Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

CEKUNGAN SEDIMEN DALAM


KERANGKA TEKTONIK LEMPENG

Disusun Oleh :

Nama : Untung Ana Monika


NIM : 1801043
KELAS : TEKNIK PERMINYAKAN A

JURUSAN TEKNIK PERMINYAKAN


SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI MINYAK & GAS BUMI
BALIKPAPAN
2019
DAFTAR ISI

COVER 1
DAFTAR ISI 2

KATA PENGANTAR 3

BAB 1 PENDAHULUAN 4

1.1. Rumusan Masalah 4

1.2. Tujuan 4

BAB 2 PEMBAHASAN 5

2.1. Pengertian Cekungan 5

2.2. Zonasi Komposisi Bumi 6

2.3. Zonasi Reologi Bumi 8

2.4. Pergerakan Lempeng 9

BAB 3 PENUTUP 12

3.1. Kesimpulan 12

DAFTAR PUSTAKA 13
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah senantisa kami panjatkan kehadirat Allah SWT


yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya. Sehingga kami dapat
menyelesaikan makalh ini guna memenuhi tugas individu untuk mata kuliah
Prinsip Stratigrafi dan Penegndapan, dengan judul:”Cekungan Sedimen Dalam
Kerangka Tektonik Lempeng”.

Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini tidak terlepas dari
bantuan banyak pihak yang dengan tulus memberikan doa, saran, dan kritik
sehingga makalah ini dapat terselesaikan.

Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna
dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang kami miliki. Oleh
karena itu, kami mengharapkan segala bentuk saran serta masukan bahkan kritik
yang membangun dari berbagai pihak. Akhirnya kami berharap semoga makalah
ini dapat memberikan manfaat bagi perkembangan dunia pendidikan.

Rabu, 27 Maret 2019

Penulis
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan cekungan sedimen.
2. Bagaimana proses terbentuknya cekungan sedimen.
3. Apa saja zonasi komposisi bumi.
4. Apa yang dimaksud zonasi reologi bumi.
5. Bagaimana proses pergerakan lempeng bumi.

1.2 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian cekungan sedimen
2. Untuk mengetahui proses terbentuknya cekungan sedimen
3. Untuk mengetahui macam-macam zonasi komposisi bumi
4. Untuk mengetahui pengertian zonasi reologi bumi
5. Untuk mengetahui proses pergerakan lempeng bumi
BAB 2

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Cekungan

Cekungan sedimen merupakan suatu daerah/lingkungan yang terbentuk akibat


adanya penurunan permukaan bumi. Pengontrol utama pembentukan cekungan ini
berkaitan dengan bagian luar bumi yang rigid dan dingin yang biasa disebut
sebagai litosfer. Batas paling tegas dari bagian tubuh bumi adalah batas antara
litosfer dan astenosfer. Litosfer merupakan bagian yang paling luar dengan
karakteristik yang rigid dan relatif membentuk suatu lempeng yang koheren.

Batas litosfer ini dicirikan oleh adanya suatu karakteristik isoterm (1.330°C) dan
seringkali disebut sebagai litosfer termal. Bagian atas dari litosfer termal ini
(ketebalan + 50 km), dapat menyimpan/mengakomodir tegangan elastis dalam
periode waktu yang lama sehingga seringkali disebut sebagai litosfer elastis.

Pergerakan lempeng litosfer diatas astenosfer menghasilkan suatu zona deformasi


dan kegempaan di sepanjang batas lempeng. Secara keseluruhan terdapat tiga tipe
batas lempeng berdasarkan arah pergerakannya yaitu :

1. Batas lempeng divergen, sebagai contoh adalah pemekaran lantai


samudra di mid oceanic ridge
2. Batas lempeng konvergen, berasosiasi dengan pemampatan kerak
(shortening) seperti pada daerah kolisi kontinen.
3. Batas lempeng fault (transform), berasosiasi dengan mekanisme
strike-slip fault.
Mekanisme pembentukan cekungan sedimentasi dapat dikelompokkan menjadi
tiga kelompok mekanisme, walaupun pada kenyataannya tiga mekanisme ini
dapat mempengaruhi pembentukan cekungan secara langsung. Tiga mekanisme
tersebut adalah :

1. Purely thermal mechanism, misalnya pendinginan dan penurunan dari


oceanic lithosphere seiring dengan pergerakannya menjauhi pusat
pemekaran.
2. Perubahan dalam ketebalan kerak/litosfer, misalnya penipisan kerak
akibat adanya mekanisme pergerakan sesar ekstensional yang mengontrol
penurunan cekungan, yang juga mengakibatkan adanya thermal uplift pada
lempeng yang menipis.
3. Pembebanan litosfer, disebabkan oleh defleksi atau adanya deformasi
fleksural dimana sebelumnya pernah terjadi subsidence.

