Anda di halaman 1dari 36

i

PROPOSAL
Analisis Kondisi Bentang Lahan Jawa Timur dengan Aspek Fisik
dan Sosial

diajukan guna melengkapi Matakuliah Pengenalan Bentang Lahan


Dosen Pengampu:
Bejo Aprianto, S. Pd., M. Pd

Disusun Oleh :
1. Akbar Fatahillah Faqih 190210303008
2. Nita Laura Pratama 190210303012
3. Giofani Ginolla Ardiyanto 190210303021
4. Muhammad Aulia Ramadhana 190210303033
5. Avindi Dewi Salsabilla 190210303037
6. Desy Andri Tri Palupi 190210303038
7. Sukma Yully Anggraeni 190210303044
8. Bagus Sukma Pradana Putra 190210303048

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GEOGRAFI


JURUSAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JEMBER
2020
ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dan menjelaskan hasil observasi di


lapangan mengenai berbagai kajian baik fenomena sosial atau fisik yang ada di
daerah Lipatan Batuan Desa Kotakan Situbondo, Gunung Karst Puger, Pantai
Pancer, Endapan Vulkanik Gunung Semeru Gladak Perak, Bentuk Maar Gunung
Lemongan Ranu Klakah, Endapan Marine Pantai Bentar dan Vulkanologi Gunung
Bromo Probolinggo Provinsi Jawa Timur. Fokus penelitian ini mengkaji kondisi
bentang lahan berdasarkan fenomena geografi fisik dan sosial. Metode penelitian
yang digunakan dalam penelitian ini yakni deskriptif kualitatif dengan
mengumpulkan data berupa observasi, wawancara dan dokumentasi. Dalam
wawancara yang dijadikan informan adalah masyarakat sekitar yang berada di
daerah peneitian.

Kata Kunci: Bentang Lahan, Daerah Lipatan, Karst, Vulkanologi, Endapan


marine

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i


ABSTRAK ...................................................................................................... ii
DAFTAR ISI ................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ............................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .......................................................................... 2
1.3 Tujuan Penelitian ........................................................................... 2
1.4 Manfaat Penelitian ......................................................................... 3
1.5 Hipotesis Penelitian........................................................................ 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.................................................................... 5
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian ............................................................................... 28
3.2 Lokasi Penelitian ............................................................................ 28
3.3 Subjek atau Sample Penelitin ......................................................... 28
3.4 Teknik Pengumpulan Data ............................................................. 29
3.5 Teknik Analisis Data ...................................................................... 29
DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pendidikan geografi diperlukan dalam memahami fenomena, lokasi, dan


dunia untuk geografi prespektif (Ihsan, Kurnianto, Nurdin, & Apriyanto, 2018).
.Pengertian geografi sendiri adalah ilmu yang mempelajari tentang lokasi serta
persamaan dan perbedaan keruangan atas fenomena fisik, dan manusia di atas
permukaan bumi. Dapat dipermudah dengan geografi dipandang dari aspek fisik
maupun sosial. Aspek fisik mengkaji tentang fenomena fisik yang terjadi serta
persebarannya, sedangkan aspek sosial kajiannya lebih terpusat pada aktivitas
manusia dan kondisi masyarakat di sekitar wilayah fenomena yang terjadi baik
dari sudut pandang sosial budaya maupun ekonomi politik.
Dalam praktikum geografi terdapat banyak hal yang dipelajari salah
satunya pengenalan bentang lahan. Dimana seperti yang diketahui, bentang lahan
di permukaan bumi ini beragam bentuknya, beberapa tempat penelitian yang akan
kami kaji berada di wilayah Jawa Timur. Ada tujuh lokasi penelitian, diantaranya
ialah: daerah lipatan Desa Kotakan Situbondo, lahan Karst Puger, endapan marine
dan fluvial Pantai Pancer dan Pantai Bentar, endapan vulkanik Gladak Perak,
bentuk maar Ranu Klakah, serta vulkanologi di Bromo Probolinggo. Dari semua
lokasi yang menjadi tempat penelitian pengenalan bentang lahan ini, aspek fisik
dan sosial akan mengalami interaksi dengan adanya aktivitas manusia serta
adanya timbal balik yang disebabkan oleh interaksi tersebut baik kepada manusia
maupun lingkungan itu sendiri. Tujuan pengenalan bentang lahan ini untuk
mengenali berbagai fenomena geografis serta menjelaskan suatu fenomena yang
terjadi di tempat tertentu. Hal ini perlu dilakukan dengan mengidentifikasi
karakteristik bentuk lahan seperti: meneliti ketinggian, kelembapan udara, angin,
suhu, dan titik kordinat suatu tempat dan dapat diketahui potensi dan
permasalahan yang ada di setiap tempat.
2

1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Bagaimana proses geomorfologis dan geologis serta kondisi hidrologis


di daerah kotakan Situbondo, dan apa dampak atau manfaat bagi aspek
sosial di sekitar daerah tersebut?
1.2.2 Bagaimana proses geomorfologis dan geologis serta kondisi hidrologi
dalam pembentukan lahan daerah karts pegunungan selatan jawa di
kecamatan puger, dan jelaskan dampak atau manfaat dalam aspek
sosial di daerah sekitar tersebut?
1.2.3 Bagaimana proses geomorfologis dan geologis serta kondisi hidrologi
di wilayah pancet Puger dan bagaimana peran pengembangan potensi
wisata dan pengaruh ekonomi masyarakat di sana ?
1.2.4 Bagaimana proses geomorfologis dan geologis dari hasil endapan
Gunung Semeru serta apa saja dampak endapan vulkanik gunung
Semeru bagi kehidupan masyarakat sekitar ?
1.2.5 Bagaimana proses geomorfologis, geologis serta bentuk maar gunung
lemongan ranu klakah Kabupaten Lumajang?
1.2.6 Bagaimana proses geomorfologis dan geologis serta kondisi hidrologi
dilahan daerah gunung Bromo serta bagaimana pengembangan potensi
pariwisata Bromo bagi kehidupan ekonomi masyarakat di sana?
1.2.7 Bagaimana proses geomorfologis dan geologis serta kondisi hidrologi
di daerah pantai bentar ?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Untuk mengetahui kondisi geomorfologis dan geologis serta kondisi


hidrologis di daerah patokan Situbondo, dan untuk mengatahui
dampak dan manfaat bagi aspek sosial di sekitar daerah.
1.3.2 Untuk mengetahui kondisi geomorfologis dan geologis serta kondisi
hidrologi dalam pembentukan lahan daerah karts pegunungan selatan
3

jawa di kecamatan puger, dan untuk mengatahui dampak atau manfaat


dalam aspek sosial di daerah tersebut.
1.3.3 Untuk mengetahui kondisi geomorfologis dan geologis serta kondisi
hidrologi di wilayah pancet Puger serta peran pengembangan potensi
wisata dan pengaruh ekonomi masyarakat di sana.
1.3.4 Untuk mengetahui kondisi geomorfologis dan geologis dari hasil
endapan Gunung Semeru serta apa saja dampak endapan vulkanik
gunung Semeru bagi kehidupan masyarakat sekitar.
1.3.5 Untuk mengetahui proses geomorfologis, geologis serta bentuk maar
gunung lemongan ranu klakah Kabupaten Lumajang?
1.3.6 Untuk mengetahui kondisi geomorfologis dan geologis serta kondisi
hidrologi dilahan daerah gunung Bromo serta pengembangan potensi
pariwisata Bromo bagi kehidupan ekonomi masyarakat di sana.
1.3.7 Untuk mengetahui kondisi geomorfologis dan geologis serta kondisi
hidrologi di daerah pantai bentar.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoritis


Dari hasil observasi diharapkan pembaca dapat memahami keilmuan
geografi terkait fenomena fisik dan manusia serta interaksinya dengan
analisis keruangan. Pembaca juga dapat memahami karakteristik setiap
fenomena yang telah di observasi. Membedakan wilayah
menggunakan topologinya, juga dapat memahami proses-proses yang
terjadi pada setiap fenomena. Serta mengkaji suatu fenomena
berdasarkan proses geomorfologi, geologi, hidrologi dan meteorologi..
1.4.2 Manfaat Praktis
Observasi ini dapat dimanfaatkan oleh pemerintah setempat untuk
dapat menata ulang kembali perencanaan tata guna lahan sehingga
terdapat proses mutualisme antara alam dan manusia dan
mengembangan potensi parawisata di daerah tersebut.
4

