net/publication/351203606
CITATIONS READS
0 1,328
1 author:
Retno Wilujeng
Universitas Negeri Surabaya
1 PUBLICATION 0 CITATIONS
SEE PROFILE
Some of the authors of this publication are also working on these related projects:
Analisis Gumuk Pasir di Parangtritis sebagai Objek Wisata Geologi View project
Analisis Gumuk Pasir di Parangtritis sebagai Destinasi Geowisata di Kecamatan Kretek View project
All content following this page was uploaded by Retno Wilujeng on 30 April 2021.
i
DAFTAR ISI
BAB I ......................................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN ..................................................................................................................... 1
Latar Belakang ....................................................................................................................... 1
Rumusan Masalah .................................................................................................................. 2
Tujuan Penelitian .................................................................................................................... 2
BAB II ........................................................................................................................................ 3
KAJIAN PUSTAKA .................................................................................................................. 3
2.1 Pegertian Pariwisata .................................................................................................... 3
2.2 Wisata Geologi (Geotourism) ..................................................................................... 3
2.3 Gumuk Pasir Parangtritis............................................................................................. 5
BAB III ...................................................................................................................................... 8
METODE PENELITIAN ........................................................................................................... 8
3.1 Jenis Penelitian ................................................................................................................. 8
3.2 Populasi dan Sempel ........................................................................................................ 8
3.3 Variabel Penelitian ......................................................................................................... 10
3.4 Prosedur Kerja ................................................................................................................ 10
3.5 Cara Analisis ................................................................................................................. 11
BAB IV .................................................................................................................................... 13
HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................................................ 13
4.1` Deskripsi Wilayah Parangtritis ..................................................................................... 13
4.2 Analisis ...................................................................................................................... 19
BAB V...................................................................................................................................... 23
KESIMPULAN ........................................................................................................................ 23
5.1 Simpulan .................................................................................................................... 23
5.2 Saran .......................................................................................................................... 24
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 25
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Bagaimanakah sejarah terjadinya gumuk pasir di Parangtritis?
1.2.2 Bagaimanakah keistimewaan yang dimiliki gumuk pasir Parangtritis
sebagai wisata geologi?
1.2.3 Bagaimana peran masyarakat dalam menjaga dan melestarikan gumuk
pasir Parangtritis sebagai objek wisata geologi?
2
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
3
berhubungan dengan bumi, meneliti sejarahnya dengan kehidupan yang ada,
susunan keraknya, bangun dalamnya, berbagai gaya yang bekerja padanya, dan
evolusi yang dialaminya. Sedangkan pariwisata secara umum dapat dimaknai
sebagai kegiatan perjalanan seseorang atau sekelompok orang dari satu tempat
ke tempat lain dan bersifat tidak menetap, yang bertujuan untuk memperoleh
kesenangan dan wawasan baru dari destinasi wisata yang dikunjunginya.
Geowisata adalah suatu kegiatan wisata alam yang berkelanjutan dengan fokus
utama pada kenampakan geologis permukaan bumi dalam rangka mendorong
pemahaman akan lingkungan hidup dan budaya, apresiasi dan konservasi serta
kearifan lokal. Geowisata menawarkan konsep wisata alam yang menonjolkan
keindahan, keunikan, kelangkaan dan keajaiban suatu fenomena alam yang
berkaitan erat dengan gejala-gejala geologi yang dijabarkan dalam bahasa
populer atau sederhana (Kusumahbrata, 1999 dalam Hidayat, 2002).
Data dan informasi geologi yang sudah terekam dalam peta geologi
dapat digunakan dalam perencanaan kegiatan wisata. Dalam peta geologi data
mengenai topografi (bentukan alam geologi) beserta berbagai macam rekayasa
budaya manusia disertai dengan latar belakang sejarah yang fantastik dapat
dibina menjadi daya tarik wisata di sepanjang jalur perjalan atau masing
masing dapat menjadi point of interest destinasi. Begitu juga hubungan timbal
balik antara mnusia dan alam lingkunganya yang secara ekologi menghasilkan
4
perilaku budaya penduduk yang khas. Daya tarik wisata alam atau atraksi alam
hendaknya memiliki kriteria sebagai berikut (Sammeng, 2001):
b. Aspek keanekaragaman
Atraksi alam terbentuk karena proses fenomena alam serta hanya terjadi
pada saat tertentu maka tidak ada kemiripann antara suatu kawasan
dengan kawasan wisata lain, sehingga atraksi alam memiliki keunikan
tersendiri dibandingkan dengan atraksi budaya dan atraksi buatan,
terlebih karena atraksi alam hanya dapat dinikmati secara utuh di
ekosistemnya.
