Anda di halaman 1dari 21

BAB I.

PENDAHULUAN

A. MAKSUD DAN TUJUAN


Maksud dari kegiatan Field Trip Kristalografi dan Mineralogi yaitu agar
mahasiswa dapat mengaplikasikan ilmu yang telah didapat di kelas maupun saat
praktikum di laboratorium, seperti mineralogi fisik, penggolongan mineral, genesa
mineral serta asosiasi mineral dalam batuan hingga penamaan batuan berdasarkan
mineral-mineral penyusunnya. Tujuan dari Field Trip Kristalografi dan Mineralogi
ini yaitu agar mahasiswa dapat mengetahui serta beradaptasi dengan kondisi
lapangan nantinya serta sekaligus menguji ilmu pengetahuan yang telah didapat.
Selain itu tujuan yang tidak kalah pentingnya yaitu agar mahasiswa dapat
membedakan jenis jenis batuan berdasarkan mineral pencirinya.

B. WAKTU,TEMPAT DAN KESAMPAIAN DAERAH


Field Trip Kristalografi dan Mineralogi dilaksanakan pada tanggal 05
November 2016 dengan lokasi yang dikunjungi berjumlah 4. STA 1 memiliki lokasi
administrative yaitu, Daerah Gunung Berjo, Sidoluhur, Godean, Sleman, DIY. STA
2 memiliki lokasi administrative yaitu Daerah Kliripan, Hargorejo, Kokap, Kulon
Progo, DIY. STA 3 memiliki lokasi administrative yaitu daerah Sangon , Kalirejo,
Kokap, Kulon progo, DIY. STA 4 memiliki lokasi administrative yaitu Pantai
Glagah, Kulon Progo, DIY.
Tata urutan perjalanan yaitu, Kampus Teknik Geologi - Daerah Gunung
Berjo, Sidoluhur, Godean, Sleman, DIY (STA 1) - Kliripan, Harorejo, Kokap,
Kulon Progo, DIY (STA 2) - Sangon, Kalirejo, Kokap, Kulon Progo, DIY (STA 3) -
Pantai Glagah, Kulon Progo, DIY (STA 4) Kampus Teknik Geologi, UGM.
Dari Kampus Teknik Geologi, UGM menuju Daerah Gunung
Berjo,Sidoluhur (STA 1) memakan waktu sekitar 30 menit. Dari Gunung Berjo,
Sidoluhur (STA 1) menuju Kliripan, Hargorejo (STA 2) memakan waktu sekitar 90
menit. Dari Kliripan, Hargorejo (STA 2) menuju Sangon, Kalirejo (STA 3)
memakan waktu sekitar 40 menit. Dari Sangon, Kalirejo (STA 3) menuju Pantai
Glagah, Kulon Progo (STA 4) memakan waktu sekitar 25 menit.

C. PERALATAN
Dalam kegiatan Field Trip Kristalografi dan Mineralogi ini, diperlukan
perlengkapan serta peralatan yang sangat menunjang kegiatan ini serta menjadi
syarat wajib untuk mengikuti Field Trip ini, yaitu :
A. Peralatan Kelompok
1. Kompas Geologi
Digunakan untuk menentukan arah, posisi, pelamparan dan kemiringan lapisan
batuan, serta orientasi struktur geologi yang dijumpai di lapangan.
2. Palu Geologi
Digunakan sebagai alat bantu dalam pendeskripsian batuan dan pengambilan
hand sample. Palu geologi dibedakan menjadi dua yaitu, Pointed Tip (untuk
batuan beku) dan Chisel Edge (untuk batuan sedimen)
3. Lup
Digunakan dalam pengamatan contoh hand sample untuk membantu
mengenali mineral-mineral penyusun batuan. Lensa pembesar yang digunakan
biasanya memiliki pembesaran 8 sampai 20 kali.
4. Kamera
Digunakan untuk dokumentasi struktur geologi atau singakapan yang terdapat
di lapangan.

B. Peralatan Pribadi
1. HCl 0,1 M
Digunakan untuk mengetest suatu batuan apakah batuan tersebut termasuk
batuan karbonat atau tidak, apabila iya akan timbul buih atau busa ketika
batuan tersebut ditetesi HCl.
2. Plastik Sampel
Digunakan untuk pengambilan data berupa hand sample yang biasanya berupa
kantung pastik atau kantung kain.
3. Peta Topografi
Diperlukan untuk menentukan dan mencatat lokasi pengamatan, untuk
mencatat data pengamatan dengan skala menyesuaikan dengan skala pemetaan
yang dilakukan.
4. Ponco atau jas hujan
Digunakan untuk melindungi diri kita dari hujan. Ponco lebih dianjurkan
karena penggunaannya yang praktis dan mudah.
5. Tas Lapangan
Digunakan untuk membawa semua peralatan lapangan dan contoh batuan
sehingga dianjurkan tas yang dibawa berupa tas punggung dengan berukuran
cukup besar untuk menampung peralatan lapangan dan perbekalan, berbahan
kuat dan dianjurkan anti air.
6. Alat tulis
Alat tulis yang digunakan yaitu, :
a. Pensil
Digunakan untuk membuat sketsa di BCL
b. Penghapus
Digunakan untuk menghapus apabila ada kesalahan dalam penulisan
c. OHP Marker
Digunakan untuk menulis pada plastik sample untuk menamainya
d. Clipboard
Sebagai tatakan dalam menulis serta menjadi bidang lanjutan dalam
mengukur strike-dip suatu perlapisan.
e. Busur Derajat
Membantu ketika mem-plotting lokasi
7. Topi Lapangan
8. Pakaian Lapangan
Disarankan berlengan panjang dan berwarna cerah untuk kaosnya serta
memiliki banyak kantong untuk celananya.
9. Obat obatan pribadi
10. Makanan ringan
11. Air minum min 1,5L

