PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Para ahli sedimentologi mempelajari batuan sedimen untuk mengetahui
sejarah geologi dan potensi ekonomi dari batuan tersebut. Untuk itu, diperlukan
studi yang bersifat terpadu dari berbagai cabang ilmu geologi, termasuk di
dalamnya sedimentologi, stratigrafi, dan tektonik. Dengan demikian dapat
diketahui secara menyeluruh batuan sedimen yang mengisi suatu cekungan
sehingga dapat dipergunakan sebagai bahan untuk menginterpretasi sejarah
geologi dan membuat evalusasi potensi ekonominya (Boggs, 1995; 2001). Studi
terpadu seperti ini dikenal dengan sebutan analisa cekungan sedimen (basin
analysis).
Pada perkembangan teori geosinklin, sebagian para ahli geologi berpikir
bahwa batuan sedimen yang umumnya diendapkan di laut dangkal pada suatu
geosinklin, dan terus mengalami subsiden. Sejalan dengan berkembangnya teori
tektonik lempeng pada awal 1960an, pendapat itu mulai tersisih. Saat ini para ahli
geologi menemukan berbagai jenis cekungan dengan berbagai mekanisme
pembentukannya. Secara umum, titik berat perhatian pada analisa cekungan
sedimen adalah pada tektonik global pembentukan cekungan dan berbagai proses
yang mengontrolnya (termasuk perubahan muka laut, pasokan sedimen, dan
penurunan cekungan).
2. Rumusan masalah
a. Pengertian Cekungan Sedimen
b. Menjelaskan Klasifikasi Cekungan
c. Menjelaskan Tipe-tipe cekungan
3. Tujuan
Tujuan dari penulisan ini adalah, agar kita dapat mengetahui cekungan sedimen
dalam kerangka lempeng tektonik.
BAB II
PEMBAHASAN
Kerak merupakan bagian paling luar kulit bumi yang memiliki densitas kecil.
Kerak samudera merupakan yang paling tipis dengan ketebalan berkisar 4 – 10
km, dan rata-rata sekitar 10 km. Densitas rata-rata sekitar 2900 kg/m3. Hal ini
menghasilkan tingkatan kerak yang mencerminkan model pembentukannya. Layer
1 (paling atas) tersusun oleh sedimen yang belum terkonsolidasi (ketebalan + 0.5
km). Sedangkan layer 2 tersusun oleh batuan basaltis dan lava bantal yang
berasosiasi dengan produk dari erupsi gunung api bawah laut.
Layer 3 tersusun oleh batuan gabro dan peridotit yang kemungkinan merupakan
batuan sumber yang terdiferensiasi menghasilkan batuan basaltis pada layer 2.
Umur kerak samudra cukup pendek (pada masa sekarang, paling tua berumur
Yura), disebabkan oleh pendinginan kerak yang menjadikan kerak samudera tidak
stabil secara gravitasional sehingga pada daerah konvergen, kerak samudera
senantiasa menujam dan mengalami peleburan.
b. Kerak Benua
Kerak benua lebih tebal, berkisar antara 30 – 70 km tetapi rata-rata sekitar 35 km.
Secara umum kerak benua ini dapat dibagi menjadi dua bagian (layer), yaitu
bagian atas yang tersusun oleh granit, granodiorit dan diorit; sedangkan bagian
bawah tersusun oleh batuan tekanan tinggi seperti granulit, eklogit dan amfibolit.
Batas antara kerak benua maupun kerak samudera dengan mantel dibawahnya,
berdasarkan survey geofisika memperlihatkan adanya suatu velositas rendah (low
velocity channel). Horison inilah yang dikenal sebagai Mohorovicic
discontinuityatau Moho.
c. Mantel
Mantel bumi dibagi menjadi dua bagian, yaitu mantel atas dan mantel bawah.
Mantel atas memiliki ketebalan kurang lebih 680 km + 20 km dan dibatasi oleh
fase transisi. Mantel ini menerus hingga bagian terluar core pada kedalaman 2900
km, dengan densitas yang semakin meningkat bersamaan dengan pertambahan
kedalaman.
2. Klasifikasi Cekungan Sedimen
Pembentukan cekungan sedimen erat hubungannya dengan gerakan kerak dan
proses tektonik yang dialami lempeng. Ingersol dan Busby (1995) menunjukkan
bahwa cekungan sedimen dapat terbentuk dalam 4 (empat) tataan tektonik:
divergen, intraplate, konvergen dan transform). Menurut Dickinson, 1974 dan
Miall, 1999; klasifikasi cekungan sedimen dapat berdasarkan pada:
Mekanisme penendatan disariakan dari Dickinson (1993 dan Ingersol dan Busby
(1995)
3. Tipe Cekungan
Pergerakan Lempeng
Studi pergerakan lempeng ini didasarkan atas studi kegempaan dan observasi
distribusi dari episenter gempa serta liniasi magnetik dari cekungan samudera.
