Anda di halaman 1dari 11

BAB 12

TEKTONIK

12.1 PENDAHULUAN

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia tektonik merupakan proses


pergerakan kerak bumi yang menimbulkan lekukan, lipatan, retakan, patahan
sehingga berbentuk tinggi rendah atau relatif pada permukaan bumi. Pergerakan
tektonik berpengaruh terhadap morfologi kenampakan bumi. Terjadinya gunung,
busur kepulauan, barisan pegunungan dan cekungan tidak terlepas dari pergerakan
kerak bumi yang diakibatkan oleh tenaga tektonik yang berasal dari dalam bumi.

Sebelum berkembang teori tektonik lempeng ada berbagai teori yang


menjadi cikal bakal berkembangnya teori tektonik lempeng. Teori pertama
dikemukakan oleh Alfred Wegener pada Tahun 1912. Teori ini dikenal sebagai
teori Continental Drift (teori pergeseran benua). Dalam teori ini menyatakan
bahwa dahulu bumi hanya memiliki satu daratan yang dinamakan Pangea dan
dikelilingi oleh satu lautan yang dinamakan Phantalassa. Pangea kemudian pecah
dan menjadi benua-benua kecil dan bergerak ke tempat seperti sekarang ini.

Gambar 12.1 Terpecahnya pangea menjadi benua-benua kecil


Ada bukti yang mendukung teori pergeseran benua
1. Kesamaan garis pantai Afrika dan Amerika
2. Kesamaan fosil
3. Kesamaan formasi batuan di dua lokasi yang diduga terpisah
Namun para ahli geologi saat itu tidak bisa menerima teori pergeseran
benua karena Wegener tidak bisa menjelaskan kenapa Pangea bisa terpecah dan
bergeser. Sehingga teori ini tidak berlaku lama dan tergantikan oleh teori yang
baru.Teori kedua yang berkembang adalah teori Sea Floor Spreading atau
pemekaran lantai samudra oleh Harry Has pada tahun 1960. Teori menyataan
bagian kulit bumi yang berada di dasar samudra mengalami pemekaran akibat
gaya tarikan (tensional force) yang digerakkan oleh arus konveksi yang berada di
dalam mantel bumi. Akibatnya magma naik kemudian membeku dan membentuk
suatu rekahan. Bukti yang mendukung teori ini adalah adanya rekahan
memanjang di tengah samudra Atlantik antara Amerika Utara dan Benua Afrika.
Dan pada tahun 1967 berkembang teori yang menyempurnakan teori pergeseran
benua dan pemekaran lantai samudra yaitu teori tektonik lempeng. Teori ini
dikemukaka oleh Mc.Kenzie dan Robert Parker pada tahun 1967. Teori ini
menyatakan lapisan terluar bumi terbuat dari suatu lempengan tipis dan keras
masing-masing saling bergerak relatif terhadap yang lainnya. Dan teori ini bisa
diterima oleh ahli geologi hingga berlaku sampai saat ini.

Struktur interior bumi berlapis-lapis, terdiri dari kerak bumi, mantel bumi,
inti luar dan inti dalam. Seperti nampak dalam gambar di bawah ini.
Gambar 12.2 Struktur interior bumi.

Dalam tektonik lempeng, lapisan bumi tersusun atas litosfer, astenosfer


dan lapisan di bawah astenosfer hingga ke dalam inti bumi. Litosfer terdiri dari
kerak bumi dan bagian atas mantel. Astenosfer terdiri dari lapisan kedua mantel.
Tektonik lempeng mempunyai klasifikasi sendiri karena berkaitan dengan
elastisitas antara lithosfer dan asthenosfer. Litosfer berwujud padat namun brittle
atau mudah patah, sedangkan astenosfer bersifat lentur tetapi tidak cair atau
bersifat plastis. Lithosfer mengapung di atas astenosfer yang relatif lebih cair
tetapi tidak cair.