5
memiliki tinggi berkisar 75-300 m, sedangkan ketinggian gumuk pasir kurang
dari 75 m (Sunarto, 2014). Gumuk pasir aeolian adalah gundukan material
pasir yang terangkut oleh angin dan terendapkan setelah kekuatan tiupan
angin berkurang atau akibat terhalang oleh adanya rintangan (umumnya
vegetasi). Pembentukan gumuk pasir aeolian di kepesisiran Parangtritis
dipengaruhi oleh sembilan faktor kepesisiran, yaitu (Sunarto, 2014): (1) arah
angin dominan berasal dari selatan (53%) dan dari arah barat daya (42 %)
atau angin berasal dari laut menuju pantai (onshore winds); (2) lebar gisik
(width of beach) berkisar 27- 103 m; (3) kelerengan gisik (beach slopes)
berkisar 3-8o atau landai hingga miring; (4) morfologi gisik (beach
morphology) adalah gisik menengah (intermediate beach), yaitu gisik
peralihan antara gisik hamburan (dissipative beach) dan gisik pantulan
(reflective beach); (5) tipe julat pasut adalah mesopasut yaitu 2,9 m sehingga
pasokan pasirnya menengah karena semakin lebar julat pasut, maka pasokan
pasirnya semakin besar (Triatmodjo, 2006; Sunarto, 2014); (6) terdapat
rintangan angin (wind obstacle) berupa vegetasi, batuan, atau bangunan; (7)
ketersediaan pasokan pasir (supply of sands) berasal dari material hasil erupsi
Gunungapi Merapi; (8) material gumuk pasir aeolian yang dominan
berdiameter 0,1-0,50 mm (clastic materials) (Verstappen, 1957; Sunarto,
2014) dan komposisi materialnya tersusun oleh magnetit, gelas vulkanik,
fragmen batuan andesitik, plagioklas, augit, hiperstin, dan beberapa ilmenit
(Verstappen, 2013); (9) koridor angin (wind corridor) atau lorong angin alami
sebagai akibat pemantulan angin dari arah laut ke arah barat laut karena
menabrak gawir sesar.
Pembentukan gumuk pasir Parangtritis termasuk jarang terjadi di
dunia, bahkan merupakan satu-satunya di Asia Tenggara (Suryanti et al.,
2009). Gumuk pasir aeolian di pesisir Kawasan Parangtritis bersifat unik
karena bertipe barkhan (barchan). Gumuk pasir tipe ini kebanyakan dijumpai
pada wilayah iklim kering (arid) dan setengah kering (semi-arid) sedangkan
iklim di Kawasan Parangtritis adalah iklim basah (humid). Gumuk pasir
aeolian barkhan hanya ada di koridor angin saja. Lebar koridor angin rata-rata
6
adalah 610,77 m dengan panjang 875 m, sehingga luasnya 534.423,75 m2
(Sunarto, 2014).
Pada tahun 2015, Badan Informasi Geospasial (BIG) melakukan
pemetaan terhadap kawasan gumuk pasir dan membaginya menjadi 3 zonasi,
yakni zona penyangga dengan luas 95,3 ha, zona penunjang dengan luas
176,4 ha, dan zona inti dengan luas 62 ha. Zona penyangga dan penunjang
merupakan kawasan gumuk pasir yang tidak aktif. Zona tersebut
pemanfaatannya dapat digunakan sebagai pemukiman (kepadatan sedang),
fasilitas umum, hutan pantai, dan pertanian. Selanjutnya, zona inti merupakan
kawasan gumuk pasir yang masih aktif yang dapat terbentuk gumuk pasir
yang baru.
7
BAB III
METODE PENELITIAN
8
penelitian ini menekankan pada proses marine dan aeaolin berupa keadaan
lahan yang diperkirakan membentuk gumuk pasir.