1.5 Fokus dan Hipotesis Penelitian

Fokus penelitian adalah mengkaji tentang kondisi geografis suatu bentang


lahan baik geomorfologi, geologi dan hidrologi serta keterkaitannya terhadap
pola perilaku dan aktivitas masyarakat disekitarnya yang disertai oleh dampak dan
pemanfaatan bentang lahan tersebut.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Berdasarkan letak astronomisnya, Provinsi Jawa Timur terletak diantara


7,12 “ LS – 8,48’ LS dan 111,0’ BT – 114,4’ BT. Provinsi Jawa Timur berbatasan
dengan laut jawa di bagian utara, pada bagian selatan berbatasan dengan
Samudera Hindia, pada bagian timur berabatasan dengan selat bali dan pada
bagian Provinsi Jawa Tengah. Dalam Jawa Timur Province in figures 2020
dijelaskan bahwa Provinsi ini memiliki luas sekitar 47.799,75 km2 dengan jumlah
total penduduk tahun 2019 sebanyak 39.698.631 jiwa. Jika dilihat dari aspek
fisiografisnya, jawa timur sendiri memiliki 7 zona yakni zona pegunungan selatan,
zona solo, zona kendeng, zona alluvial jawa utara dan zona api kuarter (Van
Bemmelen, 1949).
Kabupaten Situbondo ini termasuk kedalam salah satu wilayah yang
terletak sebelah timur Provinsi Jawa Timur. Kabupaten Situbondo sendiri terkenal
dengan sebutan daerah wisata pantai pasir putih. Luas daerah sekitar 1.638,50 km2
bentuknya memanjang dari barat ke timur. Secara umum, pantai utara berdataran
rendah dan di bagian selatan berdataran tinggi yang memiliki lebar rata-rata
sekitar 11 km2, yang terdiri dari 17 kecamatan, 4 kelurahan dan 132 desa. Dengan
jumlah total pendduk sekitar 689.893 jiwa. Kabupaten ini berbatasan dengan
beberapa daerah lain yaitu pada bagian timur berbatasan dengan Selat Bali, bagian
utara berbatasan dengan selat Madura, bagian barat berbatasan dengan Kabupaten
Probolinggo serta pada bagian selatan berbatasan dengan Kabupaten Banyuwangi
dan Kabupaten Bondowoso.
Berdasarkan geografisnya, wilayah Kabupaten Situbondo berada pada
posisi 113o30’-114o 42’ BT sampai 7o35’- 7o44’ LS. Letak Kabupaten berada di
daerah pesisir utara pulau Jawa di kawasan Tapal Kuda yang dikelilingi oleh
lokasi usaha perikanan, tembakau, perkebunan teh dan hutan lindung Baluran.
Kabupaten Situbondo ini termasuk daerah yang strategiis karena berada di tengah
jalur transportasi darat yang menghubungakan antara Jawa dengan Bali.
6

Penggunaan lahan di Kabupaten situbondo didominasi oleh hutan seluas 734,07


km2 (44,80%).
Kabupaten Situbondo terletak di wilayah tropis dengan suhu rata-rata
25,8oC-30,0oC yang berada pada ketinggian 0-1.250 mdpl. Kabupaten ini
memiliki curah hujan rata-rata sekitar 112,46 mm per tahunnya yang dapat
dikategorikan kering. Jenis tanah daerah Situbonndo terdiri atas alluvial,
grumosol, regosol, renzine, andosol, latosol dan gleysol. Tekstur tanah yang
dimiiki yaitu tergolonng sedang (96,26%), tanah halus (2,75%) dan tergolog kasar
(0,99%). Struktur geologi Kabupaten Situbondo berada pada Aluvium seluas
48,983Ha, Vulkan Zaman Quarter muda seluas 19.787 Ha, vulkan Zaman Quarter
Tua seluas 72.752 Ha Leusita seluas 22.328 Ha.
Jika diliihat dari aspek hidrologis, Kabupaten Situbondo dilewati oleh hulu
sungai sampean sekitar 800 mdpl dan muaranya sekitar 3 mdpl. Yang memilki
panjang sungai sekitar 72 km dan DAS sungai Sampean seluas 1.347 km2
meliputi kabupaten Situbondo dan Bondowoso. Daerah hulu berlokasi di
kompleks Gunung Argopuro dan Gunung Rauug Situbondo. Sedangkan,
muaranya ada di Kecamatan Panarukan dan Kabupaten Situbonndo.
Secara umum, fisiografis (formasi batuan) yang tersusun di Situbondo
yaitu Formasi menuran, formasi leprak, formasi ringgit, formasi bagor dan endaan
alluvial. Beberapa batuan yang terdapat dalam formasi-formasi ini berkaitan
dengan adanya mineral industri yang terkandung didalamya. Mineral industri atau
biasa dikenal dengan bahan galian yang ada di situbondo seperti batu ggamping,
tras, batuan beku, lempung, sirtu dan batuan K-Na. Endapan tras ini memilki
kemunginan yang cukup besar untuk dikembangkan dengan sumber daya dirasa
cukup menunjang. Batuan K-Na juga dikatakan sebagai bahan galian yang
strategis jika diolah dengan tegologi yang tepat karena dapat dimanfaakan dan
dikembangkan untuk baan pembuatan keramik (glasir) dan pupuk.
Desa Kotakan Kabupaten Situbondo jika dilihat dari aspek geologisnya
terdiri atas formasi menuran dengan batuan penyusun berupa napal dan batu
gamping, formasi leprak dengan batuan penyusun berupa batu lanau gampingan,
sisipan konglomerat, perselingan batu pasir tuf gampingan, dan batu pasir
7

gampingan. Kemudian ada formasi ringgit dengan batuan penyusun berupa


Perselinga batu pasir, breksi dan tuf. Formasi menuran ini letaknya berada
dibawah formasi ringgit dan leprak. Dengan desa Kotakan banyak tersusun atas
kandungan kapur/gamping maka hal ini menyebabkan banyaknnya penambang
tanpa izin masuk (illegal) yang dapat merusak lingkungan sekitar.
Jember merupakan daerah kabupaten yang berada di Provinsi Jawa Timur.
Secara geografis, Jember berada di sebelah tenggara (± 200 km) Kota Surabaya,
dengan posisi koordinat 113o15’47”– 114o02’35” Bujur Timur (BT) dan 7o58’06”
– 8o33’44” Lintang Selatan (LS). Luas wilayah Jember mencapai 3.293,34 km2 ,
dengan panjang garis pantai 170 km sedangkan luas perairan Kabupaten Jember 8
yang termasuk ZEE (Zona Ekonomi Ekslusif) kurang lebih 8.338,5 km2 . Garis
pantai yang panjang serta wilayah perairan yang kaya akan sumber daya alam
mestinya menjadi sumber penghidupan yang dapat mensejahterakan masyarakat
pesisir selatan Jember. Potensi pesisir selatan dan kelautan Kabupaten Jember
sangat bervariasi. Pesisir Jember yang berada di Pantai Selatan Jawa merupakan
suatu dataran pantai yang banyak berkembang morfologi bergelombang dengan
punggungan berpola sejajar memanjang mengikuti pola garis pantai (Setyawan,
2008).
Secara genetik, wilayah kepesisiran (coastal area) merupakan bentang
lahan yang dimulai dari garis batas wilayah laut yang ditandai oleh terbentuknya
zona pecah gelombang (breakers zone) ke arah darat hingga pada suatu bentang
lahan yang secara genetik pembentukannya masih dipengaruhi oleh aktivitas
marin, seperti dataran aluvial kepesisiran (coastal alluvial plain). Pemanfaatan
pesisir Jember selama ini difungsikan sebagai berikut.
a) Pencarian ikan (langsung berhadapan dengan Samudera Hindia).
b) Aktivitas pertambangan pasir.
c) Aktivitas wisata pesisir.
Dalam peta Geologi Lembar Padang, Sumatra. Formasi bataun yang
menyusun daerah Lembar Padang dan sekitarnya didominasi oleh endapan
Aluvium yang terdiri dari lanau, pasir dan kerikil. Endapan tersebut tersebar luas
hampir di seluruh pesisir Padang Pariaman, kecuali di bagian utara sebarannya
8

