Anda di halaman 1dari 13

DASAR TEORI – TEKTONIK LEMPENG

2.1. Tektonik Lempeng

Bumi berbentuk ellipsoid. Bumi terdiri dari beberapa lapisan seperti yang diilustrasikan pada
gambar 2.1. Lapisan-lapisan tersebut memiliki sifat dan karakteristik yang berbeda-beda satu
sama lain. Lapisan tersebut dibagi atas:

1. Inti bumi terdiri dari inner core (inti dalam) dan inti luar (outer core). Inti dalam bumi
merupakan zat padat yang dikelilingi oleh lapisan outer core yang cair. Inti bumi
memiliki jari-jari 3500 km.
2. Lapisan mantel bumi terdiri dari lapisan mesosfer dan lapisan asthenosfer (upper
mantle). Lapisan mantel bumi memiliki ketebalan 2900 km dan lapisan upper mantle
memiliki ketebalan 670 km. Lapisan mesosfer mengelilingi inti bumi. Mesosfer terdiri
dari batuan-batuan padat (besi dan silikat magnesium) dan juga lapisan batuan leleh
(magma) yang sebagian muncul ke permukaan bumi pada saat letusan gunung api.
Lapisan asthenosfer, adalah lapisan atas dari mesosfer, lapisan ini memiliki sifat
panas, fluida dan dapat bergerak.
3. Lapisan lithosfer, adalah lapisan terluar bumi, tempat berpijaknya benua dan
samudera. Bersifat padat dan kaku dengan suhu yang lebih dingin. Lapisan lithosfer
memiliki ketebalan 100 km.

Gambar 2.1 Geometri lapisan bumi


Lapisan lithosfer seolah olah mengapung dan selalu dalam keadaan tidak stabil, bergerak
karena adanya beban atau gaya yang bekerja padanya. Salah satu tenaga endogen yang
menyebabkan terjadinya pergerakan lempeng adalah distribusi panas atau dikenal dengan
arus konveksi. Arus konveksi terjadi karena massa temperatur tinggi (lapisan inti, mesosfer,
dan asthenosfer) mengalir ke daerah bertemperatur rendah (lithosfer) dan sebaliknya massa
temperatur rendah mengalir ke daerah bertemperatur tinggi.

Menurut teori lempeng tektonik, lithosfer bumi tidak merupakan kesatuan melainkan
terpecah-pecah menjadi beberapa bagian yang disebut lempeng (plate) bumi. lempeng terdiri
atas dua jenis yaitu, lempeng benua (continental plate) dan lempeng samudera (oceanic
plate). Lempeng benua ialah lempeng yang menopang benua, tersusun dari batuan yang
relatif ringan seperti granit. Contohnya adalah lempeng Erasia yang menopang benua Asia
dan Eropa. Sedangkan lempeng samudera adalah lempeng yang menopang samudera,
tersusun dari material batuan yang relatif padat seperti basalt. Contohnya adalah lempeng
Pasifik. Tepi-tepi dari lempeng ini, dimana satu sama lainnya akan bertemu dan melawan,
merupakan zona dimana aktivitas geologinya tinggi. Ukuran lempeng bervariasi, mulai yang
berukuran kecil hingga sangat besar, lempeng-lempeng tersebut bergerak dengan arah dan
kecepatan yang berbeda-beda. Visualisasi lempeng benua dan lempeng samudera dapat
dilihat pada gambar 2.2.

Gambar 2.2 Visualisasi Lempeng Samudera dan Lempeng Benua


Secara umum pergerakan lempeng yang terjadi dapat digolongkan ke dalam tiga jenis
yaitu:

1. Transform Slip, yaitu pergerakan sejajar antara dua buah lempeng. Batas kedua
lempeng yang begerak ini disebut zona singgungan (transform). Zona ini ditandai
dengan adanya dua lempeng yang berdekatan bergerak relatif sejajar satu sama lain
sehingga pada bidang batas terjadi gesekan. Contoh batas semacam ini adalah sesar
San Andreas di California USA. Pada zona singgungan, apabila dua lempeng yang
berbatasan bergerak relatif satu sama lain, maka akan timbul gaya saling tekan pada
bidang batas kedua lempeng disertai timbulnya energi akibat daya dorong lempeng.
2. Convergance Slip, yaitu pergerakan antara dua buah lempeng yang saling mendekat
(menumbuk). Pada batas antara kedua lempeng yang bergerak dapat dibagi menjadi
dua zona, yaitu:
a. Zona tumbukan (collusion zone)
Pergerakan pada zona tumbukan kedua lempeng mengakibatkan terbentuknya
pegunungan lipatan karena kedua lempeng tersebut memiliki berat jenis yang
sama.
b. Zona subduksi (subduction zone)
Secara umum bila berat jenis kedua lempeng yang bertumbukan berbeda, dimana
lempeng benua bertemu lempeng samudera, lempeng yang lebih berat (lempeng
samudera) akan menghujam dibawah lempeng yang lebih ringan (lempeng benua).
3. Divergence Slip, yaitu pergerakan antara dua buah lempeng yang saling menjauh
(berlawanan arah). Batas kedua lempeng yang bergerak ini disebut zona divergen.
Hasil aktivitas tektonik semacam ini adalah terjadinya semacam punggungan (ridge)
di tengah-tengah samudera. Kemudian bila lempeng-lempeng bergerak membentuk
celah, mengakibatkan material lelehan dari athenosfer terinjeksi naik keatas,
mendingin lalu membentuk lantai samudera baru berupa pematang ditengah
samudera, seperti yang terjadi di Samudera Atlantik. Contohnya adalah terbentuknya
Atlantik Mid-Ocean Ridge yang memisahkan lempeng benua Afrika dengan lempeng
benua Amerika.

Pada zona singgungan, apabila dua lempeng yang berbatasan bergerak relatif satu sama lain,
maka timbul gaya saling tekan pada bidang batas kedua lempeng disertai timbulnya energi
akibat daya dorong masing-masing lempeng. Apabila pergerakan tersebut terjadi terus
menerus maka dalam kurun waktu yang lama, energi yang terakumulasi semakin besar.
Pada kondisi dimana batuan atau materi pembentuk lempeng tidak dapat lagi menahan gaya
yang ditimbulkan oleh gerak relatif tersebut maka energi yang terakumulasi tersebut akan
dilepaskan dalam bentuk gelombang gempa yang menjalar ke segala arah.

Terjadinya gempa bumi juga dapat dijelaskan dengan Elastic Rebound Theory (gambar 2.3) .
Berdasarkan teori ini, diasumsikan pada suatu blok batuan pembentuk lempeng atau blok
tektonik bekerja dua gaya yang berlawanan arah. Akibat bekerjanya kedua gaya tersebut blok
batuan akan mengalami deformasi atau perubahan bentuk. Pada saat akumulasi gaya masih
tidak terlalu besar, respon batuan akan berupa deformasi yang elastis. Tetapi jika saat
akumulasi yang bekerja melampaui batas elastisitas batuan, maka batuan akan patah atau
fracturing dan pada saat yang bersamaan energi elastik yang terakumulasi akan dilepaskan
secara tiba-tiba dalam bentuk gelombang elastik.

Elastic Rebound Theory (Puspito, 1998). Gaya dorong penyebab deformasi menyebabkan
akumulasi energi pada batas sesar, pada kondisi elastis energi yang ada masih dapat
diimbangi oleh elastisitas bidang sesar. Sedangkan pada kondisi fracturing akumulasi energi
yang ada sudah tidak dapat dimbangi oleh elastisitas bidang sesar, sedingga menimbulkan
patahan.
Gambar 2.3 Ilustrasi Elastic Rebound Theory yang dikemukakan oleh Harry Fielding
Reid mengenai mekanisme terjadinya gempa

Berdasarkan cakupannya, skala gejala geodinamika bumi dapat dibagi menjadi tiga sebagai
berikut:

1. Skala Global, skala yang menyangkut bumi secara keseluruhan atau sebagian bumi
dan bumi yang dapat dibandingkan sama dengan lempeng tektonik yang terbesar.
Informasi tentang pergerakan dapat diperoleh dan disurvey pada jaring geodetik
kontinental atau nasional. Gejala-gejala yang termasuk pada skala global ini adalah
gerakan antar lempeng, rotasi bumi, gerakan kutub, gaya berat, dinamika konveksi
dan sebagainya.
2. Skala Regional, gejala dinamika bumi skala regional terjadi dalam jarak kurang dari
ukuran lempeng tektonik yang umum tetapi tidak lebih besar dan beberapa ratus
kilometer. Yang termasuk dalam skala ini adalah deformasi regional sepanjang sesar
dan geologi regional.
3. Skala Lokal, gejala dinamika bumi skala lokal membicarakan fenomena gerakan
regional lebih awal. Beberapa fenomena terjadi dalam skala lokal diantaranya gerakan
tanah, perubahan muka air tanah, dan dampak geomagnetik dan geolistrik lokal.