Pekembangan seismologi telah membuat teori tektonik lempang menjadi


teori yang kebenarannya diakui banyak ahli. Adanya stasiun seismologi yang
secara rutin mengkontribusikan data kepada pusat seismologi internasional
Thatcham, UK. Meskipun tidak terditribusi secara merata namun mencakup lokasi
yang akurat dari gempa bumi yang besarnya 5 atau lebih. Gambar di bawah ini
menunjukkan titik episenter gempa bumi dengan besar 5 sepanjang tahun 1980-
1990.
Gambar 12.3 Episenter gempa bumi dengan besar melebihi 5.0 yang terjadi sepanjang
1980-1990. National Earthquake Information Center, US Geological Survey, Denver,
courtsey of Susan K. Goter dalam Phisics of Earth (Stacet et al, 2008)

Gambar 12.3 menunjukkan jalur-jalur atau sabuk aktif (mobile belt), jalur
ini relatif sempit dan merupakan bagian kerak bumi paling luar yang dikenal
sebagai litosfer. Jalur ini mengalami deformasi yang kuat dan bersama-sama
transform fault membagi kerak bumi menjadi lempeng-lempeng yang bergerak
relatif terhadap satu sama lain.
Jalur aktif atau mobile belt merupakan batas antar lempeng yang ditandai
dengan seismisivitas (aktivitas kegempaan) yang tinggi. Berdasarkan jalur aktif
maka bumi dibagi mejadi beberapa lempeng utama berikut ini
1. Lempeng Pasifik
2. Lempeng India Australia
3. Lempeng Eurasia
4. Lempeng Amerika
5. Lempeng Afrika
6. Lempeng Antartika
Zona aktif pada batas lempeng menciptakan interaksi dari lempeng-lempeng
yang aktif bergerak satu sama lain. Interaksi antar lempeng berupa pergerakan
saling menjauh, saling mendekat dan saling berpapasan. Sehingga dapat
diidentifikasi berupa batas-batas lempeng. Ada tiga macam batas lempeng, yaitu
batas lempeng konvergen, transform dan batas lempeng divergen.

Gambar 12.4 Lempeng di Bumi.


12.1.1 Batas lempeng divergen
Dalam gambar 12.14 batas lempeng divergen ditandai dengan garis merah
tebal. Bila ada lempeng yang bergerak saling menjauh akibat gaya tarikan, maka
magma dari pusat bumi naik ke atas sehingga membentuk lantai samudra dan
kerak benua.Contoh: punggungan tengah samudra (MOR) di samudra Atlantik
12.1.2 Transform
Dalam gambar 12.14 Transform ditandai dengan garis merah tipis. Bila ada
lempeng-lempeng yang bergerak saling berpapasan. Contoh: Sesar San Andreas di
Amerika Serikat.
12.1.3 Batas lempeng divergen
Dalam gambar 12.4 batas lempeng konvergen ditandai dengan garis merah
bergerigi. Bila ada dua lempeng yang bergerak saling mendekat maka lempeng
yang memiliki kerapatan lebih besar akan menunjam lempeng yang berkerapatan
lebih kecil. Peristiwa ini terjadi akibat adanya gaya kompresi. Contoh: Palung
yang menunjam sepanjang Sumatra, Jawa dan Nusa Tenggara Timur.
Pergerakan lempeng bumi dipengaruhi oleh konveksi mantel. Dari
pergerakan lempeng bumi akan membentuk topografi permukaan bumi bumi yang
beragam, seperti yang terlihat pada gambar di bawah ini.

Gambar 12.5 Konveksi mantel (Sumber: Stacey et al, 2008)


Keterangan:
1. Pembentukan Gunung Api Andesit
Interaksi antara lempeng samudra dengan lempeng benua megakibatkan
lempeng samudra menunjam ke dalam lempeng benua. Hal ini dapat
terjadi karena lempeng samudra memiliki kerapatan yang lebih besar
dibandingkan lempeng benua. Bidang lempeng yang menunjam sampai ke
dalam mantel. Dan pada suhu dan tekanan tertentu magma akan naik ke
atas sehingga membentuk gunung api andesit.Gunung api andesit yang
terbentuk berada di benua/daratan. Materi pembentukan gunung api
andesit merupakan campuran antara material yang berasal dari samudra
yang cenderung bersifat basa dengan material dari benua yang cenderung
bersifat asam. Sehingga membentuk gunung api intermediet. Contoh:
Gunung Andes di Amerika Selatan
2. Pembentukan Barisan Gunung Api melaui hotspot
Konsep konveksi magma dalam mantel seperti di Hawai, sebenarnya
berasal dari Morgan (1971 dalam Stacey 2008) dan menjadi komponen
penting dalam pemahaman konveksi mantel yang diilustrasikan seperti
pada gambar 12.5.Pergerakan lempeng melalui hotspot, mengakibatkan
terbentuknya barisan gunung api. Sebagai contoh di Hawai.Hawai
merupakan gunung api yang akhir-akhir ini aktif, terletak pada lintang 19.
Menurut pengukuran paleomagnetisme, barisan gunung api yang terbentuk
akibat hotspot berasal dari lintang 19, yang merupakan pusat vulkanisme
yang aktif akhir-akhir ini.
3. Pembentukan MOR (Mid Ocean Ridge)
MOR dapat terbentuk jika ada dua lempeng yang bergerak saling menjauh.
Sehingga magma yang berasal dari dalam pusat bumi begerak naik, dan
membentuk MOR atau punggungan tengah samudra. Dalam gambar 12.5
MOR terbentuk akibat dua lempeng samudra yang saling menjauh.
4. Pembentukan Busur Kepulauan
Busur kepulauan dapat terbentuk karena tumbukan antara dua lempeng
samudra. Lempeng yang berkerapatan besar akan menunjam yang lebih
kecil, sehingga akibat tumbukan lempeng akan membentuk busur
kepulauan dari dalam laut, lama-lama akan menjadi daratan. Contoh:
Kepulauan Jepang.

