Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN FIELDTRIP

SEDIMENTOLOGI

SANGIRAN

Disusun oleh :

Frivaldo Nelson

H1C015004

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS TEKNIK

JURUSAN TEKNIK GEOLOGI

PURBALINGGA

2016

0
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmatNYA sehingga
makalah ini dapat tersusun hingga selesai . Tidak lupa kami juga mengucapkan
banyak terimakasih atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan
memberikan sumbangan baik materi maupun pikirannya.

Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca, Untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk
maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.

Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, Kami yakin masih


banyak kekurangan dalam makalah ini, Oleh karena itu kami sangat mengharapkan
saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Purbalingga, 24 Desember 2016

Frivaldo Nelson

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................1
DAFTAR ISI................................................................................................................2
BAB I(PENDAHULUAN)...........................................................................................3
- LATAR BELAKANG...............................................................................3
- RUMUSAN MASALAH...........................................................................3
- TUJUAN DAN MAMFAAT PENULISAN............................................3
- RUANG LINGKUP..................................................................................4
BAB II (TINJAUAN PUSTAKA)..............................................................................6
- GEOLOGI REGIONAL SANGIRAN.....................................................6
- STRATIGRAFI.........................................................................................6
- STRUKTUR GEOLOGI.........................................................................11
- GEOMORFOLOGI/FISIOGRAFI REGIONAL.................................12
- TEKTONIK..............................................................................................14
BAB III (HASIL DAN PEMBAHASAN)................................................................20
- STOPSIDE 1 ............................................................................................20
- STOPSIDE 2.............................................................................................21
- STOPSIDE 3.............................................................................................23
- STOPSIDE 4.............................................................................................25
- LINGKUNGAN PENGENDAPAN........................................................28
BAB IV (KESIMPULAN).........................................................................................30
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................31

2
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Indonesia adalah salah satu negara yang terkenal dengan kekayaan peninggalan
peradaban manusia purba serta benda purbakala yang bernilai budaya tinggi dan
sejarah masa silam.

Salah satu situs manusia purba di Indonesia adalah Situs Sangiran. Sangiran
merupakan sebuah situs manusia purba terpenting diindonesia, karena termasuk salah
satu dari situs hominid dunia, situs ini memiliki luas 56 km 2 terletak sekitar 15
kilometer sebelah utara Surakarta, yang secara administratif Sangiran terletak di
Kabupaten Sragen dan Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah.

Situs Sangiran berada pada bentang Solo Depression yang dibatasi oleh
Gunung Lawu di timur dan Gunung Merapi-Merbabu di barat, serta
Pegunungan Kendeng di utara dan Pegunungan Sewu di selatan.Situs ini merupakan
sebuah kubah yang dinamakan Kubah Sangiran. Secara geomorfologis, kubah
ini terbentuk oleh proses pengangkatan akibat tenaga endogen dan kemudian
bagian puncak kubah terbuka melalui proses erosi, sehingga membentuk
cekungan besar di pusat kubah yang diwarnai oleh perbukitan bergelombang. Pada
cekungan itulah dapat ditemukan lapisan tanah yang mengandung informasi
tentang kehidupan di masa lampau, ditinjau dari aspek paleoantropologis,
paleontologis, geologis maupun arkeologis (Widianto dan Simanjuntak, 2009).

1.2 RUMUSAN MASALAH


Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan
sebagai berikut:
1. Bagaimana stratigrafi Daerah Sangiran ?
2. Bagaimana perkembanagn fosil di daerah sangiran ?
3. Bagaimana sejarah geologi daerah sangiran ?

1.3 TUJUAN DAN MANFAAT PENULISAN


1.3.1 TUJUAN PENULISAN
Dengan mempertimbangkan latar belakang dan rumusan masalah di atas,
maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut
1. Mengetahui stratigrafi Daerah Sangiran
2. Dapat Mengetahui perkembangan fosil di daerah sangiran

3
3. Mengetahui geologi sejarah daerah Sangiran.
1.3.2 MANFAAT PENULISAN
Manfaatnya dari penelitian ini yaitu dapat mengetahui perkembangan hidup
manusia purba di Daerah Sangiran serta hubungannya dengan proses Geologi
yang terjadi dimasa lampau tersebut.

1.4 RUANG LINGKUP


1.4.1 Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini merupakan studi lapangan paleontologi dan kondisi
geologi dengan keterdapatan fosil di daerah Sangiran. Studi lapangan
paleontology ini dilakukan dengan :
1. Pengamatan kondisi geologi di lapangan.
2. Pengamatan kondisi bentang alam di lapangan.
3. Pengamatan fosil yang dapat diamati di lapangan seperti kemunculan
fosil molusca laut, rawa dan darat pada singkapan formasi di Sangiran
1.4.2 Lokasi Penelitian dan Kesampaian Daerah
Secara administratif, lokasi penelitian meliputi daerah kabupaten sragen
dan kabupaten karangayar Jawa Tengah. Untuk mencapai lokasi penelitian,
dapat dilakukan perjalanan darat dari Solo kemudian ke arah utara menuju
kabupaten Sragen (Gambar 1.1)

4
(Sumber : GoogleMap.2013)

5
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1 GEOLOGI REGIONAL DAERAH SANGIRAN


Secara regional daerah penelitian termasuk kedalam Peta Geologi Lembar
Salatiga (1408-6) yang diterbitkan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan
Geologi tahun 1992 dengan skala 1 :100.000. Pada daerah penelitian, terdiri dari
sebagian besar batuan Sedimen yang merupakan bagian dari formasi Kalibeng,
formasi Pucangan, lapisan greenzbank formasi Kabuh lapisan notopuro dan
dengan umur Pliosen sampai Pleistosen Tengah

2.2 STRATIGRAFI
Stratigrafi daerah sangiran disusun oleh batuan sedimen yang terendapkan
oleh bahan rombakan yang terjadi pada dan setelah terangkatnya perbukitan
kendeng, sebelah utara daerah sangiran. Urutan stratigrafinya yakni bagian
terbawah tersusun oleh formasi kalibeng yang menunjukkan gejala pendangkalan
ke atas. Selanjutnya formasi ini ditumpangi oleh urutan sedimen paralik-non
marin, yang terdiri dari formasi pucangan, kabuh, dan notopuro yang termasuk
dalam formasi zona kendeng sebagai berikut.

