Pengertian Basin
Basin dapat berarti suatu bentuk dari depresi geologi, alami maupun buatan, yang terjadi di muka
bumi, di antaranya:
1. Aliran reruntuhan geologis yang mengalir melalui cekungan yang disebut dengan "basin
reruntuhan"
2. Daerah aliran sungai
3. Embung yang disebut juga "cekungan penampung" (retention basin)
4. Basin endoreik, cekungan di daratan yang menyebabkan aliran air tidak mengalir ke lautan
5. Cekungan sedimen
6. Basin struktural
7. Cekungan samudera
Pada perkembangan teori geosinklin, sebagian para ahli geologi berpikir bahwa batuan sedimen
yang umumnya diendapkan di laut dangkal pada suatu geosinklin, dan terus mengalami subsiden.
Sejalan dengan berkembangnya teori tektonik lempeng pada awal 1960an, pendapat itu mulai
tersisih. Saat ini para ahli geologi menemukan berbagai jenis cekungan dengan berbagai
mekanisme pembentukannya. Secara umum, titik berat perhatian pada analisa cekungan sedimen
adalah pada tektonik global pembentukan cekungan dan berbagai proses yang mengontrolnya
(termasuk perubahan muka laut, pasokan sedimen, dan penurunan cekungan).
Cekungan sedimen adalah suatu daerah rendahan, yang terbentuk oleh proses tektonik, dimana
sedimen terendapkan. Dengan demikian cekungan sedimen merupakan depresi sehingga sedimen
terjebak di dalamnya. Depresi ini terbentuk oleh suatu proses nendatan (subsidence) dari
permukaan bagian atas suatu kerak. Berbagai penyebab yang menghasilkan nendatan, di antaranya
adalah: penipisan kerak, penebalan mantel litosper, pembebanan batuan sedimen dan gunungapi,
pembebanan tektonik, pembebanan subkerak, aliran atenosper dan penambahan berat kerak.
Dickinson (1993) dan Ingersol dan Busby (1995) yang disarikan oleh Boggs (2001) memberikan
kemungkinan mekanisme nendatan kerak sebagai tertera dalam Tabel.
Selley (1988) memberikan klasifikasi cekungan sedimen secara sederhana seperti dalam Tabel. , sedang
Boggs (2001) membagi cekungan sedimen lebih rinci dan lebih komplit.
Mekanisme penendatan disariakan dari Dickinson (1993 dan Ingersol dan Busby (1995)
Penipisan kerak (crustal Perenggangan, erosi selama pengangkatan, dan penarikan akibat
thinning): magmatisme
Penebalan mantel litosper Pendinginan litosper yang diikuti penghentian perenggangan atau
(mantle-lithospheric pemanasan akibat peleburan adiabatik atau naiknya lelehan
thickening): astenosper
Pembebanan batuan Kompensasi isostatik lokal dari kerak dan perenggangan litosper
sedimen dan regional, tergantung kegetasan litosper, selama sedimentasi dan
gunungapi(sedimentary and kegiatan gunungapi
volcanic loading):
Penambahan berat Peningkatan berat jenis kerak akibat perubahan tekanan/ temperatur
kerak(crustal densification): dan/atau pengalihan tempat kerak berberat-jenis tinggi ke kerak
berberat-jenis rendah
TERBENTUKNYA
Buku ini tidak membahas secara rinci semua jenis cekungan sedimen, akan tetapi beberapa cekungan yang
dianggap penting di Indonesia akan dibahas secara singkat di bawah ini (sebagian besar disarikan dari
Boggs, 2001).
Renggang (Rift)
Cekungan akibat perenggangan ini umumnya sempit tetapi memanjang, dibatasi oleh lembah
patahan. Ukuran berkisar dari beberapa km sampai sangat lebar seperti pada Sistem Renggangan Afrika
Timur, dimana mempunyai lebar 30-40 km dan panjang hampir 300 km. Cekungan ini dapat terbentuk oleh
berbagai tataan tektonik, namun yang paling umum oleh divergen. Perenggangan lempeng benua seperti
antara Amerika Utara dan Eropa terjadi pada Trias menghasilkan Punggungan Tengah Atlantik (Mid-
Atlantic Ridge). Sistem renggangan pada Afrika Timur merupakan contoh sistem renggangan modern.