Oleh karena tidak setiap satuan lahan yang mengalami proses marine dan
aeaolin yang sama, maka lokasi yang ada kejadian gumuk pasir dipilih untuk
pengambilan sampel. Untuk pengambilan sampel penduduk dilakukan secara
generalisasi pada penduduk Desa Parangtritis yang mata pencahariannya
bergantung pada objek wisata Parangtritis.
02
01
Sumber: https://pgsp.big.go.id
9
3.3 Variabel Penelitian
Data yang dikumpulkan sebagai variabel dalam penelitian ini dapat
dikelompokkan dalam karakteristik lahan dan bentuk lahan proses marine dan
aeolin. Data yang dikumpulkan memiliki 2 variasi tipe data karena objek
sumber data dan cara perolehannya yang online. Rincian data utama berupa
variabel bentuk lahan proses marine dan aeolin yang memillik relief dataran
alluvial pantai dangan bentuk gumuk barchan yang memperoleh material
hasil sedimentasi utama dari sungai Opak. Dan variabel karakteristik lahan
berupa desa Parangtritis yang berpotensi untuk dijadikan penunjang
berkembang dan tetap terjaganya objek wisata geologi di desa parangtritis.
10
3.5 Cara Analisis
Analisis data kualitatif dalam penelitian ini melalui tiga tahap kegiatan
sebagai berikut.
a. Reduksi Data
Reduksi data merupakan suatu proses pemilihan data, pemusatan
perhatian pada penyederhanaan data, pengabstrakan data, dan transformasi
data kasar yang berasal dari catatan-catatan di lapangan. Pada kegiatan
reduksi data dilakukan pemilhan bagian data yang harus diberi kode,
bagian data yang akan dibuang, dan pola yang perlu dilakukan
peringkasan. Maka dari itu, pada kegiatan reduksi data dilakukan
penajaman data, penggolongan data, pengarahan data, pembuangan data
yang tidak diperlukan, dan pengorganisasian data untuk bahan menarik
kesimpulan. Kegiatan reduksi data dapat dilakukan melalui identifikasi
data yang ketat, pembuatan ringkasan, dan menggolongkan data menjadi
pola yang lebih luas sehingga mudah untuk dipahami.
b. Penyajian Data
Penyajian data adalah sekumpulan informasi yang tersusun dan
akan memberikan gambaran penelitian yang menyeluruh. Penyusunan
penyajian data secara singkat, jelas, terperinci, dan menyeluruh dapat
memudahkan dalam memahami gambaran terhadap aspek yang diteliti
yaitu secara keseluruhan ataupun secara parsial. Hal tersebut dapat
dijadikan sebagai kumpulan informasi yang tersusun sehingga
memberikan kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan
tindakan. Penyajian yang sering digunakan adalah dalam bentuk naratif,
matriks, grafik, dan bagan.
c. Menarik Kesimpulan/Verifikasi
Kesimpulan merupakan suatu upaya untuk mencari arti, makna,
penjelasan terhadap data yang telah dianalisis dengan mencari hal-hal
penting. Kesimpulan disusun dalam bentuk pernyataan singkat dan mudah
dipahami dengan mengacu kepada tujuan penelitian. Pada langkah awal
dalam pengumpulan data, peneliti sudah mencari arti tentang segala hal
yang telah disusun menjadi suatu konfirgurasi tertentu. Analisis dalam
11
data kualitatif tidak akan menarik kesimpulan secara tergesa-gesa, tetapi
secara bertahap yang tetap memperhatikan perkembangan perolehan data
dan informasi.
12
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
13
Sumber : Buku Deskripsi Peta Desa Parangtritis
b. Geomorfologi
Desa Parangtritis merupakan zona selatan Jawa berupa plato
dengan lereng yang curam berbentuk escarpment yang dikelilingi dataran
rendah (Pannekoek, 1949). Secara lebih rinci, satuan fisiografi di sekitar
Desa Parangtritis yaitu (Santosa dan Adji, 2014) :
1) Wilayah bagian tengah merupakan dataran rendah yang dipengaruhi
pembentukan Graben Bantul dan terendapi oleh material vulkanik
Gunungapi Merapi. Wilayah ini dapat berpotensi sebagai lahan
pertanian.
2) Wilayah bagian timur adalah jalur perbukitan berlereng terjal dengan
ketinggian mencapai 300 mdpl dan berlereng curam hingga 40°.