agak sempit karena terdapat teras Tuf Batuapung yang berasal dari erupsi terakhir
Kaldera Maninjau dan Andesit Basal yang berasal dari gunung api strato berumur
Pliostosen sampai Holosen. Informasi mengenai litologi atau jenis batuan
penyusun berpengaruh terhadap resistensi (daya tahan) garis pantai terhadap
proses pengkisan oleh gelombang, arus dan pasang surut (Solihuddin, 2011).
Hal ini sama pesisir selatan Jember. Berdasarkan litologi penyusun yang
didominasi oleh Endapan Aluvium, maka daerah pesisir Selatan Jember memiliki
resistensi rendah terhadap proses pengikisan oleh gelombang, arus dan pasang
surut berdasarkan klasifikasi Dolan, et al (1975). Oleh karena itu, dalam
pengelolaan dan perencaaan wilayah 9 pesisir harus sangat hati-hati dan
dianjurkan memperhatikan AMDAL (Solihuddin,2011).
Dilihat dari topografi wilayah, Kabupaten Jember terdiri dari 40% dataran
rendah dan 60% daerah bukit bergelombang. Dataran rendah terdapat di sebelah
barat yang terhampar sepanjang pantai dengan ketinggian 0–10 mdpl, sedangkan
daerah bukit bergelombang tersebar di Kabupaten Jember dengan ketinggian 10–
1.000 mdpl. (Solihuddin, 2011).
Informasi mengenai morfologi atau bentang alam memberikan gambaran
mengenai kriteria geomorfologi dan tutupan lahan (landcover) daerah penelitian.
Berdasarkan kondisi morfologi, dataran rendah yang menempati sekitar 40%
wilayah Kabupaten Jember merupakan Satuan Pedataran Fluvial dengan bentuk
lereng cekung, morfogenesis eksogen (aliran sungai), kemiringan lereng 0–2%,
dan pemanfaatan lahan untuk permukiman, pertanian, serta perkebunan rakyat.
Morfologi perbukitan bergelombang yang menempati sekitar 60% wilayah
Kabupaten Jember merupakan Satuan Perbukitan dengan bentuk lereng cembung,
morfogenesis endogen (vulkanik dan struktur antiklin), kemiringan lereng 8–13%,
dan pemanfaatan lahan untuk perkebunan, huma/ ladang serta hutan.(Solihuddin,
2011).
Satuan morfologi penyusun pantai selatan Jember terdiri dari perbukitan
dan dataran. Perbukitan merupakan ciri utama pantai selatan dengan pantai terjal
dan perbukitan bergelombang dengan kemiringan mencapai 40% dan disusun oleh
sedimen tua. Sedangkan satuan morfologi dataran berkembang di sekitar muara
9

sungai dengan susunan terdiri atas pasir dan kerikil yang berasal dari endapan
limpahan banjir. Wilayah pantai selatan jember yang terbentang dari timur ke
barat batuan geologinya merupakan endapan permukaan berupa aluvium seperti
lempung, lanau, kerikil dan kerakal (Wahyudin, 2011).
Berdasarkan hasil pengamatan yang didasarkan pada tiga unsur utama
yaitu: geologi, morfologi, dan karakter garis pantai (Dolan et al., 1975), maka
daerah penelitian dibagi menjadi 3 tipe pantai Masingmasing tipe pantai tersebut
adalah sebagai berikut.
A. Pantai Tipe 1
Pantai Tipe 1 memiliki garis pantai berbentuk teluk, sempit, memiliki
morfologi landai hingga menengah, dengan kemiringan bibir pantai 6°- 22°.
Lebar pantai berkisar antara 50 m dan 100 m, didominasi oleh litologi pasir
berukuran halus hingga kasar, berwarna abu-abu kehitaman mengan dung
besi, felspar, serta sebagian mengan dung sedikit cangkang kerang. Pantai tipe
1 terutama terdapat di wilayah Payangan, Tanjung Seruni, dan Watu Ulo.
B. Pantai Tipe 2
Tipe 2 memiliki garis pantai lurus dan lebar didominasi morfologi landai dan
berselingan dengan pantai bermorfologi terjal. Pantai yang bermorfologi
landai memiliki litologi pasir mengandung besi dan felspar berwarna abu-
abukehitaman, dengan ukuran butir pasir halus sampai kasar. Pada pantai ini
terjadi penumpukan pasir membentuk gumuk-gumuk pasir yang cukup luas.
Kemiringan bibir pantai relatif landai antara 4o - 8o dengan lebar lebih dari
200 m sepanjang lebih dari 1 km. Pantai Tipe 2 ini terdapat di wilayah Pantai
Puger dan Paseban Pantai Tipe 2 di Paseban (kiri) dan Puger (kanan)
C. Pantai Tipe 3
Pantai Tipe 3 memiliki bentuk garis pantai berteluk dengan morfologi
perbukitan curam dan terjal sebagian berselingan dengan pantai landai yaitu
terutama di daerah Tanjung Papuma dan sebagian besar di daerah Pantai
Bandealit, Meru Betiri, Teluk Pisang, dan Teluk Permisan.
Pantai ini disusun oleh batuan ber umur Tersier dan Kuarter berupa
lava andesit, breksi, dan batugamping. Gelombang tsunami akan
10

terkonsentrasi ke dalam teluk namun morfologi pantai yang curam dan terjal
akan menahan gelombang tsunami di sepanjang pantai.
Adanya Pelabuhan Perikanan / Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) yang
dikelola oleh dinas kabupaten serta Unit Pengelola Pelabuhan Perikanan Pantai
(UPPPP) yang dikelola oleh provinsi semakin memberi bukti bahwa potensi hasil
laut di Jember diakomodir secara sistematis dan dapat dimanfaatkan oleh
masyarakat pesisirnya. Kekayaan sumber daya pasir dari sedimentasi sungai
maupun lautan yang terendapkan di pesisir pantai selatan dapat menjadi sumber
mata pencaharian serta peningkatan pembangunan lokal di Jember. Pesisir selatan
Puger Kabupaten Jember memiliki potensi pengembangan wilayah yang sangat
strategis. Potensi wilayah tersebut didukung oleh pembangunan Jalur Lintas
Selatan (JLS). Diharapkan dengan adanya JLS ini, ekonomi dan akses masyarakat
semakin mudah. Dengan tipologi Pesisir Puger berjenis Marine Deposition Coast
menjadikan lokasinya sangat cocok untuk dimanfaatkan sebagai lokasi wisata
andalan di Kabupaten Jember.
Potensi dari Pesisir Puger perlu dikaji Menurut Shepard (1972) dalam
Pethick (1984) membagi tipologi pesisir menjadi dua yaitu pesisir primer (primary
coast) dan pesisir sekunder (secondary coast). Pesisir primer (primary coast) lebih
dikontrol oleh proses-proses seperti erosi, deposisi, dan vulkanisme sedangkan
pesisir sekunder (secondary coast) terbentuk akibat aktivitas lanjutan dari pesisir
primer seperti aktivitas organisme, proses marin atau aktivitas gelombang. Pesisir
primer dibagi lagi menjadi empat tipologi, yaitu land erosion coast, volcanic
coast, structurally shaped coast dan sub aerial deposition coast.
Berbeda dengan pesisir primer, pesisir sekunder dibagi menjadi tiga tipe,
yaitu marine deposition coast, wave erosion coast dan coast built by organism
(disajikan pada gambar 1).
11

Gambar 1. Tipologi Pesisir (Shepard, 1972 dalam Pethick, 1984).

Pesisir Puger di Kabupaten Jember memiliki tipologi pesisir sekunder


dengan kriteria Marine Deposition Coast (lihat gambar 2). Pesisir dengan tipologi
Marine Deposition Coast memiliki lereng landai dan meluas dengan pengendapan
material pasir sangat intensif. Pemanfaatan yang cocok untuk tipologi pesisir
Marine Deposition Coast yaitu untuk wisata (dengan ciri khas memiliki area
estuari) dan pertanian lahan kering. Aksesbilitas dan infrastuktur juga dapat
dikembangkan secara baik pada pesisir dengan tipologi pesisir Marine Deposition
Coast. Kelemahan atau risiko dari pesisir dengan tipologi Marine Deposition
Coast yaitu umumnya gelombang laut besar dan rentan terhadap berbagai macam
ancaman bencana seperti tsunami, banjir rob, instrusi air laut dan pencemaran
limbah cair.

Gambar 2. Pesisir Berpenghalang (Barrier Coast) di Pesisir Puger.


