Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

CEKUNGAN SEDIMEN DALAM


KERANGKA TEKTONIK LEMPENG

Disusun Oleh :

Nama : Valentino Glory Koloay


NIM : 1801014
KELAS : TEKNIK PERMINYAKAN A

JURUSAN TEKNIK PERMINYAKAN


SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI MINYAK & GAS BUMI
BALIKPAPAN
2019
DAFTAR ISI

COVER 1
DAFTAR ISI 2

KATA PENGANTAR 3

BAB 1 PENDAHULUAN 4

1.1. Rumusan Masalah 4

1.2. Tujuan 4

BAB 2 PEMBAHASAN 5

2.1. Pengertian Cekungan 5

2.2. Zonasi Komposisi Bumi 6

2.3. Zonasi Reologi Bumi 8

2.4. Pergerakan Lempeng 9

BAB 3 PENUTUP 12

3.1. Kesimpulan 12

DAFTAR PUSTAKA 13
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas Tuhan YME yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-
Nya. Sehingga kami dapat menyelesaikan makalh ini guna memenuhi tugas
individu untuk mata kuliah Prinsip Stratigrafi dan Penegndapan, dengan
judul:”Cekungan Sedimen Dalam Kerangka Tektonik Lempeng”.

Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini tidak terlepas dari
bantuan banyak pihak yang dengan tulus memberikan doa, saran, dan kritik
sehingga makalah ini dapat terselesaikan.

Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna
dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang kami miliki. Oleh
karena itu, kami mengharapkan segala bentuk saran serta masukan bahkan kritik
yang membangun dari berbagai pihak. Akhirnya kami berharap semoga makalah
ini dapat memberikan manfaat bagi perkembangan dunia pendidikan.

Rabu, 27 Maret 2019

Penulis

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan cekungan sedimen.
2. Bagaimana proses terbentuknya cekungan sedimen.
3. Apa saja zonasi komposisi bumi.
4. Apa yang dimaksud zonasi reologi bumi.
5. Bagaimana proses pergerakan lempeng bumi.

1.2 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian cekungan sedimen
2. Untuk mengetahui proses terbentuknya cekungan sedimen
3. Untuk mengetahui macam-macam zonasi komposisi bumi
4. Untuk mengetahui pengertian zonasi reologi bumi
5. Untuk mengetahui proses pergerakan lempeng bumi
BAB 2

PEMBAHASAN

2.1 Cekungan sedimen merupakan tempat dimana permukaan bumi mengalami


subsidensi untuk selang waktu yang relatif lama. Mekanisme yang memicu
subsidensi itu ujung-ujungnya berkaitan dengan proses-proses yang bekerja pada
bagian bumi yang relatif tegar dan dingin yang disebut litosfir. Litosfir disusun
oleh sejumlah lempeng yang bergerak satu terhadap yang lain. Dengan demikian,
cekungan sedimen lahir dan berkembang pada lingkungan tektonik lempeng
tertentu. Bagian interior bumi disusun oleh sejumlah zona yang satu sama lain
berbeda komposisi dan/atau sifat rheologinya. Zona-zona utama dari bumi,
apabila dilihat dari komposisinya, adalah kerak, selubung, dan inti. Kerak disusun
oleh batuan yang densitasnya relatif rendah serta ditutupi oleh selimut batuan
sedimen. Pembagian yang didasarkan pada komposisi tidak selalu sejalan dengan
pembagian berdasarkan rheologi. Batas utama zona rheologi adalah batas antara
litosfir dengan astenosfir yang terletak dibawahnya. Litosfir cukup tegar sehingga
memungkinkan adanya lempeng yang relatif koheren. Bagian bawah litosfir
dicirikan oleh isoterm yang khas (sekitar 1330oC) dan biasa disebut thermal
lithosphere. Bagian atasnya (dengan ketebalan sekitar 50 km) mampu menyimpan
elastic stress untuk rentang waktu yang relatif lama. Bagian atas itu dinamakan
elastic lithosphere. Litosfir benua memiliki profil kekuatan, dari atas ke bawah,
yang mengindikasikan bahwa di bagian bawah kerak terdapat suatu zona likat.
Zona yang disebut terakhir ini memisahkan bagian atas litosfir benua yang tegar
dengan selubung atas yang juga tegar. Dengan demikian, litosfir benua memiliki
struktur yang mirip dengan sandwich. Litosfir samudra, di lain pihak, tidak
mengandung zona likat seperti itu; kekuatan litosfir samudra makin bertambah
sejalan dengan bertambahnya kedalaman. Transisi dari zona likat dengan zona
getas pada litosfir samudra terletak dalam selubung atas. Pergerakan relatif
lempeng-lempeng litosfir menyebabkan terjadinya deformasi dan kegempaan
yang semua terkonsentrasi pada batas-batas lempeng. Ada tiga tipe batas lempeng,
yakni:
1. Batas divergen, misalnya pusat pemekaran pada punggungan tengah samudra.

