MORFOLOGI JAWA
DOSEN PENGAMPU
BAYU WIJAYANTO, SP.d, M.Pd
JURUSAN GEOGRAFI NK
FAKULTAS ILMU SOSIAL
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah nya
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul morfologi jawa ini tepat
pada waktunya
Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adlah untuk memenuhi tugas dosen
pada bidang studi geomorfologi Indonesia. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk
menambah wawasan tentang morfologi pulau jawa bagi para pembaca dan juga bagi penulis.
Kami mengucapkan terima kasih kepada bapak Bayu Wijayanto, S.Pd, M.Pd, selaku
dosen bidang studi geomorfologi Indonesia yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat
menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang saya tekuni.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi
sebagian pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.
Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan demi kesempurnaan
makalah ini.
17 Maret 2021
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR…………………………………………………………..…………….i
DAFTAR ISI……………………………….……………………...………………………….ii
DAFTAR GAMBAR………………………….………………...…………………………...iii
RINGKASAN…………………………………….………………...………………………..iv
BAB 1 PENDAHULUAN………………………….………………...……………………….1
1.1. LATAR
BELAKANG…………………………………………………………….1
1.2. RUMUSAN
MASALAH…………………………………………………………2
1.3. TUJUAN……………...
…………………………………………………………..2
BAB 2 PEMBAHASAN…………………………………...
………………………………….3
BAB 3 PENUTUP……………………………………………...……………………………11
3.1.
SIMPULAN……………………………………………………………………...11
3.2.
SARAN…………………………………………………………………………..12
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………..………….……………..13
ii
DAFTAR GAMBAR
Gamba 1. Pola stuktur di Pulau Jawa berupa pola Meratus , pola Sunda dan arah Timur –
Barat………………………………………………………………….………………………..9
RINGKASAN
Pulau Jawa mempunyai sifat fisiografi yang khas dan hal ini disebabkan karena
beberapa keadaan. Satu diantaranya Jawa beriklim tropis. Disamping itu ciri-ciri geografinya
disebabkan karena merupakan geosiklinal muda dan jalur orogenesa dengan banyak
vulkanisme yang kuat. Kondisi seperti itu mengakibatkan Jawa mempunyai bentuk yang
sempit dan memanjang. Perubahannya dalam bagian-bagian tertentu yaitu sepanjang dan
searah dengan panjangnya pulau Jawa.
Sifat relief yang disebabkan oleh iklim tropis sudah diketahui dan dipelajari di
Indonesia. Curah hujan yang besar dan temperatur yang tinggi menyebabkan pelapukan yang
cepat dan intensif, danudasi, dan gejala yang mengikuti adalah erosi vertikal. Perbedaan
topografi yang disebabkan karena adanya perbedaan batuannya kurang nampak jelas bila
dibandingkan dengan daerah iklim lain, meskipun pulau Jawa banyak terdapat lembah kecil
dan mempunyai tebing yang curam. Akibatnya banyak hujan berarti banyak air yang harus
dibuang sehingga banyak terjadi dijumpai parit alam (gully) yang begitu rapat. Karena
banyaknya pari-parit yang rapat mengakibatkan topografinya terkikis, sehingga sisa
permukaan yang dulu pernah terangkat tinggal sebagian igir yang sempit dan akan hilang
dalam waktu singkat.
iv
BAB I
PENDAHULUAN
Pada hakekatnya geomorfologi dapat didefenisikan sebagai ilmu tentang roman muka
bumi beserta aspek-aspek yang mempengaruhinya termasuk deskripsi, klasifikasi, genesa,
perkembangan dan sejarah permukaan bumi. Kata geomorfologi ( geomorphology ) berasal
dari Bahasa Yunani, yang terdiri dari tiga kata yaitu : geos ( earth/bumi ), morphos
( shape/bentuk ), logos ( knowledge atau ilmu pengetahuan ). Berdasarkan dari kata-kata
tersebut, maka pengertian geomorfologi merupakan pengetahuan tentang bentuk-bentuk
permukaan bumi.