12

Pesisir selatan Puger Kabupaten Jember yang memiliki tipologi Marine


Deposition Coast harusnya dapat dimanfaatkan sebagai obyek wisata yang
menarik dan berdaya saing. Pembentukan tipologi di kawasan karst Kecamatan
Puger Kabupaten Jember dapat dibagi menjadi empat tahapan. Pertama adalah
pembentukan structurall shaped coast dengan proses pengangkatan. Kedua,
pembentukan Wave Erotion Coast pada cliff. Pembentukan marine deposition
coast oleh proses sedimentasi di wilaya pesisir, pembentukan land erosion coast
dan sub- aerial deposition coast oleh proses aliran air dari daratan dan keempat
pembentukan tipologi pesisir buatan manusia.
Dinamika kepesisiran yang terjadi di pesisir kawasan karst Puger terdiri
dari proses-proses geodinamik, hidrodinamik dan antropodinamik. Bencana
kepesisiran yang terdapat di pesisir kawasan karst Puger terdiri atas tsunami, rip
current, abrasi dan hempasan gelombang refleksi.
Daerah Kabupaten Lumajang, Provinsi Jawa Timur, disusun secara
geologi oleh batuan-batuan dari Formasi Mandalika, Formasi Wuni, Tuf
Argopuro; Batuan Gunungapi Jembangan, Tengger, Semeru dan Lamongan;
Endapan Rawa dan Aluvium (Gambar 2; Sujanto dkk., 1992; Suwarti dkk., 1992).
Secara stratigrafi Formasi Mandalika merupakan satuan tertua di wilayah ini
diperkirakan berumur Oligosen Akhir-Miosen Awal menempati sebagian kecil
wilayah kabupaten Lumajang bagian baratdaya, terdiri atas batuan piroklastik dan
lava bersusunan andesitik – basaltik yang umumnya telah terpropilitkan. Tidak
selaras diatas batuan gunung api tua ini diendapkan Formasi Wuni berumur
Miosen Tengah yang bercirikan perselingan breksi, lava, breksi tufa, breksi lahar
dan tufa pasiran;yang tersebar di sebagian kecil daerah bagian baratdaya. Kedua
formasi diatas ditutupi oleh satuan-satuan stratigrafi berumur Plistosen yang
disusun oleh Tuf Argopuro dibagian timur; hasil kegiatan gunungapi Jembangan,
Tengger, dan Semeru di bagian utara dan tengah; serta hasil kegiatan gunungapi
Lamongan di bagian timurlaut. Endapan rawa diendapkan di bagian selatan
wilayah Kecamatan Pronojiwo sementara aluvium menempati bagian pedataran di
sebelah timur wilayah Kabupaten Lumajang. Kawasan hutan lindung dibentuk
oleh terutama endapan gunungapi Tengger terdiri atas lava andesit piroksen,
13

basalt olivin dan piroklastika jatuhan; batuan gunungapi Semeru disusun oleh lava
andesit-basalt, klastika gunungapi dan lahar; dengan sebagian kecil ditutupi oleh
Formasi mandalika. Sedangkan sisa wilayah Kabupaten Lumajang ditutupi oleh
sebaran kelompok Tuf Argopuro yang terdiri atas tuf sela, breksi tuf dan batupasir
tufan; batuan gunungapi Jembangan yang disusun oleh lava basalt olivin-piroksen,
tuf, tuf pasiran dan batupasir; endapan gunungapi Lamongan bersusunan breksi
gunungapi, tuf dan lava basalt; Formasi Wuni dan sebagian besar Formasi
Mandalika; endapan rawa dan aluvium. Endapan rawa diendapkan di bagian
selatan wilayah Kecamatan Pronojiwo terdiri atas kerikil, pasir, lempung dan sisa
tumbuhan; sementara aluvium menempati bagian pedataran di sebelah timur
wilayah Kabupaten Lumajang, terdiri atas kerakal, kerikil, pasir dan lumpur
merupakan bahan rombakan dari formasiformasi yang lebih tua serta hasil
rombakan produk letusan G.Mahameru.
Gunung Semeru merupakan gunung tertinggi di Pulau Jawa dengan
ketinggian 3676 mdpl terletak pada posisi 8˚ 06’ 30” LS dan 112˚ 55’ BT.
Gunung ini memiliki bentukan yang kerucut. Kompleks Gunung semeru
Posisinya terdapat pada satu kelurusan yang sama dengan kompleks Gunung
Tengger. Gunung Semeru mulai dari zaman pra sejarah sampai sekarang
kegiatan vulkaniknya tercatat menunjukkan letusan yang berada di pusat
(kawah puncak), dan letusan samping (lereng). Beberapa bukti sejarah
menunjukkan letusan samping ini yang membentuk Ranu Darungan, Ranu
Pakis, Gunung Lengker, Gunung Totogan Malang, Gunung Papak dan
beberapa tempat lain yang terdapat pada lereng Gunung Semeru.
14

Bagian bawah dari lava hasil letusan samping 1941 bersifat masif,
sedangkan bagian permukaannya berbongkah kasar memilki tekstur porfiritik
mengandung mineral hipersten dan augit dengan komposisi andesit (57,55 – 57,72
% SiO2 ). Pada masa yang akan datang ada peluang terjadi kegiatan letusan
samping yang akan dikontrol terutama oleh beberapa kelurusan/ struktur sebagai
zona lemah terutama di sektor lereng timur-tenggara-selatan Gunung Semeru.
Aliran lava dan endapan piroklastik hasil dari letusan samping ini dapat lebih
membahayakan apabila komposisinya lebih basa dan terjadi di sekitar
perkampungan berpenduduk padat. Pada daerah endapan vulkanik gunung semeru
adalah terdiri dari batuan formasi mandalika, lava parasit kepolo semeru, lava
parasite semeru, dan batuan gunung api semeru. Batuan formasi mandalika terdiri
dari lava andesit, dan breksi gunung api, berskala waktu geologi tersier. Lava
parasite kepolo semeru terdiri dari lava andesit hipersten augit, yang memiliki
skala waktu geologi kala kuarter termasuk dalam holosen. Lava parasite semeru
terdiri dari lava andesit piroksen atau basal olivine, berskala waktu geologi kala
kuarter termasuk dalam kala holosen yang berskala waktu geologi sama dengan
lava parasite kepolo semeru. Sedangkan batuan gunung api semeru terdiri dari
lava andesit-basal, tuf, breksi gunung api, dan breksi lahar, yang berskala waktu
geologi yaitu kala kuarter termasuk dalam kala plistosen.
Dilihat dari penampang endapan vulkanik gunung semeru terdiri lapisan
formasi mandalika yang mengalami sesar turun, sedangkan lapisan formasi
15

mandalika yang terkena sesar turun tersebut yang awalnya satu lapis menjadi
berlapis dengan batuan gunung api semeru dan lapisan batuan lava parasite
semeru. Akibat sesar turun tersebut mengakibatkan formasi mandalika yang
berumur kala tersier menjadi terangkat pada kala kuarter.
Topografi yang terdapat diendapan vulanik Lumajang memiliki kegunaan
lahan yang tidak banyak digunakan. Karena lahan yang ada disana terdapat
banyak batuan yang susah untuk di ambil karena memiliki kekerasan yang
tinggi. Terdapat banyak penambang pasir dan pedagang di tepi jalan di daerah
endapan vulkanik di Lumajang.
Kompleks Gunung Semeru memiliki struktur geologi yang cukup kompleks.
Terdapat 4 (empat) sesar atau sebuah kelurusan. Kelurusan yang ditemukan
berarah barat laut hinggatenggara, timur hingga barat dan timur laut-daya
dan pada umumnya menunjukkan indikasi adanya litologi yang bergeser
dan pergesaran ini dianggap sesar normal. Pengenalan landscape berfungsi
untuk memberikan gambaran teoritas fenomena geografis yang terhadi
dipermukaan bumi (Ikhsan dkk, 2018)
Vegetasi yang terjadi di daerah endapan vulkanik diakibatkan oleh
adanya humus yang disebabkan oleh lahar dari Gunung Semeru. Lahar
tersebut mengakibatkan daerah disekitar Gunung menjadi subur. Pada
dinding - dinding tebing di Lumajang tidak ditemukannya rembesan maupun
rekahan pada daerah tersebut. Apabila ada letusan di daerah vulkanik di
Lumajang, yaitu tipe tromboli antara 10 - 15 menit sekali. Kualitas air
disana sangat bagus dan sumber air dapat ditemukan di kedalaman lebih dari 35
meter, mempunyai unsur hara yang kaya, dan memiliki nilai jua 1 tanah yang
murah.
Temuan dalam penelitian ini menunjukkan bahwa material
endapan vulkanik memiliki nilai jual yang sangat bagus serta memiliki
kandungan besi yang sangat tinggi. Material tersebut mengandung nilai jual
yang tinggi dikarenakan sesar yang terdapat di Gunung Semeru yang
memiliki sesar yang kompleks. Endapan vulanikyang terdapat di Kabupaten
Lumajang memiliki kegunaan lahan yang tidak banyak digunakan. Karena
16