6
Gambar 2.1 Kolom stratigrafi umum Zona Kendeng (Pringgoprawiro, 1983)

1. Formasi Kalibeng
Formasi ini tersusun atas napal dan batulempung gampingan berwarna
abu-abu kebiru-biruan di bagian bawah kemudian diikuti dengan batugamping
kalkarenit dan kalsirudit bagian atas yang tersingkap di daerah pusat kubah,
yakni pada daerah depresi di utara desa sangiran serta sepanjang aliran sungai
Puren di sebelah timur dan tenggara desa Sangiran dengan tebal 125 m
Napal dan batulempung sangat mudah tererosi karena bersifat liat dan
lunak. Pada napal banyak dijumpai fosil foraminifera bentonik yang
berupa Operculina complanata, Ammonia beccari, Elphidium

7
Craticulatum bersama dengan fosil gigi ikan hiu (Soedarmadji, 1976). Selain
itu juga dijumpai foraminifera planktonik seperti Globoratalia acostaensis, G.
tumida flexuosa, dan Sphaeroidinella dehiscens. ini menunjukkan batuan
tersebut terendapkan pada akhir pliosen di laut dangkal yang berhubungan
langsung dengan laut terbuka
Batulempung abu-abunya juga bersifat lunak sehingga sering terjadi
gerakan massa di musim hujan, baik dalam bentuk rayapan, aliran, maupun
bongkahan. Pada batuan ini dijumpai fosil gastropoda dan pelecypoda
seperti Turitella bantamensis, Cominella sangiranensis, Placenfa sp.,yang
mana menunjukkan pengendapan pada kondisi laut dangkal di akhir pliosen.
Selain itu juga terkandung fosil yang menunjukkan kondsisi air payau, yakni
fosil ostrakoda-an pelecypoda jenis Ostrea. Diatas batulempung dijumpai
lapisan kalkarenit dan kalsirudit yang tersusun oleh fragmen fosil
(coquina) yang saling bertumpu yang menunjukkan pengendapan di laut
dangkal dengan energi besar. Adanya fosil Balanuspada kalsirudit
menunjukkan pengendapan terjadi pada daerah pasang surut (litoral).
Disamping itu juga dijumpai lapisan batugamping diatas gamping balanus
yang mengandung fosil Ccarbicula yang menunjukkan kondisi pengendapan
air tawar
2. Formasi Pucangan
Berdasarkan kandungan fosil dan litologi tersebut menunjukkan gejala
pengkasaran ke atas dan pendangkalan ke atas dari kondisi laut laut dangkal
terbuka, mnejadi kondisi pasng surut dan berakhir pada kondisi air tawar dan
iar payau
Formasi ini terendapkan di atas formasi pucangan yang tersusun oleh
breksi vulkanik di bagian bawah dan lempung hitam di bagian atas. Breksi
vulkanik membentuk deretan bukit kecil yang tahan erosi yang ditempati desa
Sangiran itu sendiri dan menumpang secara tidak selaras di atas formasi
kalibeng. Diantara breksi dijumpai sisipan batupasir konglomeratan dengan
fragmen andesit berukuran pasir hingga kerakal. Di beberapa tempat

8
menunjukkan struktur silang siur tipe palung yang menunjukkan endapan
pasng pada daerah sungai ternyam. Pada batupasir konglomeratan ini dijumpai
fosil vertebrata jenis kuda air dan gajah purba
Di atas breksi vulkanik terendapkan batulempung hitam yang mana
berdasarkan kandungan fosilnya dibedakan menjadi dua bagian, yakni Bagian
bawah hasil pengendapan air laut dan air payau yang terdiri dari perselingan
antara lempung abu-abu kebiruan dengan sisipan tanah diatome dan lapisan
yang mengandung fosil moluska secara melimpah, ostracoda, dan
foraminifera yang menunjukkan kondisi transisi
Bagian atas yang mana dijumpai lapisan tanah yang menunjukkan
struktur laminasi dan mengandung fosil spesies yang hidup di laut,
seperti Chyclothella, Actinocyclus, Diploneis Pergantian asosiasi fauna laut
dan air tawar, menunjukkan pengendapan terjadi di dekat laut, dimana selama
pengendapan, terjadi beberapa kali invasi laut, akibat tektonik atau perubahan
muka laut
Dari urutan litologi yang menyusun formasi pucangan dapat ditafsirkan
bahwa pengendapanya semula merupakan aliran lahar ke cekungan yang
berair payau, yang terbentuk sejak akhir pengendapan formasi kalibeng,
dengan ciri utama berupa fosil Corbicula. Endapan lahar tersebu
mempersempit cekungan air payau tersebut, yang kemudian akibat
sedimentasi yang terus menerus berubah mnejadi cekungan air tawar, berupa
danau atau rawa yang sudah tidak lagi berhubungan dengan laut. Semua
proses ini terjadi pada kala pliosen awal
3. Formasi Kabuh
Formasi ini terendapkan di atas formasi pucangan. Bagian terbawah dari
formasi ini tersusun oleh perlapisan tipis batugamping konglomeratan yang
tidak menerus dengan ketebalan bervariasi antara 0,5-3 meter. Tersusun oleh
fragmen membulat yang terdiri dari kalsedon dan beberapa batuan lain yang
telah mengalami alterasi hidrothermal, bercampur dengan pelecypoda yang
cangkangnya menebal dan membulat karena kalsifikasi dan tersemen dengan