Aulakogen (Aulacogen)
Aulakogen adalah jenis khusus dari renggangan yang menyudut besar terhadap tepian benua,
dimana umumnya dianggap sebagai renggangan tetapi gagal dan kemudian diaktifkan kembali selama
tektonik konvergen. Palung yang sempit tapi panjang dapat menggapai sampai kraton benua dengan sudut
besar dari lajur sesar. Sedimen yang mengisi cekungan jenis ini dapat berupa sedimen darat (misalnya kipas
aluvium), endapan paparan, dan endapan yang lebih dalam seperti endapan turbit. Contoh aulakogen di
antaranya Renggangan Reelfoot yang berumur Paleozoik dimana Sungai Misisipi mengalir dan Palung
Benue yang berumur Kapur dimana Sungai Niger membelahnya.
Sedimen terendapkan pada sistem subduksi ini lebih dikuasai oleh endapan silisiklastik yang
umumnya berupa batuan gunungapi berasal dari busur gunungapi. Endapan ini dapat berupa pasir dan
lumpur yang terendapkan pada paparan, lumpur dan endapan turbit terendapkan dalam air yang lebih dapam
pada lereng, cekungan, dan parit. Sedimen pada parit dapat berupa endapan terigen yang terangkut oleh
arus turbit dari daratan, bersamaan dengan sedimen dari lempeng samodra yang tersubduksikan. Ini
umumnya membentuk kompleks akrasi. Batuan campuraduk (melange) dapat terbentuk pada daerah akrasi
ini, yang dicirikan oleh percampuran dari batuan berbagai jenis yang tertanam pada masa dasar yang
mengkilap (sheared matrix).
Contoh yang baik dari sistem subduksi ini adalah subduksi Sumatra, Jepang, Peru, Chili dan
Amerika Tengah. Contoh cekungan busur muka purba di antaranya adalah cekungan busur muka Great
Valley, Kalifornia; Midland Valley, Inggris dan Coastal range, Taiwan. Contoh cekungan busur belakang
di antaranya terjadi pada Jura Akhir – Awal Kapur terbentuk di belakang Busur Andean di Chili selatan.
Sedimen yang mengisi suatu cekungan merupakan faktor yang sangat penting untuk dipelajari
dalam analisa cekungan sedimen yang bersangkutan. Sedimen tersebut dipelajari bagaimana proses
terbentuknya, sifat batuan dan aspek ekonominya. Proses pembentukan sedimen meliputi pelapukan, erosi,
transportasi dan pengendapan, sifat-sifat fisik, kimia dan biologi batuan; lingkungan pengendapan, dan
posisi stratigrafi. Beberapa faktor yang mempengaruhi proses pengendapan dan sifat sedimen adalah:
1. litologi batuan induk, akan sangat mempengaruhi komposisi sedimen yang berasal dari batuan tersebut;
2. topografi dan iklim dimana batuan induk berada, mempengaruhi kecepatan denudasi yang menghasilkan
sedimen yang kemudian diendapkan dalam cekungan;
3. kecepatan penurunan cekungan bersamaan dengan kecepatan kenaikan/penurunan muka laut; dan
4. ukuran dan bentuk dari cekungan.
Analisa cekungan merupakan hasil interpretasi yang berdasarkan pada proses sedimentasi,
stratigrafi, fasies dan sistem pengendapan, peleoseanografi, paleogeografi, iklim purba, analisa muka laut,
dan petrografi/mineralogi (Klein, 1995; Boggs, 2001). Penelitian sedimentologi dan analisa cekungan
sekarang ini ditikberatkan pada analisa fasies sedimen, siklus subsiden, perubahan muka laut, pola sirkulasi
air laut, iklim purba, dan sejarah kehidupan.
