Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia termasuk dalam lingkungan cincin api (ring of fire) yang
memiliki potensi bencana alam cukup tinggi karena berada diantara wilayah
lintasan dua jalur pegunungan, yaitu pegunungan Sirkum Pasifik dan Sirkum
Mediterania. Daerah aktif gempa bumi di Indonesia banyak terjadi di sepanjang
pertemuan lempeng tektonik Eurasia dengan India-Australia yang membentuk
busur dari Sumatera, Jawa, Bali, Nusa Tenggara sampai Maluku, tumbukan
lempeng Ocean Pasifik dengan Lempeng kontinen Australia di bagian utara Irian
dan beberapa sesar lokal seperti sesar Sumatera, sesar Palu-Koro di Sulawesi dan
beberapa sesar lokal lainya. Keberadaan interaksi antar lempeng-lempeng ini
menempatkan wilayah Indonesia pada wilayah rawan gempa.
Gempa itu terjadi berdasarkan 2 faktor yaitu gempa yang terjadi karena
lapisan kerak bumi yang keras menjadi genting dan bergerak perlahan sehingga
pecah dan bertabrakan satu sama yang lain (Gempa Tektonik ) dan gempa yang
terjadi karena letusan gunung berapi yang sangat dahsyat (Gempa Vulkanik ).
Akibat dari terjadinya gempa bumi itu sangat merugikan masyarakat karena akan
banyak korban jiwa dan bangunan – bangunan yang hancur serta fasilitas umum
yang rusak. Gempa yang terjadi akibat tabrakan antar lempengan itu akan
mempengaruhi percepatan atau pergerakan tanah pada setiap daerah.Sehingga
pada suatu daerah yang memiliki percepatan tanah yang cukup besar itu akan
mempengaruhi daerah tersebut memiliki potensi yang kuat dalam bahaya bila
terjadinya lagi gempa bumi yang cukup besar.
Wilayah Barat dikelilingi beberapa gunung berapi aktif dan jarak yang
cukup dekat dengan pantai sehingga memiliki potensi bencana alam seperti gempa
bumi dan tsunami. Dari beberapa kejadian gempa bumi yang pernah terjadi, warga
selalu terlambat untuk menyelamatkan diri atau melakukan evakuasi ke tempat
yang aman. Hal ini disebabkan informasi gempa yang dikirimkan oleh BNPB
(Badan Nasional Penanggulangan Bencana) mengalami keterlambatan dari

1
aktivitas gempa yang tercatat alat seismograph. Keterlambatan ini disebabkan
informasi gempa yang terdeteksi oleh detektor harus ditransmisikan ke satelit
terlebih dahulu, kemudian dipancarkan ke BMKG (Badan Meteorologi,
Klimatologi dan Geofisika) setelah itu baru disampaikan ke warga melalui media
mainstream, pemerintah pusat dan pihak - pihak lain yang terkait.
Pada teknologi deteksi gempa bumi yang masih konvesional, sering
ditemui kendala dalam pengumpulan data dari gempa bumi, serta adanya
ketergantungan pada tenaga manusia dalam mengoperasikan alat konvensional
tersebut. Hal ini menjadi penting untuk dikembangkan, mengingat bencana alam
gempa bumi merupakan bencana alam yang cukup sering terjadi, dan terjadi pada
kurun waktu yang begitu cepat, sehingga kesigapan dalam sistem deteksi gempa
bumi sangatlah penting nilainya.Pada makalah ini akan menjelaskan skala ricther,
pengukur getaran gempa bumi dan tektonik lempeng yang terjadi

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas, permasalahan
yang dapat diangkat pada makalah ini ialah sebagai berikut :
1. Apa yang dimaksud dengan lempeng tektonik
2. Bagaimana teori lempeng tektonik
3. Apa yang dimaksud dengan gempa bumi

1.3 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan diatas, tujuan yang dapat
diangkat pada makalah ini ialah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui yang dimaksud dengan lempeng tektonik
2. Untuk mengetahui teori lempeng tektonik
3. Untuk mengetahui yang dimaksud dengan gempa bumi

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Tektonik Lempeng


Konsep Tektonik Lempeng menjelaskan bahwa kulit bumi terdiri atas
beberapa bagian lempeng yang tegar, yang bergerak satu terhadap lainnya, di atas
massa liat astenosfir yang kecepatannya rata-rata 10 cm/tahun atau 100 KM/10
juta tahun (Morgan, 1968; Hamilton, 1970, dalam Alzwar, et al., 1987). Dalam
konsep tektonik lempeng tersebut, lempeng-lempeng (plate) kulit bumi bergerak
dari punggungan tengah samudera (mid oceanic ridge), dimana dibentuknya kerak
baru, menuju garis busur vulkanik lainnya dan menuju rantai pegunungan aktif.
Kulit bumi dibagi menjadi tujuh lempeng litosfir yang sangat besar, masing
masing terdiri atas lempeng benua maupun lempeng samudra dengan banyak
lempeng kecil (Gambar 2.7).

