Anda di halaman 1dari 36

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang


Telah genap 4 acara dilewati oleh para praktikan kristalografi dan
mineralogy, mulai dari acara praktikum kristalografi sampai pada acara terakhir,
asosiasi mineral dalam batuan, namun, tidaklah terasa lengkap apabila tidak ada
aplikasi secara langsung dari pembelajaraan di praktikum-praktikum tersebut,
oleh karena itu, diadakanlah field trip kristalografi dan mineralogy, guna
mengamati kondisi sesunguhnya di lapangan apa yang kita telah pelajari selama
ini.

I.2 Maksud dan Tujuan


Mempelajari materi tanpa mengetahui kondisi sesunguhnya adalah suatu hal
yang salah, maksud dari fieldtrip kali ini ialah memperkenalkan kondisi fisik
dari suatu mineral di alam, sembari mempelajari kondisi geologi lingkungannya,
dan lingkungan pembentukan mineral itu sendiri, selain itu, sebagai suatu ajang
pengaplikasian materi yang telah diberikan, tentu dengan tujuan agar dapat
menunjang dan melengkapi ilmu yang telah di dapat pada praktikum-praktikum
sebelumnya.

I.3 Lokasi dan Waktu Pengamatan


Fieldtrip Kristalografi dan Mineralogi dilaksanakan di daerah Kulon Progo,
dan sekitarnya, yang berjarak ± 30 km dari kota Yogyakarta, dengan tata urutan
perjalanan Yogyakarta (kampus teknik) - Kenteng – Dengok – Congot – Pantai
Glagah – Yogyakarta, dengan menggunakan bus, sedangkan untuk mencapai
lokasi – lokasi pengamatan dilakukan dengan berjalan kaki.
Perjalanan dimulai pada sabtu pagi, tanggal 6 Desember 2008, dan diakhiri
pada hari yang sama pukul 18.00 WIB, adapun letak dari stasiun dan lokasi
pengamatan yaitu,
1. Stasiun pengamatan 1, terletak pada tepi jalan di wilayah Kenteng,
dengan lokasi pengamatan yang berdekatan diantara jalan raya di daerah
tersebut.
2. Stasiun pengamatan 2, terletak pada daerah Dengok, dengan 2 lokasi
pengamatan yang berdekatan.
3. Stasiun pengamatan 3, terletak pada daerah Congot, dengan sebuah
lokasi pengamatan.
4. Stasiun pengamatan 4, terletak pada pantai Glagah.

I.4 Alat – alat yang digunakan dan Metode Pendekatan


Peralatan yang dibawa mempunyai fungsi tersendirim sehingga menjadi
prasyarat untuk mengikuti field trip ini. Adapun perlengkapan yang dibawa
terbagi 2 yaitu peralatan pribadi dan peralatan kelompok.
I. Perlengkapan kelompok, yaitu:
1. Lup
Fungsi: Untuk melihat kenampakan mineral dalam batuan pada
singkapan dengan jelas
2. Kompas Geologi
Fungsi: Untuk mengukur strike, kelerengan, dip dan untuk
menentukan posisi obyek dan pengamat dalam peta
3. HCL 0,1 M
Fungsi: Untuk mengeuji apakah suatu batuan mengandung
karbonatan
4. Palu Geologi
Fungsi: Untuk membuka singkapan, mengambil sampel batuan,
mengetahui kekompakan batuan, dan sebagai pembanding dalam
mengambil foto singkapan batuan
5. Kamera
Fungsi: Untuk mengambil kenampakan yang ada selama
dilapangan
6. Spidol Anti Air
Fungsi: Untuk memberi keterangan dan nomor pada plastik
sample
7. Plastik Sampel
Fungsi: Untuk menempatkan sample batuan dari lapangan
II. Perlengkapan perorangan, yaitu:
1. Alat tulis / gambar
 Pensil
 Pensil warna
 Sepasang mistar segitiga
 Busur derajat
 Karet penghapus
 Ball point
 Buku catatan lapangan (field note)
 Clip Board
2. Peta topografi
3. Topi
4. Tas lapangan
5. Minuman dan makanan
6. Obat – obatan bagi yang memerlukan
7. Payung atau jas hujan
Dalam melakukan penyusunan laporan fieldtrip Kristalografi dan
Mineralogi praktikan menggunakan metode penyusunan laporan dengan tahap
– tahap sebagai berikut:
1. Studi Pustaka daerah pengamatan.
2. Melakukan pengamatan lansung pada lapangan, mengambil sampel dan
membuat sketsa daerah pengamatan.
3. Mengkaji data yang diperoleh dari pengamatan di lapangan
4. Studi Pustaka dan korelasi data.
5. Menyusun laporan fieldtrip.
BAB II
GEOLOGI REGIONAL