BAB II.
GEOLOGI REGIONAL

A. FISIOGRAFI REGIONAL
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Van Bemmelen (1948), secara fisiografis Jawa
Tengah terbagi dalam 3 zona, yaitu :
1. Zona Jawa Tengah bagian utara yang merupakan Zona Lipatan
2. Zona Jawa Tengah bagian tengah yang merupakan Zona Depresi
3. Zona Jawa Tengah bagian selatan yang merupakan Zona Plato
Berdasarkan letaknya, Kulon Progo merupakan bagian dari zona Jawa Tengah bagian
selatan dimana daerah Kulon Progo merupakan salah satu plato sangat luas yang terkenal
dengan nama Plato Jonggrangan (Van Bemellen, 1948). Daerah ini merupakan daerah yang
mengalami uplift yang memebentuk dome yang luas. Dome tersebut relatif berbentuk
persegi panjang dengan panjang sekitar 32 km yang melintang dari arah utara - selatan,
sedangkan lebarnya sekitar 20 km pada arah barat - timur. Oleh Van Bemellen sendiri
Dome tersebut ia beri nama Oblong Dome.
Berdasarkan relief serta genesanya, wilayah kabupaten Kulon Progo terbagi menjadi
beberapa satuan geomorfologi antara lain, yaitu :
A. Satuan Pegunungan Kulon Progo
Satuan pegunungan Kulon Progo memiliki ketinggian yang berkisar antara 100 1200
meter diatas permukaan laut dengan besar kelerengan sebesar 150 160. Satuan Pegunungan
Kulon Progo memiliki penyebaran yang memanjang dari utara ke selatan serta menempati
bagian barat wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta, yang meliputi kecamatan Kokap,
Girimulyo serta Samigaluh.
B. Satuan Perbukitan Sentolo
Satuan perbukitan Sentolo ini memiliki penyebaran yang sempit serta terpotong oleh
Sungai Progo yang memisahkan wilayah Kabupaten Kulon Progo dengan Kabupaten
Bantul. Ketinggiannya berkisar antara 50 150 meter diatas permukaan air laut dengan
besar kelerengan rata rata 15 0. Di wilayah ini, satuan perbukitan Sentolo meliputi daerah
Kecamatan Pengasih dan Sentolo.
C. Satuan Teras Progo
Satuan teras Progo berlokasi disebelah utara satuan perbukitan Sentolo serta disebelah
timur satuan Pegunungan Kulon Progo yang meliputi kecamatan Nanggulan dan Kali
Bawang, terutama pada wilayah yang bertempat di tepi Kulon Progo
D. Satuan Dataran Alluvial
Satuan dataran alluvial memiliki penyebaran yang memanjang dari barat ke timur,
daerahnya mencakup kecamatan Temon, Wates, Panjatan, Galur serta pada sebagian
Lendah. Daerahnya relatif landai sehingga sebagian besar diperuntukkan untuk pemukiman
dan lahan persawahan.
E. Satuan Dataran Pantai
a. Subsatuan Gumuk Pasir
Subsatuan gumuk pasir memiliki penyebaran di sepanjang pantai selatan Yogyakarta,
yaitu Pantai Glagah dan Congot. Sungai yang bermuara pada pantai selatan ini adalah
Sungai Serang dan Sungai Progo yang membawa material berukuran besar dari hulu.
Adanya proses pengangkutan dan pengikisan, mengakibatkan batuan tersebut menjadi
batuan berukuran pasir. Gelombang laut dan aktivitas angin megakibatkan material tersebut
terendapkan di dataran pantai dan akhirnya membentuk gumuk - gumuk pasir.
b. Subsatuan Dataran Alluvial Pantai
Subsatuan dataran alluvial pantai terletak di sebelah utara subsatuan gumuk pasir yang
tersusun oleh material berukuran pasir halus yang berasal dari subsatuan gumuk pasir oleh
kegiatan angin.