Sumber : Hamilton, 1979


Gambar 2.7. Lempeng – lempeng Litosfer yang menggambarkan
batas-batas yang masih aktif
Pada gambar 1 tersebut, zona pemekaran samudra digambarkan dengan
dobel garis. Zona tersebut merupakan bagian dimana lempeng-lempeng bergerak
terpisah. Garis bergerigi adalah simbol batas lempeng dimana terdapat
penunjaman (sub-duction) yaitu salah satu lempeng menunjam di dalam lempeng

3
lainnya. Garis hitam tunggal menggambarkan patahan strike-slip dimana
lempeng-lempeng saling berpapasan satu sama lainnya. Bagian yang berwarna
abu-abu adalah bagian dari kontinen, sepanjang batas lempengnya meng-alami
ekstensi, kompresi, atau strike-slip (sesar mendatar yang menyebab-kan lempeng
saling berpapasan).
Lempeng-lempeng kulit bumi bergerak dari punggungan tengah samu-dera
(mid oceanic ridge), dimana dibentuknya kerak baru, menuju garis busur vulkanik
lainnya dan menuju rantai pegunungan aktif. Lempeng-lempeng tersebut saling
bergerak, dengan cara bertumbukan, berpapas-an maupun menjauh. Apabila dua
lempeng yang berbeda sifat saling mendekat, misalnya lempeng samudra
mendekati lempeng benua, maka umumnya lempeng samudra akan masuk ditekuk
ke bawah lempeng benua. Tipe ini disebut sebagai tubrukan tipe Cordilera.
Kadang-kadang lempeng samudra yang bergerak mendekati lempeng benua akan
ditekuk ke atas sehingga seolah tersesar-sungkupkan. Gejala tubrukan seperti ini
disebut sebagai obdaksi (Alzwar et al., 1987). Proses pemekaran yang disebabkan
oleh arus konveksi dapat terjadi di benua maupun di samudra. Pemekaran di
benua dinamakan rifting, sedangkan pemekaran di samudra dikenal sebagai
spreading.
Sesar-sesar mendatar pun akan menyebabkan lempeng saling ber-papasan
Sesar ini dalam istilah tektonik lempeng dikenal sebagai transcurrent fault
(termasuk di-dalamnya adalah wrench-fault dan strike-slip fault). Sedangkan
transform fault adalah sesar mendatar yang besar dengan pergerakan mendatar,
yang ujung-ujungnya dibatasi oleh batas-batas tektonik (tectonic suture), misalnya
parit Jawa atau palung Jawa (Alzwar et al., 1987).
Batas lempeng secara luas digambarkan oleh zona gempa kegempaan aktif
(Isacks & others, 1968, dalam Hamilton, 1979). Zona-zona sempit mengikuti
pusat-pusat pemekaran samudra, patahan-patahan strike-slip, dan zona Beniof,
zona-zona luas terdapat di wilayah-wilayah melange di atas lempeng yang
menunjam, dan di bagian benua tersebar luas. Selain zona gempa aktif, pada
kontak antara dua lempeng tersebut dapat terbentuk zonasi-zonasi lain yang
memiliki aspek manfaat dan aspek kendala dengan ciri-cirinya yang khas
(Zakaria, 2004).

4
Zonasi-zonasi akibat gejala tumbukan lempeng-lempeng dalam kerak
bumi tersebut berupa:
1. Zonasi Gempa : Zona seismik yang aktif digunakan untuk iden-tifikasi batas-
batas plate.
2. Zonasi Vulkanisme: Gunungapi (vulcano) banyak muncul di sekitar sabuk
seismik yang aktif (the active seismic belt) dari bumi. Munculnya gunungapi
dapat di-gunakan untuk identifikasi batas-batas plate.
3. Zonasi Magmatisme: Magmatisme berkaitan erat dengan kontak dua buah
lempeng dari kerak bumi. Retakan-retakan akan terbentuk sebagai hasil
deformasi gaya-gaya yang bekerja . Retakan-retakan yang dalam merupakan
daerah lemah sebagai jalan aliran magma ke permukaan bumi.
4. Zonasi Mineralisasi : Akibat munculnya gejala magmatisme.
5. Zonasi Endapan Hidrokarbon: Daerah akumulasi minyakbumi & batubara.
6. Zonasi Gerakan Tanah : Pada daerah tumbukan dua lempeng struk-tur geologi
banyak berkembang dan merupakan daerah yang le-mah karena mempunyai
aspek kebencanaan bagi pengembangan wilayah/lahan.
Gugusan kepulauan Indonesia merupakan pertemuan lempeng Pasifik dan
lempeng Australia (di bagian timur), serta Lempeng Eurasia dan Lempeng Hindia
(di bagian barat). Hadirnya lempeng besar beserta lempeng yang lebih kecil
(Lempeng Caroline dan Lempeng Laut Filipina) menyebabkan tatanan tektonik
kepulauan Indonesia menjadi rumit, (Gambar 2.8).

5
Sumber : Hall, 1995
Gambar 2.8. Rekonstruksi lempeng tektonik di Indonesia
Deformasi dari kerak batuan bisa berupa lipatahan, patahan, atau kekar-
kekar yang banyak dijumpai di antara batas lempeng. Secara garis besar batas
lempeng dapat dibedakan menjadi 3 yaitu: (1). Batas divergen (2) Batas
Konvergen (3) Shear / Transform Fault. Dalam tulisan ini hanya akan membahas
batas lempeng konvergen. Penampang dari batas konvergen dan batuan
asosiasinya disampaikan pada Gambar 2.8.