Lempeng litosfer dapat secara mudah mengalami deformasi dengan arah
pergerakan horisontal dibandingkan arah pergerakan vertikal. Pergerakan
horisontal lempeng litosfer ini pada akhirnya membentuk tiga macam batas
lempeng, yaitu :
Pada batas konvergen lainnya dimana dua masa benua saling bertumbukan maka
akan membentuk suatu zona collision yang sangat besar karena kedua kerak benua
tersebut tidak bisa saling menujam akibat massa benua yang lebih ringan
dibandingkan kerak samudera.
Walaupun secara umum kerak samudera yang menujam dibawah kerak samudera
ataupun kerak benua, dalam sedikit kasus (misal di Taiwan) terjadi penujaman
kerak benua dibawah kerak samudera. Hal ini sangat ditentukan oleh besarnya
bouyancy dari lempeng yang bertumbukan.
Renggang (Rift)
Cekungan akibat perenggangan ini umumnya sempit tetapi memanjang, dibatasi
oleh lembah patahan. Ukuran berkisar dari beberapa km sampai sangat lebar
seperti pada Sistem Renggangan Afrika Timur, dimana mempunyai lebar 30-40
km dan panjang hampir 300 km. Cekungan ini dapat terbentuk oleh berbagai
tataan tektonik, namun yang paling umum oleh divergen. Perenggangan lempeng
benua seperti antara Amerika Utara dan Eropa terjadi pada Trias menghasilkan
Punggungan Tengah Atlantik (Mid-Atlantic Ridge). Sistem renggangan pada
Afrika Timur merupakan contoh sistem renggangan modern.
Aulakogen (Aulacogen)
Aulakogen adalah jenis khusus dari renggangan yang menyudut besar terhadap
tepian benua, dimana umumnya dianggap sebagai renggangan tetapi gagal dan
kemudian diaktifkan kembali selama tektonik konvergen. Palung yang sempit tapi
panjang dapat menggapai sampai kraton benua dengan sudut besar dari lajur sesar.
Sedimen yang mengisi cekungan jenis ini dapat berupa sedimen darat (misalnya
kipas aluvium), endapan paparan, dan endapan yang lebih dalam seperti endapan
turbit. Contoh aulakogen di antaranya Renggangan Reelfoot yang berumur
Paleozoik dimana Sungai Misisipi mengalir dan Palung Benue yang berumur
Kapur dimana Sungai Niger membelahnya.
Sedimen terendapkan pada sistem subduksi ini lebih dikuasai oleh endapan
silisiklastik yang umumnya berupa batuan gunungapi berasal dari busur
gunungapi. Endapan ini dapat berupa pasir dan lumpur yang terendapkan pada
paparan, lumpur dan endapan turbit terendapkan dalam air yang lebih dapam pada
lereng, cekungan, dan parit. Sedimen pada parit dapat berupa endapan terigen
yang terangkut oleh arus turbit dari daratan, bersamaan dengan sedimen dari
lempeng samodra yang tersubduksikan. Ini umumnya membentuk kompleks
akrasi. Batuan campuraduk (melange) dapat terbentuk pada daerah akrasi ini,
yang dicirikan oleh percampuran dari batuan berbagai jenis yang tertanam pada
masa dasar yang mengkilap (sheared matrix).
Contoh yang baik dari sistem subduksi ini adalah subduksi Sumatra, Jepang, Peru,
Chili dan Amerika Tengah. Contoh cekungan busur muka purba di antaranya
adalah cekungan busur muka Great Valley, Kalifornia; Midland Valley, Inggris
dan Coastal range, Taiwan. Contoh cekungan busur belakang di antaranya terjadi
pada Jura Akhir – Awal Kapur terbentuk di belakang Busur Andean di Chili
selatan.
Sedimen yang mengisi suatu cekungan merupakan faktor yang sangat penting
untuk dipelajari dalam analisa cekungan sedimen yang bersangkutan. Sedimen
tersebut dipelajari bagaimana proses terbentuknya, sifat batuan dan aspek
ekonominya. Proses pembentukan sedimen meliputi pelapukan, erosi, transportasi
dan pengendapan, sifat-sifat fisik, kimia dan biologi batuan; lingkungan
pengendapan, dan posisi stratigrafi. Beberapa faktor yang mempengaruhi proses
pengendapan dan sifat sedimen adalah:
Sebagai bahan untuk analisa cekungan, dibutuhkan berbagai data, mulai data dari
singkapan sampai data bawah permukaan. Data tersebut termasuk data hasil
pemboran dalam, studi polarisasi magnetik dan eksplorasi geofisika. Pembahasan
berikut ini secara singkat akan diketengahkan teknik analisa cekungan yang
umum dilakukan.
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Cekungan sedimen adalah suatu daerah rendahan, yang terbentuk oleh proses
tektonik, dimana sedimen terendapkan atau akibat adanya penurunan
permukaan bumi. Dengan demikian cekungan sedimen merupakan depresi
sehingga sedimen terjebak di dalamnya. Depresi ini terbentuk oleh suatu
proses nendatan (subsidence) dari permukaan bagian atas suatu kerak.
Berbagai penyebab yang menghasilkan nendatan, di antaranya adalah:
penipisan kerak, penebalan mantel litosper, pembebanan batuan sedimen dan
gunungapi, pembebanan tektonik, pembebanan subkerak, aliran atenosper dan
penambahan berat kerak.