B. Stratigrafi Regional
Menurut Sujanto dan Ruskamil (1975) daerah Kulon Progo merupakan tinggian yang
dibatasi oleh tinggian serta rendahan Kebumen di bagian barat dan Yogyakarta di bagian
timur, yang didasarkan pada pembagian tektofisiografi wilayah Jawa Tengah bagian selatan.
Hal yang mencirikan tinggian Kulon Progo yaitu banyaknya gunung api purba yang timbul
dan tumbuh di atas batuan paleogen, dan ditutupi oleh batuan karbonat serta napal yang
berumur neogen.
Sistem umur batuan penyusun formasi tersebut, antara lain :
1. Sistem eosen
Batuan yang menyusun sistem ini terdiri atas batu pasir, lempung, napal, napal
pasiran, batu gamping, serta memiliki banyak kandungan fosil foraminifera maupun
moluska. Sistem eosen ini disebut Nanggulan group. Tipe dari sistem ini misalnya di desa
Kalisongo, Nanggulan Kulon Progo, yang secara keseluruhannya tebalnya mencapai 300 m.
Tipe ini terbagi lagi menjadi empat yaitu Yogyakarta beds, Discoclyina, Axiena
Beds dan Napal Globirena, yang dimana masing - masing sistem ini tersusun atas batu
pasir, napal, napal pasiran, lignit dan lempung. Di bagian timur Nanggulan group ini
berkembang facies gamping yang kemudian dikenal sebagai gamping eosen yang
mengandung fosil foraminifera, colenterata, dan moluska
2. Sistem oligosen miosen
Sistem oligosen miosen terjadi ketika kegiatan vulkanisme dari Gunung Menoreh,
Gunung Gadjah, dan Gunung Ijo yang berupa letusan serta dikeluarkannya material
material piroklastik berukuran kecil sampai balok yang berdiameter lebih dari 2 meter. Lalu
material ini disebut dengan formasi andesit tua, dikarenakan material vulkanik tersebut
bersifat andesitik, serta terbentuk sebagai lava andesit dan tuff andesit. Sedang pada sistem
eosen, diendapkan pada lingkungan laut dekat pantai yang kemudian mengalami
pengangkatan dan perlipatan yang dilanjutkan dengan penyusutan air laut. Bila dari hal
tersebut, maka sistem oligosen miosen dengan formasi andesit tuanya tidak selaras
dengan sistem eosen yang ada dibawahnya. Diperkirakan ketebalan istem ini 600 m.
3. Sistem miosen
Setelah pengendapan formasi andesit tua daerah ini mengalami penggenangan air
laut, sehingga formasi ini tertutupi oleh formasi yang lebih muda secara tidak selaras. Fase
pengendapan ini berkembang dengan batuan penyusunnya terdiri atas batu gamping reef,
napal, tuff breksi, batu pasir, batu gamping globirena dan lignit yang selajutnya disebut
dengan formasi jonggrangan, selain itu juga berkembang formasi sentolo yang formasinya
tersusun dari batu gamping, napal dan batu gamping konglomeratan. Formasi Sentolo
sering dijumpai kedudukannya diatas formasi Jonggrangan. Formasi Jonggrangan dan
formasi Sentolo sama sama banyak mengandung fosil foraminfer. Formasi formasi
tersebut memiliki penyebaran yang luas serta pada umumnya membentuk daerah perbukitan
dengan puncak yang relatif membundar. Pada akhir kala pleistosen daerah ini mengalami
pengangkatan serta pada kuarter terbentuk endapan fluviatil dan vulkanik yang
pembentukan tersebut berlangsung terus menerus hingga sekarang yang terletak tidak
selaras diatas formasi yang terbentuk sebelumnya.
Berdasarkan ssistem umur yang ditentukan oleh penyusun batuan stratigrafi regional
menurut Wartono Rahardjo dkk(1977), Wirahadikusumah (1989), dan Mac Donald dan
partners (1984), daerah penelitian dapat terbagi menjadi 4 formasi, yaitu :
a. Formasi Nanggulan
Formasi Nanggulan tersusun atas batu pasir, sisipan lignit, napal pasiran dan batu
lempungan dengan konkresi limonit, batu gamping dan tuff, yang kaya akan fosil
foraminifera dan moluska dengan ketebalan 300 m. Berdasarkan penelitian tentang umur
batuannya, didapati bahwa umur formasi nanggulan sekitar eosen tengah sampai oligosen
atas. Formasi ini tersingkap di daerah Kali Puru serta Kali Sogo di bagian timur Kali Progo.
Formasin Nanggulan dibagi lagi menjadi 3, yaitu :
1. Axinea Beds
Formasi paling bawah dengan ketebalan lapisan sekitar 40 m, tersusun atas batupasir, dan
batu lempung dengan sisipan lignit yang semuanya berfasies litoral, axiena bed ini memiliki
banyak fosil pelecypoda.
2. Yogyakarta beds
Formasi yang terletak di atas axiena beds ini terendapkan secara selaras dengan ketebalan
sekitar 60 m yang tersusun batu lempung yang mengkonkresi nodule, napal, batu
lempung, dan batu pasir. Yogyakarta beds mengandung banyak fosil Foraminifera besar
seperti Nummulites sp. dan gastropoda.
3. Discocyclina beds
Formasi yang terletak paling atas ini juga terendapkan secara selaras diatas Yogyakarta beds
dengan ketebalan sekitar 200m yang tersusun batu napal yang terinteklasi dengan batu
gamping dan tuff vulakanik, kemudian terinterklasi lagi dengan batuan arkose. Fosil yang
terdapat pada discocyclina beds adalah discocyclina sp.
b. Formasi Andesit Tua
Formasi ini mempunyai penyusun batuan meliputi breksi andesit, lapili tuff, tuff,
breksi lapisi , Aglomerat, dan aliran lava serta batu pasir vulkanik yang tersingkap di daerah
kulon progo. Formasi ini terendapkan secara tidak selaras dengan formasi nanggulan
dengan ketebalan 660 m. Diperkirakan formasi ini formasi ini berumur oligosen miosen.
c. Formasi Jonggrangan
Formasi ini mempunyai batuan penyusun yang meliputi tuffan, napal, breksi, batu
lempung dengan sisipan lignit didalamnya, sedangkan pada bagian atasnya terdiri dari batu
gamping kelabu bioherm diselingi dengan napal dan batu gamping berlapis. Ketebalan
formasi ini sekitar 2540 meter. Letak formasi ini tidak selaras dengan formasi andesit tua.
Formasi jonggrangan ini diperkirakan berumur miosen. Fosil yang terdapat pada formasi ini
yaitu foraminifera, pelecypoda dan gastropoda.
d. Formasi Sentolo
Formasi Sentolo ini mempunyai batuan penyusun berupa batu pasir napalan dan
batu gamping, dan pada bagian bawahnya terdiri dari napal tuffan. Ketebalan formasi ini
sekitar 950 m yang terletak tidak selaras dengan formasi jonggrangan. Formasi Sentolo ini
berumur sekitar miosen bawah sampai pleistosen.
Sedang menurut Van Bemellen Pegunungan Kulon Progo dikelompokkan menjadi
beberapa formasi berdasarkan batuan penyusunnya. Formasi tersebut dimulai dari yang
paling tua yaitu sebagai berikut :
a. Formasi Nanggulan
Formasi Nanggulan mempunyai penyusun yang terdiri dari batu pasir, sisipan lignit,
napal pasiran dan batu lempungan dengan konkresi limonit, batu gamping dan tuff, kaya
akan fosil foraminifera dan moluska dengan ketebalan sekitar 300 meter. Berdasarkan
penelitian tentang umur batuannya didapat umur formasi Nanggulan yaitu sekitar eosen
tengah sampai oligosen atas. Formasi ini tersingkap di daerah Kali Puru dan Kali Sogo di
bagian timur Kali Progo. Formasin Nanggulan dibagi menjadi 3, yaitu
1. Axinea Beds
Formasi terletak paling bawah dengan ketebalan lapisan sekitar 40 m, tersusun dari
batupasir, dan batu lempung dengan sisipan lignit yang semuanya berfasies litoral, axiena
bed ini memiliki banyak fosil pelecypoda.
2. Yogyakarta beds
Formasi yang terletak di atas axiena beds ini terendapkan secara selaras dengan ketebalan
sekitar 60 m yang terdiri dari batu lempung yang mengkonkresi nodule, napal, batu
lempung, dan batu pasir. Yogyakarta beds mengandung banyak fosil poraminifera besar dan
gastropoda.
3. Discocyclina beds
Formasi paling atas ini terendapkan secara selaras diatas Yogyakarta beds dengan ketebalan
sekitar 200m yang tersusun atas batu napal yang terinteklasi dengan batu gamping dan tuff
vulakanik, kemudian terinterklasi lagi dnegan batuan arkose. Fosil yang terdapat pada
discocyclina beds adalah discocyclina sp.