Pembelajaran mengenai mekanisme pembentukan cekungan ini ditinjau dari


prospek hidrokarbon sangatlah memegang peranan penting. Pembentukan
batuan sumber (biasa disebut oil kitchen) hampir selalu berasosiasi dengan
endapan sedimen yang tebal (rata-rata mencapai 1 km) yang umum terjadi
pada deposisi yang dikontrol oleh penurunan cekungan. Selain itu, pada
blok-blok kontinen yang naik (uplift) sangat umum terbentuk build
up karbonat yang juga memiliki potensi terutama sebagai reservoar dan
cebakan stratigrafis.
2.2 Zonasi Komposisi Bumi
a. Kerak samudera
Kerak merupakan bagian paling luar kulit bumi yang memiliki
densitas kecil. Kerak samudera merupakan yang paling tipis dengan
ketebalan berkisar 4 – 10 km, dan rata-rata sekitar 10 km. Densitas rata-
rata sekitar 2900 kg/m3. Hal ini menghasilkan tingkatan kerak yang
mencerminkan model pembentukannya. Layer 1 (paling atas) tersusun
oleh sedimen yang belum terkonsolidasi (ketebalan + 0.5 km). Sedangkan
layer 2 tersusun oleh batuan basaltis dan lava bantal yang berasosiasi
dengan produk dari erupsi gunung api bawah laut. Layer 3 tersusun oleh
batuan gabro dan peridotit yang kemungkinan merupakan batuan sumber
yang terdiferensiasi menghasilkan batuan basaltis pada layer 2. Umur
kerak samudra cukup pendek (pada masa sekarang, paling tua berumur
Yura), disebabkan oleh pendinginan kerak yang menjadikan kerak
samudera tidak stabil secara gravitasional sehingga pada daerah
konvergen, kerak samudera senantiasa menujam dan mengalami
peleburan.

b. Kerak benua

Kerak benua lebih tebal, berkisar antara 30 – 70 km tetapi rata-rata


sekitar 35 km. Secara umum kerak benua ini dapat dibagi menjadi dua
bagian (layer), yaitu bagian atas yang tersusun oleh granit, granodiorit dan
diorit; sedangkan bagian bawah tersusun oleh batuan tekanan tinggi seperti
granulit, eklogit dan amfibolit.

Batas antara kerak benua maupun kerak samudera dengan mantel


dibawahnya, berdasarkan survey geofisika memperlihatkan adanya suatu
velositas rendah (low velocity channel). Horison inilah yang dikenal
sebagai Mohorovicic discontinuity atau Moho.
c. Mantel
Mantel bumi dibagi menjadi dua bagian, yaitu mantel atas dan mantel
bawah. Mantel atas memiliki ketebalan kurang lebih 680 km + 20 km dan
dibatasi oleh fase transisi. Mantel ini menerus hingga bagian terluar core
pada kedalaman 2900 km, dengan densitas yang semakin meningkat
bersamaan dengan pertambahan kedalaman.

2.3 Zonasi Reologi Bumi


Zonasi reologi yang menarik untuk dipelajari adalah pemisahan antara litosfer
dan astenosfer. Hal ini dikarenakan pergerakan vertikal (uplift atau
subsidence) dalam cekungan sedimentasi hampir semuanya merupakan respon
terhadap adanya zonasi reologi ini. Ketebalan umum dari litosfer berkisar
antara 5 km pada punggungan tengah samudera hingga 100 km pada bagian
paling dingin samudera. Pada daerah kontinen, bagian bawah dari litosfer ini
lebih sulit dikenali. Perubahan yang terjadi secara bertahap pada kecepatan
gelombang S dan P memberikan kemungkinan bahwa litosfer memiliki
batas/zonasi komposisi diantaranya.

Kekerasan (rigidity) dari litosfer ini memungkinkan litosfer membentuk


suatu lempeng yang koheren, tetapi hanya bagian atasnya saja yang memiliki
kekerasan yang cukup untuk menahan tegangan elastis dalam rentang waktu
geologi (misalnya 109 tahun). Dibawah pergerakan litosfer elastis ini,
terdapat perbedaan konseptual dan fisik antara litosfer elastik dan litosfer
termal.

Litosfer samudera dan benua memiliki perbedaan dalam kekuatannya


(gambar 1). Litosfer samudera memiliki kekuatan (strength) paling besar
pada kedalaman 20 – 60 km, dimana semakin dalam lagi litosfer akan
semakin ductile.