II.1 Geomorfologi Regional


Van Bemmelen (1948), berdasarkan penelitiannya secara fisiografis
dapat membagi Jawa Tengah menjadi 3 zona, yaitu:
1. Zone Jawa Tengah bagian utara yang merupakan Zone Lipatan
2. Zone Jawa Tengah bagian tengah yang merupakan Zone Depresi
3. Zone Jawa Tengah bagian selatan yang merupakan Zone Plato.
Menurut letaknya, daerah Kulon Progo merupakan bagian dari zona
Jawa Tengah bagian selatan sehingga daerah ini merupakan suatu plato. Plato ini
sangat luas yang terkenal dengan nama Plato Jonggrangan (Van Bemmelen,
1948). Bagian utara dan timur Kulon Progo ini dibatasi oleh dataran pantai
Samudera Indonesia dan bagian barat laut berhubungan dengan Pegunungan
Serayu Selatan.
Daerah Kulon Progo ini merupakan daerah uplift yang membentuk
dome yang luas. Dome tersebut terbentuk relatif persegi panjang dengan diameter
berarah utara – selatan dengan panjang mencapai 32 km dan pada arah barat –
timur diperkirakan mencapai 15 – 20 km. Dengan demikian puncak dari dome
tersebut berupa dataran yang sangat luas yang disebut dengan Plato Jonggrangan.
Sehingga dengan demikian Van Bemmelen memberikan nama pada dome yang
terdapat pada pegunungan Kulon Progo ini dengan nama Oblong Dome.
Berdasarkan relief dan genesanya, daerah kabupaten Kulon Progo dibagi menjadi
beberapa satuan geomorfologi , diantaranya adalah :
A. Satuan Pegunungan Kulon Progo
Pegunungan Kulon Progo ini memiliki ketinggian berkisar antara
100 – 1200 meter di atas permukaan laut dan besar kelerengannya berkisar
antara 15 – 600. Penyebaran dari satuan pegunungan Kulon Progo ini
memanjang dari selatan ke utara dan menempati bagian barat DI
Yokyakarta yang meliputi kecamatan Kokap, Girimulyo dan Samigaluh.
Daerah yang berada pada kawasan Pegunungan Kulon Progo ini umumnya
digunakan sebagai kebun campuran, sawah, tegalan dan pemukiman.
B. Satuan Perbukitan Sentolo
Perbukitan Sentolo ini memiliki ketinggian yang berkisar antara 50
– 150 m di atas permukaan laut dengan besar rerata kelerengan 15%.
Satuan perbukitan Sentolo ini meliputi daerah kecamatan pengasih dan
Sentolo. Satuan perbukitan ini memiliki penyebaran yang sempit dan
terpotong oleh sungai yang memisahkan wilayah kabupaten Kulon Progo
dengan Kabupaten Bantul.
C. Satuan Teras Progo
Satuan teras Progo ini terletak di sebelah utara satuan perbukitan
Sentolo dan di sebelah timur pegunungan Kulon Progo. Satuan teras Progo
ini meliputi daerah kecamatan Nanggulan dan Kali Bawang, terutama di
daerah tepi Kulon Progo.
D. Satuan Dataran Aluvial
Penyebaran satuan dataran aluvial ini memanjang dari barat ke
timur yang meliputi kecamatan Panjatan, Temon, Wates, Galuh, Panjatan
dan sebagian daerah Lendah. Daerah dataran aluvial ini relatif landai
sehingga sebagian besar digunakan sebagai lahan persawahan dan
pemukiman penduduk.
E. Satuan Dataran Pantai
1. Subsatuan Gumuk Pasir
Subsatuan Gumuk Pasir ini memiliki penyebaran di sepanjang
pantai selatan Yokyakarta, yaitu pantai Glagah dan Congot. Sungai
yang bermuara di pantai selatan ini adalah kali Serang dan kali Progo
yang membawa material – material berukuran pasir dari hulu ke
muara. Oleh sebab itu aktivitas angin material tersebut terendapkan di
sepanjang pantai dan kemudian membentuk gumuk – gumuk pasir.
2. Subsatuan Dataran Aluvial Pantai
Subsatuan dataran pantai terletak di sebelah utara subsatuan gumuk
pasir yang tersusun oleh material berukuran pasir halus yang berasal
dari subsatuan gumuk pasir oleh kegiatan angin. Pada subsatuan
dataran aluvial pantai ini tidak dijumpai gumuk – gumuk pasir namun
sebagian dari daerah ini digunakan sebagai daerah persawahan dan
pemukiman penduduk.

II.2 Stratigrafi Regional


Di bagian timur mandala Serayu adalah cekungan Kulon Progo yang secara
stratigrafis mempunyai susunan litologi yang berbeda dari daerah di sekitarnya.
Susunan stratigrafi Kulon Progo dari tua ke muda adalah:
1. Formasi Nanggulan
Formasi Nanggulan menempati daerah dengan morfologi perbukitan
bergelombang rendah hingga menengah dan tersebar merata di daerah nanggulan
(bagian timur Pegungungan Kulon Proga). Secara setempat formasi ini juga
dijumpai di daerah Sermo, Gandul dan Kokap yang berupa lensa – lensa atau blok
xenolith dalam batuan beku andesit. Formasi nanggulan mempunyai tipe lokasi di
daerah Kalisongo, Nanggulan. Formasi ini tersingkap di bagian timur Kulon
Progo, di daerah Sungai Progo dan Sungai Puru. Terbagi menjadi 3, yaitu:
a. Axinea Beds yaitu formasi yang terletak paling bawah dengan ketebalan
40 meter, merupakan tipe endapan laut dangkal yang terdiri dari batupasir,
batuserpih dengan perselingan napal dan lignit yang semuanya berfasies
litoral. Axinea Beds ini banyak mengandung fosil Pelecypoda.
b. Yogyakarta Beds yaitu formasi yang terendapkan secara selaras di atas
Axinea Beds dengan ketebalan 60 meter. Terdiri dari napal pasiran
berselang – seling dengan batupasir dan batulempung yang mengandung
Nummulities djogjakartae.
c. Discocyclina Beds yaitu formasi yang diendapkan secara selaras di atas
Yogyakarta Beds dengan ketebalan 200 meter. Terdiri dari napal dan
batugamping berselingan dengan batupasir dan serpih. Semakin ke atas
bagian ini berkembang kandungan foraminifera planktonik yang
melimpah.
Secara keseluruhan ketebalan formasi ini diperkirakan mencapai 300 m
dengan umur Eosen Tengah – Oligosen Akhir (P14 – P16) (Suyanto dan
Roskamil, 1975).
2. Formasi Andesit Tua
Secara tidak selaras di atas formasi Nanggulan diendapkan Formasi
Andesit Tua. Formasi ini tersusun atas breksi andesit, tuf, lapili, aglomerat dan
sisipan aliran lava andesit. formasi ini tersingkap baik di bagian tengah, utara dan
barat daya daerah Kulonprogo yang membentuk morfologi pegunungan
bergelombang sedang hingga terjal. Ketebalan formasi ini diperkirakan hingga
mencapai 600 meter. Berdasarkan fosil foraminifera planktonik yang dijumpai
dalam napal ditentukan umur Formasi Andesit Tua yaitu Oligosen Atas.
3. Formasi Jonggrangan
Di atas formasi andesit tua diendapkan Formasi Jonggrangan secara tidak
selaras. Formasi ini secara umum, bagian bawah terdiri dari konglomerat, napal
tufan, dan batupasir gampingan dengan kandungan Moluska serta batulempung
dan sisipan lignit. Di bagian atas komposisi Formasi ini berupa batu gamping
berlapis dan batugamping koral. Morfologi yang terbentuk dari batuan penyusun
formasi ini berupa pegunungan dan perbukitan kerucut dan tersebar di bagian
utara pegunungan Kulonprogo. Ketebalan batuan penyusun formasi ini 250 - 400
meter dan berumur Miosen Bawah – Miosen Tengah.