b. Formasi Andesit Tua


Formasi ini mempunyai batuan penyusun yang berupa breksi andesit, lapili tuff,
tuff, breksi lapisi , Aglomerat, dan aliran lava serta batu pasir vulkanik yang tersingkap di
daerah kulon progo. Formasi ini terendapkan secara tidak selaras dengan formasi
nanggulan dengan ketebalan 660 m dengan berumur oligosen miosen.
c. Formasi Jonggrangan
Formasi ini mempunyai batuan penyusun yang berupa tufa, napal, breksi, batu
lempung dengan sisipan lignit didalamnya, sedangkan pada bagian atasnya terdiri dari batu
gamping kelabu bioherm diselingi dengan napal dan batu gamping berlapis dengan
ketebalan 2540 meter. Letak formasi ini tidak selaras dengan formasi andesit tua. Formasi
jonggrangan ini diperkirakan berumur miosen.
d. Formasi Sentolo
Formasi Sentolo ini memiliki batuan penyusun berupa batu pasir napalan dan batu
gamping, dan pada bagian bawahnya terdiri dari napal tuffan dengan ketebalan sekitar 950
m. Letak formasi tidak selaras dengan formasi jonggrangan. Formasi Sentolo ini berumur
sekitar miosen bawah sampai pleistosen
e. Formasi Alluvial dan gumuk pasir
Formasi ini terendapkaan secara tidak selaras terhadap lapisan batuan yang umurnya
lebih tua. Litologi penyusunnya adalah batupasir vulkanik merapi yang juga disebut
formasi Yogyakarta. Endapan gumuk pasir terdiri dari pasir pasir baik yang berukuran
halus maupun yang kasar, sedangkan endapan alluvialnya terdiri dari batuan sedimen yang
berukuran pasir, kerikir, lanau dan lempung secara berselang seling.
Dari seluruh daerah Kulon Progo, Pegunungan Kulon Progo sendiri termasuk dalam
formasi Andesit tua. Formasi ini memiliki litologi yang penyusunnya berupa breksi andesit,
aglomerat, lapili, tuff, dan sisipan aliran lava andesit. Dari penelitian yang telah dilakukan
Purmaningsih (1974) didapat beberapa fosil plankton yang ditemui seperti Globogerina
Caperoensis bolii, Globigeria Yeguaensis weinzeierl dan applin dan Globigerina Bulloides
blow. Fosil yang didapat tersebut menunjukkan bahwa batuan berumur Oligosen atas.
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan pada bagian terbawah gunung berumur eosen
bawah, maka oleh Van bemellen andesit tua diperkirakan berumur oligosen atas sampai
miosen bawah dengan ketebalan 660 m.