lahanyang ada disana terdapat banyak batuan yang susah untuk di ambil
karena memiliki kekerasan yang tinggi. Banyak penambang pasir yang
mengambil material dari limpasan yang keluar dari aliran Gunung Semeru.
Beberapa bahan galian :
1. Teridentifikasi bahwa sumber daya bahan galian pasir dan batu hasil kegiatan
erupsi G. Mahameru yang berkesinambungan telah menciptakan
pendangkalan badanbadan sungai yang dilaluinya dan sekaligus menjadi
lahan penambangan utama bahan galian dimaksud. Kuantitas bahan galian
termasuk ke dalam kategori sumber daya tereka dengan jumlah total ±
2.333.000 m3 .
2. Andesit. Batuan andesit tidak terubah berwarna abu-abu dan terubah
hidrotermal berwarna kehijauan. Batuan ini dapat digunakan untuk bahan
bangunan dan ornamen dinding bangunan.
3. Bahan galian logam. Jenis bahan galian berupa mineral-mineral mengandung
tembaga (Cu), molybdenum (Mo), seng (Zn), emas (Au), perak (Ag) dan
arsen (As).
4. Diorit, batuan yang dapat digunakan sebagai bahan bangunan dan lantai.

Ranu Klakah Kabupaten Lumajang ini adalah saah satu danau yang
terbentuk akibat letusan Gunung Lemongan yang sifatnya masih alami. Ranu
Klakah sendiri terletak di Desa Tegalrandu, Kecamatan Klakah, Kabupaten
Lumajang. Danau ini terletak sekitar 10 km di sebelah utara Kota Lumajang.
Berdasarkan ensiklopedia, danau ini memliki ketinggian 900 meter diatas
permukan laut dengan luas 22 hektar dan kedalaman sekitar 28 meter. Ranu
Klakah sendiri dilator belakangi oleh Gunung Lemongan yang memiliki tinggi
sekitar 1.668 dari permukaan laut, kemudian, antara pusat kota Lumajang dengan
Ranu Klakah berjarak 19 km. antara pusat kota menuju kecamatan klakah berjarak
17 km kearah utara dari pusat kota serta jarak antara kecamatan menuju obyek
wisata Ranu klakah berjarak 2 km kearah barat dari kecamatan klakah. Ditambah
dengan udaranya yang segar dan sejuk. Oleh masyarakat sekitar danu Ranu
Klakah digunakan untu tempar memancing serta budidaaya ikan seperti ikan
17

mujair dan ikan nila. SelainRanu Klakah didekatnya juga ada danau lagi yaitu
Ranu Pakis dan Ranu Bedali.
Kabupaten Probolinggo merupakan kabupaten yang terletak di pesisir
pantai utara Jawa. Menurut data dari SIPD (Sistem Informasi
Pembangunan Daerah) Kabupaten Probolinggo, Kabupaten Probolinggo
memiliki garis pantai sepanjang 1,33 km. Berdasarkan data tersebut, maka perlu
adanya perhatian khusus terkait perubahan bentang lahan pada daerah pesisir.
Karena perubahan bentang lahan tersebut dapat mempengaruhi kehidupan
masyarakat pada daerah pesisir di Kabupaten Probolinggo.
Pantai Bentar merupakan pantai utara yang lokasinya tepat berada
di Jalur Pantura Mayangan, Karanganyar, Kecamatan Gending, Kabupaten
Probolinggo. Pantai Bentar memiliki bentang alam yang sangat indah
ditambah dengan pemandangan mangrove yang ada. Pantai Bentar memiliki
ombak yang relatif tenang. Hal ini dikarenakan pantai utara Jawa salah satunya
Pantai Bentar tidak langsung menghadap ke samudera lepas melainkan
masih terhalang pulau. Pantai Bentar memiliki lingkungan yang sangat asri
dan bersih untukdikembangkan menjadi tempat wisata. Perkembangan wisata
bentar dapat dibilang sangat baik, sehingga dapat menopang perekonomian
masyarakat. Ini menandakan lingkungan yang bersih menjadi tolak ukur untuk
masyarakat membangun perekonomiannya. Kurnianto dkk (2018) menyatakan
bahwa lingkungan yang bersih akan menjadikan masyarakatnya menjadi sehat
dan dapat mengurangi kemiskinan. Perkembangan wisata ini juga berpengaruh
terhadap perubahan keadaan geomorfologi pada Pantai Bentar. Perubahan
bentang lahan pada daerah pesisir khususnya pada Pantai Bentar yang
menjadi fokus penelitian harus mendapat perhatian khusus, karena
perubahan bentang lahan akan berakibat pada kehidupan masyarakat
sekitar baik sosial, ekonomi dan budaya. Pengenalan landscape berfungsi
untuk memberikan gambaran realitas fenomena geografis yang terjadi di
permukaan bumi (Ikhsan dkk, 2018). Pentingnya pengenalan landscape atau
bentang lahan sangat berguna untuk menambah pengetahuan atau litterasi
mahasiswa tentang perubahan lahan atau landscape.
18

Data hasil citra satelit yang didapat dari Google Earth dari tahun
2009 sampai tahun 2018 perbedaanya cukup signifikan. Citra satelit sangat
baik digunakan untuk menganalisis perubahan bentang lahan pada suatu
wilayah. Pada daerah pantai, penggunaan citra satelit
sangat membantu dalam menganalisis perubahan bentang lahan yang terjadi
pada daerah pantai, seperti data berikut :

Gambar 1.1 Hasil Citra Satelit Google 2009 dan 2011

Citra satelit menunjukkan pada tahun 2009 hutan mangrove Pantai


Bentar tingkat kerapatannya masih rendah. Beberapa wilayah terlihat tandus.
Wisata pada Pantai Bentar masih terlihat sederhana. Dibandingkan dengan
citra tahun 2011 menunjukkan bahwa tidak ada perubahan yang signifkan
pada garis pantai. Dibandingkan dengan 2009 tidak ada yang berubah. Posisi
hutan mangrove masih belum bergeser ke utara.

Gambar 1.2 Hasil Citra Satelit Google 2012 dan 2013.


19

Perubahan terjadi pada tahun 2012, pada lingkaran merah terlihat


hutan mangrove mengalami pergeseran ke utara sedikit. Tingkat kerapatan
mangrove juga bertambah. Namun beberapa wilayah yang tandus pada tahun 2009
masih belum ada perubahan. Tangkapan hasil citra pada tahun 2013
menunjukkan belum ada perubahan sejak tahun 2012 terkait bentang lahan.
Hutan mangrove belum ada pergesaran sama sekali sejak tahun 2012. Lahan
hijau disekitar lokasi pada wisata Pantai Bentar mulai bertambah.

Gambar 1.3 Hasil Citra Satelit Google 2014 dan 2015.

Data citra satelit pada tahun 2014 jika dibandingkan dengan tahun 2013
menunjukkan belum ada perubahan sama sekali terkait bentang lahan di
sekitar Pantai Bentar. Beberapa kenampakan terlihat sama dengan hasil citra
satelit tahun 2013. Citra satelit tahun 2015 menunjukkan perubahan, jika
dibandingkan dengan tahun 2014. Pada dua lokasi yang dilingkari merah,
terjadi pertumbuhan hutan mangrove yang bergeser sedikit ke utara. Hal ini
menunjukkan bahwa ada pengaruh sedimentasi walaupun rendah. Sedangkan
lahan hijau yang ada di sekitar Pantai Bentar masih terlihat sama dengan tahun
2013.

Gambar 1.4 Hasil Citra Satelit


20

Google 2016 dan 2017 Hasil tangkapan citra satelit pada tahun
2016 belum menunjukkan tidak ada perubahan sama sekali apabila
dibandingkan dengan tahun 2015. Lahan hijau terlihat sama dengan tahun
2015. Pergeseran hutan mangrove tidak terlihat sama sekali pada tahun
2016. Jika dibandingkan dengan data hasil citra satelit 2017 menunjukkan bahwa
terjadi perubahan bentang lahan pada sebelah barat Pantai Bentar. Perubahan
tersebut adalah bergesernya hutan mangrove yang bergeser kea rah utara.
Artinya bahwa sedimentasi antara tahun 2016-2017 berjalan sangat baik.

Gambar 1.5 Hasil Citra Satelit Google 2017 dan 2018.