Klasifikasi dalam geomorfologi terdapat dalam beberapa jenis bentukan asal, yaitu
bentukan asal vulkanin yang berasal dari aktivitas gunung api dan intrusi magma, bentukan
lahan asal structural yang dihasilkan oleh structural geologi, mulai dari kenampakan yang
besar dan dominan sampai kenampakan yang kecil yang berpengaruh pada masing-masing
bentukan, bentukan lahan asal denudasional, yang meliputi proses agradasi dan degradasi.
Bentukan lahan asal kart, yang tersusun dari batuan yang terdiri atas batuan kapur yang
bersifat mudah larut. Bentukan asal glasial, yang dicirikan oleh akumulasi hamparan es yang
terjadi pada daerah dengan temperature di bawah -4oc. bentukan lahan asal angin yang terjadi
karena aktivitas tenaga angin. Bentukan asal alluvial yang merupakan hasil proses fluvial
dengan bahan induk berupa luvium sampai koluvium. Dan yang terakhir bentukan lahan asal
marin, yang di pengaruhi oleh berbagai aktifitas-aktifitas air laut, angin laut, gelombang, dan
pasang surut laut.
Geomorfologi dapat digunakan untuk evaluasi geological suatu daerah dan untuk
identifikasi gejala tektonik yang baru, sebagai contoh analisis lereng asimentri dapat
digunakan untuk mengetahui arah kemiringan lapisan batuan ( struktur geologi ). Factor
geomorfologi yang terdiri atas bentuk lahan, proses, material penyusun dan lingkungan,
mempunyai pengaruh yang besar terhadap pola agihan tanah dari suatu daerah dan tingkat
perkembangan tanah. Factor pembentuk tanah seperti batuan induk iklim, relief, vegetasi,
waktu dan bahan organic sebagian merupakan aspek dari geomorfologi. Geomorfologi juga
digunakan untuk
1
survey sintesa medan, untuk banjir, kekringan, stabilitas lereng dan erosi, dan bencana
alam gaya endogen. Oleh karena itu, demikianlah mengapa betapa pentingnya untuk
mengkaji geomorfologi suatu wilayah.
Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat di tentukan rumusan masalah sebagai
berikut
1.3. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas maka dapat di tentukan tujuan dari rumusan
masalah tersebut
BAB II
PEMBAHASAN
masih labil karena daerah ini terletak dijalan sirkum mediteran dan sirkum pasifik. Di
provinsi ini masih terdapat aktifitas gunung berapi sehingga gempa bumi masih kerap terjadi.
Jawa barat dibagi menjadi 4 zona geomorfologis, yaitu:
a. Zona Jakarta
Melajur sejajar dengan laut jawa dengan lebar kira-kira 40 km dan panjangnya mulai
dari Serang, Karawang hingga Cirebon. Dataran sebagian besar terbentuk dari
endapan alluvial yang terangkat oleh sungai. Disamping ditemukan rawa-rawa di zona
ini ada kemungkinan bahwa dataran di kawasan Indramayu bergeser kira-kira 108 cm
setiap tahun ke arah laut.
b. Zona Bogor
Terbentang dari Rangkasbitung Subang sampai merupakan daerah petakan lipatan
dibeberapa tempat yang kemungkinannya terjadi pada pliosan. Kini zona ini tampak
sebagai daerah bukit rendah yang di selingi oleh bukit-bukit yang berbatu keras.
c. Zona Bandung
Merupakan kawasan yang bergunung api sekaligus merupakan zona depresi. Jika
dibandingkan dengan zona Bogor yang mengapitnya disebelah utara dan zona
pegunungan selatan di sebelah selatannya yang masing-masing mengalami proses
pelipatan pada zaman tertier. Zona ini terbagi menjadi 4 yaitu
- Depresi Ciancur
Depresi Ciancur terletak pada ketinggian 70-459 meter di sebelah barat menjulang
Gunung salak (2211 meter) yang merupakan gunung berapi termuda. Ada pula daerah
yang tertutup bahan vulkanis dari Gunung Gede (2958 meter) dan Gunung Pangrango
(3019 meter), misalnya kota Sukabumi.
- Depresi Bandung
Di provinsi Bandung adalah dataran alluvial yang subur, lebarnya mencapai 25 meter
dengan ketinggian 650-675 meter. Dan dialiri oleh sungai Citarum dua deretan
gunung berapi mengapit depresi ini yaitu gunung Burangrang (2064 meter), gunung
Tangkuban Perahu (2076 meter) dan gunung Bukit Unggul (2203 meter) yang
menjadi batas zona Bogor sedangkan dengan zona selatan dibatasi oleh Gunung
Malabor (23231 meter), Gunung Patuha (2434 meter) dan Gunung Kencana (2182
meter).