C. Struktur Geologi Regional


Struktur ini dapat dikenali dengan adanya kenampakan pegunungan yang dikelilingi
oleh dataran alluvial. Secara umum struktur geologi yang didapati adalah sebagai berikut :
1.Struktur Dome
Menurut Van Bemellen (1948), pegunungan Kulon Progo secara keseluruhan
merupakan kubah lonjong yang mempunyai diameter 32 km mengarah NE SW dan 20 km
mengarah SE NW. Puncak kubah lonjong ini merupakan satu dataran yang luas disebut
jonggrangan plato. Kubah ini memanjang dari utara ke selatan serta terpotong dibagian
utaranya oleh sesar yang berarah tenggara barat laut serta tertimbun oleh dataran
magelang, sehingga sering disebut Oblong Dome. Bentuk kubah tersebut merupakan akibat
selama pleistosen, di daerah mempunyai puncak yang relatif datar dan sayap sayap yang
miring dan terjal. Dalam kompleksivitas pegunungan Kulon Progo khususnya pada lower
burdigalian terjadai penurunan cekungan sampai di bawah permukaan laut yang
menyebabkan terbentuknya sinklin pada kaki selatan Pegunungan Menoreh serta sesar
dengan arah timur barat yang memisahkan antara Gunung Menoreh dengan vulkan
gunung Gadjah. Pada akhir miosen daerah Kulon Progo merupakan dataran rendah dan
pada puncak Menoreh membentang pegunungan sisa dengan ketinggian mencapai 400 m.

2. Unconformity
Di daerah Kulon Progo terdapat kenampakan ketidakselarasan (disconformity) antar
formasi penyusun Kulon Progo. Kenampakan telah dijelaskan dalam stratigrafi regional
berupa formasi andesit tua yang terendapkan secara tidak selaras di atas formasi
Nanggulan, formasi Jonggrangan terendapkan secara tidak selaras di atas formasi Andesit
Tua, serta formasi Sentolo yang terendapkan secara tidak selaras di atas formasi
Jonggrangan.

BAB. III
DASAR TEORI

A. PENGERTIAN MINERAL DAN BATUAN


Mineral merupakan benda padat homogeny yang terdapat di alam, memiliki
komposisi kimia tertentu, memiliki atom-atom yang tersusun secara teratur dengan
ikatan kimia tertentu dan terbentuk secara organik . Sedangkan menurut A.W.R.
Potter dan H. Robinson (1977) Mineral merupakan suatu bahan atau zat yang
homogen mempunyai komposisi kimia tertentu atau dalam batas-batas dan
mempunyai sifat-sifat tetap, terbentuk di alam serta bukan hasil suatu kehidupan.
Batuan merupakan suatu masa padat yang tersusun oleh satu atau lebih
mineral dana tau mineraloid yang terbentuk secara alamiah serta merupakan
penysun dari kerak bumi menurut Flint dan Skinner (1977).

B. PROSES PEMBENTUKAN MINERAL DAN BATUAN

a. Proses pembentukan mineral


Menurut M. Bateman, proses pembentukan mineral terbagi menjadi
beberapa cara yaitu :

1. Proses Magmatisme
Sebagian besar berasal dari magma primer yang bersifat ultra-basa yang
kemudian mengalami pendinginan serta pembekuan membentuk
mineral-mineral silikat dan bijih. Proses magmatisme terbagi menjadi 2,
yaitu :
-) Early Magmatis
Proses pada mineral yang terjadi lebih cepat dari pembekuan batuan
silikat dan dipisahkan oleh silikat, yang terbagi lagi menjadi :
Disseminated (penghamburan), Segregasi (pemisahan), dan Injeksi.
-) Late Magmatis
Proses yang menghasilkan kristal setelah terbentuk batuan silikat sebagai
bentuk sisa magma yang lebih kompleks dengan variasi corak yang lebih
banyak yang terbagi lagi menjadi : Residual Liquid Segregation,
Residual Liquid Injection, Immiscible dan Immiscible Liquid Injection.

2. Proses Pegmatisme
Terjadi setelah Proses Magmatisme yang merupakan larutan sisa
(Larutan Pegmatis) yang terdiri dari cair dan gas.

3. Proses Pneumatolisis

4. Proses Hydrothermal
Proses pembentukan mineral yang dipengaruhi oleh tekanan dan
temperature yang sangat rendah dan larutan magma yang telah terbentuk
sebelumnya. Endapan hydrothermal secara garis besar terbagi menjadi 4
yaitu : Endapan hipotermal, Endapan mesotermal, dan Endapan
epitermal.

5. Proses Replacement
Proses Replacement merupakan proses dalam pembentukan endapan-
endapan mineral epigenetic yang didominasi oleh pembentukan
endapan-endapan hipotermal, mesotermal serta sangat penting dalam
grup epitermal.

6. Proses Sedimenter

7. Proses Evaporasi
Proses Evaporasi merupakan proses penguapan sebagian dari pelarut
yang nantinya didapat larutan zat cair pekat yang memiliki tingkat
konsentrasi yang lebih tinggi.