4. Formasi Sentolo
Di atas Formasi Andesit Tua, selain Formasi Jonggrangan, diendapkan
juga secara tidak selaras Formasi Sentolo. Hubungan Formasi Sentolo dengan
Formasi Jonggrangan adalah saling menjari. Formasi sentolo mempunyai tipe di
daerah sentolo. Bagian bawah berupa batu gamping, batu pasir napalan, napal
pasiran dan napal tufan. Sementara semakin ke atas berkembang menjadi
batugamping berlapis dengan kandungan fosil foraminifera dan fragmen koral.
Umur formasi ini berkisar N8 – N15 (Miosen Awal – Pliosen). Penyebaran
Formasi Sentolo meliputi daerah bagian tenggara dari pegunungan Kulonprogo
dengan kenampakan morfologi berupa perbukitan bergelombang rendah hingga
perbukitan bergelombang tinggi.
5. Formasi Wates dan Formasi Yogyakarta
Di atas batuan – batuan yang lebih tua diendakan Formasi Wates dan
Formasi Yogyakarta sebagai formasi termuda yang berumur resen (holosen).
Formasi Wates terdiri dari material lepas hasil transportasi permukaan dan
sedimentasi sungai saat ini seperti Sungai Progo dan Sungai Bogowonto. Formasi
Wates tersebar di bagian selatan dan baratdaya Pegunungan Kulonprogo hingga
berbatasan dengan Samudra Indonesia. Formasi Yogyakarta mempunyai
penyebaran di bagian timur pegunungan Kulonprogo dengan kenampakan
morfologi berupa daratan. Komonen penyusun formasi ini berupa material lepas
produk Gunung Merapi Tua dan Merapi Muda.

II.3 Struktur Geologi Regional


Secara struktur, Pegunungan Kulonprogo merupakan tinggian yang dicirikan
oleh adanya kompleks gunungapi purba yang berada di atas batuan berumur
Paleogen dan ditutup oleh batuan karbonat yang berumur Neogen. Van Bemmelen
(1949) menyatakan bahwa pegunungan Kulonprogo telah mengalami beberapakali
tektonik. Tektonik pertama terjadi setelah pembentukan Formasi Nanggulan yaitu
opada kala Oligo – Miosen. Saat itu terbentuk Gunungapi Ijo, Gadjah dan
Menoreh yang merupakan inti kubah Pegunungan Kulonprogo. Setelah itu
terbentuk Formasi Andesit Tua. Pada awal Miosen Atas terjadi penurunan yang
mengakibatkan terjadi penggenangan. Pada saat itu terendapkan Formasi
Jonggrangan dan Formasi Sentolo yang saling menjari. Pada awal Pleistosen,
semua daerah Kulonprogo mengalami pengangkatan sehingga terbentuk
morfologi tinggian dan terbentuk beberapa lipatan. Menurut suroso (1986) di
kulonprogo dijumpai sesar – sesar normal yang menunjukan pola radier disekitar
tubuh kubah terobosan yang masih cukup ideal.
Secara garis besar struktur geologi daerah Kabupaten Kulon Progo dapat
dibagi menjadi dua yaitu Struktur Dome dan Struktur Unconfirmity.
1. Struktur Dome
Kabupaten Kulon Progo termasuk ke dalam daerah dome yang puncaknya
berupa daratan yang luas, biasa disebut Plato Jonggrangan. Proses geologi
yang banyak terjadi yakni orogenesis. Struktur dome ini membuat batuan
yang tersingkap mempunyai kemiringan yang relatif landai karena adanya
pengangkatan setelah pengendapan batuan di bawahnya. Dome ini berasal
dari kala Meiosen. Karena tidak ditemukannya perlapisan pada kala
Pleiosen sampai kala Pleistosen van Bemmelen menyebut dome ini sebagai
Oblong Dome.
2. Struktur Unconfirmity
Pada perbatasan antara Eosen atas dari Formasi Nanggulan dengan
Formasi Andesit Tua yang berumur Oligosen terdapat ketidakselarasan
berupa disconfirmity, karena lapisan lebih muda dengan lapisan lebih tua
terpaut umur yang sangat jauh walaupun lapisannya sejajar.
BAB III
KONDISI GEOLOGI DAERAH PENGAMATAN

III.1 Stasiun Pengamatan 1


Stasiun pengamatan in terletak pada jalan raya di Kenteng, antara Kenteng
dan Watumurah, disekitar kali bawang, pada stasiun pengamatan ini terdapat dua
buah Lokasi Pengamatan (LP), di tiap lokasi pengamatan pengunaan kompas
geologi mulai diaplikasikan untuk mengukur posisi dua buah LP di sepanjang
jalan, dengan cara menembak Gunung Mudjil dan Gunung Prau.
Satuan geomorfologi yang dapat teramati dari stasiun pengamatan ini ialah
adanya topografi perbukitan, topografi bergelombang serta topografi dataran,
dengan morfogenesis ialah bentang alam fluvial. Pada daerah ini terdapat dataran
ialah sebelah timur dari stasiun pengamatan dan sebelah barat dari stasiun
pengamatan adalah topografi perbukitan, dengan morfogenesis bentang alam
struktural. Deskripsi lebih lanjut ada pada pembahasan tiap Lokasi Pengamatan.

III.1a Lokasi Pengamatan 1


Letak lokasi pengamatan ini ialah N 250 E dari Gunung Prau, dan N 342 E
dari gunung Mudjil, yang berada pada pinggir jalan raya daerah Kenteng di
sebelah irigasi buatan manusia yang tidak terdapat pada peta. Daerah ini
mempunyai geomorfologi berupa dataran bergelombang, namun kearah barat
merupakan perbukitan. Bentuk divide dari LP 1 ini ialah cembung.
Daerah dataran bergelombang mempunyai materi penyusun (litologi) berupa
batu lempung pasiran, yang merupakan endapan alluvial di zaman kuarter ini
(menurut peta geologi regional tahun 1995 ialah endapan kolovium, namun
ternyata berbeda pada keadaan sesunguhnya), sedangkan Gunung Mudjil dan Prau
memiliki litologi berupa batu Breksi andesit, gunung Mudjil dan Gunung Prau
merupakan isolated hill in layer, karena perbukitan yang mempunyai litologi yang
lebih tua dikelilingi oleh yang lebih muda, serta daerah perbukiatan disini
dikelilingi oleh dataran disekelilingnya yang umumnya merupakan daerah
persawahan.
Litologi di daerah persawahan berupa batu lempung pasiran dengan
deskripsi sebagai berikut:
Nama batuan : Batulempung pasiran
Warna : Coklat tua
Tekstur batuan : Klastik
Struktur : Laminasi
Komposisi Mineral : Mineral – mineral berukuran lempung dan
pasir

Deskripsi fisik mineral – mineral berukuran lempung:


Berwarna coklat, kilap tanah, cerat coklat, kekerasan tidak dapat diuji,
belahan tidak ada, pecahan tidak rata, bentuk amorf, sifat dalam fleksibel,
kemagnetan diamagnetik, sifat lain opak.