Wilayah ini terbentuk oleh Formasi Semilir, formasi Nglanggran, dan
Formasi Wonosari. Pada beberapa tempat lahannya kritis dan kurang
sesuai sebagai pertanian. Luas satuan fisiografi ini adalah 20.605 km2.
3) Wilayah bagian selatan berupa gumuk-gumuk pasir yang tesusun oleh
material lepas-lepas berupa pasir hingga kerikil yang merupakan
wilayah kepesisiran.
Wilayah kepesisiran Bantul dan wilayah kepesisiran di Desa
Parangtritis memiliki tipologi primer berupa subareal deposition coast dan
pesisir sekunder berupa marine deposition coast. Subareal deposition coast
merupakan pesisir yang terbentuk dari akumulasi sedimen baik sedimen
sungai, angin, glasial, ataupun longsoran lahan yang mengarah ke laut.
Marine deposition coast adalah pesisir yang terbentuk oleh deposisi
14
material sedimen marin. Bentuklahan yang ada di Desa Parangtritis berupa
bentuklahan asal proses solusional, asal proses fluvial, asal proses marin,
dan asal proses aeolian.
c. Geologi
Wilayah Desa Parangtritis berada di empat formasi geologi, yaitu
Aluvium, Endapan Merapi Muda, Formasi Wonosari, dan Formasi
Nglanggran. Aluvium dan Endapan Merapi Muda terbentuk pada Miosen
akhir hingga Pliosen. Sedangkan formasi Nglanggran terbentuk pada kala
Miosen (Rahardjo et al., 1995). Setiap formasi geologi tersusun atas
beberapa endapan permukaan ataupun batuan. Formasi aluvium terdiri dari
kerakal, pasir, lanau, dan lempung (Rahardjo et al., 1995). Endapan
Merapi Muda di Desa Parangtritis merupakan ekstrusi lava di
Parangkusumo. Batuan penyusun yang ditemukan pada formasi Wonosari
adalah satuan batugamping. Satuan batugamping di sekitar wilayah Desa
Parangtritis antara lain batugamping berlapis, satuan batugamping
bertekstur kristalin, satuan batugamping bertekstur fragmental, dan
batugamping terumbu. Formasi Nglanggran di sekitar Desa Parangtritis
adalah satuan breksi andesit (Triana, 2014). Batuan yang telah lapuk
kemudian menjadi bahan induk tanah yang dapat menentukan jenis-jenis
tanah di Desa Parangtritis.
Struktur geologi yang dapat ditemui di Desa Parangtritis adalah
sesar mendatar yaitu sesar Parangkusumo dengan arah N 300°W
menunjam 80° ke arah barat daya. Sesar tersebut mengontrol pemunculan
mata air panas di Desa Parangtritis. Sudut penunjaman sesar menyebabkan
terjadinya pembukaan zona kekaran (fracturing zones) (Idral et al., 2003).
Struktur sesar yang ada di Desa Parangtritis dapat dicirikan oleh lineasi
anomali, kerapatan kontur, pembelokan anomali, dan pengkutuban
anomali (negatif dan positif). Berdasarkan analisis keempat ciri tersebut
dan anomali magnit tital, di sekitar mata air panas Parangtritis terdapat
lima struktur sesar, tiga di antaranya berarah barat laut-tenggara dan dua
lainnya berarah timur laut-barat daya. Sesar yang berarah barat laut-
15
tenggara (Sesar Parangkusumo) merupakan sesar yang mengontrol
pemunculan mata air panas Parangwedang (Idral et al., 2003).
d. Hidrologi
Hidrologi yang ada di Desa Parangtritis terbagi menjadi sistem air
permukaan, air tanah, dan mata air. Sungai Opak merupakan sumber air
permukaan utama di Desa Parangtritis. Sungai Opak berhulu di Gunungapi
Merapi akan tetapi di bagian hilir bersatu dengan Sungai Oyo yang berasal
dari Kawasan Karst Gunungsewu. Material sedimen Sungai Opak yang
mengalir di Desa Parangtritis bersumber dari material gunung api,
pelaruatan batuan karbonatan, serta lapukan batuan dari Perbukitan
Baturagung. Sungai Opak dan Sungai Oyo merupakan sungai yang bertipe
parenial yaitu alirannya tersedia sepanjang tahun. Aliran Sungai Opak dan
Oyo dapat dimanfaatkan untuk irigasi lahan pertanian.