Perubahan yang sangat signifikan terjadi antara tahun 2017-2018. Hutan
mangrove yang ditandai dengan lingkaran merah mengalami pergeseran
ke arah utara. Hal ini mengindikasikan bahwa intensitas sedimentasi
sangat baik. Kerapatan hutan mangrove semakin meningkat, kerapatan hutan
mangrove ini sangat baik untuk menahan laju abrasi pantai. Perkembangan
wisata dari tahun 2009-2018 terlihat berkembang mulai dari beberapawilayah
yang terlihat tandus mulai menghijau.
Kesimpulan yang didapat dari perkembangan citra satelit ini yaitu
bahwa intensitas sedimentasi dari tahun ke tahun semakin meningkat
terutama dari tahun 2016-2018. Pergeseran hutan mangrove ke uatara dari
tahun 2009 - 2018 terlihat meningkat dari tahun ketahun. Perilaku manusia
terhadap alam sekitar pesisir Pantai Bentar turut andil dalam merubah bentuk
morfologi lahan. Pentingnya merawat lingkungan untuk menjaga kestabilan suatu
lingkungan. Merawat dan menjaga lingkungan adalah hal penting yang harus
dilakukan oleh masyarakat menciptakan lingkungan yang kondusif (Hilman
21

dan Sunaedi, 2018). Dan hasil citra satelit yang juga merupakan bagian dari SIG
(Sistem Informasi Geografi) ternyata mampu memecahkan berbagai macam
fenomena. Penggunaan citra satelit dalam menganalisis perubahan garis
pantai akan menghemat biaya dam waktu (Aryastana dkk,2016). Menurut
Kurnianto dkk (2018) menyatakan dalam penelitiannya bahwa SIG mampu
untuk memecahkan berbagai permasalahn manusia. Dalam penelitiannya
Kurnianto dkk (2018) menggunakan SIG untuk menyelesaikan permasalahan
tanah longsor yang terjadi pada Kabupaten Jember.
Peran SIG juga sangat penting untuk menjawab tantangan revolusi
industri 4.0 pada saat ini. Keterampilan geografi ini (khususnya SIG) dapat
memberikan dampak yang sangat luas bagi masyarakat pada umumnya.
Ikhsan dkk (2018) berpendapat seorang calon geographer membutuhkan
keterampilan geografi yang baik untuk mendeskripiskan fenomena yang terjadi di
lapangan. Keterampilan SIG yang sangat besar akan dibutuhkan oleh seorang
calon geographer untuk menambah skill geografinya. Pantai Bentar merupakan
bagian dari pantai utara yang memiliki morfologi landai. Di pantai utara tidak
terdapat banyak gelombang yang langsung menghantam pantai.
Proses pengukuran diperoleh hasil 31° C untuk suhu sedangkan 7,5
Knot untuk kecepatan angin. Terdapat dua proses pada lahan marine ini
yaitu pengendapan alluvial di muara sungai dan proses marine yang
membentuk yang dipengaruhi gelombang laut. Pengaruh angin di pantai utara
tidak terlalu besar sehingga gelombang laut tidak terlampau berbahaya. Pada
pantai utara proses sedimentasi bekerja secara intensif karena banyak
dijumpai di muara sungai sehingga mengendapkan material dari sungai. Indikasi
yang bisa dilihat ialah sedikitnya pasir putih, hal ini karena pengaruh dari material
yang terbawa oleh sungai. Hasil endapan marine dapat dijadikan lahan untuk
vegetasi dengan penanaman mangrove. Pada pantai landai material pantai
didominasi oleh lumpur dan substrat ini sangat baik untuk pertumbuhan
vegetasi mangrove (Muryani, 2010).
Terdapat endapan yang mempengaruhi bertambahnya bibir pantai atau
akresi. Setiap tahunnya bertambah 5 cm ke utara. Pada laut lepas di pantai
22

utara terdapat pertambangan minyak bumi. Wilayah Pantai Bentar termasuk


dalam daerah sekunder zona formasi kendeng sebelah timur.
Garis pantai di Pantai Bentar mengalami pergeseran ke utara. Pergeseran ini
disebut akresi yang disebabkan oleh limpasan sedimen dari beberapa sungai
yang berhulu pada wilayah daerah Pegunungan Bromo. Hal ini sejalan hasil
penelitian (Taufiqurohman dan Ismail, 2012) menyatakan akresi atau
penambahan garis pantai disebabkan oleh limpasan sedimen yang berasal
dari sungai. Muryani (2010) menjelaskan bahwa pergeseran garis pantai yang
bertambah maju disebabkan salah satunya faktor sedimentasi dari muara sungai.
Fenomena di pantai selatan dan pantai utara memiliki perbedaan, pantai
selatan masuk dalam kategori pantai bebas atau pantai lepas berbeda
dengan pantai utara, material yang terkandung di Pantai Bentar lebih banyak
mengandung lumpur.
Warna air laut yang terlihat pada saat observasi tampak kecoklatan
di karenakan material lumpur dari Gunung Bromo yang dibawa oleh
DAS Bekalen Kabupaten Probolinggo. Material yang dibawa bersifat
prioklastik dan banyak mengandung humus. Di daerah ini juga terdapat zona
sunoff atau disebut zona dimana terjadinya proses pemecahan gelombang,
pemecahan gelombang dipengaruhi oleh batasan dari wilayah.

Ekosistem mangrove,baik secara sendiri maupun secara bersama dengan


ekosistem terumbu karang, berperan penting dalam stabilisasi suatu ekosistem
pesisir, baik secara fisik maupun secara biologis.
Fungsi fisik hutan mangrove yaitu sebagai pengendali abrasi pantai oleh
ekosistem mangrove yang terjadi melalui mekanisme pemecahan energi
kinetik gelombang air laut, hutan mangrove juga dapat berfungsi
untuk mengendalikan intrusi air laut, selain itu hutan mangrove juga dapat
mempercepat laju sedimentasi yang akhirnya menimbulkan akres atau
penambahan garis pantai (Petra dkk, 2012). Kemudian di Pantai Bentar ini
terdapat endapan baru, yang artinya di bagian barat pantai ini bergeser kedepan
dan berkaitan dengan morfologi bentukan lahan.
23

Perkembangan konservasi hutan mangrove pada Pantai Bentar ini dapat


dijadikan sebagai destinasi wisata yang dapat menjadi salah satu penopang
ekonomi dan pemasukan bagi Kabupaten Probolinggo dan masyarakat sekitar
Pantai Bentar. Dalam pengembangan kawasan wisata ini menurut Bahiyah
dkk(2018) perlu adanya partisipasi dan kerjasama antara Pemerintah Kabupaten
Probolinggo dengan masyarakat yang akan dapat mengembangkan pariwisata
tersebut dengan cepat sehingga banyak wisatawan yang akan berkunjung.
Pendidikan lingkungan akan membantu seseorang untuk mengembangkan
etika hubungan manusia dengan lingkungan (Ikhsan dkk, 2019). Sarana
pengembangan wisata hutan mangrove, dapat dijadikan sebagai sarana
edukasi bagi masyarakat untuk peduli terhadap lingkungan khususnya pada
daerah pesisir.
Temuan dalam penelitian ini menunjukkan bahwa Pantai Bentar
mengalami perubahan garis pantai yang semakin kedepan atau akresi. Akresi
ini disebabkan oleh endapan marine yang dibawa gelombang laut dan endapan
alluvial yang materialnya berasal dari Gunung Bromo yang dibawa oleh
DAS Bekalen. Pengaruh dari endapan atau sedimentasi ini menyebabkan
pertumbuhan hutan mangrove yang semakin meningkat. Hal itu dikarenakan
material dari sedimentasi berupa lumpur yang sangat baik untuk
pertumbuhan ekosistem hutan mangrove.
Sebagai salah satu obyek yang berpengaruh terhadap keadaan sosial
ekonomi masyarakat disekitar pesisir pantai, pantai bentar juga berpengaruh
terhadap mata pencaharian yang ditekuni masyarakat yaitu, sebagai nelayan.
Selain nelayan sebagai sebagai mata pencaharian masyarakat di sekitar
pantai Bentar, dengan adanya obyek wisata tersebut mampu meningatkan
tingkat perekonomian dengan berjualan di obyek wisata tersebut. Seiring
perkembangan kehidupan manusia, pemanfaatan sumberdaya alam dan jasa
lingkungan semakin beraneka ragam, termasuk pemanfaatan keindahan pantai
Bentar. Pemanfaatan wisata pantai sudah dikembangkan oleh masyarakat
sekitar pantai. Contoh pemanfaatan wisata pantai Bentar yaitu dengan
menjadikan pantai ini sebagai tempat wisata, tempat olahraga, menikmati
24