Pada lokasi pengamatan ini didapati beberapa jenis mineral yaitu : Limonit,
Kuarts, Gipsum, dan Hematit, mineral – mineral ini di dapat pada daerah sebelah
selatan dari lokasi pengamatan, dimana tempat penemuannya ialah pada sebuah
kali kecil (Kuarts) dan berasosiasi dengan mineral lempung (Gipsum, Limonit,
Hematit).

(a) (b)
Gambar 1, Mineral Limonit (a) dan Mineral Gipsum (b)
(lensa kamera menghadap utara)
Kuarts yang ditemukan bukanlah terbentuk pada tenpat dia ditemukan,
kuarsa terbentuk pada proses magmatism. kuarsa yang terdapat disini telah dibawa
oleh aliran air, bentuk dari kuarsa sendiri mengindikasikan hal tersebut.

(a) (b)
Gambar 2, Lokasi penemuan Kuarts
(kepala palu menunjuk arah barat (a) lensa kamera menghadap selatan (b))

Berikut ini ialah deskripsi fisik dari mineral yang di dapat :


1. GYPSUM (CaSO4.2H2O)
 Warna : tidak berwarna
 Kilap : kaca
 Kekerasan : 2
 Cerat : Putih
 Belahan : Sempurna
 Pecahan : berserat
 Bentuk : amorf
 Struktur : Menyerat
Gambar 3, GYPSUM
 Berat jenis : 2.32
 Sifat dalam : Sectile
 Kemagnetan : diamagnetik
 Sifat lain : Opaque
 Kesimpulan : Termasuk ke dalam golongan sulfat karena
mengandung gugus anion SO42-
 Sistem kristal : Monoklin
 Kegunaan : Digunakan dalam bidang kedokteran, dekorasi interior,
penggosok papan dan karet untuk konstruksi
 Genesa : Alterasi dari anhydrite atau endapan dari larutan
( Krauss, 1951 : 334 )

2. QUARTZ(SiO2):
 Warna : Putih
 Kilap : Kaca
 Kekerasan : 7
 Cerat : Putih
 Belahan : Tidak menentu
 Pecahan : Konkoidal
 Bentuk : Amorf
Gambar 4, QUARTZ
 Struktur : Nodular
 Berat jenis : 2.65
 Sifat dalam : rapuh
 Kemagnetan : diamagnetik
 Sifat lain : translucent
 Kesimpulan : Termasuk ke dalam golongan silikat karena
mengandung unsur Si yang berikatan dengan
unsur O.
 Sistem kristal : Hexagonal
 Kegunaan : Sebagai perhiasan, bahan baku pembuatan kaca
 Genesa : proses Magmatis
( Klein, 2002 : 545 )
3. HEMATITE (Fe2O3):
 Warna : Merah
 Kilap : tanah
 Kekerasan : 5.5 – 6.5
 Cerat : merah
 Belahan : Tidak menentu
 Pecahan : uneven
 Bentuk : Amorf
Gambar 5, HEMATITE
 Struktur : nodular
 Berat jenis : 2.65
 Sifat dalam : rapuh
 Kemagnetan : diamagnetik
 Sifat lain : Opaque
 Kesimpulan : Termasuk ke dalam golongan oksida karena
mempunyai anion O-
 Sistem kristal : rombhohedral
 Kegunaan : bijih besi
 Genesa : Oksidasi dari batuan yang banyak mengandung
besi

LIMONITE (FeOOH.nH2O):
 Warna : Coklat Kekuningan
 Kilap : tanah
 Kekerasan : 5.5
 Cerat : kuning kecoklatan
 Belahan : Tidak menentu
 Pecahan : Konkoidal
 Bentuk : Amorf
 Struktur : Nodular
Gambar 6, LIMONITE
 Berat jenis : 4
 Sifat dalam : rapuh
 Kemagnetan : diamagnetik
 Sifat lain : Opaque
 Kesimpulan : Termasuk ke dalam golongan oksida karena
mempunyai anion O-
 Sistem kristal : Orthorombic
 Kegunaan : Sebagai perhiasan, bahan baku pembuatan kaca
 Genesa : Dekomposisi dari pyrite, atau hidrasi batuan yang
mengandung besi

Litologi batuan lempung pasiran bukanlah material baik sebagai penopang


jalan, sehingga didapati jalan yang rusak diatas batuan lempung pasiran tersebut,
kerusakan ini berupa amblesnya jalan aspal tersebut dan juga terjadi retakan –
retakan.

(a) (b)
Gambar 7, Kerusakan jalan yang terjadi
Tampak adanya retakan – retakan dan amblesan dari jalan,
sebagai akibat dari batuan penopang jalan yang kurang baik
(lensa kamera menghadap utara)
III.1b Lokasi Pengamatan 2
Letak lokasi pengamatan ini ialah N 317 E dari gunung Mudjil, yang berada
pada pinggir jalan raya daerah Kenteng, dan sebelah timur dari LP 1. Daerah ini
mempunyai geomorfologi berupa dataran, namun kearah barat merupakan
perbukitan. Bentuk divide dari LP 2 ini ialah cekung.
Daerah ini ialah daerah endapan Quartenary Alluvium, Dikatakan bentang
alam aluvial karena pada daerah ini terdapat endapan aluvial yaitu endapan yang
dihasilkan oleh erosi sungai dan proses – proses fluvial masih terjadi pada daerah
ini. Endapan Fluvial yang terbentuk berasal dari anak Sungai Progo, dilihat dari
stratigrafinya merupakan endapan alluvium karena terbentuk pada kala holosen.
Di sebelah barat banyak terdapat perbukitan dan pegunungan sehingga disebut
bentang alam structural. Pada LP 2 ini, padi menjadi vegetasi yang dominan,
karena pengunnaan lahan secara garis besar untuk persawahan.
Daerah dataran yang ber-divide cekung ini merupakan daerah yang
berpotensi tinggi terkena banjir akibat luapan dari kali-kali disekitarnya.

Gambar 8, Lokasi Pengamatan 2 (tampak gunung Mudjil)


III.2 Stasiun Pengamatan 2
Stasiun ini terletak pada daerah Dengok, dengan 2 Lokasi pengamatan,
lokasi pertama menunjukan Formasi Andesit Tua, sedangkan pada Lokasi
Pengamatan kedua dijumpai formasi sentolo serta kontak antar 2 formasi tersebut.
Pada stasiun ini, kompas geologi digunakan untuk menghitung kemiringan lereng,
dengan perbandingan antara 2 orang yang memiliki tinggi sama, serta dilakukan
pengukuran dip dan strike dari perlapisan batuan. Palu geologi pun akhirnya
terpakai untuk memecah batuan sebagai sampel.