12.2 Zona Wadati Benioff dan Subduksi


Gempa bumi mendalam pertama kali diidentifikasi pada tahun 1928 dari
Jepang oleh Wadati yang terjadi sampai kedalamn 700 km sepanjang zona
subduksi kuat. Kontribusi Benioff dalam mengidentifikasi bidang kedalaman
gempa bumi dikenal sebagai zona Wadati Benioff. Kedalaman gempa bumi
dibedakan menjadi
1. Gempa bumi dangkal (0-60 km) foci
2. Gempa bumi menengah (69-300 km) foci
3. Gempa bumi dalam (>300 km) foci
Gempa bumi dangkal paling sering terjadi, gempa bumi paling besar terjadi di
kedalaman dangkal dalam zona subduksi.
Gambar di bawah ini menunjukkan lokasi zona subduksi.
Gambar 12.5 Gambaran Zona Wadati Benioff

Zona Wadati Benioff merupakan zona gempa sejajar dengan palung yang
bersudut inklinasi 40-60 derajat dari sumbu horisontal dan menujam hingga
beberapa ratus kilometer ke dalam bumi. Zona Wadati Benioff termasuk dalam
zona subduksi , yang terbentuk dari tabrakan dua lempeng dengan kepadatan dan
ketebalan yang berbeda. Hanya saja zona Benioff memiliki sudut tukik yang
curam dan tajam.

Bentuk geometris secara mendetail dari zona wadati Benioff bervariasi


tergantung beberapa faktor seperti kecepatan lempeng, usia litosfer yang
mengalami subduki, keadaan geologi terutama distribusi kerak benua dan kerak
samudra.
Gambar 12.7 Gambar titik pusat gempa bumi dari Zona Wadati Benioff di Jepang dan
busur sekitarnya. Dibuat, diizinkan oleh Sasatani (1928) asal plot oleh T. Utsu. (dalam
Stacey et al, 2008)

Gambar 12.7 menunjukkan distribusi kedalaman gempa bumi di Jepang,


dimana ada perpotongan di berberapa busur sekitarnya. Beberapa bidang
terinklinasi dari foci memotong di area ini, menunjukkan geometri lempeng yang
rumit.
Gambar 12. Zona Wadati Benioff di utara Honshu Jepang, menunjukkan dua
bidang paralel dari hiposenter gempa bumi. VF mengindikasikan volcanic front,
di pusat. Dibuat dan diizinkan dari Hasegawa (1989) (Stacey, )

Dalam gambar 12. Lokasi persis dari hiposenter ditentukan dengan pendekatan
network dari stasiun seismik.

Gambar 12.6 Potongan Zona Wadati Benioff di Peru Pusat, menunjukkan bukti subduksi
horizontal sepanjang 300 km. (Stacey et al, 2008)

Hal menarik dalam zona subduksi adalah kemiringan zona subduksi. Rata-
rata kemiringan zona subduksi sebesar 50. Namun hal yang berbeda terjadi di
Peru Pusat karena terjadi subduksi horizontal sepanjang 300 km. Ada berbagai
penelitian untuk menjelaskan fenomena ini dan fakta menunjukkan bahwa bidang
tersubduksi tidak vertikal, walaupun terpengaruh oleh gravitasi. Namun tidak ada
penjelasan yang meyakinkan dengan adanya fenomena ini.

DAFTAR PUSTAKA
Stacey, F.D & Davis, P.M. 2008. Phisics of Earth Fourth Edition. Cambridge
University
Santoso, Djoko. Pengantar Teknik Geosifisika. ITB

Anda mungkin juga menyukai