- Depresi Garut
5
Depresi Garut memiliki lebar kurang lebih 50 km dengan ketinggian 717 meter.
Merupakan daerah yang dikelilingi gunung berapi : Gunung Kerosak (1630 meter)
dan Gunung Cikuray (2821 meter) terletak disebelah selatan. Disebelah timur terletak
Gunung Telaga Bodas (2201 meter) dan Gunung Galunggung (2108 meter).
- Depresi Lembah Citanday
Depresi lembah Citanday merupakan daerah yang ditutpi endapan alluvial dan tempat
bukit-bukit yang terlipat gunung Sawol (1764 m) yang endapannya tesebar menutupi
plato Rancab yang menurun ke selatan.
d. Zona Pegunungan Selatan
Lebarnya kurang lebih 50 km, kian menyempit dibagian timur yang terbentang dari
teluk pelabuhan ratu sampai kepulauan Nusa Kambangan. Zona ini mengalami
pelipatan medan karena pada kaiameosin dan pengangkatan pada kala olestosin. Ini
merupakan pegunungan memiliki kemiringan yang lemah ke arah selatan/samudera
Hindia. Zona ini menjadi tiga (plato) yaitu :
- Plato karang nunggal (timur) yang dialiri sungai Cibulin bermuara
di samudra Hindia.
- Plato pangelengan (tengah).
- Plato jampang (barat) : memiliki bentuk khas karena adanya tebing curam
yang menjadi batas di sebelah utara. Gunung malay merupakan puncak
tertinggi di kawasan plato ini.
Diantara pegunungan Serayu Selatan dan Utara terdapat sebuah depresi memenjang
yaitu zone serayu dimana terletak kota-kota, Majenang, Purwokerto, Banjarnegera,
Wonosobo.Di sebelah selatan pegunungan serayu selatan terdapat dataran pantai yang
lebarnya antara 10-20 km. Keadaaan daerah ini sangat jelas berbeda dengan daerah
selatan jabar dan Jatim yang terletak tidak lebih dari 10 m di atas muka laut.
Tiga pegunungan pantai (shore bars) dengan gunung-gunung pasir (dunes) setinggi 5-
15 m dan lebar 100-500 jajar pantai. Bagian tengahnya terpotong Oleh pegunungan
Karang Bolong yang strukturnya sama dengan pegunungan Selatan disini telah merosot
dibawah permukaan laut antara Pulau Nusa Kambangan dan muara sungai Opak
(yogyakarta).
7
Di sebelah selatannya terdapat sejumlah pegunungan yang arahnya kurang lebih
timur,
barat tiap-tiap pegunungan tersebut diselingi oleh dataran aluvial . antiklimak rembang
lebarnya rata-rata 50 km dan kebanyakan mencapai pantai utara dan dari sana dipisahkan
oleh posisi sempit dengan bukit pasir. Bukit-bukit rembang ini dipisahkan oleh lembah
synklinal dengan pegunungan disebut zone rontablatung dan letaknya membujur dari
Semarang- Wonokromo di Surabaya. Pegunungan kendang atau anti klonorium kendang
ialah lanjutan dari Serayu utara di Jateng. Di sebelah selatan Semarang pegunungan ini
lebarnya ± 40 km dan makin ke timur makin menyempit. Tingginya kurang lebih 500 m.
Dekat Ngawi pegunungan ini secara melintang terpotong oleh sungai solo sehingga terbagi
menjadi bagian barat dan bagian timur.
Diantara pegunungan kendang dan pegunungan selatan Jatim terjadilah zone depresi
yang keadaan fisiografisnya dan tektonisnya sama dengan zona Bandung. Depresi yang
memanjang ini sebagian terisi dan tertutup oleh sederetan gunung-gunung api muda dan
dapat dibagi lagi menjadi 3 jalur yang sejajar, yaitu:
- zone ngawi
Adalah depresi synklinal yang membatasi pegunungan kendang disisi selatannya
dan dianggap sebagai lanjutan zone serayu di Jateng. Strukturil zone ngawi
memanjang ke timur sampai pantai utara Jazirah Jatim.