Sumber : Purwanto & Purnomo 1994


Gambar 2.9. Zona hidokarbon, lokasi keterdapatan migas
Katili (1980), berdasarkan peneliti terdahulu (Hamilton, 1970; dan
Dickinson, 1971), memaparkan bahwa model tektonik lempeng pada busur
kepulauan Indonesia telah di-rekonstruksi, menghasilkan sistem 2 busur
kepulauan. Model tektonik lempeng di timur Indonesia memperlihatkan
kesamaan dengan yang ada di barat, kecuali tidak adanya foreland basin di
belakang busur kepulauan. Model di timur Indonesia menunjukkan struktur yang
lebih kompleks, dapat dilihat dari bentuk inter-arc basin, busur ketiga, dan
cekungan laut dalam.
Model seperti ini telah dipaparkan oleh Karig (Katili, 1980) yang
menunjukkan bahwa batas cekungan, disebut inter-arc basin, dihasilkan dari
mekanisme pull-apart. Menurut Matsuda dan Uyeda (Katili, 1980), perubah-an
batas lautan akibat intrusi magma dari Benioff Zone di belakang busur volkanik

6
menghasilkan lempeng samudera berukuran kecil. Asosiasi batuan pada
penampang skematik struktur tektonik, seperti yang diperlihatkan pada gambar 5.

Sumber : Alzwar et al., 1987,


Gambar 3.0. Hubungan antara keterdapatan mineral
dengan posisi struktur tektonikm
Mempermudah perkiraan letak sumber daya mineral maupun bahan galian
tambang lainnya, seperti nikel dan krom (di sekitar trench slope break); emas,
mangan, tembaga (di sekitar busur magmatik); endapan timah dan seng (di sekitar
fore arc basin). Berdasarkan posisi stuktur tek-tonik, keberadaan sumber daya
energi dapat diperkirakan. Misalnya wilayah yang mengandung panas bumi dapat
diperkirakan lokasinya. Zona hidrokarbon atau wilayah-wilayah yang
menunjukkan keberada-an hidrokarbon (batubara dan minyak bumi) dan gas bumi
juga dapat diperkirakan terutama keberadaan cekungan-cekungan sedimen seperti
pada gambar penampang (Gambar 3.0) yang dikemukakan oleh Purwanto dan
Purnomo (Zakaria 2004).
Dengan demikian penelitian untuk pencaharian sumber daya alam mineral
dan energi akan lebih terarah. Untuk keperluan sumber daya kewilayahan, konsep
tektonik lempeng sangat bermanfaat terutama dalam mengantisipasi daerah-
daerah bencana geologi seperti daerah tsunami, gempa bumi, dan gunungapi.
Untuk itu wilayah-wilayah perkiraan bencana geologi dapat dipelajari lebih dini
terutama untuk berbagai pengembangan wilayah.

7
2.2 Lempeng Di Indonesia

Gambar 3.1 Peta Lempeng Indonesia


Lempeng tektonik merupakan sebuah siklus batuan di bumi yang terjadi
dalam skala waktu geologi. Sikklus batuan tersebut terjadi dari pergerakan
lempeng bumi yang bersifat dinamis. Dengan pergerakan lempeng tektonik yang
terjadi mampu membentuk muka bumi serta menimbulkan gejala – gejala atau
kejadian – kejadian alam seperti gempa tektonik, letusan gunung api, dan tsunami.
Pergerakan lempeng tektonik di bumi digolongkan dalam tiga macam batas
pergerakan lempeng, yaitu konvergen, divergen, dan transform (pergeseran).
1. Batas Transform
Terjadi bila dua lempeng tektonik bergerak saling menggelangsar (slide
each other), yaitu bergerak sejajar namun berlawanan arah. Keduanya tidak saling
memberai maupun saling menumpu. Batas transform ini juga dikenal
sebagai sesar ubahan-bentuk (transform fault).
2. Batas Divergen
Terjadi pada dua lempeng tektonik yang bergerak saling memberai (break
apart). Ketika sebuah lempeng tektonik pecah, lapisan litosfer menipis dan
terbelah, membentuk batas divergen. Pada lempeng samudra, proses ini
menyebabkan pemekaran dasar laut (seafloor spreading). Sedangkan pada
lempeng benua, proses ini menyebabkan terbentuknya lembah retakan (rift valley)
akibat adanya celah antara kedua lempeng yang saling menjauh
tersebut. Pematang Tengah-Atlantik (Mid-Atlantic Ridge) adalah salah satu
contoh divergensi yang paling terkenal, membujur dari utara ke selatan di

8
sepanjang Samudra Atlantik, membatasi Benua Eropa dan Afrika dengan Benua
Amerika.
3. Batas Konvergen
Terjadi apabila dua lempeng tektonik tertelan (consumed) ke arah kerak
bumi, yang mengakibatkan keduanya bergerak saling menumpu satu sama lain
(one slip beneath another). Wilayah dimana suatu lempeng samudra terdorong ke
bawah lempeng benua atau lempeng samudra lain disebut dengan zona
tunjaman (subduction zones). Di zona tunjaman inilah sering terjadi
gempa. Pematang gunung-api (volcanic ridges) dan parit samudra (oceanic
trenches) juga terbentuk di wilayah ini.
Dari ketiga batas lempeng yang mendukung adanya siklus batuan di bumi
ini. Dan apabila dilihat pada daerah Indonesia yang merupakan daerah ternbanyak
yang dilewati oleh titik – titik gempa yang tersebar di seluruh nusantara.
Disebelah barat hingga ke selatan dari Indonesia dibatasi oleh lempeng tektonik,
disebelah utara dibatasi dengan lempeng yang berbeda, dan dibagian timur
dibatasi dengan lempeng yang berbeda pula. Jadi Indonesia dibatasi oleh 3
lempeng mayor dunia yang berbeda. Maka dari itu Indonesia memiliki titik gempa
yang tersebar hampir diseluruh nusantara.
Negeri kita tercinta berada di dekat batas lempeng
tektonik Eurasia dan Indo-Australia. Jenis batas antara kedua lempeng ini
adalah konvergen. Lempeng Indo-Australia adalah lempeng yang menunjam ke
bawah lempeng Eurasia. Selain itu di bagian timur, bertemu 3 lempeng tektonik
sekaligus, yaitu lempeng Philipina, Pasifik, dan Indo-Australia. Seperti telah
dijelaskan sebelumnya, subduksi antara dua lempeng menyebabkan Lempeng
Indo-Australia dan Lempeng Eurasia menyebabkan terbentuknya deretan gunung
berapi yang tak lain adalah Bukit Barisan di Pulau Sumatra dan deretan gunung
berapi di sepanjang Pulau Jawa, Bali dan Lombok, serta parit samudra yang tak
lain adalah Parit Jawa (Sunda).
Lempeng tektonik terus bergerak. Suatu saat gerakannya mengalami
gesekan atau benturan yang cukup keras. Bila ini terjadi, timbullah gempa dan
tsunami, dan meningkatnya kenaikan magma ke permukaan. Jadi, tidak heran bila
terjadi gempa yang bersumber dari dasar Samudra Hindia, yang seringkali diikuti