9
kuat. Lapisan ini terendapkan oleh energi yang tinggi sehingga menghasilkan
onggokan yang berbutir kasar
Pada lapisan batas (grenzbank) ditemukan fosil mamalia, termasuk juga
fragmen fosil hominid, sedangkan diatasnya terdapat perulangan endpan
batupasir konglomeratan di bagian bawah dan berubah ke arah atas menjadi
lapisan batupasir. Batupasir konglomeratannya menunukkan struktur silang
siur paralel dengan skala sedang ketebalan antara 0,3-1,5 meter. Sedangkan
batupasir yang ada di sebelah atas menunjukkan silang siur tipe palung
dengan tebal antara 0,3-0,8 meter. Kelompok batu pasir ini diperkirakan
terendapkan pada lingkungan sungai teranyam (Rahardjo, 1981) dalam situasi
lingkungan vegetasi terbuka. Pada bagian bawah batupasir dijumpai fosil yang
merupakan anggota dari fauna trinil, seperti Binos palaeosundaecus, Bubalus
palaeokerabau, Duboisia santeng. Ke arah atas dijumpai perwakilan dari
fauna kedungbrubus. Kumpulan ini menunjukkan umur sekitar 0,8 juta tahun
Beberapa tuff dijumpai pada batupasir menunjukkan pada saat
pengendapan terjadi beberapa kali letusan gunung api, yang mana pada
batupasir ini sebagian besar fosil hominid ditemukan. Di bagian tengah dari
formsi ini dijumpai tektit yang berukuran kerikil hingga kerakal (13-40 mm)
Salah satu temuan yang paling penting adalah penemuan fosil manusia purba
yang disebut Pithecantropus erectus (Homo erectus).Tetapt lokasi asal fosil ini
belum sepenuhnya diketahui karena penemuan fosil ini dalam bentuk material
yang lepas-lepas
4. Formasi Notopuro
Terendapkan di atas formasi kabuh yang tersusun oleh material vulkanik
brupa batupasir vulkanik, konglomerat, dan breksi yang mengandung fragmen
batuan beku yang berukuran berangkal hingga bongkah, ini menunjukkan
bahwa batuan tesebut terbentuk sebagai hasil pengendapan lahar. Pada dasar
dari formasi ini dijumpai lapisan yang mengandung fragmen kalsedon dan
kuarsa susu

10
Pada Formasi ini sangat jarang dijumpai fosil, formasi notopuro
ditafsirkan sebagai hasil akibat aktivitas vulkanik yang kuat dan terjadi di
lingkungan darat

2.3 STRUKTUR GEOLOGI


Menurut Bemmelen pada tahun 1949 secara struktural, kawasan sangiran
merupakan suatu kubah yang mana perlapisan batuan di bagian tengah berada di
atas sebagai puncak , sedangkan sisi-sisi lainnya memiliki kemiringan ke arah
luar. Kubah ini memiliki bentuk memanjang dari arah utara timur laut menuju
selatan barat daya. Kubah ini diperkirakan terbentuk 0,5 juta tahun yang lalu
yang dilihat dari formasi batuan termuda yang ikut terlipat atau termiringkan
pada saat terkena gaya endogen ( Wartono R., 2007). Berbagai pendapat para ahli
bermunculan mengenai asal-usul kubah ini, salah satunya oleh Van Bemmelem
pada tahun 1949 yang mengatakan bahwa kubah ini terbentuk sebagai akibat
tenaga endogen yakni gaya kompresif yang berhubungan dengan proses vulkano-
tektonik sebagai akibat longsornya G. Lawu tua. sementara Van Gorsel pada
tahun 1987 berpendapat bahwa kubah ini terbentuk akibat proses pembentukan
gunung api yang baru mulai, pendapat lain mengenai asal-usul terbentuknya
kubah ini seperti akibat adanya struktur diapir dan adanya struktur lipatan yang
disebabkan oleh proses wrenching
Kawasan sangiran tersusun oleh batuan yang berumur pleistosen dengan
morfologi berupa daerah berbukit-bukit rendah yang mana dijumpai singkapan
endapan laut dangkal, endapan rawa, endapan sungai, dan endapan vulkanis
rombakan seperti endapan lahar dan endapan tuff. Disamping itu terdapat adanya
endapan mud volcano yang mengandungexotic block batuan yang berumur eosen
dan batuan metamorf sebagaibasement batuan. Endapan mud volcano ini terletak
dekat dengan pusat kubah, selatan desa Sangiran yang terbentuk akibat adanya
sesar yang memotong jurus perlapisan, membentuk pola radial dari pusat kubah,
semakin ke arah pusat semakin banyak dijumpai sesar naik dan sesar turun, dan
akibatnya terjadi retakan yang sangat dalam yang memotong perlapisan tua yang

11
bersifat lapuk, karena tersedia celah, maka batuan tersebut mencuat sebagai mud
volcano
Pada saat ini sangiran dikenal dengan kubah sangiran (sangiran dome), namun
struktur tersebut sudah tidak terlihat akibat adanya erosi dari sungai di bagian
utara dan bagian selatan, yakni sungai Brangkal dan sungai cemoro yang
keduanya memotong kubah secara anteseden dengan arah aliran dari barat ke
timur

2.4 GEOMORFOLOGI / FISIOGRAFI REGIONAL


Morfologi Sangiran merupakan kubah structural dengan puncak telah tererosi
kuat. Sebagai akibatnya adalah pembentukan pada aliran yang spesifik yaitu
"annular yakni pada aliran "trallis" dominan sungai sub-sekuennya melingkar dan
sungai kons kuennya berarah radial. Suatu struktur kubah seringkali
memperlihatkan penampang geologis yang baik dari formasi muda di pinggir ke
formasi yang tua di pusat kubahnya.
Kubah Sangiran juga menyingkap suatu penampang sampai batuan Tersier.
Proses ini mungkin masih berlangsung terus, sebab proses itu berjalan pelan-
pelan. Oleh karena proses berjalan pelanpelan tetapi terus- menerus , sungai
anteseden Kali Cemoro berhasil memotong struktur Kubah Sangiran. Walaupun
lapisan di dalam kubah terdorong ke atas Kali Cemoro tetap berhasil
memotongnya dengan erosi vertikal.
Menurut Van Bemmelen (1949) struktur kubah mungkin berkaitan dengan
penggelinciran gravitasi (gravity gliding) bahan vulkanik di lereng gunungapi.
Kloosterman mempunyai pendapat lain yang digambarkan di Gambar Diatas
Struktur diaper Gunung Mijil adalah kunci untuk mengerti struktur Kubah
Sangiran. Walaupun dalam skala yang lebih besar, tetapi prinsipnya tetap sama,
yaitu lapisan plastis yang ditekan oleh beban dari lapisan. Di atas, apalagi bila
tekanan dari atas tidak merata seperti tubuh gunungapi. Gunungapi Lawu yang
mempunyai fundasi dari batuan Tersier yang sangat lembek. Tekanan gravitasi
tubuh Gunungapi Lawu mungkin mampu menekan material plastis, yaitu