2. Batas konvergen yang berasosiasi dengan pemendekan, misalnya zona


tumbukan benua.

3. Batas konservatif yang dicirikan oleh strike-slip deformation. Cekungan


sedimen digolongkan terutama berdasarkan tipe substratum litosfirnya (cekungan
samudra, cekungan benua, dan cekungan transisi), berdasarkan posisi relatifnya
terhadap batas lempeng (cekungan intrakraton, cekungan tepi lempeng), serta
berdasarkan tipe tepi lempeng yang terletak paling dekat dengan cekungan itu
(batas divergen, konvergen, transform). Skema penggolongan cekungan yang
banyak digunakan oleh para ahli, yakni skema yang disusun oleh Bally & Snelson
(1980), terdiri dari tiga kategori utama cekungan sbb:

1.Cekungan-cekungan yang terletak pada litosfir yang getas, relatif tidak


terdeformasi, serta berasosiasi dengan pembentukan megasuture.

2. Cekungan-cekungan yang berasosiasi dengan, namun terletak di luar,


megasuture pada litosfir yang getas dan relatif tidak terdeformasi.

3. Cekungan-cekungan yang terletak di atas dan sebagian besar hanya terbatas


dalam wilayah megasuture. Berikut akan dikemukakan mekanisme-mekanisme
pembentukan cekungan sedimen. Mekanisme pembentukan setiap cekungan dapat
dimasukkan ke dalam salah satu kategori tersebut, meskipun dalam perkembangan
evolutifnya suatu cekungan dapat berkembang melalaui ketiga mekanisme
tersebut. Mekanisme-mekanisme yang dimaksud adalah: Mekanisme termal murni
(purely thermal mechanism), misalnya pendinginan dan subsidensi litosfir
samudra sewaktu bergerak menjauhi pusat pemekaran. Perubahan ketebalan
kerak/litosfir. Penipisan kerak akibat peregangan (stretching) disertai dengan
subsidensi yang dikontrol oleh sesar-sesar ekstensional. Penipisan litosfir
menyebabkan terjadinya thermal uplift. Pembebanan litosfir menyebabkan
terjadinya defreksi atau flexural deformation dan, pada gilirannya, subsidensi.
Contoh pembebanan litosfir yang menyebabkan terjadinya subsidensi adalah apa
yang terjadi pada foreland basins. Dilihat dari kacamata genetik, ada dua tipe
utama cekungan sedimen: (1) cekungan yang terbentuk akibat peregangan litosfir
dan (2) cekungan yang terbentuk akibat flexure litosfir benua dan samudra. Selain
itu, kita dapat menambahkan (3) cekungan-cekungan yang berkaitan dengan
strike-slip atau megashear serta dicirikan oleh peregangan lokal yang terjadi
dalam zona-zona sesar yang kompleks.

Mekanisme pembentukan cekungan sedimentasi dapat dikelompokkan


menjadi tiga kelompok mekanisme, walaupun pada kenyataannya tiga mekanisme
ini dapat mempengaruhi pembentukan cekungan secara langsung. Tiga
mekanisme tersebut adalah :

1. Purely thermal mechanism, misalnya pendinginan dan penurunan dari


oceanic lithosphere seiring dengan pergerakannya menjauhi pusat
pemekaran.
2. Perubahan dalam ketebalan kerak/litosfer, misalnya penipisan kerak
akibat adanya mekanisme pergerakan sesar ekstensional yang mengontrol
penurunan cekungan, yang juga mengakibatkan adanya thermal uplift pada
lempeng yang menipis.
3. Pembebanan litosfer, disebabkan oleh defleksi atau adanya deformasi
fleksural dimana sebelumnya pernah terjadi subsidence.

Pembelajaran mengenai mekanisme pembentukan cekungan ini ditinjau


dari prospek hidrokarbon sangatlah memegang peranan penting.
Pembentukan batuan sumber (biasa disebut oil kitchen) hampir selalu
berasosiasi dengan endapan sedimen yang tebal (rata-rata mencapai 1 km)
yang umum terjadi pada deposisi yang dikontrol oleh penurunan cekungan.
Selain itu, pada blok-blok kontinen yang naik (uplift) sangat umum
terbentuk build up karbonat yang juga memiliki potensi terutama sebagai
reservoar dan cebakan stratigrafis.