8. Proses Supergen Enrichment


9. Proses Metamorfisme
Proses yang terjadi yang pada umumnya merupakan hasil dari
metamorfisme kontak serta metamorfisme regional.

b. Proses pembentukan Batuan


1. Magma mengalami kristalisasi
Magma merupakan bahan pokok pembuatan batuan. Magma mengalami
pendinginan bersamaan dengan proses kristalisasi. Magma dapat ditemukan
pada gunung api yang masih aktif dan biasanya dikeluarkan pada saat terjadi
vulkanisme. Magma membentuk batuan beku, baik yang membeku di dalam
permukaan bumu dinamakan batuan beku intrusive sedangkan batuan beku yang
membeku di luar permukaan bumu disebut batuan beku ekstrusif.

2. Batuan Beku mengalami pengangkatan dan pelapukan


Batuan beku mengalami pengangkatan dari daerah aslinya akibat adanya proses
tektonisme setelah itu lama kelamaan batuan tersebut mengalami pelapukan oleh
agen-agen seperti angina dan air. Batuan beku yang mengalami hal ini biasanya
batuan beku ekstrusif yang berada di atas permukaan bumi.
3. Mengalami Erosi
Batuan yang sudah mengalami pelapukan tersebut lama kelamaan akan
mengalami erosi menjadi material material yang lebih kecil lagi yang
disebabkan oleh agen khususnya air.

4. Pengendapan dan Pembentukan Batuan Sedimen


Setelah mengalami erosi menjadi material material yang lebih kecil dan halus,
material material tersebut terbawa dan kemudian mengalami pengendapan di
suatu daerah. Pengendapan tersebut terjadi hingga material tersebut menjadi
kompak dan akhirnya terbentuklah batuan sedimen baik yang klastik maupun
yang non klastik.

5. Batuan Sedimen berubah menjadi Batuan Metamorf


Batuan sedimen banyak yang terdapat di bawah permukaan bumi dimana
apabila terdapat suatu batuan yang tidak tersingkap di atas permukaan ketika
terjadi proses pengangkatan, maka batuan tersebut kemungkinan akan terkubur
semakin dalam jauh di bawah permukaan bumi. Hal tersebutlah yang akan
membuat batuan sedimen tersebut mengalami perubahan akibat adanya suhu,
tekanan serta terdapat kontak magma yang akhirnya membuat batuan beku
tersebut mengalami perubahan menjadi batuan metamorf.

6. Batuan Metamorf berubah menjadi Magma


Batuan metamorf yang tidak tersingkap ke atas permukaan akibat adanya
pengangkatan, kemungkinan besar batuan tersebut akan terpendam jauh di
dalam permukaan bumi dan akhirnya leleh serta membentuk magma kembali di
dalam perut bumi.

C. Mineral Primer dan Mineral Sekunder


Mineral primer merupakan mineral yang terbentuk hasil dari pelapukan fisik
batuan sehingga struktur kristal dan jenisnya tetap sama, namun ukurannya menjadi
lebih kecil antara 2-0,5 mm atau berukuran pasir.
Contoh mineral primer :

Sumber utama
Mineral
Olivin Batuan volkanik basa dan ultra basa
Biotit Batuan granit dan metamorf
Piroksen Batuan volkanik basa dan ultra basa
Batuan volkanik intermedier hingga
Plagioklas
ultra basa
Batuan intermedier hingga basa
Muskovit
Batuan granit dan metamorf
Olivin

Mineral sekunder merupakan mineral hasil pembentukan baru atau


merupakan hasil dari pelapukan primer selama proses pembentukan tanah, sehingga
memiliki struktur dan komposisi yang berbeda dengan mineral yang terlapukan.
Contoh mineral sekunder :

MINERAL KETERANGAN
Mineral utama pada tanah jenis Oxisol dan
Kaolinit
Utisol
Mineral utama pada tanah jenis Volkan
Haloisit
Inceptisol dan Entisol
Mineral utama pada tanah yang berkembang
Vermikulit
dari bahan yang kaya oleh muskovit
Smektit Mineral utama penyusun tanah Vertisol
Alofan Mineral utama penyusun tanah Andisol
Mineral oksida besi pada tanah merah jenis
Goetit/Hematit
Oxisol dan Ultisol
D. Pelapukan dan Alterasi
Pelapukan merupakan proses berubahnya suatu batuan menjadi tanah baik
oleh proses fisik atau mekanik (disintegrasi) maupun oleh proses kimia
(decomposition). Proses dekomposisi dapat menyebabkan terbentuknya mineral-
mineral baru. (Sawkins dkk, 1978: 346). Pelapukan dapat terbagi dalam beberapa
jenis, yaitu :
1. Pelapukan Mekanik
Pelapukan mekanik merupakan pelapukan yang terjadi secara mekanik
dimana hanya terjadi perubahan fisiknya saja, tidak terjadi perubahan
kimia penyusunnya. Pelapukan kimia dapat diakibatkan oleh beberapa
factor yaitu : sheeting joint, Tekanan es,pertumbuhan kristal, serta
pengaruh suhu dan pengaruh tumbuhan.

2. Pelapukan Kimia
Pelapukan Kimia merupakanpelapukan dimana terjadi pengubahan kimia
terhadap mineral-mineral pembentuknya yang melibatkan beberapa
reaksi penting diantara unsur-unsur di atmosfir dan mineral-mineral pada
kerak bumi. Hasilnya mineral mineral tersebut terurai dan akhirnya
membentuk mineral yang baru dengan struktur kristal yang lebih stabil.
Pelapukan kimia disebut juga sebagai proses dekomposisi karena terjadi
perubahan besar terhadap komposisi kimia dan sifat fisik suatu batuan.