12
"mudstones" dan lempung marin, keluar dari diaper yang mengalir ke atas dan
membentuk lapisan di atas. Jadi, menurut Kloosterman struktur Kubah Sangiran
yang begitu sempurna, adalah hasil dari diaper bahan Tersier yang mendorong ke
atas, sehingga lapisan di atas terbentuk sebagai kubah. Proses ini mungkin masih
berlangsung terus, sebab proses itu berjalan pelan-pelan. Oleh karena proses
berjalan pelan-pelan tetapi terus-menerus, sungai anteseden Kali Cemoro berhasil
memotong struktur Kubah Sangiran. Keistimewaan Sangiran, berdasarkan
penelitian para ahli Geologi dulu pada masa purba merupakan hamparan lautan.
Akibat proses geologi dan akibat bencana alam letusan Gunung Lawu, Gunung
Merapi, dan Gunung Merbabu, Sangiran menjadi Daratan. Hal tersebut
dibuktikan dengan lapisan-lapisan batuan yang pembentuk wilayah Sangiran
yang sangat berbeda dengan lapisan tanah di tempat lain. Tiap-tiap lapisan tanah
tersebut ditemukan fosil-fosil menurut jenis dan jamannya. Misalnya, Fosil
Binatang Laut banyak diketemukan di Lapisan tanah paling bawah, yang dulu
merupakan lautan.
Dari sudut ilmu geologi, situs Sangiran merupakan suatu struktur yang
berbentuk kubah (dome). Sebelum 2,4 juta tahun yang lalu, Sangiran merupakan
wilayah laut dalam. Buktinya di sepanjang Sungai Puren yang masih termasuk
kawasan Sangiran terdapat banyak fosil moluska laut. Lapisan tanahnya juga
memiliki formasi kalibeng, yang menunjukkan daerah endapan dasar laut.
Namun karena adanya gerakan lempeng bumi, letusan gunung merapi, dan masa
glasial maka air lautnya menyusut. Akibatny , wilayah Sangiran terangkat ke
atas. Puncak kubah ini kemudian terbuka melalui proses erosi sehingga
membentuk depresi yang mengandung informasi tentang kehidupan di masa
lampau. Ketika itu Pulau Jawa, Sumatera, dan Asia menyatu. Dengan demikian,
mahluk purba itu dapat berpindah dari satu tempat ke tempat lain.
Situs Sangiran yang terletak di perbatasan antara Kabupaten Sragen dan
Karanganyar, Jawa Tengah mulai diceritakan di bab keempat buku ini dan
seterusnya. Situs ini merupakan situs paling lengkap untuk hunian Homo erectus
sejak 1,5juta tahun yang lalu. Kolonisasi Jawa diperkirakan sudah berlangsung

13
pada akhir Pliosen (1,8 jt tyl). Bukti-bukti kearah itu didasarkan pada penemuan
mamalia Archidiskodon berumur Pliosen Atas di situs Bumiayu. Migrasi Homo
erectus melalui jembatan darat pada zaman es mulai terjadi pada Plistosen Bawah
dan mulai menghuni Sangiran pada1,5 jt tyl. Homo erectus tertua ditemukan di
Afrika berumur 1,8 jt tyl.

2.5 TEKTONIK
Zona Pegunungan Selatan merupakan cekungan yang menunjang dengan arah
relatif barat timur mulai dari Parangtritis di bagian barat sampai Ujung Purwo
di bagian Jawa Timur. Perkembangan tektoniknya tidak lepas dari interaksi
konvergen antara Lempeng Hindia Australia dengan Lempeng Micro Sunda.

Bambar 2.2 Mekanisme Tektonik Kubah Sangiran

Mengenai Evolusi Tektonik Tersier Pulau Jawa (Prasetyadi ,2007),dijelaskan


bahwa Pulau Jawa merupakan salah satu pulau di Busur Sunda yang mempunyai
sejarah geodinamik aktif, yang jika dirunut perkembangannya dapat
dikelompokkan menjadi beberapa fase tektonik dimulai dari Kapur Akhir hingga
sekarang yaitu :
1. Periode Kapur akhir Paleosen.
2. Periode Eosen (Periode Ekstensional /Regangan).
3. Periode Oligosen Tengah (Kompresional Terbentuknya OAF).
4. Periode Oligo-Miosen (Kompresional Struktur Inversi ).
5. Periode Miosen Tengah Miosen Akhir.

14
2.4.1 Periode Kapur Akhir Paleosen
Fase tektonik awal terjadi pada Mesozoikum ketika pergerakan
Lempeng Indo-Australia ke arah timurlaut meng-hasilkan subduksi dibawah
Sunda Microplate sepanjang suture Karangsambung-Meratus, dan diikuti
oleh fase regangan (rifting phase) selama Paleogen dengan pembentukan
serangkaian horst (tinggian) dan graben (rendahan). Aktivitas magmatik
Kapur Akhir dapat diikuti menerus dari Timurlaut Sumatra Jawa-
Kalimantan Tenggara. Pembentukan cekungan depan busur (fore arc basin)
berkembang di daerah selatan Jawa Barat dan Serayu Selatan di Jawa
Tengah. Mendekati Kapur Akhir Paleosen, fragmen benua yang terpisah
dari Gondwana, mendekati zona subduksi Karangsambung-Meratus.
Kehadiran allochthonous micro-continents di wilayah Asia Tenggara telah
dilaporkan oleh banyak penulis (Metcalfe, 1996). Basement bersifat
kontinental yang terletak di sebelah timur zona subduksi Karangsambung-
Meratus dan yang mengalasi Selat Makasar teridentifikasi di Sumur Rubah-1
(Conoco, 1977) berupa granit pada kedalaman 5056 kaki, sementara
didekatnya Sumur Taka Talu-1 menembus basement diorit. Docking atau
merapatnya fragmen mikro-kontinen pada bagian tepi timur Sundaland
menyebabkan matinya zona subduksi Karangsambung-Meratus dan
terangkatnya zona subduksi tersebut menghasilkan Pegunungan Meratus
(Gambar 3.3. A).
2.4.2 Periode Eosen (Periode Ekstensional /Regangan)
Antara 54 jtl 45 jtl (Eosen), di wilayah Lautan Hindia terjadi
reorganisasi lempeng ditandai dengan berkurangnya secara mencolok
kecepatan pergerakan ke utara India. Aktifitas pemekaran di sepanjang
Wharton Ridge berhenti atau mati tidak lama setelah pembentukan anomali
19 atau 45 jtl. Berkurangnya secara mencolok gerak India ke utara dan
matinya Wharton Ridge ini diinterpretasikan sebagai pertanda kontak
pertama Benua India dengan zona subduksi di selatan Asia dan
menyebabkan terjadinya tektonik regangan (extension tectonics) di sebagian