keindahan alam. Keindahan yang dimiliki pantai wisata ini mampu menarik
para wisatawan untuk berkunjung ke pantai ini.
Dalam segi pariwisata, ada tiga hal yang harus dimiliki oleh setiap
tempat wisata yaitu. Something to see (sesuatu yang dapat dilihat) yaitu
sesuatu yang dapat membuat para pengunjung tertarik oleh pemandangan
pantai yang berbeda dengan pantai-pantai yang lain. Something to do
(sesuatu yang dapat dilakukan) yaitu masyarakat sekitar pantai
memakukan hal yang dapat mengundang daya tarik pengunjung, salah
satunya yaitu dengan diadakanya orkes disekitar pantai agar para pengunjung
selain bisa melihat pemandangan pantai yang indah juga dapat mendengarkan
alunan musik yang dapat memperindah suasana pantai. Something to buy
(sesuatu yang dapat dibeli) yaitu masyarakat disekitar pantai membuat cindra
mata yang dapat dijadikan icon pantai tersebut dan selanjutnya dijual yang
berguna untuk meningkatkan ekonomi warga sekitar Pantai Bentar.
Ekosistem mangrove yang terdapat di pantai bentar juga dimanfaat dengan
sebaik mungkin untuk menarik wisatawan. Selain untuk menarik wisatawan
ekosistem mangrove juga bermanfaat untuk mengurangi terjadinya
abrasi. Masyarakat sekitar pantai membangun jembatan kayu sepanjang 50
meter yang menjorok ke tengah laut dan terhubung dengan ekosistem
mangrove yang lebat sehingga dijadikan sebagai spot yang paling baik untuk
melakukan foto. Fasilitas yang disediakan di pantai bentar sudah memadai,
hal ini membuat wisatawan yang berkunjung ke pantai bentar merasa
nyaman dan betah. Apalagi para wisatawan kebanyakan berkunjung pada sore
hari dengan menikmati senja dan diiringi alunan musik orkes yang semakin
membuat para pengunjung nyaman berkunjung ke Pantai bentar ini.
Secara geomorfologi, Gunung bromo dengan ketinggian 2.329 m dpl
merupakan salah satu gunung dari berbagai gunung yang terdapat pada komplek
pegunungaan Tengger yang berdiri pada areal kaldera berdiameter 8-10 km yang
dinding kalderanya mengelilingi laut pasir yang sangat terjal dengan kemiringan
± 60-80 derajat dan tinggi berkisar antara 200 – 600 meter. Pegunungan
Tengger terbentuk sekitar 1,4 juta tahun yang lalu, para ahli gunung api
25

menamakan nya dengan sebutan komplek Bromo – Tengger. Pada 1,4 juta tahun
yang lalu pegunungan Tengger terus menerus menunjukan aktifitasnya dangan
pertumbuhan kaldera yang di akibatkan oleh eksplosif dan efusif. Kaldera tersebut
yaitu :
1. Kaldera Nongkojajar terbentuk pada 1,4 0,2 juta tahun yang lalu
2. Kaldera Ngadisari terbentuk pada 822 90 ribu tahun yang lalu
3. kaldera cemoro lawang terbentuk pada 144 – 135 30 ribu tahun yang lalu
4. Kaldera Keciri terbentuk yang tidak ketahui umurnya
Dari berbagai kaldera yang ada di komplek hanya kaldera lautan pasir yang
berada di kerucut gunung api Bromo yang masih aktif menunjukan vulkanik
sampai sekarang.
Kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru secara keseluruhan
merupakan daerah vulkanis, sehingga formasi geologinya terdiri dari hasil
kegiatan gunung api kuarter muda, dan gunung api kuarter tua dengan komposisi
20% dan 80%. Jenis batuan kawasan ini terdiri dari abu pasir/tuff vulkan
intermedia sampai basis (dengan fisiografi vulkan), asosiasi andosol kelabu dan
regosol kelabu (dengan bahan induk abu/pasir), dan tuff intermedia sampai basis.
Bentuk struktur geologi ini menghasilkan batuan yang tidak padat dan tidak kuat
ikatan butirnya, sehingga mudah tererosi terutama pada musim penghujan.
Kawasan komplek Bromo – Tengger secara keseluruhan merupakan
daerah vulkanis, sehingga formasi geologinya terdiri dari hasi kegiatan gunung
api kuarter muda dan gunung api kuarter tua dengan komposisi 20% -80%.
Dengan komposisi geologi yang dihasilkan oleh kegiatan gunung api kuarter
muda dan gunung api kuarter tua dapat di temukan beberapa jenis batuan yaitu
terdiri dari abu pasir/tff vulkan intermedia sampai basis (denggan fisiografi
vulkan), asosiasi andosol kelabu dan regosol kelabu (dengan bahan induk
abu/pasir), dan tuff intermedia sampai basis. Dengan jenis batuan yang tersebut
maka struktur geologi yang dihasilkan batuan yang tidak padat dan tidak kuat
ikatan butirnya sehingga mudah tererosi terutama pada musim penghujan.
Dilihat dari aspek hidrologi, seperti kebanyakan daerah vulkanik, wilayah
komplek bromo – Tengger memiliki tatanan air yang radikal, sehingga pada
26

musim kemarau persediaan air hampir tidak tersedia atau bahkan benar-benar
kering. Hal ini dikarenakan air telah menggenangi semua permukaan tanah selama
musim hujan menghilang dengan cepat dengan menembus lapisan bawah tanah.
Persediaan air dalam tanah hanya di dapat dari air hujan, yang juga mengalir di
antara gunung-gunung batu. Meskipun pada musim hujan, sungai di daerah batu
vulkanik penuh, tapi begitu musim kemarau tiba, semuanya akan mengering.
Sumber air dari komplek Bromo – Tengger adalah dari sungai dan kanal.
Terdapat lebih dari 50 sungai dan 4 danau di dalam kawasan komplek. Danau-
danau tersebut diantaranya adalah Ranu Darungan, Ranu Pane, Ranu Regulo dan
Ranu Kumbolo. Dalam hal ini menunjukkan bahwa komplek Bromo – Tengger
memiliki peran yang sangat penting bagi daerah sekitarnya. Keberadaan mata air
komplek Bromo – Tengger dapat memenuhi kebutuhan air bersih bagi
masyarakat di desa-desa, dapat memenuhi kebutuhan air untuk pertanian dan
menghasilkan energi / tenaga listrik.
Dari aspek sosialnya adanya Kawasan Wisata Bromo Tengger mampu
meningkatkan kondisi perekonomian masyarakat sekitar masyarakat Tengger.
Aspek sosial dan aspek ekonomi memiliki keterkaitan terhadap pengangguran dan
kemiskinan sehingga kehidupan masyarakatnya tidak sejahtera. Selain bermata
pencaharian sebagai petani sayur, penduduk Tengger memanfaatkan peluang yang
ada untuk membuka usaha. Pengelolaan wisata Bromo Tengger ini sudah cukup
bagus dalam pengelolaan nya akan tetapi agar lebih optimal maka harus
memperhatikan aspek SDM dan SDA yang ada. Rekomendasi yang diberikan
terkait dengan pariwisata di kawasan Bromo Tengger ini yaitu :
(1) Pemerindah daerah Kabupaten Probolinggo sangat perlu untuk membuat suatu
kebijakan mengenai pariwisata didaerahnya. Hal ini bertujuan untuk semakin
lebih berkembang lagi pariwisatanya.
(2) Masyarakat Tengger atau masyarakat yang berada disekitarnya harus turut
andil dalam pengembangan pwriwisata daerahnya, serta harus mendorong akan
adanya perubahan baik ekonomi dan sosial masyarakat yang lebih baik.
(3) Masyarakat Tengger harus selalu sigap apabila terdapat remaja yang baru
tamat sekolah menganggur dan perekonomiannya kurang sejahtera, bisa
27

dibukakan privat khusus bagaimana cara menjadi pemandu wisata yang baik atau
bagaimana caranya untuk berdagang yang baik sehingga otomatis akan
menyejahterakan perekonomiannya, serta angka pengangguran dan diatasi dengan
baik.
Apabila aspek tersebut sudah terpenuhi dan berjalan dengan semestinya maka
potensi yang akan di dapatkan akan jauh lebih baik.
BAB III
METODELOGI PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Dalam penelitian ini menggunakan penelitian Deskripsi Kualitatif. Dimana


dalam penelitaian memanfaatkan data kualitatif yang diperoleh dan disajikan
dalam bentuk deskriptif yang dijabarkan dalam sebauh analisi hingga mamperoleh
sebuah kesimpulan di akhir. Penelitian Deskipsi kualitatif menggambarkan atau
mendeskripsikan fenomena secara fisik dan sosial pada daerah yang dilakukan
penelitian.

3.2 Lokasi Penelitian

Pada lokasi penelitian kali ini kami akan melakukan dibeberapa tempat
seperti dilaksanakan di daerah lipatan Desa Kotakan, Situbondo; Karst dan Pantai
Pancer di Puger, Jember; Gladak Perak Candipuro dan Ranu Klakah Lumajang;
serta Pantai Bentar di Probolinggo.

3.3 Subyek dan sampel penelitian

Subyek dalam penelitian adalah masyarakat yang tinggal di daerah-daerah


penelitian. Subyek penelitian ini adalah level makro dimana subyek penelitian
dengan anggota sangat banyak, yaitu masyarakat atau komunitas luas. Subyek
penelitian berfungsi sebagai informan, sekaligus subyek untuk mengetahui
kondisi sosial di daerah penelitian.
29

3.4 Teknik Pengumpulan Data

3.4.1 Teknik Wawancara

Teknik wawancara adalah teknik pengumpulan data dari responden atau


narasumber untuk mendapatkan informasi dengan cara menanyakan beberapa
pertanyaan. Teknik wawancara ini dilakuakan secara langsung pada daerah-daerah
penelitian dengan masyarakat yang berada disekitar lokasi sebagai responden atau
narasumber.

3.4.2 Teknik Observasai

Teknik observasi adalah teknik pengumpulan data dengan melakukan


pemgamatan terdahap obyek penelitian secara langsung. Tujuannya untuk
memperoleh data yang akaurat karena kita dapat mencatat dan merekam apa yang
kita pahami serta perhatikan dari obyek yang kita lihat dari dekat, sehingga
mendapatkan hasil yang akurat.

3.4.3 Teknik Dokumentasi

Teknik dokumentasi adalah teknik pengumpulan data yang diperoleh dari


catatan-catatan atau data-data yang sudah ada terdahulu atau catatan-catatan milik
pribadi. Namun dokumentasi juga dapat berupa foto atau rekaman milik pribadi
maupun milik pihak lain.

3.5 Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian obervasi ini adalah
model analisis interaktif Miles dan Hubermen. Dimana dalam penelitian kualitatif
memungkinkan dilakukan analisi data pada waktu peneliti berada di lapangan
maupun setelah kembali dari lapangan baru dilakukan analisi. Pada penelitian ini
30

analisi data telah dilaksanakan bersamaan dengan proses pengumpulan data.


Dalam bentuk ini peneliti harus melalui tahapan analisis antara lain reduksi data
yaitu yang sejalan dengan dilakukannya sebuah abstraksi, penyajian data
informasi yang tersusun dan penarikan kesimpulan dengan jalan membandingkan
kesesuaian pernyataan dari subyek penelitian dengan makna yang terkandung
dengan konsep-konsep dasar dalam penelitian tersebut.
DAFTAR PUSTAKA

Bappeda Provinsi Jawa Timur. 2013. Kabupaten Situbondo.


https://bappeda.jatimprov.go.id/Bappeda/wp-content/uploads/potensi-kab-
kota-2013/kab-situbondo-2013.pdf (diakses tanggal 11 Mei 2020)
Batoro, J., D. Setiadi, T. Chikmawati, dan Y. Purwanto. 2013. Pengetahuan
tentang Tumbuhan Masyarakat Tengger di Bromo Tengger Semeru Jawa
Timur. WACANA, Jurnal Sosial Dan Humaniora. 14(1):1–10.
Faraby, Khusnul. I., dkk. Pengenalan Bentang Lahan Karst Puger, Pantai
Pancer, Gladak Perak, Gunung Bromo, dan Pantai Bentar
https://jurnal.unej.ac.id/index.php/PGEO/article/ download/11378/6750
(tanggal akses : 23 Mei 2020)
Haryanti, Titik Umaiyah. Peranan Pantai Dalam Kondisi Sosial Ekonomi
Masyarakat Disekitar Pantai Bentar Kabupaten Proboliggo Jawa
Timur. Majalah Pembelajaran Geografi, [S.l.], v. 1, n. 1, p. 12-16,
aug.2018. ISSN 2622-125X. Available at:
<https://jurnal.unej.ac.id/index.php/PGEO/article/view/8336>. Date
accessed: 12 aug. 2019.
Harsolumakso, Agus Handoyo. 2019. Geology Of The Eastern Part Ot The
Volcanic-Kedeng Zone Of East Java: Stratigraphy, Structures and
Sedimentation Review From Besuki and Situbono Areas. Journal Of
Geology and Mineral Resources Vol.20 No.3 Agustus 2019 hal 143-152
Hendrayana, Heru., Fajar, M.H.M., Wilopo, Wahyu. 2015. Sistem Air Tanah
Endapan Vulkanik Lereng Gunung Bromo. Universitas Gajah Mada :
Yogyakarta.
Herman, D. Z. 2006. Kajian Potensi Tambang Dalam Pada Kawasan Hutan
Lindung di Daerah Lumajang, Jawa Timur.
http://psdg.bgl.esdm.go.id/kolokium%202006/konservasi/POTENSI%20T
AMBANG%20DALAM%20LUMAJANG.pdf (tanggal akses : 23 Mei
2020)
Ihsan, F. A., Kurnianto, F. A., Nurdin, E. A., & Apriyanto, B. (2018). Geography
32

Literacy of Observation Introduction Landscape Representation Place for


Student Experience. Geosfera Indonesia, 3(2), 131.
https://doi.org/10.19184/geosi.v3i2.8384
Kasnowihardjo, Gunadi. 2015. Permukiiman Kawasan Danau Masa Lalu di Jawa
Timur. Balai Arkeologi Yogyakarta Vol.18 No 1/2015 Hal 1-21
Kusdarto, dkk. 2008. Eksplorasi Umum Aglomineral di Kabupaten Situbondo.
Proceeding Pemaparan hasil Kegiatan Lapangan Tahun 2008 Pusat
Sumber Daya Geologi.
Nuriyanto, Muhammad Zaid; Firmansyah, Fahrul Agil; Prasetyono, Ica.
Analisis Perubahan Bentang Geomorffologi Pantai Bentar Kabupaten
Proboinggo. Majalah Pembelajaran Geografi, [S.l.], v.2,n. 1, p. 99-
109, june 2019. ISSN 2622-125X. Available
at:<https://jurnal.unej.ac.id/index. php/PGEO/article/view/11523>. Date
accessed: 12 aug. 2019.
Setyawan, M. A., B. Apriyanto, dan S. Astutik. 2008. Analisis Karakteristik
Endapan Marine dan Pengaruhnya bagi Sektor Pertanian dan Perairan di
Pesisir Selatan Pantai Pancer Kecamatan Puger Kabupaten Jember Jawa
Timur. Jurnal Geografi. 2(1)
Solihuddin, T. 2011. Karakteristik Pantai dan Proses Abrasi di Pesisir (Coastal
Characteristic and Erosion Processes). Jurnal Global. 13(2): 112-120
Supardan, Maryun, dkk. 1998. Eksplorasi Mineral Industri di Daerah Kabupaten
Situbondo, Provinsi Jawa Timur Skala 1:100.000. Bandung: Direktorat
Sumber Daya Mineral
Suwasono. 2018. Etnobotani Edelweiss Di Desa Ngadas, Taman Nasional Bromo
Tengger Semeru. Jurnal produksi tanaman: Malang. 6(8): 1648-1654
Umam. M. F., dkk. Analisis Material Endapan Vulkan Gunung Semeru
Kabupaten Lumajang https://jurnal.unej.ac.id/index.php/PGEO
/article/view/11522/6782 (tanggal akses : 23 Mei 2020)
Wahyudin, Y. (2011). Karakteristik sumberdaya pesisir dan laut kawasan Teluk
Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Bonoworo Wetlands,
1(1), 19–32
33

Wibowo, Agung. 2013. Keanekaragaman Jenis Ikan di Ranu Klakah Desa


TegalRandu Kecamatan Klakah Kabupaten Lumajang. Skripsi Jurusan
Biologi. http://karya-ilmiah.um.ac.id/index.php/biologi/article/view/35829.
(diakses tanggal 28 Mei 2020)

Anda mungkin juga menyukai