9
dengan tsunami, aktivitas gunung berapi di sepanjang pulau Sumatra dan Jawa
juga turut meningkat.
Indonesia terletak pada jalur gunungapi tersebut dan merupakan negara
dengan jumlah gunungapi terbanyak. Pola penyebaran gunungapi menunjukkan
jalur yang hampir mirip dengan pola penyebaran fokus gempa dan tipe aktivitas
kegunungapiannya tergantung pada batas lempengnya. Hubungan ini
menunjukkan bahwa volkanismamerupakan salah satu produk penting sistem
tektonik.
Akibatnya berbagai gejala alam di Indonesia sering terjadi. Banyak di
jumpai gunung api di bagian selatan Indonesia yang merupakan buah karya dari
pergerakan lempeng Ino-Australian dengan lempeng Eurasian. Jumlah gunung api
di Indonesia 177 gunung api, Sert gunung api juga di temui di daerah sebagain
dari pulau halmahera dan sebagian dari pulau sulawesi yang merupakan tempat
pertemuan lempeng pasifik dengan lempeng eurasian (Sukamto dan Purbo-
Hadiwidjoyo, 1993).
Inilah wilayah yang memiliki salah satu paparan benua yang terluas di
dunia (Paparan Sunda dan Paparan Sahul), dengan satu-satunya pegunungan
lipatan tertinggi di daerah tropika sehingga bersalju abadi (Pegunungan Tengah
Papua), dan di sini pulalah satu-satunya di dunia terdapat laut antarpulau yang
terdalam (5000 meter) (Laut Banda), dan laut sangat dalam antara dua busur
kepulauan (7500 meter) (Dalaman Weber). Dua jalur gunungapi besar dunia
bertemu di Nusantara. Beberapa jalur pegunungan lipatan dunia pun saling
bertemu di Indonesia. Indonesia pun dibentuk oleh pertemuan dua dunia : asal
Asia dan asal Australia. Ini mengakibatkan begitu kayanya biodiversitas
Indonesia.
Di sinilah wilayah tempat saling bertemunya tiga lempeng besar dunia :
Eurasia - Hindia-Australia - Pasifik yang menghasilkan deretan busur kepulauan
dan jajaran gunungapi, tanah yang subur, pemineralan yang kaya dan khas,
pengendapan sumber energi yang melimpah, dan rupabumi yang menakjubkan
(Sukamto dan Purbo-Hadiwidjoyo, 1993).
Berdasarkan karakteristik morfologi, ketebalan endapan palung busur dan
arah penunjaman, busur Sunda dibagi menjadi beberapa propinsi. Dari timur ke

10
barat terdiri dari propinsi Jawa, Sumatera Selatan dan Tengah, Sumatera Utara –
Nicobar, Andaman dan Burma. Diantara Propinsi Jawa dan Sumatera Tengah –
Selatan terdapat Selat Sunda yang merupakan batas tenggara lempeng Burma.
Provinsi Jawa bermula dari Sumba sampai Selat Sunda. Di propinsi ini palung
Sunda mempunyai kedalaman lebih dari 6.000 m. Saat ini konvergensi sepanjang
propinsi Jawa mencapai 7,5 cm/tahun dengan sudut penunjaman antara 5o – 8o.
Sedimen memiliki ketebalan antara 200 – 900 m. Imbrikasi di bawah punggungan
muka busur mempunyai ketebalan lebih dari 10 km.
Palung hanya berisi sedimen tipis dengan sedikit sedimen pelagis.
Kerangka tektonik utama antara Jawa dan Sumatera secara umum dipotong oleh
selat Sunda yang dianggap sebagai zona diskontinyuitas. Selat Sunda adalah unsur
utama pemisah propinsi Jawa dan Sumatera busur Sunda. Selat ini diasumsikan
batas sebagai batas tenggara lempeng Burma. Namun apabila dicermati dari data
geofisika tang ada, batas Jawa dan Sumatera terletak di sekitar Banten dan Jawa
Barat.
Provinsi Sumatera Selatan dan Tengah mempunyai kedalaman palung yang
berangsur menurun dari 6.000 – 5.000 m. Sedimen dasar palung mempunyai
ketebalan sekitar 2 km di utara dan 1 km di selatan. Penunjaman miring dengan
komponen penunjaman menurun ke utara antara 7,0 – 5,7 cm/tahun. Komponen
pergeseran lateral yang bekerja di lempeng ini diasumsikan sangat berperan dalam
membentuk sistem strike slip fault di Sumatera. Pada Propinsi Sumatera Utara -
Nikobar, di sebelah barat Pulau Simalur sumbu palung menajam ke barat, dan di
barat-laut Pulau Simalur cenderung ke utara – barat-laut. Palung mempunyai
kedalaman berkisar antara 3.500 – 5.000 m. Pertemuan di sepanjang propinsi ini
sangat miring dan kecepatan penunjaman ke arah utara mengalami penurunan 5,6
– 4,1 cm/tahun.
Di Pulau Andaman palung cenderung berarah utara – selatan dengan
kedalaman sekitar 3.000 m. Di propinsi ini pertemuan lempeng sangat miring,
dengan kisaran kecepatan penunjaman berkisar antara 0,7 – 0,2 cm/tahun.
Komponen lateral ini dipengaruhi oleh pemekaran di laut Andaman, dengan
lempeng Burma memisah ke arah barat daya dari lempeng Eurasia.