Model pengendapan semakin meningkat digunakan untuk mengetahui lebih baik tentang pengisian
cekungan dan pengaruh berbagai parameter pengisian cekungan seperti pasokan sedimen, besar butir,
kecepatan penurunan cekungan, dan perubahan muka laut.
Sebagai bahan untuk analisa cekungan, dibutuhkan berbagai data, mulai data dari singkapan sampai data
bawah permukaan. Data tersebut termasuk data hasil pemboran dalam, studi polarisasi magnetik dan
eksplorasi geofisika. Pembahasan berikut ini secara singkat akan diketengahkan teknik analisa cekungan
yang umum dilakukan.
Penampang Stratigrafi
Data lengkap dan akurat tentang sedimen dari singkapan maupun inti bor, baik ketebalan maupun
litologi setiap himpunan sedimen, merupakan hal yang sangat penting untuk interpretasi sejarah bumi.
Untuk menghimpun data tersebut diperlukan pengukuran dan pemerian secara teliti dan akurat pada
singkapan dan/atau inti bor. Kegiatan menghimpun data ini jamak disebut pembuatan penampang stratigrafi
terukur, yang meliputi pemerian litologi, sufat-sifat perlapisan, dan kenampakan lainnya dari batuan.
Pemakaian teknik tertentu dalam melakukan pengukuran penampang stratigrafi sangat tergantung pada
kegunaan hasil pengukuran dan keadaan singkapan diukur di alam. Kottlowski (1965) menunjukkan
beberapa cara dan peralatan untuk melakukan pembuatan penampang stratigrafi.
Sejumlah penampang stratigrafi dapat dipakai dalam pembuatan penampang melintang stratigrafi yang
sangat bermanfaat dalam korelasi stratigrafi, interpretasi struktur dan perubahan fasies yang boleh jadi
diikuti oleh perubahan dari lingkungan dan arti ekonomis. Penampang melintang digambarkan segai
ilustrasi yang menggambarkan keadaan lokal dari suatu cekungan, sering pula disiapkan dalam rangka
pembuatan peta fasies, atau bahkan menggambarkan runtunan stratigrafi seluruh cekungan. Pada umumnya
penampang stratigrafi menggambarkan dua demensi dari litologi dan/atau ciri struktur dari suatu unit
stratigrafi atau unit yang memotong suatu wilayah geografi.
Diagram Pagar
Informasi stratigrafi dapat pula disajikan dalam diagram pagar yang menggambarkan pandangan
tiga dimensi stratigrafi dari suatu daerah atau wilayah tertentu. Dengan cara ini hubungan antar satuan
stratigrafi dapat dilihat dengan jelas. Sayangnya, bagian pagar depan akan menutup sebagian belakangnya;
sehingga menyulitkan pembuat untuk menyuguhkan gambar yang baik dan jelas.
Peta Struktur
Untuk menggambarkan bentuk dan orientasi cekungan serta geometri pengisian cekungan
diperlukan peta struktur. Pada dasarnya, kontur pada peta ini adalah kumpulan titik-titik yang mempunyai
elevasi sama dari bagian atas atau bawah suatu datum tertentu. Struktur lokal seperti antiklin dan sinklin
dapat dengan mudah dikenali pada peta jenis ini. Peta struktur ini sangat berguna dalam eksplorasi baik
hidrokarbon maupun mineral dan batubara. Dasar cekungan dapat digambarkan dengan peta ini, apabila
menggunakan datum bagian bawah lapisan tertua pengisi cekungan yang bersangkutan. Dengan begitu
topografi purba dapat diinterpretasi dengan mudah.
Peta Isopak
Peta isopak adalah suatu peta yang konturnya menghubungkan titik-titik yang mempunyai
ketebalan sama dari suatu lapisan atau satuan batuan. Ketebalan suatu satuan batuan tergantung dari
kecepatan pasokan sedimen dan ruang yang tersedia pada cekungan. Ruang pada cekungan merupakan
fungsi dari geometri cekungan dan kecepatan subsiden cekungan. Bagian yang menebal secara abnormal
merupakan pusat pengendapan, sebaliknya yang menipis abnormal adalah daerah yang sebelum
pengendapan merupakan tinggian atau sudah lebih banyak tererosi setelah pengendapan. Dengan peta jenis
ini dapat digambarkan keadaan cekungan sebelum dan selama pengendapan, sehingga apabila dilakukan
analisa peta isopak untuk setiap satuan pada cekungan dimana mereka diendapkan, akan mendapatkan
informasi perubahan struktur cekungan dari waktu ke waktu.