Sistem air tanah di Desa Parangtritis terdiri atas Sistem Akuifer
Merapi dan Sistem Akuifer Beting Gesik di bawah Gumuk Pasir. Sistem
Akuifer Merapi di Bantul mempunyai ketebalan bervariasi. Pada sisi utara
memiliki ketebalan 45 m, di kota Bantul memiliki ketebalan 125 m, dan
akuifer kembali menipis di sisi selatan (Hendrayana, 1993 ; Santosa dan
Adji, 2014). Gumuk pasir adalah lapisan resapan air tanah sehingga tidak
mempunyai akuifer air tanah. Keberadaan air tanah di kawasan Gumuk
Pasir berasal dari beting gisik tua yang berada di bawah gumuk pasir. Air
tanah pada beting gesik di bawah gumuk pasir dangkal sehingga banyak
dimanfaatkan oleh penduduk sekitar sebagai sumber air bersih.
e. Klimatologi dan Meteorologi
Desa Parangtritis berada di wilayah kepesisiran sehingga kondisi
iklim dan cuaca yang ada dipengaruhi oleh sirkulasi lautan, daratan, dan
atmosfer. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Putri (2008),
klasifikasi iklim Schmidt-Ferguson di Desa Parangtritis adalah iklim D
(sedang). Nilai Q atau persentase perbandingan bulan basah dan bulan
kering berkisar 60-100%. Data meteorologi yang digunakan adalah data
curah hujan selama 30 tahun (1973-2002) dari Stasiun Pundong.
16
Secara umum, Desa Parangtritis mempunyai tipe iklim muson
yaitu iklim yang memiliki satu puncak dan satu palung. Kondisi tipe iklim
muson dapat diketahui dengan memaparkan rerata curah hujan bulanan
Bulan Januari-Desember (untuk melihat palung) dan Juli-Juni (untuk
melihat puncak). Satu puncak adalah satu periode bulan basah, yaitu di
Bulan November sampai Maret yang dipengaruhi oleh muson barat laut
yang basah. Satu palung merupakan satu periode bulan kering, yaitu pada
Bulan Mei sampai September yang dipengaruhi oleh muson tenggara yang
kering. Saat bulan Juni samapi November, pola hujan di Desa Parangtritis
sangat dipengaruhi fenomena El Nino Southrn Oscillation (ENSO)
sehingga menyebabkan terjadinya musim kemarau (Aldrian dan Susanto,
2003).
17
Rerata curah hujan tahunan di Desa Parangtritis adalah 1000-2000
mm/tahun (Dinas PUP-ESDM Pemda DIY, 2014). Data yang digunakan
adalah data curah hujan dari tiga stasiun hujan yang ada di sekitar Desa
Parangtritis yaitu Stasiun Hujan Siluk (1982-2011), Stasiun Hujan Sanden
(1986-2011), dan Stasiun Hujan Pundong (1981-2011). Data curah hujan
diperoleh dari DPUP DIY.
18
tenggelamnya awak kapal di laut. Masyarakat asli wilayah ini cenderung
memiliki perilaku sosial yang masih sangat kekeluargaan, mereka bersama
mematuhi aturan dan menjalankan tradisi demi kebaikan bersama. Pada
perkembangannya ritual-ritual adat ini masih terus dilaksanakan dengan
memanfaatkan teknologi untuk kemudahan. Para pendatang dan
wisatawan diharuskan pula untuk mematuhi aturan dan norma yang ada di
wilayah ini.
Kesenian tradisional yang masih bertahan di Desa Parangtitis
terdiri atas kesenian jathilan, wayang, srandul, dan ketoprak.
Perkembangan zaman yang semakin pesat berakibat menurunnya peminat
generasi muda untuk mempelajari kesenian tradisional. Ritual atau upacara
khusus yang biasanya dilakukan masyarakat Desa Parangtritis yaitu Bekti
Pertiwi Mancingan.