15
besar wilayah Asia Tenggara yang ditandai dengan pembentukan
cekungancekungan utama (Natuna, Sumatra, Sunda, Jawa Timur, Barito, dan
Kutai) dan endapannya dikenal sebagai endapan syn-rift. Pelamparan
extension tectonics ini berasosiasi dengan pergerakan sepanjang sesar
regional yang telah ada sebelumnya dalam fragmen mikrokontinen.
Konfigurasi struktur basement mempengaruhi arah cekungan syn-rift
Paleogen di wilayah tepian tenggara Sundaland (Sumatra, Jawa, dan
Kalimantan Tenggara) (Gambar 3.3. B).
2.4.3 Periode Oligosen Tengah (Kompresional Terbentuknya OAF)
Sebagian besar bagian atas sedimen Eosen Akhir memiliki kontak
tidak selaras dengan satuan batuan di atasnya yang berumur Oligosen. Di
daerah Karangsambung batuan Oligosen diwakili oleh Formasi Totogan
yang kontaknya dengan satuan batuan lebih tua menunjukkan ada yang
selaras dan tidakselaras. Di daerah Karangsambung Selatan batas antara
Formasi Karangsambung dan Formasi Totogan sulit ditentukan dan
diperkirakan berangsur, sedangkan ke arah utara Formasi Totogan ada yang
langsung kontak secara tidak selaras dengan batuan dasar Komplek
Melange Luk Ulo. Di daerah Nanggulan kontak ketidakselarasan terdapat
diantara Anggota Seputih yang berumur Eosen Akhir dengan satuan breksi
volkanik Formasi Kaligesing yang berumur Oligosen Tengah. Demikian pula
di daerah Bayat, bagian atas Formasi Wungkal-Gamping yang berumur
Eosen Akhir, tanda-tanda ketidak selarasan ditunjukkan oleh terdapatnya
fragmen-fragmen batuan Eosen di sekuen bagian bawah Formasi Kebobutak
yang berumur Oligosen Akhir. Ketidakselarasan di Nanggulan dan Bayat
merupakan ketidakselarasan menyudut yang diakibatkan oleh deformasi
tektonik yang sama yang menyebabkan terdeformasinya Formasi
Karangsambung. Akibat deformasi ini di daerah Cekungan Jawa Timur tidak
jelas teramati karena endapan Eosen Formasi Ngimbang disini pada
umumnya selaras dengan endapan Oligosen Formasi Kujung. Deformasi ini
kemungkinan juga berkaitan dengan pergerakan ke utara Benua Australia.

16
Ketika Wharton Ridge masih aktif Benua Australia bergerak ke utara sangat
lambat. Setelah matinya pusat pemekaran Wharton pada 45 jt, India dan
Australia berada pada satu lempeng tunggal dan bersama-sama bergerak ke
utara. Pergerakan Australia ke utara menjadi lebih cepat dibanding ketika
Wharton Ridge masih aktif. Bertambahnya kecepatan ini meningkatkan laju
kecepatan penunjaman Lempeng Samudera Hindia di Palung Jawa dan
mendorong ke arah barat, sepanjang sesar mendatar yang keberadaannya
diperkirakan, Mikrokontinen Jawa Timur sehingga terjadi efek kompresional
di daerah Karangsambung yang mengakibatkan terdeformasinya Formasi
Karangsambung serta terlipatnya Formasi Nanggulan dan Formasi Wungkal-
Gamping di Bayat. Meningkatnya laju pergerakan ke utara Benua Australia
diperkirakan masih berlangsung sampai Oligosen Tengah. Peristiwa ini
memicu aktifitas volkanisme yang kemungkinan berkaitan erat dengan
munculnya zona gunungapi utama di bagian selatan Jawa (OAF=Old
Andesite Formation) yang sekarang dikenal sebagai Zona Pegunungan
Selatan. Aktifitas volkanisme ini tidak menjangkau wilayah Jawa bagian
utara dimana pengendapan karbonat dan silisiklastik menerus di daerah ini
(Gambar 3.3. C).
2.4.4 Periode Oligo-Miosen (Kompresional Struktur Inversi )
Pada Oligosen Akhir sampai Miosen Tengah pergerakan ke utara India
dan Australia berkurang secara mencolok karena terjadinya benturan keras
(hard collision) antara India dengan Benua Asia membentuk Pegunungan
Himalaya. Akibatnya laju penunjaman Lempeng Samudera Hindia di palung
Sunda juga berkurang secara drastis. Hard collision India menyebabkan efek
maksimal tektonik ekstrusi sehingga berkembang fase kompresi di wilayah
Asia Tenggara. Fase kompresi ini menginversi sebagian besar endapan syn-
rift Eosen. Di Cekungan Jawa Timur fase kompresi ini menginversi graben
RMKS menjadi zona Sesar RMKS. Di selatan Jawa, kegiatan volkanik
Oligosen menjadi tidak aktif dan mengalami pengangkatan. Pengangkatan
ini ditandai dengan pengen-dapan karbonat besarbesaran seperti Formasi

17
Wonosari di Jawa Tengah dan Formasi Punung di Jawa Timur. Sedangkan di
bagian utara dengan aktifnya inversi berkembang endapan syninversi
formasi-formasi Neogen di Zona Rembang dan Zona Kendeng. Selama
periode ini, inversi cekungan terjadi karena konvergensi Lempeng Indian
menghasilkan rezim tektonik kompresi di daerah busur depan Sumatra dan
Jawa. Sebaliknya, busur belakang merupakan subjek pergerakan strike-slip
utara-selatan yang dominan sepanjang sesar-sesar turun (horst dan graben)
utara-selatan yang telah ada.
2.4.5 Periode Miosen Tengah Miosen Akhir
Pengaktifan kembali sepanjang sesar tersebut menghasilkan
mekanisme transtension dan transpression yang berasosiasi dengan
sedimentasi turbidit dibagian yang mengalami penurunan. Namun demikian,
di bagian paling timur Jawa Timur, bagian basement dominan berarah timur-
barat, sebagaimana secara khusus dapat diamati dengan baik mengontrol
Dalaman Kendeng dan juga Dalaman Madura.Bagian basement berarah
Timur Barat merupakan bagian dari fragmen
benua yang mengalasi dan sebelumnya tertransport dari selatan dan
bertubrukan dengan Sundaland sepanjang Suture Meratus (NE-SW struktur).
Tektonik kompresi karena subduksi ke arah utara telah mengubah sesar
basement Barat Timur menjadi pergerakan sesar mendatar, dalam perioda
yang tidak terlalu lama (Manur dan Barraclough, 1994). Kenaikan muka air
laut selama periode ini, menghasilkan pengendapan sedimen klastik di
daerah rendahan, dan sembulan karbonat (carbonate buildup) pada tinggian
yang membatasinya.