2.2. Sesar

Sesar merupakan salah satu bentuk patahan dari lapisan batuan yang mengakibatkan suatu
lapisan bergerak relatif turun atau naik, ataupun bergerak ke kanan atau ke kiri terhadap
lapisan batuan yang lainya.

Berdasarkan pergerakan relatifnya, sesar dapat dikelompokan menjadi tiga bagian,


yaitu:

1. Patahan naik (Reverse Fault), menurut teori dasar sama halnya dengan patahan turun, tapi
untuk patahan naik ini bagian hanging wall nya relatif bergerak naik terhadap bagian foot
wall nya. Salah satu ciri patahan naik adalah sudut kemiringan dari patahan itu termasuk
kecil. Kemiringan daripada bidang patahan akan mempunyai sudut kurang dari 45° (thrust
fault). Patahan naik dengan kemiringan yang kecil (<10°) disebut over thrust fault.
Patahan naik disebabkan batuan bergerak saling mendekat sehingga terjadi gaya
tekan. Contoh reserve fault yang dapat dilihat pada gambar 2.4.

Gambar 2.4. Patahan naik

2. Sesar normal atau disebut juga sesar turun (Normal Fault), adalah sesar dengan arah
gerakan dominan pada arah vertikal, Dip Angle untuk sesar ini cukup besar bila
dibandingkan dengan jenis sebelumnya. Atau bisa disebut sebagai suatu rekahan pada
lapisan bumi yang memungkinkan satu blok batuan bergerak relatif turun terhadap
blok lainya, dalam hal ini kedua batuan saling menjauh. Dapat dilihat pada gambar
2.5.

Gambar 2.5. Patahan turun

3. Sesar geser (Strike Slip Fault), adalah sesar dengan arah gerakan domian pada arah
horisontal. Sesar ini dibedakan menjadi dua jenis, yaitu sesar geser menganan (Right-
Lateral Strike-Slip fault), sesar geser mengiri (Left-Lateral Strike-Slip Fault). Ilustrasi
sesar geser dapat dilihat pada gambar 2.6.

Gambar 2.6. Patahan Geser

Pada batas lempeng yang berupa sesar, sering kali ditemui gempa-gempa kecil sebelum
terjadinya sebuah gempa besar, seperti halnya dijelaskan dalam Gambar 2.7 dibawah ini:
Gambar 2.7 Karakteristik Bidang Sesar

Apabila bidang kontak dari sesar rata, maka tidak akan terjadi akumulasi energi,
kemungkinan tidak akan terjadi gempa , karena blok-blok yang berbatasan saling melewati
begitu saja. Energi yang terjadi kecil dan masih dapat diimbangi oleh sifat elastik dari
lempeng. Tetapi, bidang kontak sesar biasanya tidak rata sehingga pada waktu terjadi kontak,
blok-blok tektonik yang bertemu pada suatu saat akan mengalami mekanisme saling menahan
atau mengunci sehingga kedua blok tertahan dan tidak dapat bergerak. Pada saat itu akan
terjadi akumulasi energi akibat adanya dua gaya yang berlawanan arah, energi yang
terkumpul semakin lama semakin besar sampai pada suatu saat akumulasi energi tersebut
tidak dapat diibangi oleh elastisitas dari bidang kontak. Blok-blok lempeng yang tadi saling
mengunci akan terlepas disertai pelepasan energi yang menjadi gelombang gempa. Setelah
pelepasan energi tersebut, kedua blok lempeng akan mulai bergerak kembali sampai pada
suatu saat blok – blok lempeng itu akan menemukan keadaan stabil lagi.

Pada saat terkuncinya blok lempeng tektonik, titik-titik pada daerah yang berada di daerah
sekitar sesar mempunyai kecepatan gerak yang kecil, namun memiliki energi yang besar
karena pada daerah tersebut terdapat akumulasi energi. Sedangkan titik-titik yang terletak
jauh dari pusat penguncian sesar akan memiliki kecepatan gerak yang besar, tetapi akumulasi
energinya tidak sebesar pada daerah sekitar sesar. Pada titik dimana pergerakannya nol dapat
diprediksi sebagai pusat penguncian sesar (locked area). Ini berguna sebagai salah satu cara
memprediksi posisi sesar. Sebagai contoh, pada gambar dibawah ini, dapat dikatakan bahwa
pusat penguncian sesar terletak pada perpotongan salib sumbu dimana nilai pergerakannya
nol. Kecenderungan besarnya vektor pergeseran akan berbanding lurus dengan jarak posisi
titik dari tempat kedua blok terkunci. Mekanisme pengakumulasian energi pada sesar
diilustrasikan pada Gambar 2.8 dibawah:

Gambar 2.8. Kecepatan Bidang sesar dan perbandingan dalam koordinat kartesian

2.3. Deformasi

Deformasi adalah perubahan posisi, bentuk dan ukuran suatu materi (Kuang, 1996).
Bekerjanya beban atau gaya berat yang disertai pengaruh gaya berat dari suatu materi di
sekitarnya dalam selang waktu tertentu mempengaruhi bentuk geometrik materi tersebut.
Deformasi terjadi pada suatu materi memiliki dua sifat, yaitu:

1. Sifat Elastik. Materi mengalami deformasi akan kembali ke bentuk semula setelah
gaya deformasinya tidak berkerja pada materi tesebut.

2. Sifat Plastik. Materi yang mengalami deformasi tidak akan kembali ke bentuk awal
setelah adanya deformasi karena efek-efek yang terjadi menempel pada materi
terdeformasi.

Sedangkan berdasarkan jenisnya, deformasi yang terjadi pada suatu benda dapat
dikelompokan kedalam 4 jenis yaitu:

1. Translasi materi yang bersifat kaku (gambar 2.9), Perpindahan posisi materi tanpa
mengalami bentuk sesuai acuan.
Gambar 2.9. Translasi Materi

2. Rotasi (gambar 2.10), yaitu perubahan posisi materi tanpa mengalami perubahan
bentuk yang membentuk perubahan sudut (a) terhadap koordinat acuan.

Gambar 2.10. Rotasi Materi

3. Regangan Normal (gambar 2.11), merupakan perbandingan perubahan panjang (dx)


terhadap panjang asalnya (X).
Gambar 2.11 Regangan Normal

4. Regangan geser (gambar 2.12), atau regangan menyilang, merupakan perubahan sudut
dalam benda padat ketika terdeformasi.

Gambar 2.12 Regangan Geser

2.4. Metode Analisis Deformasi

Analisis deformasi bertujuan untuk menentukan kuantitas pergeseran dan parameter-


parameter deformasi yang mempunyai karakteristik dalam ruang dan waktu (Chrzanowski et
al, 1986). Parameter-parameter deformasi ini didapat dari hasil pergeseran koordinat titik
objek dari pengamatan yang dilakukan berkala.

Secara garis besar, tahapan-tahapan yang dilakukan dalam analisis deformasi yaitu:

1. Penyelenggaraan kerangka dasar serta penentuan metode pengukuran yang tepat

2. Pengolahan serta analisis data


3. Analsis nilai pergeseran yang terjadi pada benda terdeformasi

4. Penentuan model deformasi yang sesuai

2.4.1 Analisis geometrik

Analisis geometrik dilakukan jika kita hanya tertarik pada status geometric (ukuran dan
dimensi) dari objek terdeformasi, dengan menggunakan data hasil pengamatan geodetic
terhadap efek-efek respon suatu materi terhadap gaya yang bekerja padanya, maka disusun
model matematik yang mewakili jenis deformasi.

Analisis geometric terdiri dari dua jenis:

1. Pergeseran

Analsis pergeseran merupakan analisis yang menunujukan perubahan posisi suatu benda
dengan menggunakan data perbedaan posisi yang didapat dari perataan data pengamatan pada
kala berbeda.

2. Regangan

Analsis regangan merupakan analisis yang menunjukan perubahan posisi, bentuk dan ukuran
suatu benda dengan menggunakan data pengamatan geodetic langsung atau menggunakan
data regangan yang diperoleh dari data pengamatan geodetic perubahan posisi.

2.5. Teori Elastisitas

Jika suatu benda dikenai gaya luar, maka benda tersebut akan mengalami perubahan bentuk
melewati batas elastisitasnya, perubahan bentuk benda tersebut akan kembali kebentuk
semula apabila gaya luar sudah dilepas. Teori elastisitas ini perlu dikaji karena merupakan
dasar dalam mempelajari tegangan (stress) dan regangan (strain).

2.5.1. Regangan (Strain)

Perpindahan partikel suatu benda elastis selalu menimbulkan terjadinya perubahan benda
tersebut. Menurut (Timonesko, 1986 seperti dikutip Ma’ruf, 2001) jika perubahan bentuk
tersebut dipandang sebagai perubahan kecil. Dalam sistem koordinat kartesian tiga dimensi,
perpindahan kecil partikel yang berubah bentuk diuraikan dalam komponen εx, εy dan εz,
yang masing-masing sejajar terhadap sumbu koordinat kartesian X, Y, Z.

Anda mungkin juga menyukai