11
Palung Burma mempunyai kedalaman kurang dari 3.000 m. Di sini
punggungan muka busur menjadi punggungan Indoburman dan cekungan muka
busur menjadi palung sebelah barat dari Lembah Burma. Sudut penunjaman yang
sangat miring. Ketebalan endapan di propinsi ini sekitar 8.000 – 10.000 m.
Komponen gerak lateral ini mempengaruhi terbentuknya sesar Sagaing di Burma.
Sesar Sumatra: Produk Geodinamika Busur Sunda Sesar besar Sumatra dan
Pulau Sumatra merupakan contoh rinci yang menarik untuk menunjukkan akibat
tektonik regional pada pola tektonik lokal. Pulau Sumatera tersusun atas dua
bagian utama, sebelah barat didominasi oleh keberadaan lempeng samudera,
sedang sebelah timur didominasi oleh keberadaan lempeng benua. Berdasarkan
gaya gravitasi, magnetisme dan seismik ketebalan lempeng samudera sekitar 20
kilometer, dan ketebalan lempeng benua sekitar 40 kilometer (Hamilton, 1979).
Sejarah tektonik Pulau Sumatera berhubungan erat dengan dimulainya
peristiwa pertumbukan antara lempeng India-Australia dan Asia Tenggara, sekitar
45,6 juta tahun lalu, yang mengakibatkan rangkaian perubahan sistematis dari
pergerakan relatif lempeng-lempeng disertai dengan perubahan kecepatan relatif
antar lempengnya berikut kegiatan ekstrusi yang terjadi padanya. Gerak lempeng
India-Australia yang semula mempunyai kecepatan 86 milimeter / tahun menurun
secara drastis menjadi 40 milimeter/tahun karena terjadi proses tumbukan
tersebut. Penurunan kecepatan terus terjadi sehingga tinggal 30 milimeter/tahun
pada awal proses konfigurasi tektonik yang baru (Char-shin Liu et al, 1983 dalam
Natawidjaja, 1994). Setelah itu kecepatan mengalami kenaikan yang mencolok
sampai sekitar 76 milimeter/tahun (Sieh, 1993 dalam Natawidjaja, 1994). Proses
tumbukan ini, menurut teori “indentasi” pada akhirnya mengakibatkan
terbentuknya banyak sistem sesar geser di bagian sebelah timur India, untuk
mengakomodasikan perpindahan massa secara tektonik (Tapponier dkk, 1982).
Keadaan Pulau Sumatera menunjukkan bahwa kemiringan penunjaman,
punggungan busur muka dan cekungan busur muka telah terfragmentasi akibat
proses yang terjadi. Kenyataan menunjukkan bahwa adanya transtensi (trans-
tension) Paleosoikum tektonik Sumatera menjadikan tatanan tektonik Sumatera
menunjukkan adanya tiga bagian pola (Sieh, 2000). Bagian selatan terdiri dari
lempeng mikro Sumatera, yang terbentuk sejak 2 juta tahun lalu dengan bentuk,