III.2a Lokasi Pengamatan 1


Lokasi pengamatan ini terletak agak kedalam dari arah jalan, posisinya ialah
sebelah utara dari jalan, dan satuan geomorfologi daerah ini ialah perbukitan,
dengan morfogenesis structural dan fluvial.
Daerah ini merupakan daerah cakupan dari Formasi Andesit Tua, dimana
batuan yang ada pada LP 1 ini ialah batuan breksi andesit yang merupakan
endapan epiklastik dengan fragmen berupa batu andesit berukuran bongkah
sampai kerakal dan matrik pengikat berupa mineral berukuran pasir sampai
lempung, dengan kemas dan sortasi yang buruk. Van Bemmelen, 1948,
mengatakan bahwa daerah ini (formasi andesit tua khususnya) tersusun atas breksi
andesit, tuf lapili, aglomerat dan sisipan aliran lava andesit, namun batuan yang
teramati ialah breksi andesit.
Gambar 9, Sampel Sampel, berupa batuan sedimen berlapis Batu andesit yang
telah mengalami pelapukan

Berikut ialah deskripsi mineralogy dari fragmen batu andesit tersebut :


Nama batuan : Andesit
Warna batuan : Hijau muda
Tekstur batuan : porfiro aphanitic
Struktur batuan : masif
Mineral :
1. Nama mineral : QUARTZ (SiO2)
Kelompok mineral : Silikat
Sub kelompok : Tectosilicates
Deskripsi fisik :
Mineral kuarsa berwarna putih (colorless) memiliki cerat putih dan kilap kaca
dengan kekerasan 7, belahan tidak ada, pecahan tidak rata, bentuk kristalin
granular, struktur kriptokristalin, sifat dalam rapuh (brittle), sifat lain translucent,
kemagnetan diamagnetik, berat jenis 2,6.
Genesa mineral : Mineral kuarsa terbentuk dari kristalisasi magma pada
suhu yang rendah, merupakan mineral yang terbentuk
paling akhir dari Bowen’s Reaction Series.
Asosiasi mineral : Orthoklas, plagioklas, muskovit, hornblende
Keterdapatan : Batuan beku, sedimen, dan metamorf

2. Nama mineral : PLAGIOKLAS (CaAl2Si2O8)


Kelompok mineral : Silikat
Sub kelompok : Tectosilicates
Deskripsi fisik :
Mineral plagioklas berwarna putih, kilap kaca, cerat putih, kekerasan 6 (skala
Mohs), bentuk kristalin prismatik, struktur tabular, belahan baik 2 arah, pecahan
uneven, sifat dalam rapuh, sifat lain translucent, kemagnetan diamagnetik, berat
jenis 2,7 – 2,8.
Genesa mineral : Mineral plagioklas terbentuk dari kristalisasi magma.
Asosiasi mineral : Orthoklas, kuarsa, hornblende, muskovit
Keterdapatan : Batuan beku, sedimen, dan metamorf

3. Nama mineral : HORNBLENDE (Ca2Mg5Si6Al2O22(OH)2)


Kelompok mineral : Silikat
Sub kelompok : Inosilicates
Deskripsi fisik :
Mineral hornblende berwarna coklat - hitam memiliki cerat hitam kecoklatan dan
kilap kaca dengan kekerasan 5 - 6, belahan sempurna 2 arah, pecahan tidak rata
(uneven), bentuk kristalin prismatik, struktur fanerokristalin, sifat dalam rapuh
(brittle), sifat lain opaque, kemagnetan diamagnetik, berat jenis 3 – 3,4
Genesa mineral : Mineral hornblende terbentuk dari kristalisasi magma
pada suhu yang sedang, merupakan mineral yang
terbentuk dari kristalisasi magma pada Bowen’s Reaction
Series.
Asosiasi mineral : Kuarsa, plagioklas, augite, magnetite, mika

4. Nama mineral : PYROXENE ( RSiO6)


Kelompok Mineral : Silikat
Deskripsi fisik :
Berwarna hijau - hitam, kilap kaca, cerat putih, kekerasan 5 – 6 (skala Mohs),
bentuk kristalin euhedra, belahan baik 2 arah, pecahan uneven, sifat dalam rapuh,
kemagnetan diamagnetik, sifat lain opaque, berat jenis 3,2 – 4,4.
Genesa mineral : Mineral piroksin terbentuk dari kristalisasi magma
Asosiasi mineral : Olivin, garnet, nepelin
Keterdapatan : Batuan beku

5. Mineral Berwarna Hijau


Genesa mineral : Hasil pelapukan mineral lain
6. Mineral karbonat
Genesa mineral : Hasil alterasi dari plagioklas.

Pelapukan terjadi pada fragmen dari batuan sedimen yang ada di LP ini,
dengan tingkat pelapukan antara agak lapuk – lapuk, hal ini dibuktikan dengan
adanya alterasi dari mineral plagioklas menjadi kalsit (mineral karbonat) pada
fragmen yang berupa batu andesit, dan juga adanya mineral klorit yang
merupakan hasil pelapukan dari Hornblende, sedangkan pada fragmen berupa
batu andesit berukuran bongkah (fragmen), sisi dalam dari batuan tersebut
merupakan bagian yang masih segar karena belum mengalami pelapukan.

Gambar 10, Sampel Batu Andesit pada fragmen berukuran bongkah

Berikut ialah deskripsi mineralogy dari fragmen berupa batu andesit yang
berukuran bongkah :
Nama batuan : Andesit
Warna batuan : Abu – abu kecoklatan
Tekstur batuan : porfiro aphanitic
Struktur batuan : masif

Mineral :
1. Nama mineral : QUARTZ (SiO2)
Kelompok mineral : Silikat
Sub kelompok : Tectosilicates
Deskripsi fisik :
Mineral kuarsa berwarna putih dan tidak berwarna memiliki cerat putih dan kilap
kaca dengan kekerasan 7, belahan tidak ada, pecahan tidak rata, bentuk kristalin
granular, struktur kriptokristalin, sifat dalam rapuh (brittle), sifat lain translucent,
kemagnetan diamagnetik, berat jenis 2,6.
Genesa mineral : Mineral kuarsa terbentuk dari kristalisasi magma pada
suhu yang rendah, merupakan mineral yang terbentuk
paling akhir dari Bowen’s Reaction Series.
Asosiasi mineral : Orthoklas, plagioklas, muskovit, hornblende
Keterdapatan : Batuan beku, sedimen, dan metamorf