- Zone solo
Dibentuk oleh sederetan besar vulkanik-vulkanik kwarter dengan dataran-dataran
pegunungan yang dimulai dengan Sundoro dan Sumbing Jawa Tengah sampai di
timur.
- Sub zone blitar
Terletak di sebelah selatan zone solo. Sub zone Blitar ini di bagian selatanya
dibatasi oleh pegunungan selatan dan Jatim. Seperti halnya Jabar pegunungan
Selatan Jatim pada umumnya merupakan blok yang terangkat dan miring ke arah
Selatan (samudra hindia). Batas utaranya dibatasi oleh escarpment (tebing curam)
yang sulit
Pegunungan selatan Jawa Timur yaitu antara sungai opak dan pacitan sebagian besar
terdiri dari kapur dengan tipe keras yang disebut Pegunungan Seribu atau Gunung Sewu.
Bagian utara pegunungan ini terdiri dari endapan vulkanis tua dan juga menunjukkan adanya
sisa (bekas) peneplain kwarter. Sedangkan bagian selatannya dibatasi oleh cliff abrasi yang
terjal sepanjang samudra Hindia.
8
2.3. Satuan Bentuk Lahan Jawa
Perkembangan tektonik pulau Jawa dapat dipelajari dari pola-pola struktur geologi
dari waktu ke waktu. Struktur geologi yang ada di pulau Jawa memiliki pola-pola yang
teratur.
Secara geologi pulau Jawa merupakan suatu komplek sejarah penurunan basin, pensesaran,
perlipatan dan vulkanisme di bawah pengaruh stress regime yang berbeda-beda dari waktu ke
waktu. Secara umum, ada tiga arah pola umum struktur yaitu arah Timur Laut –Barat Daya
(NE-SW) yang disebut pola Meratus, arah Utara – Selatan (N-S) atau pola Sunda dan arah
Timur – Barat (E-W) (Gambar 7).
Perubahan jalur penunjaman berumur kapur yang berarah Timur Laut – Barat Daya
(NE-SW) menjadi relatif Timur – Barat (E-W) sejak kala Oligosen sampai sekarang telah
menghasilkan tatanan geologi Tersier di Pulau Jawa yang sangat rumit disamping
mengundang pertanyaan bagaimanakah mekanisme perubahan tersebut. Kerumitan tersebut
dapat terlihat pada unsur struktur Pulau Jawa dan daerah sekitarnya.
Gambar 1. Pola stuktur di Pulau Jawa berupa pola Meratus , pola Sunda dan arah Timur
– Barat (Sujanto dan Sumantri , 1977 dalam Natalia dkk., 2010).
Pola Meratus di bagian barat terekspresikan pada Sesar Cimandiri, di bagian tengah
terekspresikan dari pola penyebarab singkapan batuan pra- Tersier di daerah
KarangSambung. Sedangkan di bagian timur ditunjukkan oleh sesar pembatas Cekungan Pati,
“Florence” timur, “Central Deep”. Cekungan Tuban dan juga tercermin dari pola konfigurasi
Tinggian Karimun Jawa, Tinggian Bawean dan Tinggian Masalembo. Pola Meratus tampak
lebih dominan terekspresikan di bagian timur.
Pola Sunda berarah Utara - Selatan, di bagian barat tampak lebih dominan sementara
perkembangan ke arah timur tidak terekspresikan.Ekspresi yang mencerminkan pola ini
adalah pola sesar-sesar pembatas Cekungan Asri, Cekungan Sunda dan Cekungan
Arjuna. Pola Sunda pada Umumnya berupa struktur regangan.Pola Jawa di bagian barat pola
ini diwakili oleh sesar-sesar naik seperti sesar Beribis dan sesar-sesar dalam Cekungan
Bogor. Di bagian tengah tampak pola dari sesar-sesar yang terdapat pada zona Serayu Utara
dan Serayu Selatan (Gambar 8). Di bagian Timur ditunjukkan oleh arah Sesar Pegunungan
Kendeng yang berupa sesar naik. Dari data stratigrafi dan tektonik diketahui bahwa pola
Meratus merupakan pola yang paling tua. Sesar-sesar yang termasuk dalam pola ini berumur
Kapur sampai Paleosen dan tersebar dalam jalur Tinggian Karimun Jawa menerus melalui
Karang Sambung hingga di daerah Cimandiri Jawa Barat. Sesar ini teraktifkan kembali oleh
aktivitas tektonik yang lebih muda. Pola Sunda lebih muda dari pola Meratus. Data seismik
menunjukkan Pola Sunda telah mengaktifkan kembali sesar-sesar yang berpola Meratus pada
Eosen Akhir hingga Oligosen Akhir.