12
geometri dan struktur sederhana, bagian tengah cenderung tidak beraturan dan
bagian utara yang tidak selaras dengan pola penunjaman. Bagian selatan Pulau
Sumatera memberikan kenampakan pola tektonik: (1) Sesar Sumatera
menunjukkan sebuah pola geser kanan en echelon dan terletak pada 100 ~ 135
kilometer di atas penunjaman, (2) lokasi gunungapi umumnya sebelah timur-laut
atau di dekat sesar, (3) cekungan busur muka terbentuk sederhana, dengan
kedalaman 1 ~ 2 kilometer dan dihancurkan oleh sesar utama, (4) punggungan
busur muka relatif dekat, terdiri dari antiform tunggal dan berbentuk sederhana,
(5) sesar Mentawai dan homoklin, yang dipisahkan oleh punggungan busur muka
dan cekungan busur muka relatif utuh, dan (6) sudut kemiringan tunjaman relatif
seragam.
Bagian utara Pulau Sumatera memberikan kenampakan pola tektonik: (1)
sesar Sumatera berbentuk tidak beraturan, berada pada posisi 125 ~ 140 kilometer
dari garis penunjaman, (2) busur vulkanik berada di sebelah utara sesar Sumatera,
(3) kedalaman cekungan busur muka 1 ~ 2 kilometer, (4) punggungan busur muka
secara struktural dan kedalamannya sangat beragam, (5) homoklin di belahan
selatan sepanjang beberapa kilometer sama dengan struktur Mentawai yang
berada di sebelah selatannya, dan (6) sudut kemiringan penunjaman sangat tajam.
Bagian tengah Pulau Sumatera memberikan kenampakan tektonik: (1)
sepanjang 350 kilometer potongan dari sesar Sumatera menunjukkan posisi
memotong arah penunjaman, (2) busur vulkanik memotong dengan sesar
Sumatera, (3) topografi cekungan busur muka dangkal, sekitar 0.2 ~ 0.6
kilometer, dan terbagi-bagi menjadi berapa blok oleh sesar turun miring , (4)
busur luar terpecah-pecah, (5) homoklin yang terletak antara punggungan busur
muka dan cekungan busur muka tercabik-cabik, dan (6) sudut kemiringan
penunjaman beragam. Proses penunjaman miring di sekitar Pulau Sumatera ini
mengakibatkan adanya pembagian / penyebaran vektor tegasan tektonik, yaitu
slip-vector yang hampir tegak lurus dengan arah zona penunjaman yang
diakomodasi oleh mekanisme sistem sesar anjak.
Hal ini terutama berada di prisma akresi dan slip-vector yang searah
dengan zona penunjaman yang diakomodasi oleh mekanisme sistem sesar besar
Sumatera. Slip-vector sejajar palung ini tidak cukup diakomodasi oleh sesar

13
Sumatera tetapi juga oleh sistem sesar geser lainnya di sepanjang Kepulauan
Mentawai, sehingga disebut zona sesar Mentawai (Diament, 1992). Selanjutnya
sebagai respon tektonik akibat dari bentuk melengkung ke dalam dari tepi
lempeng Asia Tenggara terhadap Lempeng Indo-Australia, besarnya slip-vector
ini secara geometri akan mengalami kenaikan ke arah barat-laut sejalan dengan
semakin kecilnya sudut konvergensi antara dua lempeng tersebut. Pertambahan
slip-vector ini mengakibatkan terjadinya proses peregangan di antara sesar
Sumatera dan zona penunjaman yang disebut sebagai lempeng mikro Sumatera
(Suparka dkk, 1991). Oleh karena itu slip-vector komponen sejajar palung harus
semakin besar ke arah barat-laut.
Sebagai konsekuensi dari kenaikan slip-vector pada daerah busur-muka
ini, maka secara teoritis akan menaikkan slip-rate di sepanjang sesar Sumatera ke
arah barat-laut. Pengukuran offset sesar dan penentuan radiometrik dari unsur
yang terofsetkan di sepanjang sesar Sumatera membuktikan bahwa kenaikan slip-
rate memang benar-benar terjadi (Natawidjaja, Sieh, 1994). Pengukuran slip-rate
di daerah Danau Toba menunjukkan kecepatan gerak sebesar 27 milimeter /
tahun, di Bukit Tinggi sebesar 12 milimeter / tahun, di Kepahiang sebesar 11
milimeter / tahun (Natawidjaja, 1994) demikian pula di selat Sunda sebesar 11
milimeter / tahun.
Sesar Sumatera sangat tersegmentasi. Segmen-segmen sesar sepanjang
1900 kilometer tersebut merupakan upaya mengadopsi tekanan miring antara
lempeng Eurasia dan India–Australia dengan arah tumbukan 10°N ~ 7°S.
Sedikitnya terdapat 19 bagian dengan panjang masing-masing segmen 60 ~ 200
kilometer, yaitu segmen Sunda (6.75°S ~ 5.9°S), segmen Semangko (5.9°S ~
5.25°S), segmen Kumering (5.3°S ~ 4.35°S), segmen Manna (4.35°S ~ 3.8°S),
segmen Musi (3.65°S ~ 3.25°S), segmen Ketaun (3.35°S ~ 2.75°S), segmen Dikit
(2.75°S ~ 2.3°S), segmen Siulak (2.25°S ~ 1.7°S), segmen Sulii (1.75°S ~ 1.0°S),
segmen Sumani (1.0°S ~ 0.5°S), segmen Sianok (0.7°S ~ 0.1°N), segmen
Barumun (0.3°N ~ 1.2°N), segmen Angkola (0.3°N ~ 1.8°N), segmen Toru
(1.2°N ~ 2.0°N), segmen Renun (2.0°N ~ 3.55°N), segmen Tripa (3.2°N ~ 4.4°N),
segmen Aceh .