2. Nama mineral : PLAGIOKLAS (CaAl2Si2O8)


Kelompok mineral : Silikat
Sub kelompok : Tectosilicates
Deskripsi fisik :
Mineral plagioklas berwarna putih, kilap kaca, cerat putih, kekerasan 6 (skala
Mohs), bentuk kristalin prismatik, struktur tabular, belahan baik 2 arah, pecahan
uneven, sifat dalam rapuh, sifat lain translucent, kemagnetan diamagnetik, berat
jenis 2,7 – 2,8.
Genesa mineral : Mineral plagioklas terbentuk dari kristalisamagma.
Asosiasi mineral : Orthoklas, kuarsa, hornblende, muskovit
Keterdapatan : Batuan beku, sedimen, dan metamorf

3. Nama mineral : HORNBLENDE (Ca2Mg5Si6Al2O22(OH)2)


Kelompok mineral : Silikat
Sub kelompok : Inosilicates
Deskripsi fisik :
Mineral hornblende berwarna coklat - hitam memiliki cerat hitam kecoklatan dan
kilap kaca dengan kekerasan 5 - 6, belahan sempurna 2 arah, pecahan tidak rata
(uneven), bentuk kristalin prismatik, struktur fanerokristalin, sifat dalam rapuh
(brittle), sifat lain opaque, kemagnetan diamagnetik, berat jenis 3 – 3,4
Genesa mineral : Mineral hornblende terbentuk dari kristalisasi magma
pada suhu yang sedang, merupakan mineral yang
terbentuk dari kristalisasi magma pada Bowen’s Reaction
Series.
Asosiasi mineral : Kuarsa, plagioklas, augite, magnetite, mika

4. Nama mineral : PYROXENE ( RSiO6)


Kelompok Mineral : Silikat
Deskripsi fisik :
Berwarna hijau - hitam, kilap kaca, cerat putih, kekerasan 5 – 6 (skala Mohs),
bentuk kristalin euhedra, belahan baik 2 arah, pecahan uneven, sifat dalam rapuh,
kemagnetan diamagnetik, sifat lain opaque, berat jenis 3,2 – 4,4.
Genesa mineral : Mineral piroksin terbentuk dari kristalisasi magma
Asosiasi mineral : Olivin, garnet, nepelin
Keterdapatan : Batuan beku

Pada kedua deskripsi tersebut di dapat perbedaan, hal ini terjadi karena
tingkat pelapukan yang berbeda, sehingga komposisi mineralnya pun berbeda.

III.2b Lokasi Pengamatan 2


Lokasi LP 2 masih berada di wilayah dengok, tidak jauh dari LP 1,
posisinya ada di sebelah barat daya dari LP 1, pada daerah ini, dijumpai kontak
antara Formasi Andesit Tua dan Formasi Sentolo, dimana formasi Sentolo terletak
di atas formasi Andesit Tua, dan terendapkan secara tidak selaras (Van Bemmelen,
1948), jenis ketidak selarasan tidak teramati secara langsung karena minimnya
waktu untuk pengamatan, namun dilihat dari tipe batuan, maka ketidakselarasan
ini dapat dibilang sebagai disconformity (sedimen dengan sedimen), atau dapat
juga sebagai paraconformity jika ternyata bidang erosiny tidak jelas terlihat, dan
hanya dapat diidentifikasi dengan fosil antar lapisan, dilihat dari posisi antara
formasi Sentolo dan formasi Andesit Tua,dan menurut hokum superposisi,
formasi Andesit Tua terbentuk lebih dahulu.
Gambar 11, Singkapan batuan sedimen pada Formasi Sentolo
(kepala palu menghadap utara)

Pada lokasi ini, praktikan mengukur Dip dan Strike dari perlapisan batuan
sedimen, yang mendapatkan hasil yaitu Strike N 138 E dan Dip sebesar 35.

(a) (b)
Gambar 12, Material berukuran kerikil (a) dan material berukuran pasir (b)
(kepala palu menghadap utara)

Endapan sedimen yang dijumpai mempunyai ketebalan sekitar 2 – 2,5 meter


(relative dari permukaan tanah disekitarnya), ialah endapan sedimen klastik yang
memiliki 10 perlapisan, kelompok kami mengambil beberapa contoh perlapisan
dengan besar butir yang berbeda-beda, dari sampel yang diteliti, seluruhnya
mengandung kalsium karbonat. Pada formasi ini terdapat batu lempung
karbonatan (napal) berwarna coklat, tekstur klastik, struktur laminasi, terdiri dari
mineral – mineral karbonatan berukuran lempung. Berikut ini merupakan urutan
perlapisannya :

1. Pasir karbonatan (paling bawah)


2. Lempung dengan fragmen andesit
3. Pasir karbonatan
4. Lempung dengan fragmen andesit
5. Pasir karbonatan
6. Lempung karbonatan
7. Lempung dengan fragmen andesit
8. Pasir karbonatan
9. Lempung
10. Tanah (paling atas)

Gambar 13, Sampel, berupa batuan sedimen berlapis


Berikut ialah deskripsi batu pasir tersebut :
Nama batuan : Batupasir
Warna : Coklat
Tekstur batuan : Klastik
Struktur : Berlapis
Komposisi Mineral : Kuarst, Hornblen, Feldspar, mineral
karbonat.
Deskripsi fisik mineral :
1. Nama mineral : QUARTZ (SiO2)
Kelompok mineral : Silikat
Deskripsi fisik :
Mineral kuarsa berwarna putih dan colorless memiliki cerat putih dan kilap kaca
dengan kekerasan 7, belahan tidak ada, pecahan tidak rata, bentuk kristalin
granular, struktur kriptokristalin, sifat dalam rapuh (brittle), sifat lain translucent,
kemagnetan diamagnetik, berat jenis 2,6.
Genesa mineral : Mineral kuarsa terbentuk dari kristalisasi magma pada
suhu yang rendah, merupakan mineral yang terbentuk
paling akhir dari Bowen’s Reaction Series.
Asosiasi mineral : Orthoklas, plagioklas, muskovit, hornblende
Keterdapatan : Batuan beku, sedimen, dan metamorf

2. Nama mineral : HORNBLENDE (Ca2Mg5Si6Al2O22(OH)2)


Kelompok mineral : Silikat
Sub kelompok : Inosilicates
Deskripsi fisik :
Mineral hornblende berwarna coklat - hitam memiliki cerat hitam kecoklatan dan
kilap kaca dengan kekerasan 5 - 6, belahan sempurna 2 arah, pecahan tidak rata
(uneven), bentuk kristalin prismatik, struktur fanerokristalin, sifat dalam rapuh
(brittle), sifat lain opaque, kemagnetan diamagnetik, berat jenis 3 – 3,4
Genesa mineral : Mineral hornblende terbentuk dari kristalisasi magma pada
suhu yang sedang, merupakan mineral yang terbentuk dari
kristalisasi magma pada Bowen’s Reaction Series.
Asosiasi mineral : Kuarsa, plagioklas, augite, magnetite, mika

Di Daerah ini pada umumnya digunakan oleh penduduk setempat sebagai


areal perladangan dibuktikan dengan adanya ladang ketela di LP 2. Hal ini
didukung oleh tersedianya tanah yang subur karena proses pelapukan yang aktif.
Vegetasi terdiri dari rumput, semak, pohon yang tumbuh alami dan tumbuhan
ketela hasil budidaya. Ditinjau dari bencana geologi maka bencana yang mungkin
dapat terjadi adalah gerakan massa. Karena kemiringan lereng yang cukup
curam. Gerakan massa berjalan lambat dan dibuktikan dengan adanya tiang –
tiang listrik yang miring.