18
Gambar 2.4. Rekonstruksi perkembangan tektonik Pulau Jawa (Prasetyadi,2007),dengan penjelasan sebagai berikut :
A. Rekontruksi skematik perkembangan tektonik Pulau Jawa dimulai pada Kapur Paleosen.
B .Rekontruksi skematik perkembangan tektonik Pulau Jawa dimulai pada Eosen Tengah.
C .Rekontruksi skematik perkembangan tektonik Pulau Jawa dimulai pada Oligosen Tengah.

19
BAB 3
HASIL PRAKTIKUM DAN PEMBAHASAN
3.1 STOPSITE KE-1
No. Lokasi pengamatan : Stop site 1 Formasi Pucangan
Nama lokasi : Situs Mbah Karsono, Dukuh Ngampon, Desa Krikilan, Kecamatan
Kalijambe, Kabupaten Sragen
Hari, tanggal : Minggu, 11 Desember 2016
Koordinat GPS : 7o4544 S -110o8346 E
Unsur geologi yang diamati : Batulempung hitam, serta batu lempung tufaan dan
Sesar Turun
Strike/dip :
Waktu pengamatan : 09.07 09. 45 WIB
Cuaca : Cerah
Foto singkapan :

3 meter

5 meter

20
Singkapan ini terletak di dukuh Ngampon, desa Krikilan, Kecamatan
Klaijambedan Kabupaten Sragen. Formasi pucangan yang tersusun oleh
batulempung tufaan di bagian bawah dan lempung hitam di bagian atas. Memiliki
ukuran panjang x lebar yakni 5 x 3 meter. Kondisi singkapan cukup fresh. Terdapat
gejala struktur yakni Sesar Turun pada singkapan.
Jenis batuan pada stopsite mbah karsono terdiri dari batu sedimen klastik
dengan warna abu abu terang putih besar butir lempung mengandung sedikit fosil
molusca sortasi baik, dengan struktur perlapisan dan sifat batuan karbonatan dapat
didefinisikan sebagai batulempung tufaan
Jenis batuan yang berikutnya adalah jenis batuan sedimen klastik warna abu
abu gelap besar butir lempung mengandung fosil molusca sortasi baik struktur
perlapisan dan sifat batuan karbonatan nama batuan adalah Batulempung hitam
Di atas batulempung tufaan terendapkan batulempung hitam yang mana
berdasarkan kandungan fosilnya dibedakan menjadi dua bagian, yakni
Bagian bawah hasil pengendapan air laut dan air payau yang terdiri dari
perselingan antara lempung abu-abu kebiruan dengan sisipan tanah diatome dan
lapisan yang mengandung fosil moluska secara melimpah, ostracoda, dan
foraminifera yang menunjukkan kondisi transisi
Dari urutan litologi yang menyusun formasi pucangan dapat ditafsirkan bahwa
pengendapanya semula merupakan aliran lahar ke cekungan yang berair payau, yang
terbentuk sejak akhir pengendapan formasi kalibeng, dengan ciri utama berupa
fosil Corbicula. Endapan tuff tersebut mempersempit cekungan air payau tersebut,
yang kemudian akibat sedimentasi yang terus menerus berubah mnejadi cekungan air
tawar, berupa danau atau rawa yang sudah tidak lagi berhubungan dengan laut.
Semua proses ini terjadi pada kala pliosen awal

3.2 STOPSITE KE-2


No. Lokasi pengamatan : Stop site 2 Formasi Kalibeng
Nama lokasi : Dukuh Ngampon, Desa Krikilan, Kecamatan Kalijambe, Kabupaten
Sragen

21
Hari, tanggal : Minggu, 11 Desember 2016
Koordinat GPS : 7o4509 S -110o8414 E
Unsur geologi yang diamati : Batulempung biru dan Batugamping
Strike/dip : N240/7NW
Waktu pengamatan : 10.29 11 10 WIB
Cuaca : Cerah
Foto singkapan :

3 meter

5 meter

Gambar.Sample Batulempung Biru

22
Singkapan ini terletak di dukuh Ngampon, desa Krikilan, Kecamatan
Kalijambe, Kabupaten Sragen. Dimensi singkapan ini dengan Panjang X Lebar : 5
X 3 meter. Formasi ini tersusun atas batulempung biru dan batu gamping. Pada
batuan ini dijumpai fosil gastropoda dan pelecypoda. Kondisi singkapan cukup fresh
Deskripsi batuan yang pertama adalah sedimen klastik dengan warna biru,
Besar butir lempung, mengandung fosil molusca sortasi baik, memiliki struktur masif
dan sifat batuan karbonatan didefinisikan sebagai Batulempung biru.
Deskripsi batuan yang kedua adalah sedimen non klastik dengan warna putih
keabuan. Besar butir pasir, memiliki struktur masif dengan sifat karbonatan
didefisnisikan sebagai Batugamping Kalkarenit
Formasi ini tersusun atas napal dan batulempung gampingan berwarna abu-
abu kebiru-biruan di bagian bawah kemudian diikuti dengan batugamping kalkarenit
dan kalsirudit bagian atas yang tersingkap di daerah pusat kubah, yakni pada daerah
depresi di utara desa sangiran serta sepanjang aliran sungai Puren di sebelah timur
dan tenggara desa Sangiran dengan tebal 125 m
Dari urutan litologi Batuempung biru dan batu gamping memiliki fosil
moluska serta forminifera yang mengidikasikan terbentuk di lingkungan laut dangkal
di akhir pliosen. Selain itu juga terkandung fosil yang menunjukkan kondsisi air
payau, yakni fosil ostrakoda dan pelecypoda jenis Ostrea. Diatas batulempung
dijumpai lapisan kalkarenit dan kalsirudit yang tersusun oleh fragmen fosil
(coquina) yang saling bertumpu yang menunjukkan pengendapan di laut dangkal
dengan energi besar