2.2 Zonasi Komposisi Bumi


a. Kerak samudera
Kerak merupakan bagian paling luar kulit bumi yang memiliki
densitas kecil. Kerak samudera merupakan yang paling tipis dengan
ketebalan berkisar 4 – 10 km, dan rata-rata sekitar 10 km. Densitas rata-
rata sekitar 2900 kg/m3. Hal ini menghasilkan tingkatan kerak yang
mencerminkan model pembentukannya. Layer 1 (paling atas) tersusun
oleh sedimen yang belum terkonsolidasi (ketebalan + 0.5 km). Sedangkan
layer 2 tersusun oleh batuan basaltis dan lava bantal yang berasosiasi
dengan produk dari erupsi gunung api bawah laut. Layer 3 tersusun oleh
batuan gabro dan peridotit yang kemungkinan merupakan batuan sumber
yang terdiferensiasi menghasilkan batuan basaltis pada layer 2. Umur
kerak samudra cukup pendek (pada masa sekarang, paling tua berumur
Yura), disebabkan oleh pendinginan kerak yang menjadikan kerak
samudera tidak stabil secara gravitasional sehingga pada daerah
konvergen, kerak samudera senantiasa menujam dan mengalami
peleburan.

b. Kerak benua

Kerak benua lebih tebal, berkisar antara 30 – 70 km tetapi rata-rata


sekitar 35 km. Secara umum kerak benua ini dapat dibagi menjadi dua
bagian (layer), yaitu bagian atas yang tersusun oleh granit, granodiorit dan
diorit; sedangkan bagian bawah tersusun oleh batuan tekanan tinggi seperti
granulit, eklogit dan amfibolit.

Batas antara kerak benua maupun kerak samudera dengan mantel


dibawahnya, berdasarkan survey geofisika memperlihatkan adanya suatu
velositas rendah (low velocity channel). Horison inilah yang dikenal
sebagai Mohorovicic discontinuityatau Moho.

c. Mantel
Mantel bumi dibagi menjadi dua bagian, yaitu mantel atas dan mantel
bawah. Mantel atas memiliki ketebalan kurang lebih 680 km + 20 km dan
dibatasi oleh fase transisi. Mantel ini menerus hingga bagian terluar core
pada kedalaman 2900 km, dengan densitas yang semakin meningkat
bersamaan dengan pertambahan kedalaman.

2.3 Zonasi Reologi Bumi

Zonasi reologi yang menarik untuk dipelajari adalah pemisahan antara


litosfer dan astenosfer. Hal ini dikarenakan pergerakan vertikal (uplift atau
subsidence) dalam cekungan sedimentasi hampir semuanya merupakan
respon terhadap adanya zonasi reologi ini. Ketebalan umum dari litosfer
berkisar antara 5 km pada punggungan tengah samudera hingga 100 km pada
bagian paling dingin samudera. Pada daerah kontinen, bagian bawah dari
litosfer ini lebih sulit dikenali. Perubahan yang terjadi secara bertahap pada
kecepatan gelombang S dan P memberikan kemungkinan bahwa litosfer
memiliki batas/zonasi komposisi diantaranya.

Kekerasan (rigidity) dari litosfer ini memungkinkan litosfer membentuk


suatu lempeng yang koheren, tetapi hanya bagian atasnya saja yang memiliki
kekerasan yang cukup untuk menahan tegangan elastis dalam rentang waktu
geologi (misalnya 109 tahun). Dibawah pergerakan litosfer elastis ini,
terdapat perbedaan konseptual dan fisik antara litosfer elastik dan litosfer
termal.

Litosfer samudera dan benua memiliki perbedaan dalam kekuatannya


(gambar 1). Litosfer samudera memiliki kekuatan (strength) paling besar
pada kedalaman 20 – 60 km, dimana semakin dalam lagi litosfer akan
semakin ductile.
Gambar 1. perbandingan kekuatan (strength) antara litosfer samudera
dan benua.

Ke arah dalam lagi dari litosfer, terdapat astenosfer yang sangat lunak dan
dapat mengalami deformasi dengan relatif mudah oleh aliran. Bagian atas dari
astenosfer dikenal sebagai zona kecepatan rendah dimana transmisi kecepatan
gelombang S dan P turun secara bertahap, kemungkinan disebabkan oleh
adanya partial melting.