Pola Jawa menunjukkan pola termuda dan mengaktifkan kembali seluruh pola yang
telah ada sebelumnya (Pulunggono, 1994 dalam Natalia dkk., 2010 ). Data seismik
menunjukkan bahwa pola sesar naik dengan arah barat-timur masih aktif hingga sekarang.
Gambar 2. Pola struktur dan sesar di Pulau Jawa ( Natalia dkk., 2010)
10
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Secara umum wilayah Kepulauan Nusantara merupakan pertemuan tiga lempeng yang
sampai kini aktif bergerak. Tiga lempeng tersebut adalah lempeng eurasia, lempeng indo
australia, dan lempeng pasifik. Pergerakan tiga lempeng tersebut menyebabkan patahan atau
sesar yaitu pergeseran antara dua blok batuan baik secara mendatar, ke atas maupun relatif ke
bawah blok lainnya, menghasilkan lajur gunung api, membentuk zona sudaksi dan
menimbulkan gaya yang bekerja baik horizontal maupun vertikal, yang akan membentuk
pegunungan lipatan, jalur gunungapi/magmatik, persesaran batuan, dan jalur gempabumi
serta terbentuknya wilayah tektonik tertentu. Selain itu terbentuk juga berbagai jenis
cekungan pengendapan batuan sedimen seperti palung (parit), cekungan busurmuka,
cekungan antar gunung dan cekungan busur belakang. Cekungan-cekungan yang terbentuk di
cekungan busur belakangan adalah cekungan sumatera utara, cekungan sumatera tengah,
cekungan sumatera selatan, cekungan jawa, dan cekungan Kalimantan.
Pada awal Paleogen Sumatera, Kalimantan dan Jawa masih merupakan satu daratan
dengan Benua Asia yang disebut tanah Sunda. Pada Eosen pulau Jawa yang semula berupa
daratan, bagian utaranya tergenang oleh air laut dan membentuk cekungan geosinklin.
Sedangkan bagian selatan pulau Jawa terangkat dan membentuk geantiklin yang disebut
geantiklin Jawa Tenggara. Pada kala Oligosen hampir seluruh pulau jawa terangkat menjadi
geantiklin yang disebut geantiklin Jawa. Pada saat ini muncul beberapa gunung api di bagian
selatan pulau ini.
11
3.2. Saran
Demikianlah makalah ini penulis buat,kami meminta kepada semua rekan- rekan
semua agar dapat memberikan saran dan kritik yangmembangun agar dalam penulisan
makalah yang selanjutnya akan lmenjadi lebih baik di kemudian hari.
12
DAFTAR PUSTAKA
Djauhari Noor, 2010, Geomorfologi, Program studi Teknik geologi, fakultas Teknik-
universitas pakuan
Dr. Sutikno, Forum Geografi, No. 08, .Tahun V /Juli ·1991, Geomorfologi
peranannya dalam geografi fisik dan terapannya dalam penelitian
Lusita Meilana1, Yusli Wardiatno, Nurlisa A Butet, dan Majariana Krisanti2, Jurnal
Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 8, No. 1, Hlm. 145-158, Juni 2016, karakter
morfologi dan identikfikasi molekuler dengan marka gen co1 pada mimi ( tachpeus gigas ) di
perairan utara pulau jawa
Natalia, Eka P., Taufiq Andhika , Roid Faqih M., Dharmaleksa S.E.P, Ade
AkhyarNurdin , Belly Dharana Kertiyasa , Novianto Dwi Nugrohao, Bayu Hari Utomo.
2010.”Geologi Pulau Jawa”. Univesitas Jenderal Soedirman : Purbalingga.
13