III.3 Stasiun Pengamatan 3


Stasiun pengamatan 3 terletak pada daerah Congot, satuan geomorfologi
yang teramati pada daerah ini ialah topografi perbukitan, dengan morfogenesisnya
ialah bentang alam struktural, karena dijumpai sesar, kekar dan lipatan yang
terbentuk karena proses endogenik, pada stasiun 3 yang juga merangkap sebagai
lokasi pengamatan ini, kami mengamati sebuah bukit breksi andesit, mengukur
Dip dan Strike dari perlapisan batuan, menemukan sebuah sesar geser kanan, dan
mengamati sebuah kekar pada batuan breksi andesit tersebut.
Daerah ini tersusun atas batuan sedimen yang tersusun oleh breksi andesit
(epiklastik), ada dua perlapisan breksi andesit yang berbeda, perlapisan atas
merupakan breksi andesit dengan komposisi cenderung kasar, sedangkan
perlapisam kedua (di bawah perlapisan pertama) merupakan breksi andesit dengan
komposisi material yang cenderung halus.
Gambar 14, Batas bidang perlapisan

Sampel diambil dari kedua perlapisan tersebut, berupa batuan beku andesit,
namun tidak ada perbedaan komposisi dari kedua sampel tersebut, Horblende
tampak dominan sebagai fenokris dalam batu andesit tersebut, perbedaan
komposisi secara makroskopis terlihat pada matriks pengikatnya.

a b
Gambar 15, Andesit, perhatikan komposisi hornblende yang melimpah
( fragmen lapisan atas (a), fragmen lapisan bawah (b))

Berikut ialah deskripsi mineralogy dari fragmen batuan tersebut:


Nama batuan : Andesit
Warna batuan : Abu – abu kecoklatan
Tekstur batuan : porfiro aphanitic
Struktur batuan : masif
Komposisi mineral : Hornblende, Kuarts, Feldspar, Mineral Mafic

Mineral :
1. Nama mineral : HORNBLENDE (Ca2Mg5Si6Al2O22(OH)2)
Kelompok mineral : Silikat
Deskripsi fisik :
Mineral hornblende berwarna coklat - hitam memiliki cerat hitam kecoklatan dan
kilap kaca dengan kekerasan 5 - 6, belahan sempurna 2 arah, pecahan tidak rata
(uneven), bentuk kristalin prismatik, struktur fanerokristalin, sifat dalam rapuh
(brittle), sifat lain opaque, kemagnetan diamagnetik, berat jenis 3 – 3,4,
kelimpahan amat melimpah.
Genesa mineral : Mineral hornblende terbentuk dari kristalisasi magma
pada suhu yang sedang, merupakan mineral yang terbentuk
dari kristalisasi magma pada Bowen’s Reaction Series.
Asosiasi mineral : Kuarsa, plagioklas, augite, magnetite, mika

2. Nama mineral : QUARTZ (SiO2)


Kelompok mineral : Silikat
Deskripsi fisik :
Mineral kuarsa berwarna putih memiliki cerat putih dan kilap kaca dengan
kekerasan 7, belahan tidak ada, pecahan tidak rata, bentuk kristalin granular,
struktur kriptokristalin, sifat dalam rapuh (brittle), sifat lain translucent,
kemagnetan diamagnetik, berat jenis 2,6. Kelimpahan sedikit melimpah.
Genesa mineral : Mineral kuarsa terbentuk dari kristalisasi magma pada
suhu yang rendah, merupakan mineral yang terbentuk
paling akhir dari Bowen’s Reaction Series.
Asosiasi mineral : Orthoklas, plagioklas, muskovit, hornblende
Keterdapatan : Batuan beku, sedimen, dan metamorf
III.4 Stasiun Pengamatan 4
Stasiun ini terletak pada tepi Pantai Glagah, merupakan bentang alam marin.
Pada tepi pantai ini terdapat endapan pasir besi, yang merupakan hasil rombakan
dari batuan beku yang kemudian dibawa oleh sungai , lalu diendapkan pada pantai
selatan pulau jawa, persebarannya sampai pada Pantai Cilacap. Pasir pantai
Glagah tersebut mengandung komposisi mineral (yang teramati) Kuarts, Hematit,
Magnetit, Hornblende dan Plagioklas.

Berikut ialah deskripsi mineral-mineral tersebut :

1. QUARTZ (SiO2):
 Warna : Putih
 Kilap : Kaca
 Kekerasan : 7
 Cerat : Putih
 Belahan : Tidak menentu
 Pecahan : Konkoidal
 Bentuk : Amorf
 Struktur : Nodular
 Berat jenis : 2.65
 Sifat dalam : rapuh
 Kemagnetan : diamagnetik
 Sifat lain : translucent
 Kesimpulan : Termasuk ke dalam golongan silikat karena
mengandung unsur Si yang berikatan dengan
unsur O.
 Sistem kristal : Hexagonal
 Kegunaan : Sebagai perhiasan, bahan baku pembuatan kaca
 Genesa : proses Magmatis
( Klein, 2002 : 545 )
2. HEMATITE (Fe2O3):
 Warna : Merah
 Kilap : Tanah
 Kekerasan : 5.5 – 6.5
 Cerat : Merah
 Belahan : Tidak menentu
 Pecahan : uneven
 Bentuk : Amorf
 Struktur : Nodular
 Berat jenis : 5.26
 Sifat dalam : rapuh
 Kemagnetan : paramagnetik
 Sifat lain : translucent
 Kesimpulan : Termasuk ke dalam golongan oksida karena
memiliki anion O-.
 Sistem kristal : Hexagonal
 Kegunaan : Sebagai Bijih besi, untuk pembuatan berbagai
produk logam
 Genesa : hasil dari pelapukan dan oksidasi dari batuan
yang mengandung unsur besi
( Klein, 2002 : 381 )