14
2.3 Tektonik Indonesia Barat dan Timur
Busur-busur geosiklin ini merupakan zona akibat proses tumbukan kerak
benua dan samudra. Kerak benua yang bekerja pada waktu itu terdiri dari kerak
benua Australia, kerak benua Cina bagian selatan, benua mikro Sunda, kerak
samudra Pasifik, dan kerak samudra Sunda. Tumbukan Larami tersebut
membentuk busur-busur geosinklin Sunda, Banda, Kalimantan utara dan
Halmahera-Papua. Peta anomali gaya berat dapat menunjukkan dengan baik pola
hasil tektonik ini. Tatanan tektonik Indonesia bagian barat menunjukkan pola
yang relatif lebih sederhana dibanding Indonesia timur. Kesederhanaan tatanan
tektonik tersebut dipengaruhi oleh keberadaan Paparan Sunda yang relatif stabil.
Pergerakan dinamis menyolok hanya terjadi pada perputaran Kalimantan serta
peregangan selat Makassar. Hal ini terlihat pada pola sebaran jalur subduksi
Indonesia Barat Sementara keberadaan benua mikro yang dinamis karena
dipisahkan oleh banyak sistem sangat mempengaruhi bentuk kerumitan tektonik
Indonesia bagian timur (Katili, 1983).
2.4 Gempa Bumi
Gempa bumi adalah peristiwa bergetarnya bumi akibat pelepasan energi di
dalam bumi secara tiba-tiba yang ditandai dengan patahnya lapisan batuan pada
kerak bumi. Akumulasi energi penyebab terjadinya gempa bumi dihasilkan dari
pergerakan lempeng-lempeng tektonik. Energi yang dihasilkan dipancarkan
kesegala arah berupa gelombang gempa bumi sehingga efeknya dapat dirasakan
sampai ke permukaan bumi.
Parameter - parameter gempa bumi itu terdiri dari waktu terjadinya gempa
bumi (Origin Time - OT), lokasi pusat gempa bumi (Episenter), kedalaman pusat
gempa bumi (Depth), kekuatan gempa bumi (Magnitudo). Parameter ini saling
terkait untuk mendapatkan data yang akurat mengenai gempa bumi suatu wilayah
atau daerah. Menurut teori lempeng tektonik, permukaan bumi terpecah menjadi
beberapa lempeng tektonik besar. Lempeng tektonik adalah segmen keras kerak
bumi yang mengapung diatas astenosfer yang cair dan panas. Oleh karena itu,
maka lempeng tektonik ini bebas untuk bergerak dan saling berinteraksi satu sama
lain. Daerah perbatasan lempeng-lempeng tektonik, merupakan tempat-tempat

15
yang memiliki kondisi tektonik yang aktif, yang menyebabkan gempa bumi,
gunung berapi dan pembentukan dataran tinggi.
2.1.1 Percepatan Tanah
Setiap gempa bumi yang terjadi akan tercatat oleh alat pencatat gempa
bumi yaitu alat Seismograph yang merupakan karakteristik dari getaran
gelombang gempa. Dari kejadian gempa bumi parameter-parameter gempa dapat
berupa simpangan kecepatan (velocity), displacement (simpangan) dan percepatan
(acceleration). Perpindahan materi dalam perjalaran gelombang seismik biasa
disebut displacement. Jika kita lihat waktu yang diperlukan untuk perpindahan
tersebut, maka kita bisa tahu kecepatan materi tersebut. Sedangkan percepatan
adalah parameter yang menyatakan perubahan kecepatan mulai dari keadaan diam
sampai pada kecepatan tertentu. Pada bangunan yang berdiri di atas tanah
memerlukan kestabilan tanah agar bangunan tetap stabil.
Percepatan getaran tanah maksimum adalah nilai percepatan getaran tanah
terbesar yang pernah terjadi di suatu tempat yang diakibatkan oleh gelombang
gempa bumi. Nilai percepatan tanah maksimum dihitung berdasarkan magnitude
dan jarak sumber gempa yang pernah terjadi terhadap titik perhitungan, serta nilai
periode dominan tanah daerah tersebut. Gelombang gempa mempunyai spektrum
yang lebar sehingga hanya gelombang gempa yang sama dengan periode dominan
tanah dari lapisan sedimen yang akan diperkuat.
Bangunan yang berada di atasnya akan menerima getaran-getaran tersebut,
dimana arahnya dapat diuraikan menjadi dua komponen yaitu komponen vertikal
dan komponen horizontal. Untuk getaran yang vertikal, pada umumnya kurang
membahayakan sebab searah dengan gaya grafitasi. Sedangkan untuk komponen
horizontal menyebabkan keadaan bangunan seperti diayun. Bila bangunan itu
tinggi, maka dapat diumpakan seperti bandul yang mengalami getaran paksaan
(force vibration) sehingga membahayakan. Nilai percepatan tanah yang akan
diperhitungkan sebagai salah satu bagian dalam perencanaan bangunan tahan
gempa adalah nilai percepatan tanah maksimum.

16
2.5 Gelombang
Gelombang seismik merupakan gelombang yang menjalar di dalam bumi
disebabkan adanya deformasi struktur, tekanan ataupun tarikan karena sifat
keelastisan kerak bumi. Gelombang ini membawa energi kemudian menjalarkan
ke segala arah di seluruh bagian bumi dan mampu dicatat oleh seismograf.
2.3.1 Gelombang badan (body wave)
1. Gelombang primer (P)
Gelombang Primer atau gelombang kompresi merupakan gelombang
badan (body wave) yang memiliki kecepatan paling tinggi dari gelombang S.
Gelombang ini merupakan gelombang longitudinal partikel yang merambat bolak
balik dengan arah rambatnya. Gelombang ini terjadi karena adanya tekanan.
Karena memiliki kecepatan tinggi gelombang ini memiliki waktu tiba terlebih
dahulu dari pada gelombang S. Kecepatan gelombang P (VP) adalah ±5 – 7 km/s
di kerak bumi, > 8 km/s di dalam mantel dan inti bumi, ±1,5 km/s di dalam air,
dan ± 0,3 km/s di udara.