4.2 Analisis
4.2.1 Sejarah Terjadinya Gumuk Pasir di Parangtritis
19
mengering maka kemudian ditiup oleh angin lebih jauh ke arah lahan
daratan. Pasir yang terangkut secara bertahap terakumulasi membentuk
berbagai macam jenis gumuk pasir (sand dunes) dan pematang gumuk
pasir. Jenis gumuk pasir yang bisa ditemui antara lain lidah, barchan,
parabolik, dan bintang. Untuk pematang gumuk pasir berupa longitudinal
yang memanjang searah dengan arah angin yang bertiup, dan transversal
yang memanjang tegak lurus terhadap arah angin yang bertiup.
20
Disana juga terdapat Laboratorium Geospasial merupakan
bangunan yang dibuat oleh Bakosurtanal bekerja sama dengan Fakultas
Geografi UGM dan Pemda DIY/Dinas Pariwisata. Bangunan tersebut
berbentuk kerucut dimana pada puncak kerucut atau menara pandang,
pengunjung bisa mengamati kondisi dan situasi di sekitar objek wisata
Gumuk Pasir. Berdasarkan pendanaannya Laboratorium Geospasial
dikelola oleh Bakosurtanal yang berpusat di Cibinong, sedangkan
pengelolaannya ditangani oleh tiga instansi yaitu Bakosurtanal, UGM, dan
Pemda dalam hal ini Dinas Pariwisata seni dan budaya. Laboratorium ini
rencananya akan dijadikan pusat informasi Pariwisata Teknologi yang
dapat memberikan gambaran awal mula pembentukan suatu kawasan, baik
di kawasan Gumuk Pasir Parangtritis maupun seluruh pemetaan yang ada
di Indonesia sehingga dapat menarik wistawan yang datang.
4.2.3 Peran Masyarakat dalam Menjaga dan Melestarikan Gumuk Pasir
Parangtritis sebagai Objek Wisata Geologi
Pelestarian suatu kawasan pariwisata seperti gumuk pasir bukan
sesuatu yang hanya berorientasi pada penyelesaian keindahan fisik saja,
akan tetapi harus disertai dengan peningkatan ekonomi masyarakat dan
kepentingan yang lain. Keterlibatan masyarakat diperlukan agar tidak
hanya sekedar mendukung aspek formalitas saja. Masyarakat yang terlibat
dalam pelestarian tidak hanya masyarakat yang berada di lingkungan
setempat, tetapi juga masyarakat luas pada umumnya. Mekanisme yang
dilakukan harus jelas, maka dari itu diperlukan upaya lintas sektoral
multidimensi, disiplin, dan berkelanjutan. Aspek yang penting dalam
proses pelestarian adalah pemanfaatan penggunaan teknologi informasi
dimana harus melibatkan banyak pihak untuk menunjang kegiatan
pelestarian. Pembangunan atau pelestarian wilayah gumuk pasir, harus
melibatkan masyarakat dalam proses perencanaannya, dan berdasarkan
tinjuan di lapangan mengenai kebutuhan masyarakat dimana hal tersebut
akan berpengaruh terhadap kehidupannya.
Dalam menampung aspirasi masyarakat mengenai perencanaan
pembangunan atau pelestarian bisa menggunakan berbagai media dan
21
dilakukan mulai dari tingkat yang paling rendah hingga yang lebih tinggi.
Untuk sosialisasi program dan menggerakkan masyarakat dalam
pelaksanaan program pembangunan atau pelestarian, dilakukan
pemberdayaan masyarakat melalui berbagai media yang ada. Sosialisasi
yang bersifat langsung biasanya dilakukan melalui pertemuan-pertemuan
seperti temu kader, temu usaha dan sebagainya. Partisipasi masyarakat
dalam kegiatan pengembangan objek wisata gumuk pasir yaitu dengan
cara bersedia untuk ikut membantu mengembangkan objek wisata gumuk
pasir. Kesempatan partisipasi yang dapat dilakukan terkait dengan adanya
peluang di objek wisata gumuk pasir, salah satunya yaitu menjadi
pengelola parkir, pemandu wisata, pedagang, menyewakan kamera, jasa
fotografi, dan sebagainya.