3. PLAGIOCLASE (CaAl2Si2O8) :
 Warna : abu-abu
 Kilap : Kaca
 Kekerasan : 6
 Cerat : Putih
 Belahan : baik
 Pecahan : Konkoidal
 Bentuk : Amorf
 Struktur : Nodular
 Berat jenis : 2.7 – 2.8
 Sifat dalam : rapuh
 Kemagnetan : diamagnetik
 Sifat lain : translucent
 Kesimpulan : Termasuk ke dalam golongan silikat karena
mengandung unsur Si yang berikatan dengan
unsur O.
 Sistem kristal : Tricline
 Kegunaan : Batuan ornamental
 Genesa : proses Magmatis
( Klein, 2002 : 554 )

4. HORNBLENDE (Ca2Mg5Si6Al2O22(OH)2) :
 Warna : Hitam
 Kilap : Kaca
 Kekerasan : 5-6
 Cerat : Hitam
 Belahan : baik
 Pecahan : even
 Bentuk : Amorf
 Struktur : Nodular
 Berat jenis : 3.0-3.4
 Sifat dalam : rapuh
 Kemagnetan : diamagnetik
 Sifat lain : Opaque
 Kesimpulan : Termasuk ke dalam golongan silikat karena
mengandung unsur Si yang berikatan dengan
unsur O.
 Sistem kristal : Monocline
 Kegunaan : ornamental dan Gemstone
 Genesa : proses Magmatis
( Klein, 2002 : 526 )

5. MAGNETITE (Fe3O4):
 Warna : Putih
 Kilap : Logam
 Kekerasan :6
 Cerat : Hitam
 Belahan : baik
 Pecahan : Konkoidal
 Bentuk : Amorf
 Struktur : Nodular
 Berat Jenis : 5.18
 Kemagnetan : Feromagnetik
 Sifat Lain : Opaque
 Kesimpulan : Termasuk ke dalam golongan oksida karena
memiliki anion O-.
 Sistem kristal : Isometric
 Kegunaan : Sebagai Bijih besi, untuk pembuatan berbagai
produk logam
 Genesa : aksesori mineral pada batuan beku
( Klein, 2002 : 389 )
\

b e

a
c

Gambar 16, Butiran pasir besi pantai Glagah, Kuarst (a),


Magnetit (b), Hematit (c), Hornblende (d), dan Plagioklas (e).

Selama perjalanan juga teramati adanya lagun – lagun pada sebelah timur
kali kamal, lagun ini kaya akan endapan Halit, dan mungkin Gipsum (pada
teorinya) yang terbentuk karena proses evaporasi air laut dengan vegetasi
dominan berupa pohon kelapa, terdapat pula perkebunan buah naga pada wilayah
pesisir.
Pasir besi menutup wilayah pantai dan pesisir, yang merupakan litologi
dominan pada daerah pantai Glagah, pada muara Kali Serang teramati adanya
anomali, dimana ujungnya dibelokan oleh pematang pasir, kali serang
mempertahankan alirannya, sehingga tampak seperti sekarang.
Gambar 17, Pasir besi di pantai Glagah.

Pasir besi pada pantai Glagah mengandung kadar besi yang tinggi, sehingga
layak untuk di ekploitasi dari segi geologi, namun sampai saat ini hal tersebut
belumlah dilakukan, karena dari aspek lain tidaklah memenuhi, kedepannya
diharapkan ekploitasi ramah lingkungan diikuti oleh pembangunan aspek sosial
dapat dilakukan di daerah ini. Aspek geologi lingkungan yang negatif ialah terkait
dengan posisi pantai Glagah yang terletak di pantai selatan pulau jawa, sehingga
rawan terhadap ancaman tsunami yang ditimbulkan gempa di laut lepas (Samudra
Hindia).

Gambar 18, Pantai Glagah dan Samudra Hindia,


terbayangkah akan tsunami dengan kondisi pantai seindah ini?
(kamera menghadap selatan)
BAB IV
KESIMPULAN

Kabupaten Kulon progo dan sekitarnya disusun oleh 5 formasi, yaitu


Formasi Nanggulan, Formasi Sentolo, Formasi Andesit Tua. Formasi
Jonggrangan, dan Endapan Aluvial dan gumuk – gumuk Pasir ( Van Bumellen
1949 ). Pada field trip kali ini hanya diamati 3, yaitu Endapan Aluvial, Formasi
Sentolo, dan Formasi Andesit Tua. Formasi Sentolo merupakan endapan sedimen,
dengan komposisi batu gamping, napal dan batupasir sedangkan formasi andesit
tua merupakan sedimen (epiklastik) berfragmen batu andesit, dengan ukuran
fragmen antara bongkah sampai berangkal, Endapan alluvial merupakan endapan
material yang dibawa oleh sungai, dengan susunan umumnya berupa batulempung
pasiran.
Berdasarkan morfologinya dari hasil pengamatan ditemukan daerah
perbukitan, dataran rendah dan pantai. Proses – Proses geologi yang
mempengaruhi daerah Kulon Progo adalah Proses endogenik yang berupa
pengangkatan dan proses eksogenik yang berupa erosi, pelapukan, dan
sedimentasi serta gerakan massa.
Dari beberapa bukti dapat dinyatakan bahwa kulon progo pernah menjadi
dasar laut, salah satu bukti diantaranya ialah adanya lapisan batu napal pada
daerah dengok.
Litologi yang umum dijumpai pada field trip ini adalah batuan beku yaitu
andesit, dan batupasir, selain itu ditemukan batuan sedimen, diantaranya, batuan
breksi, konglomerat, batulempung. Di Kulon Progo tidak ditemukan batuan
metamorf. Mineral – mineral yang dijumpai pada stasiun – stasiun pengamatan
adalah kuarsa, hornblende, plagioklas, orthoklas, gipsum, limonit, kalsit, magnetit,
klorit, mineral lempung.
DAFTAR PUSTAKA

Bemmelen, Van. 1948. The Geologi of Indonesia. Batavia.

Hulburt, C. S. JR. 1959. Dana’s Manual of Mineralogy. John Wiley & Sons,Inc :
London.

Hulburt, C. S. JR. and Klein, C. 1977. Manual of Mineralogy. John Wiley &
Sons,Inc : New York.

Kraus, Hunt, & Ramsdell. 1951. Mineralogy. McGraw-Hill Book Company, Inc :
New York.

Soetoto. Ir. 2003. Geologi. Yogyakarta : Tidak dipublikasikan.

Staff Asisten Geologi Fisik dan Dinamik. 1994. Panduan Praktikum Geologi
Dasar. Yogyakarta : Tidak dipublikasikan.

Anda mungkin juga menyukai