Gambar 2.3. Ilustrasi gerak gelombang primer (Hidayati, 2010)


2. Gelombang sekunder (S)
Gelombang S atau gelombang transversal (Shear wave) adalah salah satu
gelombang badan (body wave) yang memiliki gerak partikel tegak lurus terhadap
arah rambatnya serta waktu tibanya setelah gelombang P. Gelombang ini tidak
dapat merambat pada fluida, sehingga pada inti bumi bagian luar tidak dapat
terdeteksi sedangkan pada inti bumi bagian dalam mampu dilewati. Kecepatan
gelombang S (VS) adalah ± 3 – 4 km/s di kerak bumi, > 4,5 km/s di dalam mantel
bumi, dan 2,5 – 3,0 km/s di dalam inti bumi (Hidayati, 2010).

17
Gambar 2.4. Ilustrasi gerak gelombang sekunder (Hidayati, 2010)
2.3.2 Gelombang permukaan (surface wave)
1. Gelombang Love
Gelombang ini merupakan gelombang yang arah rambat partikelnya
bergetar melintang terhadap arah penjalarannya. Gelombang Love merupakan
gelombang transversal, kecepatan gelombang ini di permukaan bumi (VL) adalah
± 2,0 – 4,4 km/s (Hidayati, 2010).

Gambar 2.5. Ilustrasi gerak gelombang Love (Hidayati, 2010)


1. Gelombang Rayleigh
Gelombang Rayleigh merupakan jenis gelombang permukaan yang
memiliki kecepatan (VR) adalah ± 2,0 – 4,2 km/s di dalam bumi. Arah rambatnya
bergerak tegak lurus terhadap arah rambat dan searah bidang datar (Hidayati,
2010).

18
Gambar 2.6. Ilustrasi gerak gelombang Rayleigh (Hidayati, 2010)

19
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Lempeng tektonik merupakan sebuah siklus batuan di bumi yang terjadi
dalam skala waktu geologi. Sikklus batuan tersebut terjadi dari pergerakan
lempeng bumi yang bersifat dinamis. Dengan pergerakan lempeng tektonik yang
terjadi mampu membentuk muka bumi serta menimbulkan gejala – gejala atau
kejadian – kejadian alam seperti gempa tektonik, letusan gunung api, dan tsunami.
Pergerakan lempeng tektonik di bumi digolongkan dalam tiga macam batas
pergerakan lempeng, yaitu konvergen, divergen, dan transform (pergeseran).
Lempeng tektonik terus bergerak. Suatu saat gerakannya mengalami
gesekan atau benturan yang cukup keras. Bila ini terjadi, timbullah gempa dan
tsunami, dan meningkatnya kenaikan magma ke permukaan. Jadi, tidak heran bila
terjadi gempa yang bersumber dari dasar Samudra Hindia, yang seringkali diikuti
dengan tsunami, aktivitas gunung berapi di sepanjang pulau Sumatra dan Jawa
juga turut meningkat.
Gempa Bumi adalah suatu peristiwa alam dimana terjadi getaran pada
permukaan bumi akibat adanya pelepasan energy secara tiba-tiba dari pusat
gempa. Energy yang dilepaskan tersebut merambat melalui tanah dalam bentuk
gelombang getaran.
3.2 Saran
Menyadari bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna, kedepannya
penulis akan lebih fokus dan details dalam menjelaskan tentang makalah yang
telah dibuat dengan sumber – sumber yang lebih banyak dan dapat dipertanggung
jawabkan. Dan untuk pengembangan lebih lanjut penulis memberikan saran yang
sangat bermanfaat dan dapat membantu menjelaskan gempa bumi, skala richter,
skala mercalli, lempeng dan gelombang yang berguna untuk kedepannya.

20
DAFTAR PUSTAKA

Edwiza, D., & Novita, S. (2008). Percepatan Tanah. Pemetaan Percepatan


Tanah
Maksimum dan Intensitas Seismik Kota Padang
Edwiza, D. (2008). Percepatan Tanah. Analisis Intensitas dan Percepatan Tanah
di Sumatera Barat. 73 - 79.
Indriana, Rina Dwi. 2008. Analisis Sudut Kemiringan Lempeng Subduksi di
Selatan Jawa Tengah dan Jawa Timur Berdasarkan Anomali Gravitasi
dan Implikasi Tektonik Vulkanik. Berkala Fisika. 11(3) : 89-96
Katili, J.A. 1973. Volcanism and Plate Tectonics in Indonesian Island Arc.
Tectonophys. 26 :165 – 188.
Pranata, Doni, dkk. 2017. Sistem Informasi Geografis Pemetaan Percepatan
Getaran Tanah Dan Tingkat Resiko Kerusakan Gempa Bumi Dengan
Menggunakan Metode Gutenberg Richter Dan Iintensitas Skala Mercalli.
Jurnal Rekursif. 5(1)
Sukanta, I Nyoman. Dkk. 2010. Accelerograph BMKG dalam Penentuan Peta
Intensitas Gempa Kuat. Jakarta : Badan Mereorologi Klimatologi dan
Geofisika.
Smyth, H.,Hall, R., Hamilton,J.,and Kinny, P.,2005,East Java Cenozoic basin,
volcanoes and ancient basement, Prosceeding Indonesian Petroleum Assco
Wald, J. David, et al.1999. Relationships between Peak Ground
Acceleration,Peak Ground Velocity, and Modified Mercalli Intensity in
California. Jurnal Earthquake Spectra,15(3) : 561-563, Agustus
1999. California: Earthquake Spectra
Zakaria, Zufialdi. 2007. Aplikasi Tektonik Lempeng Dalam Sumber Daya
Mineral, Energi dan Kewilayahan. Bulletin of Scientific Contribution.
5(2) : 123-131

21

Anda mungkin juga menyukai