsessionid=347939432AEF5CA584A87759E799964B?

sequence=7 diakses pada 23 Juni 2020 pukul 20.01 WIB

24
LAMPIRAN

a. Peta Kerja (Peta Topografi/Peta Dasar)

25

Anda mungkin juga menyukai