Peta Paleogeologi
Peta paleogeologi adalah peta yang menggambarkan kondisi geologi tertentu di bawah atau di atas
suatu unit tertentu. Sebagai contoh, kita dapat mengupas semua satuan batuan mulai dari unit stratigrafi
tertentu untuk melihat satuan batuan di bawah unit stratigrafi tertentu tersebut. Kemudian kita gambarkan
peta geologi di atas alas satauan batuan tersebut. Peta semacam ini disebut peta superkrop (supercrop map).
Dengan yang cara sama, satuan batuan di atas suatu formasi atau tubuh batuan tertentu dapat pula
digambarkan. Peta superkrop umumnya dibuat pada batas ketidakselarasan, tetapi dapat pula dibuat pada
suatu satuan batuan yang mempunyai ciri tertentu. Manfaat peta jenis ini adalah untuk interpretasi pola
aliran purba, pola pengisian cekungan, pergeseran garis pantai, penimbunan secara gradual dari
paleotopografi.
Peta Litofasies
Peta fasies menggambarkan vareasi sifat litologi atau biolofi dari satuan stratigrafi tertentu (Boggs,
2001). Peta fasies yang umum dipakai adalah peta litofasies dimana menyajikan beberapa aspek komposisi
dan tekstur batuan. Peta litofasies yang umum dipakai adalah:
a. peta perbandingan klastik (clastic-ratio map) dan
b. peta litofasies tiga komponen.
Peta perbadingan klastik menunjukkan kontur dari perbandingan klastik yang sebanding. Sedangkan
perbandingan klastik adalah perbandingan dari jumlah kumulatif ketebalan endapan klastik dan jumlah
kumulatif endapan non-klastik, sebagai contoh:
Peta jenis ini sangat bermafaat untuk melihat hubungan litologi dengan tepi cekungan dimana sedimen
tersebut diendapkan. Tentu saja bagian yang nilai perbandingan klastiknya relatif tinggi menunjukan bagian
tersebut dekat dengan asal batuan atau sangat mungkin tepi cekungan. Sedangkan bagian yang nilai
perbandingan klastiknya rendah menunjukkan bagian tersebut relatif jauh dari tepi cekungan. Dengan peta
ini juga dapat diketahui arah tranportasi sedimen secara regional dalam cekungan itu.
Peta litofasies tiga komponen menyajikan rata-rata atau pola kelimpahan relatif dalam suatu satuan
stratigrafi dari tiga komponen litofasies (Boggs, 2001).
Analisa arus purba dapat dilakukan dengan mempelajari secara mendalam dari berbagai struktur sedimen,
seperti silang siur, alur sungai, dan ripple mark. Geometri dan kecenderungan dari suatu unit batuan sering
dapat membantu untuk interpretasi lingkungan pengendapan dan arah arus purba. Orientasi dari kepingan
batuan berbutir besar (seperti kerakal dan brangkal), ketebalan lapisan, vareasi litologi dalam suatu lapisan
dapat dipakai untuk interpretasi arah arus purba dan lokasi asal atau sumber batuan.
Vareasi litologi dari batuan asal dipelajari dari berbagai jenis mineral dan kepingan batuan yang dijumpai
pada suatu batuan sedimen klastika.
Referensi :
- http://jojogeos.blogspot.co.id/2014/09/analisa-cekungan-sedimen-para-ahli.html
- https://gunoso.wordpress.com/2012/03/20/klasifikasi-cekungan-sedimen/
- https://id.wikipedia.org/wiki/Basin
- https://ptbudie.com/tag/basin/