3.3 STOPSITE KE-3


No. Lokasi pengamatan : Stop site 3 Formasi Pucangan. Atas
Nama lokasi : Dukuh Ngampon, Desa Krikilan Kecamatan Kalijambe,
KabupatenSragen
Hari, tanggal : Minggu, 11 Desember 2016
Koordinat GPS : 7o4602 S -110o8502 E
Unsur geologi yang diamati : Batulempung hitam dan batupasir karbonatan

23
Strike/dip
Waktu pengamatan : 11.41 12.20 WIB
Cuaca : Cerah
Foto singkapan :

10 meter

15 meter

Gambar.Sample Batulempung Hitam

24
Singkapan ini terletak di dukuh Ngampon, desa Krikilan, Kecamatan
Klaijambedan Kabupaten Sragen. Formasi ini memiliki ukuran panjang x lebar yakni
15 x 10 meter Formasi pucangan yang tersusun oleh batulempung hitam dan
perselingan batupasir karbonatan. Kondisi singkapan fresh
Jenis batuan pada formasi pucangan atas terdiri dari batu sedimen klastik
dengan warna abu abu terang putih besar butir lempung mengandung sedikit fosil
molusca sortasi baik, dengan struktur perlapisan dan sifat batuan karbonatan dapat
didefinisikan sebagai batulempung tufaan
Jenis batuan yang berikutnya adalah jenis batuan sedimen klastik warna abu
abu gelap besar butir lempung mengandung fosil molusca sortasi baik struktur
perlapisan dan sifat batuan karbonatan nama batuan adalah Batulempung hitam
Jenis batuan yang berikutnya adalah jenis batuan sedimen klastik warna
cokelat besar butir pasir halus pasir kasar mengandung fosil molusca sortasi baik
struktur perlapisan sifat batuan karbonatan nama batuan Batupasir karbonatan
Dari urutan litologi yang menyusun formasi pucangan dapat ditafsirkan bahwa
pengendapanya, dapat ditafsirkan bahwa proses sedimentasinya sudah tidak
berhubungan lagi dengan lingkungan laut namun terdapat pada lingkungan rawa atau
danau.

3.4 STOPSITE KE-4


No. Lokasi pengamatan : Stop site 3 Formasi Kabuh
Nama lokasi : Dukuh Ngampon, Desa Krikilan, Kecamatan Kalijambe,
KabupatenSragen
Hari, tanggal : Minggu, 11 Desember 2016
Koordinat GPS : 7o4661 S -110o8521 E
Unsur geologi yang diamati : Batupasir silang siur (trough), gravel , batupasir
tufaan
Strike/dip :
Waktu pengamatan : 12.45 13.30 WIB
Cuaca : Cerah

25
Foto singkapan :

8 meter

20 meter

Gambar.Struktur Silang Siur pada formasi Kabuh

26
Singkapan ini terletak di dukuh Ngampon, desa Krikilan, Kecamatan
Kalijambe, Kabupaten Sragen. Singkapan ini merupakan bagian dari formasi kabuh.
Formasi ini terendapkan di atas formasi pucangan. kandungan litologi berupa,tuff
pasir dan kerikil. Memiliki ukuran panjang x lebar yakni 20 x 8 meter. Kondisi
singkapan fresh.
Jenis batuan pada stopsite ini terdiri dari sedimen klastik dengan warna
cokelat besar butir pasir halus pasir kasar mengandung fosil molusca sortasi baik
struktur silang siur, sifat batuan karbonatan nama batuan batupasir karbonatan
Formasi kabuh terendapkan di atas formasi pucangan. Bagian terbawah dari
formasi ini tersusun oleh perlapisan tipis batugamping konglomeratan yang tidak
menerus dengan ketebalan bervariasi antara 0,5-3 meter.
Pada bagian bawah batupasir dijumpai fosil yang merupakan anggota dari fauna
trinil, seperti Binos palaeosundaecus, Bubalus palaeokerabau, Duboisia santeng. Ke
arah atas dijumpai perwakilan dari fauna kedungbrubus. Kumpulan ini menunjukkan
umur sekitar 0,8 juta tahun
Lapisan ini terendapkan oleh energi yang tinggi sehingga menghasilkan
fragmen yang berbutir kasar serta dari struktur silang siur sendiri mengindikasikan
bahwa sumber material sedimen berasal dari berbagai sumber
Beberapa tuff dijumpai pada batupasir menunjukkan pada saat pengendapan
terjadi beberapa kali letusan gunung api, yang mana pada batupasir ini sebagian besar
fosil hominid ditemukan. Di bagian tengah dari formsi ini dijumpai tektit yang
berukuran kerikil hingga kerakal (13-40 mm).
Dari urutan litologi yang menyusun formasi pucangan dapat ditafsirkan bahwa
pengendapanya, dapat ditafsirkan bahwa proses sedimentasinya sudah tidak
berhubungan lagi dengan lingkungan laut namun terdapat pada lingkungan fluvial.

27
LINGKUNGAN PENGENDAPAN
Untuk menentukan lingkungan pengendapan diperlukan aspek aspek yang
perlu untuk mendukung penentuan lingkungan pengendapan. Berdasarkan data yang
di dapat pada saat pengamatan di lapangan diantaranya sebagai berikut :

Kriteria Fisik :

Lithofacies, terdapat pembagian produk batuan yakni, fasies batulempung


biru fasies batu gamping, fasies batulempung hitam, fasies batupasir halus silang
siur (through), fasies breksi laharik.

Unttuk batulempung biru memiliki ciri fisik warna biru ,struktur cukup masif,
memiliki tekstur bentuk & ukuran butir yang rounded serta lempung, untuk fasies
batugamping memiliki ciri fisik warna abu abu, struktur masif, memiliki tekstur
fosiliferous karena belum mengalami transportasi, pada batupasir halus silang siur,
memiliki ciri fisik warna abu abu, struktur laminasi silang siur ,tekstur memiliki
bentuk & ukuran butir yang rounded serta pasir halus yang mengindikasikan daerah
fluvial/darat (Formasi Kabuh), pada batu breksi laharik memiliki ciri fisik memiiki
warna abu abu kehitaman, memiliki struktur masif, serta tekstur bongkah dan
angular akibat letusan serta longosoran gunung api.

