TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Geomorfologi
Pengelompokan satuan geomorfologi dilakukan dengan menganalisis serta
menghubungkan berbagai aspek berdasarkan kemiringan, beda tinggi,
karakteristik kontur, pola pengaliran hingga morfogenesa. Pendekatan secara
kuantitatif menggunakan perhitungan kemiringan lereng (morfometri) secara tidak
langsung pada kontur peta topografi. Sedangkan pendekatan secara kualitatif
dilakukan dengan pengamatan proses–proses geomorfik yang mempengaruhi
pembentukan morfologi di lapangan. Deliniasi satuan bentuklahan pada daerah
penelitian menerapkan klasifikasi van Zuidam (1983) (Tabel 2.1).
6
7
Tabel 2.2 Stratigrafi CAT Majenang dan sekitarnya (Kastowo dan Suwarna, 1996).
FORMASI LITOLOGI STRATIGRAFI UMUR
Endapan Sedimen berukuran kerikil, - Kuarter
Aluvium (Qa) pasir & lempung.
Kipas Aluvium Sedimen berukuran kerikil & - Kuarter
(Qf) bongkah, pasir tufa & andesit
berukuran kerakal. Tanah
laterit
Tapak (Tpt) Batupasir, batupasir sisipan Selaras diatas Fm. Pliosen
napal pasiran & batugamping. Kumbang Tengah
Halang (Tmph) Batupasir tufaan, Menjemari dengan Fm. Miosen
konglomerat, napal, Kumbang Tengah –
batulempung, breksi andesit Pliosen Awal
Kumbang (Tmpk) Lava andesit, breksi, tufa, Menjemari dengan Fm. Miosen
napal Halang Tengah –
Pliosen Awal
Gambar 2.1 P
9
Tabel 2.3 Tipe akuifer CAT Majenang dan sekitarnya (Tabrani, 1984).
Tipe
Produktivitas Penyebaran Keterusan Litologi
Akuifer
Aliran Tinggi Luas (Kec. Cimanggu, Kec. Sedang- Endapan Aluvium
melalui Majenang Kec. Cipari, dan Tinggi dataran dan sungai
ruang antar Kec. Wanareja) (pasir, kerikil, lanau,
butir lempung)
Aliran Sedang Setempat (Kec. Majenang Sedang- Endapan vulkanik
melalui dan Kec. Cimanggu bagian Rendah tua (aliran lava
ruang antar utara) andesit-basalt,
butir breksi)
Aliran Kecil Setempat (Kec. Karang Sedang Endapan vulkanik
melalui Pucung, Kec. Cipari bagian tua (aliran lava
celahan, selatan, Kec. Wanareja andesit-basalt,
rekahan dan bagian selatan) breksi)
saluran
Daerah Kecil Setempat (Kec. Karang Rendah Batulempung, breksi,
airtanah Pucung bagian tenggara) tuga, konglomerat
langka
Gambar 2.2 Pe
11
2.4 Airtanah
2.4.1 Keterdapatan Airtanah
Menurut Irawan dan Puradimaja (2015), air yang berada di bawah
permukaan tanah terbagi menjadi 2, yaitu air yang berada pada zona jenuh dan
zona tidak jenuh. Dengan demikian, airtanah adalah air yang berada pada zona
jenuh, dibatasi bagian bawahnya oleh lapisan kedap air dan bagian atasnya oleh
muka airtanah.
Airtanah merupakan salah satu komponen dari sistem peredaran air di
alam yang disebut siklus hidrologi. Siklus hidrologi meliputi proses berkelanjutan
dimana air bergerak dari bumi ke atmosfer dan kemudian kembali ke bumi lagi
(Triatmodjo, 2008).
Siklus merupakan rangkaian kejadian yang terjadi berulang-ulang,
sehingga dapat didefinisikan bahwa siklus hidrologi adalah suatu kejadian yang
terjadi pada keadaan hidrologi yang terus menerus terjadi di bumi. Siklus
hidrologi berawal dari adanya air permukaan yang terpapar sinar matahari,
kemudian menguap dan tertransportasi akibat adanya media angin. Air permukaan
tersebut dapat berasal dari daratan maupun laut. Uap air yang tertransportasi oleh
angin akan mengalami proses pendinginan. Ketika pendinginan ini, uap air
mengalami pengembunan menjadi butiran air. Butiran air tersebut yang kemudian
kita kenal sebagai air hujan ketika turun ke bumi. Setelah air dalam bentuk air
hujan turun ke bumi dan mencapai permukaan tanah, sebagian air akan mengalir
di permukaan sebagai air permukaan dan sebagian lainnya akan meresap ke
bawah permukaan menjadi airtanah. Airtanah sebagian akan tersimpan dalam
formasi geologi pembawa air (akuifer) dan sebagian lainnya akan mengalir di
bawah permukaan atau keluar kembali sebagai air permukaan melalui media
sungai. Aliran air permukaan maupun airtanah ini, nantinya akan kembali ke laut
dan membentuk siklus hidrologi kembali secara menerus.
a. Akuifer
Akuifer merupakan lapisan pembawa air yang jenuh air dan dapat menyimpan
dan meneruskan air dalam jumlah cukup dan ekonomis.
b. Akuiklud
Akuiklud merupakan lapisan batuan kedap air yang jenuh air dan dapat
menyimpan air, tetapi tidak mampu meneruskan airtanah tersebut dalam
jumlah berarti.
c. Akuitar
Akuitar merupakan lapisan batuan yang dapat menyimpan air dan mampu
mengalirkan air kearah vertikal, tetapi tidak kearah horizontal secara berarti.
d. Akuifug
Akuifug merupakan lapisan batuan kedap air yang tidak dapat menyimpan dan
mengalirkan airtanah.
airtanah pada bawah permukaan. selain volume, perlu diketahui debit air yang
masuk ataupun keluar ke bawah permukaan.