22
BAB V
KESIMPULAN
5.1 Simpulan
Berdasarkan data dan informasi hasil kajian dan pembahasan yang
diperoleh, maka dapat disimpulkan bahwa :
a. Sejarah terjadinya gumuk pasir di parangtritis yaitu pasir yang diendapkan
di pantai Parangtritis berasal dari hasil erosi pada lereng-lereng Gunung
Merapi yang diangkut oleh Sungai Opak yang bermuara di Samudera
Hindia yang terjadi saat musim hujan. Material pasir tercurah pada muara
Sungai Opak kemudian mengalami pengangkutan oleh arus sepanjang
pantai ke arah timur karena pengaruh angin barat. Adanya bagian
pegunungan yang mejorok ke laut, maka pengangkutan material pasir
menjadi terhalang dan diendapkan di dasar laut. Selanjutnya endapan pasir
tersebut diangkut oleh gelombang ke darat pada musim kemarau. Jika
pasir sudah mengering kemudian ditiup angin lebih jauh ke arah lahan
daratan. Pasir yang terangkut secara bertahap terakumulasi membentuk
gumuk pasir
b. Keistimewaan yang dimiliki gumuk pasir Parangtritis sebagai wisata
geologi yaitu objek wisata alam Gumuk Pasir Parangtritis adalah objek
khas dan langka di dunia yang terjadi di daerah tropis yang hanya ada dua
yaitu di Parangtritis dan Meksiko. Di Parangtritis jumlah gumuk pasir
yang ada sekitar 189 buah, terdiri dari jenis Barkhan 67 buah,
Longitudinal 79 buah, Parabolik 32 buah, dan Sisir 11 buah. Jenis gumuk
pasir Barkhan merupakan ciri khas gumuk pasir di Parangtritis dan satu-
satunya di Indonesia bahkan Asia Tenggara. Disana juga terdapat
Laboratorium Geospasial merupakan bangunan yang dibuat oleh
Bakosurtanal bekerja sama dengan Fakultas Geografi UGM dan Pemda
DIY/Dinas Pariwisata.
c. Peran masyarakat dalam menjaga dan melestarikan gumuk pasir
Parangtritis sebagai objek wisata geologi yaitu dalam pembangunan atau
23
pelestarian wilayah gumuk pasir, harus melibatkan masyarakat dalam
proses perencanaannya, dan berdasarkan tinjuan di lapangan mengenai
kebutuhan masyarakat dimana hal tersebut akan berpengaruh terhadap
kehidupannya. Untuk sosialisasi program dan menggerakkan masyarakat
dalam pelaksanaan program pembangunan atau pelestarian, perlu
dilakukan pemberdayaan masyarakat melalui berbagai media yang
dilakukan mulai dari tingkat yang paling rendah hingga yang lebih tinggi.
5.2 Saran
Gumuk pasir Parangtritis sebagai objek wisata geologi memiliki beberapa
keistimewaan yang harus dijaga kelestariannya sehingga diperlukan
pembangunan atau konservasi yang sebagaimana mestinya agar gumuk pasir
Parangtritis tetap terjaga dan dapat dimanfaatkan dengan baik oleh berbagai
pihak. Fasilitas yang ada di wisata gumuk pasir Parangtritis juga harus dijaga
dan ditingkatkan sehingga pengunjung atau wisatawan yang akan datang
merasa nyaman.
24
DAFTAR PUSTAKA
Ambarwulan, Wiwin, dan Theresia Retno Wulan. 2016. Buku Deskripsi Peta
Desa Parangtritis. Yogyakarta : Parangtritis Geomaritime Science
Park.
Hermawan, Hary; 2017. Geowisata Pengembangan Pariwisata Berbasis
Konvesional; Bandung.
https://pgsp.big.go.id diakses pada 22 April 2021
https://pgsp.big.go.id/museum-gumuk-pasir/ diakses pada 26 April 2021
Laily, Anis Nur, Asri Sawiji, dan Rahmad Junaidi. 2018. Kajian Dinamika
Penggunaan Lahan Zona Inti Gumuk Pasir Tipe Barkhan Pasca
Restorasi di Parangtritis, Bantul, Yogyakarta. Universitas Islam
Negeri Sunan Ampel Surabaya. Hal 261-267.
Lallo, Clara Rianti. 2018. Pesona Wisata Bahari Pantai Parangtritis Sebagai
Wisata Unggulan Bantul Yogyakarta. Sekolah Tinggi Pariwasata
Ambarrukmo Yogyakarta.
Pramono, Heru. 2007. Fisiografi Parangtritis dan Sekitarnya. Geomedia, 5(1),
66-78.
25
Lampiran
26