Alterasi merupakan proses yang mengakibatkan terdapat suatu mineral baru pada
suatu batuan yang merupakan hasil dari perubahan mineral-mineral yang telah ada
sebelumnya yang terjadi akibat adanya suatu reaksi antara batuan dengan larutan
magma.
BAB IV
DATA-DATA

A. STA 1
STA 1 berlokasi dengan koordinat 421027/9141373 dengan lokasi
administrative yaitu Desa Sidoluhur, Kec. Godean, Kab. Sleman, DIY. STA
berada di bagian barat jalan dengan jarak sekitar 100 meter. Perjalanan menuju
STA I dari kampus Teknik Geologi UGM memakan waktu sekitar 30 menit.

1. Morfologi
Singkapan berada di sebuah lereng yang menghadap ke arah timur
dengan membentang dari arah Utara-Selatan. Singkapan memiliki dimensi
yaitu panjang sekitar 40 meter dan tingginya mencapai 20 meter. Bagian
utara dari singkapan merupakan daerah tinggian, pada bagian selatan dari
singkapan merupakan tinggian, pada bagian barat dari singkapan merupakan
tinggian serta pada bagian timur dari singkapan merupakan bukit.

2. Litologi
Batuan beku intrusive berwarna abu abu pada keadaan segar, ukuran
kristal < 2mm, tingkat kristalinitasnya adalah holokristalin dengan hubungan
antara kristalnya euhedral dengan keseragaman faneritik dengan struktur
massif.
Komposisi mineralnya yaitu, :
-) Kuarsa warna putih kilap kaca, belahan tak teramati, pecahan uneven dengan
struktur kristalin.
-)Plagioklas warna putih susu, kilap kaca, belahan tak teramati, pecahan uneven
dengan strukstur kristalin.
-)Muskovit warna putih, kilap mutiara, belahan tak teramati, pecahan uneven
dengan struktur lembaran.
-)Feldspar warna putih, kilap kaca, belahan tak teramati, pecahan uneven dengan
struktur massif
-)Mineral lempung, warna kuning kecoklat-coklatan struktur massif

Nama Batuan : Batu mikrodiorit


3. Struktur geologi
Pada singkapan terdapat struktur geologi yaitu pelapukan spheroidal
yang dikontrol oleh struktur kekar gerus.

4. Potensi Singkapan
Singkapan memiliki potensi positif yaitu : studi geologi serta
pertambangan tradisional yang dilakukan oleh warga sekitar. Potensi
negatifnya yaitu : longsor dengan jenis Rock fall dan Slump.

5. Mineral-mineral yang dapat ditemukan


a. Kuarsa
b. Plagioklas
c. Muskovit
d. Feldspar
e. Mineral Lempung

B. STA 2
STA 2 berlokasi dengan koordinat 403555/9132317 dengan lokasi
administratifnya yaitu Daerah Kliripan, Hargorejo, Kokap, Kab. Kulon Progo,
DIY. STA berada di timur jalan dengan jarak sekitar 300 m. perjalanan dari STA
1 menuju STA 2 memakan waktu sekitar 90 menit.

1. Morfologi
Singkapan berada di suatu lereng tinggian yang menghadap kea rah
selatan, memiliki dimensi yaitu panjang 1 meter dan lebar 1 meter. Pada
bagian uatar singkapan merupakan tinggian, pada bagian selatan
singkapan merupakan tinggian, pada bagian barat merupakan tinggian
serta pada bagian timur merupakan lereng.

2. Litologi
Singkapan merupakan batuan sedimen berwarna abu-abu. Bentuk
kristalnya euhedral dengan sortasi buruk serta kemas terbuka. Struktur
perlapisan. Komposisi : fragmen : mineral kalsit, warna putih, kilap kaca,
belahan tak teramati, pecahan uneven,struktur kristalin. Matriks mangan
berupa mineral pirolusit, warna hitam, kilap kaca, belahan tak teramati,
pecahan uneven, struktur kristalin serta mineral Rhodochrosite. Semen
berupa mineral karbonatan yang bereaksi ketika ditetesi HCl.
Nama Batuan : Batugamping sisipan mangan

3. Struktur Geologi
Pada singkapan terdapat struktur berupa perlapisan dengan jurus
kemiringannya yaitu N 28 E/18.

4. Potensi Singkapan
Singkapan memiliki potensi positif yaitu sebagai studi geologi,
tambang mangan yang digunakan pada jaman penjajahan belanda serta
lahan untuk ditanami vegetasi oleh warga sekitar. Potensi negatifnya
yaitu longsor.

5. Mineral-mineral yang ditemukan


a. Kalsit
b. Mangan
c. Pirolusit
d. Rhodochrosite
e. Mineral karbonatan

C. STA 3
STA 3 berlokasi dengan koordinat 397531/9134787 dengan lokasi
administratifnya yaitu Sangon, Kalirejo, Kokap, Kab. Kulon Progo, DIY.
Perjalanan dari STA 2 menuju STA 3 memakan waktu 40 menit. Singkapan
berada di sungai yang berada persis di bawah jembatan penyebrangan

1. Morfologi
Singakapan terletak di sungai yang mengalir ke arah barat serta
terletak di bawah jembatan pada pertigaan jalan. Sungai merupakan
termasuk ke dalam sungai stadia muda dikarenakan memiliki beberapa
ciri yaitu dasar lembah yang belum rata, memiliki banyak air terjun, daya
angkut aliran besar, penampang melintang lembah berbentuk v, aktivitas
erosi sebagian besar vertical. Serta banyak ditemukan channel bar dan
point bar pada sungai.