Biofacies, Pada fasies batuempung biru dan batu gamping memiliki fosil
moluska serta forminifera yang mengidikasikan terbentuk di lingkungan laut dangkal
(Formasi Kalibeng). Pada fasies batulempung hitam memiliki fosil diatome serta
tumbuhan/gambut dan fosil cangkang yang mengidikasikan daerah peralihan
terbentuk di lingkungan laut, payau ke air tawar atau darat ; lacustrin - rawa.(Formasi
Pucangan). Pada fasies batupasir halus siang siur ditemukan fosil manusia purba serta
hewan vertebrata yang mengidikasikan terbentuk di lingkungan darat/fluvial
(Formasi Kabuh), Pada fasies batu breksi laharik tidak ditemukan fosil manusia purba
yang mengindikasikan lingkungan daratan.

Tektonik
Pergantian asosiasi fauna laut dan air tawar, menunjukkan pengendapan
terjadi di dekat laut, dimana selama pengendapan, terjadi beberapa kali invasi laut,
akibat tektonik atau perubahan muka laut
Proses Terbentuknya
Situs Sangiran menurut penelitian geologi muncul sejak Zaman Tersier Akhir,
yaitu pada Kala Pliosen Atas sekitar 3 juta tahun yang lalu, dan berlanjut sampai Kala
Plestosen Bawah (1,8 0,8 juta tahun yang lalu) dan Plestosen Tengah (0,8 0,18

28
juta tahun yang lalu). Pada Kala Pliosen Atas (3 juta tahun yang lalu) kawasan
Sangiran masih berupa lautan dalam yang berangsur-angsur berubah menjadi laut
dangkal dengan kehidupan fortaminifera dan moluska laut. Pendangkalan berjalan
terus sampai akhir Kala Pliosen. Pendangkalan akhirnya mencapai daerah litoral.
Pada saat itu diendapkan batu gamping balanus dan batu gamping korbikula. Pada
beberapa tempat lingkungan litoral tersebut membentuk lingkungan payau-payau.
Sendimentasi yang berlangsung mengendapkan satuan napal dan Formasi Kalibeng
Atas. Adapun formasi ini terdiri dari lapisan lapisan napal (marl), lapisan lempung
abu-abu (biru) dari endapan laut dalam, lapisan foraminifera dari endapan laut
dangkal, lapisan balanus batu gamping, dan lapisan lahar bawah dari endapan air
payau.terjadi letusan gunung api yang hebat. Letusan Gunung Lawu purba sehingga
diendapkan lahar vulkanik yag mengisi laguna Sangiran. Letusan gunung api ini telah
mengubah bentang alam menjadi laut dangkal, menandai dimulainya perubahan
lingkungan laut ke lingkungan darat, sekaligus awal dari mundurnya laut dari
Sangiran dicirikan oleh endapan lempung hitam yang diistilah sebagai formasi
pucangan. Pada periode berikutnya terjadi letusan gunung yang hebat di sekitar
Sangiran, berasal dari Gunung Lawu, Merapi dan Merbabu purba. Letusan hebat telah
memuntahkan jutaan kubik endapan pasir vulkanik, kemudian diendapkan oleh aliran
sungai yang ada di sekitarnya saat itu. Aktivitas vulkanik tersebut tidak hanya terjadi
dalam waktu yang singkat, tetapi susul-menyusul dalam periode lebih dari 500.000
tahun. Aktivitas alam ni meninggalkan endapan pasir fluvio-volkanik setebal tidak
kurang dari 40 meter, dikenal sebagai Formasi Kabuh. Pada sekitar 250.000 tahun
yang lalu, lahar vulkanik diendapkan kembali di daerah Sangiran, yang juga
mengangkut material batuan andesit berukuran kerikil hingga bongkah. Pengendapan
lahar ini tampaknya berlangsung cukup singkat, sekitar 70.000 tahun.Di atasnya
kemudian diendapkan lapisan pasir vulkanik, yang saat ini menjadi bagian dari apa
yang disebut Formasi Notopuro. Setelah pembentukan Formasi Notopuro, terjadilah
pelipatan morfologi secara umum di Sangiran, yang mengakibatkan pengangkatan
Sangiran ke dalam bentuk kubah raksasa.

Dari beberapa faktor yang diperoleh dari pengamatan di lapangan, dapat di


interpretasikan lingkungan pengendapan dari setiap formasi yaitu
Untuk formasi pucangan, berupa danau atau rawa yang sudah tidak lagi
berhubungan dengan laut.

Untuk formasi kalibeng berupa lingkungan pengendapan di laut dangkal


Untuk formasi kabuh sudah tidak berhubungan lagi dengan lingkungan laut namun
terdapat pada lingkungan fluvial

29
BAB IV
KESIMPULAN

Sedimentologi di daerah sangiran bergantung pada keadaan stratigrafi yang unik.


Stratigrafi sangiran awalnya membentuk seperti sebuah dome, oleh karena proses deformasi
dome tersebut berubah menjadi seperti kubah terbalik. Stratigrafi daerah sangiran secara
umum dibagi atas
Formasi Kalibeng
Formasi Pucangan
Greenzbang
Formasi Kabuh
Formasi Notopuro

30
Daftar Pustaka

Bemmelen, R.W., 1949, The Geology Of Indonesia, Vol IA, Government Printing
Office, The Haque
Pringgoprawiro, H., 1983, Biostratigrafi dan Paleografi Cekungan Jawa Timur
Utara-Suatu Pendekatan Baru-Abstrak Disertasi Doktor, ITB, Bandung (tidak
dipublikasikan)

Santosa, Hery. 2000. Sejarah Kebudayaan Indonesia. Yogyakarta: Universitas


SanataDharma.

Sukardi dan T.Budhitrisna, 1992, Peta Geologi Salatiga, Jawa Tengah, Skala 1:
100.000, Bidang Pemetaan Geologi, Pusat Penelitian dan Pengembangan Energi,
Bandung

Tjiptadi, Rusmulia. et al. 2004. Museum Situs Sangiran Sejarah Evolusi Manusia
Purba

31

Anda mungkin juga menyukai