2.4 Pergerakan Lempeng

Studi pergerakan lempeng ini didasarkan atas studi kegempaan dan


observasi distribusi dari episenter gempa serta liniasi magnetik dari cekungan
samudera. Lempeng litosfer dapat secara mudah mengalami deformasi
dengan arah pergerakan horisontal dibandingkan arah pergerakan vertikal.
Pergerakan horisontal lempeng litosfer ini pada akhirnya membentuk tiga
macam batas lempeng, yaitu :
a. Batas lempeng divergen
Dicirikan oleh pusat pemekaran tengah samudera. Sesar transform
dengan offset strike-slip displacement dari batas divergen, menghasilkan
pola yang sangat tersegmentasi.

b. Batas lempeng konvergen


Disebut juga dengan edge of consumption atau subduction zone,
yang merupakan garis sepanjang dua lempeng yang bergerak saling
mendekat dimana lempeng yang lebih tua menujam masuk ke dalam
menuju mantel yang kemudian akan mengalami peleburan. Batas
konvergen ditandai oleh adanya bentukan palung pada daerah penujaman
kerak samudra. Selain itu, juga akan terbentuk busur-busur volkanik dan
kepulauan.

Pada batas konvergen lainnya dimana dua masa benua saling


bertumbukan maka akan membentuk suatu zona collision yang sangat
besar karena kedua kerak benua tersebut tidak bisa saling menujam akibat
massa benua yang lebih ringan dibandingkan kerak samudera.

Walaupun secara umum kerak samudera yang menujam dibawah


kerak samudera ataupun kerak benua, dalam sedikit kasus (misal di
Taiwan) terjadi penujaman kerak benua dibawah kerak samudera. Hal ini
sangat ditentukan oleh besarnya bouyancy dari lempeng yang
bertumbukan.

c. Batas lempeng konservatif (transform)


Pembentukan batas konservatif ini terjadi disepanjang dua lempeng
yang saling berbapasan satu sama lainnya. Patahan pada batas transform
ditandai oleh adanya zona batuan yang terhancurkan secara intensif.
Indikasi aktivitas deformasi batuan yang intensif ini dicirikan oleh
munculnya aktivitas kegempaan yang berskala besar (kedalaman pusat
gempa mencapai 20 km).
Gambar 2. Mekanisme deformasi lempeng pada pusat pemekaran.
Pergerakan utama berupa dip-slip yang ditunjukkan oleh bentukan
elipsoid yang menyerupai bola pantai.

Sykes (1967) melakukan studi pergerakan lempeng di punggungan tengah


Atlantik, dan menemukan bahwa mekanisme pergerakan pada batas lempeng
berupa pergerakan strike-slip. Akan tetapi studi pertama dari pergerakan
lempeng ini menunjukkan bahwa mekanisme pergerakan lempeng di mid-
oceanic ridge berupa dip-slip dan ekstensional (gambar 2).
BAB 3

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Cekungan sedimen merupakan suatu daerah/lingkungan yang terbentuk


akibat adanya penurunan permukaan bumi.

Secara keseluruhan terdapat tiga tipe batas lempeng berdasarkan arah


pergerakannya yaitu : Batas lempeng divergen, Batas lempeng konvergen,
dan Batas lempeng fault (transform).

Mekanisme pembentukan cekungan sedimentasi dapat dikelompokkan


menjadi tiga kelompok mekanisme : Purely thermal mechanism, Perubahan
dalam ketebalan kerak/litosfer, dan Pembebanan litosfer.

Kerak merupakan bagian paling luar kulit bumi yang memiliki densitas
kecil. Kerak samudera merupakan yang paling tipis dengan ketebalan berkisar
4 – 10 km, dan rata-rata sekitar 10 km. Densitas rata-rata sekitar 2900 kg/m3.
DAFTAR PUSTAKA

Anonimous. (2014). Analisa cekungan sedimen para ahli.


http://jojogeos.blogspot.com/2014/09/analisa-cekungan-sedimen-para-
ahli.html. Diakses pada Jum’at, 22 Maret 2019.

Flysh Geost. (2017). Cekungan sedimen alam kerangka tektonik lempeng.


https://www.geologinesia.com/2017/12/cekungan-sedimen-dalam-kerangka-
tektonik-lempeng.html. Diakses pada Jum’at, 22 Maret 2019.

Anda mungkin juga menyukai