2. Litologi
Singkapan tersusun atas batuan beku ekstrusif berwarna abu abu.
Ukuran kristal <2mm dengan kristalinitas holokristalin, hubungan antar
kristalnya subhedral, keseragaman kristalnya yatu porfiroafanitik dengan
struktur massif. Stukturnya yaitu massif.
Komposisi mineralnya yaitu :
-) Kuarsa, warna putih, kilap kaca, belahan tak teramati, pecahan uneven
struktur kristalin.
-) Plagioklas warna putih susu, kilap kaca, belahan tak teramati, pecahan
uneven, struktur kristalin.
-) Piroksen warna hitam,kilap kaca, belahan tak teramati, pecahan uneven,
struktur kristalin

Nama Batuan : Batu andesit porfiri

3. Struktur Geologi
Pada singkapan terdapat struktur geologi berupa kekar yang telah
terisi mineral lain (urat) yang telah kami temukan urat tersebut terisi oleh
mineral kuarsa. Urat 1 : memiliki jurus perlapisan N 350 E/ 90 dan N
240 E/90 dan Urat 2 : memiliki jurus perlapisan N 166 E/81 dan N 77
E/82.

4. Potensi Singkapan
Singkapan memiliki potensi positif yaitu wisata alam, studi geologi
serta kegiatan pertambangan yang dilakukan oleh warga sekitar. Potensi
negatifnya yaitu banjir dan pencemaran air.

5. Mineral-mineral yang ditemukan :


a. Kuarsa
b. Kalsit
c. Limonit
d. Plagioklas
e. Pyrite
f. Barit

D. STA 4
STA 4 berlokasi dengan koordinat398301/9124775 dengan lokasi
administratifnya yaitu Pantai Glagah, Kab. Kulon progo, DIY. Perjalanan dari
STA 3 menuju STA 4 memakan waktu sekitar 25 menit. Singkapan berjarak 300
meter dari tempat parkiran bus.

1. Morfologi
Singkapan merupakan daerah pesisir pantai yang menghadap ke arah
utara. Bagian selatan singkapan merupakan laut lepas, bagian utara, barat
dan timur merupakan daerah pesisir pantai.
2. Litologi
Endapan sedimen berwarn hitam ukuran butir 1/16 2 mm, kemas
terbuka, sortasi buruk dan bentuk butir subrounded. Struktur massif.
Komposisi mineral :
-) Kuarsa, warna putih, kilap kaca , belahan tak teramati, pecahan konkoidal
Dengan struktur kristalin.
-) Hornblende berwarna hitam, kilap kaca, belahan tak teramati, pecahan
uneven dengan struktur kristalin
-)Plagioklas berwarna putih susu, kilap kaca, belahan tak teramati, pecahan
uneven dengan struktur kristalin.
-)Magnetit warna hitam kilap logam , belahan tak teramati, pevahan uneven
dengan struktur kristalin.
-)Hematit warna merah, kilap kaca, belahan tak teramati, pecahan uneven
dengan struktur kristalin.
-) Piroksen warna hitam kehijauan, kilap kaca, belahan tak teramati, pecahan
uneven dengan struktur kristalin.

Nama Litologi : Endapan pasir vulkanik

3. Struktur Geologi
Tidak terdapat struktur geologi pada singkapan ini.

4. Potensi Singkapan
Singkapan memiliki potensi positif yaitu sebagai studi geologi
khususnya mempelajari tentang endapan fluvial dan endapan vulkanik
serta sebagai obyek wisata. Potensi negatifnya yaitu gempa bawah laut
yang bias menimbulkan tsunami serta arus rip current.

5. Mineral-mineral yang ditemukan :


a. Kuarsa
b. Hornblende
c. Plagioklas
d. Magnetit
e. Hematit
f. Piroksen
BAB V
PEMBAHASAN

a. STA 1
Mineral mineral yang terdapat pada STA 1 ditemukan pada batuan mikro
diorite, yaitu :
a. Kuarsa
Kuarsa berwarna putih, kilap kaca, cerat tak teramati, belahan tak
teramati, pecahan konkoidal, bentuk kristalin, struktur prismatic, sifat
dalam brittle, kemagnetannya diamagnetic, dengan ketembusan cahaya
translucent.
b. Plagioklas
Plagioklas berwarna putih susu, kilap kaca, cerat tak teramati, belahan
tak teramati, pecahan uneven, bentuk kristalin, struktur kriptokristalin,
sifat dalam brittle, kemagnetannya diamagnetic dengan ketembusan
cahaya translucent.
c. Muscovite
Muskovit berwarna putih, kilap mutiara, cerat tak teramati, belahan tak
teramati, pecahan even, bentuk kristalin, struktur lamelaar, sifat dalam
elastis, kemagnetannya diamagnetic dengan ketembusan cahaya
translucent.
d.

Anda mungkin juga menyukai