Gambar 1. perbandingan kekuatan (strength) antara litosfer samudera


dan benua.

Ke arah dalam lagi dari litosfer, terdapat astenosfer yang sangat lunak dan
dapat mengalami deformasi dengan relatif mudah oleh aliran. Bagian atas dari
astenosfer dikenal sebagai zona kecepatan rendah dimana transmisi kecepatan
gelombang S dan P turun secara bertahap, kemungkinan disebabkan oleh
adanya partial melting.

2.4 Pergerakan Lempeng

Studi pergerakan lempeng ini didasarkan atas studi kegempaan dan observasi
distribusi dari episenter gempa serta liniasi magnetik dari cekungan
samudera. Lempeng litosfer dapat secara mudah mengalami deformasi
dengan arah pergerakan horisontal dibandingkan arah pergerakan vertikal.
Pergerakan horisontal lempeng litosfer ini pada akhirnya membentuk tiga
macam batas lempeng, yaitu :

a. Batas lempeng divergen


Dicirikan oleh pusat pemekaran tengah samudera. Sesar transform dengan
offset strike-slip displacement dari batas divergen, menghasilkan pola
yang sangat tersegmentasi.

b. Batas lempeng konvergen


Disebut juga dengan edge of consumption atau subduction zone, yang
merupakan garis sepanjang dua lempeng yang bergerak saling mendekat
dimana lempeng yang lebih tua menujam masuk ke dalam menuju mantel
yang kemudian akan mengalami peleburan. Batas konvergen ditandai oleh
adanya bentukan palung pada daerah penujaman kerak samudra. Selain itu,
juga akan terbentuk busur-busur volkanik dan kepulauan.

Pada batas konvergen lainnya dimana dua masa benua saling bertumbukan
maka akan membentuk suatu zona collision yang sangat besar karena
kedua kerak benua tersebut tidak bisa saling menujam akibat massa benua
yang lebih ringan dibandingkan kerak samudera.

Walaupun secara umum kerak samudera yang menujam dibawah kerak


samudera ataupun kerak benua, dalam sedikit kasus (misal di Taiwan)
terjadi penujaman kerak benua dibawah kerak samudera. Hal ini sangat
ditentukan oleh besarnya bouyancy dari lempeng yang bertumbukan.

c. Batas lempeng konservatif (transform)


Pembentukan batas konservatif ini terjadi disepanjang dua lempeng yang
saling berbapasan satu sama lainnya. Patahan pada batas transform
ditandai oleh adanya zona batuan yang terhancurkan secara intensif.
Indikasi aktivitas deformasi batuan yang intensif ini dicirikan oleh
munculnya aktivitas kegempaan yang berskala besar (kedalaman pusat
gempa mencapai 20 km).

Gambar 2. Mekanisme deformasi lempeng pada pusat pemekaran.


Pergerakan utama berupa dip-slip yang ditunjukkan oleh bentukan
elipsoid yang menyerupai bola pantai.

Sykes (1967) melakukan studi pergerakan lempeng di punggungan tengah


Atlantik, dan menemukan bahwa mekanisme pergerakan pada batas lempeng
berupa pergerakan strike-slip. Akan tetapi studi pertama dari pergerakan
lempeng ini menunjukkan bahwa mekanisme pergerakan lempeng di mid-
oceanic ridge berupa dip-slip dan ekstensional (gambar 2).
BAB 3

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Cekungan sedimen merupakan daerah/lingkungan yang terbentuk karena


penurunan permukaan bumi.

batas lempeng terbagi menjadi beberapa bagian, berdasarkan arah


pergerakannya yaitu : Batas lempeng divergen, Batas lempeng konvergen,
dan Batas lempeng fault (transform).

Mekanisme pembentukan cekungan sedimentasi dapat dikelompokkan


menjadi tiga , yaitu : Purely thermal mechanism, Perubahan dalam ketebalan
kerak/litosfer, dan Pembebanan litosfer.
DAFTAR PUSTAKA

Anonimous. (2014). Analisa cekungan sedimen para ahli.


http://jojogeos.blogspot.com/2014/09/analisa-cekungan-sedimen-para-
ahli.html. Diakses pada Jum’at, 22 Maret 2019.

Flysh Geost. (2017). Cekungan sedimen alam kerangka tektonik lempeng.


https://www.geologinesia.com/2017/12/cekungan-sedimen-dalam-kerangka-
tektonik-lempeng.html. Diakses pada Jum’at, 22 Maret 2019.

Anda mungkin juga menyukai