Kuantitas airtanah terbagi menjadi dua yaitu cadangan statis dan cadangan
dinamis. Cadangan statis dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut
(Persamaan 2.1):
V = Sy x V batuan .................................................................... (2.1)
Dimana:
V = Volume air yang bisa diambil
Sy = Kesarangan efektif
Vbatuan = Volume total batuan
Cadangan statis dihitung berdasarkan jumlah air yang berasal dari aliran
airtanah secara horizontal yang melalui akuifer (Tabel 2.1). Rumus yang dipakai
untuk menghitung cadangan dinamis sebagai berikut (Persamaan 2.2):
Q = T x i x L ..................................................(2.2)
Dimana:
Q = Debit aliran airtanah
T = Keterusan air
i = Landaian hidrolika
L = Panjang daerah yang dihitung
(k 1 b1 +k 2 b2 +...+k n b n) (K 1 b 1+ K 2 b 2+ K 3 b3 +...+ K n b n)
K= K= ...............................
b + b2 +...+bn b 1 +b 2 +b 3+ ...+ bn
(2.4)
15
Dimana:
k = Koefisien kelulusan air (m/hari) (Tabel 2.4)
b = Tebal akuifer (m) (Tabel 2.5)
Tabel 2.4 Koefisien kelulusan air dari berbagai batuan (Bisri, 2008).
Material (batuan) k (m/hr) Material (batuan) k (m/hr)
Kerikil 450 Batupasir sedang 3.1
Kerikil Menengah 270 Batupasir halus 0,2
Kerikil Kasar 150 Lanau 0,08
Pasir kasar 45 Lempung 0,0002
Pasir sedang 12 Batugamping 0,94
Pasir halus 3 Dolomit 0,001
Tabel 2.5 Specific Yield dari berbagai macam batuan (Johnson dalam Todd, DK, 1980).
Material (batuan) Sy (%) Material (batuan) Sy (%)
Kerakal kasar 23 Lempung 3
Kerakal 24 Batupasir halus 21
Kerikil 25 Batupasir sedang 27
Pasir kasar 27 Sanddune 38
Pasir sedang 28 Sekis 28
Pasir halus 23 Batugamping 14
Lumpur 8 Tufa 21
batuan pada kedalaman yang lebih dalam. Konfigurasi ini memiliki asumsi bahwa
kedalaman lapisan batuan yang dapat ditembus oleh arus listrik sama dengan
separuh dari jarak elektroda arus (C1-C2) atau dapat disebut C1C2/2. Konfigurasi
schlumberger memiliki keunggulan dalam mendeteksi adanya sifat tidak homogen
lapisan batuan di permukaan (Broto, 2008).
Gambar 2.3 Ilustrasi metode pengukuran geolistrik konfigurasi schlumberger (Telford, dkk,
2004).
Gambar 2.5 Kurva baku (Patra, H.P dan Nath, S. K, 1999 dalam Broto 2008)
dapat nilai kedalaman dan nilai tahanan jenis dari setiap kedalaman tersebut. Pada
software ini juga akan ditampilkan nilai eror/RMS (Root Mean Square) hasil
pengukuran geolistrik sehingga menambah tingkat keyakinan dari data yang
dihasilkan oleh pengukuran geolistrik.
Setelah mendapatkan nilai tahanan jenis sebenarnya dari metode matching
curves dan kemudian dikoreksi menggunakan software Progress 3.0, akan didapat
nilai tahanan jenis dari lapisan batuan. Nilai tahanan jenis tersebut kemudian
disamakan dengan nilai resistivitas dari berbagai macam tipe batuan (Tabel 2.6),
sehinga kemudian akan diketahui litologi apa saja yang berada di bawah
permukaan. Langkah berikutnya adalah menentukan jenis litologi di setiap lapisan
berdasarkan nilai tahanan jenisnya.
Klasifikasi nilai tahanan jenis yang dibuat oleh para ahli umumnya
mengikuti konsep ideal dan homogen dari kondisi bawah permukaan. Walaupun,
pada kenyataannya, kondisi bawah permukan tidak homogen dan tidak seideal
seperti teori yang ada. Sehingga, dibutuhkan penyusuaian nilai resistivitas di
setiap lapangan. Perbedaan formasi, umur, kondisi permukaan dapat digunakan
sebagai dasar penyesuaian nilai resistivitas batuan bawah permukaan.
Setelah diketahui litologi bawah permukaan tiap titik geolistrik yang
diselidiki, dapat dibuat log geolistrik di software RockWorks15. Penggunaan
software ini bertujuan untuk mempermudah penggambaran log litologi setelah
25
Dimana:
Pt : jumlah penduduk untuk tahun ke t
Po : jumlah penduduk untuk tahun awal perhitungan
r : persen pertumbuhan jumlah penduduk
t : interval waktu
direncanakan. Analisis ini juga dapat digunakan oleh para pemilik tanah yang
akan dijadikan sebuah pemukiman, dalam rangka perhitungan kebutuhan air
bersih. Menurut Ditjen Cipta Karya PU (1996), kebutuhan air rumah tangga untuk
sebuah kota dapat dibagi menjadi beberapa kategori, yaitu: