Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Maksud
 Mengetahui pengertian umum batuan beku non fragmental
 Mengaplikasikan struktur dan tekstur pada pengamatan batuan beku non
fragmental
 Mengetahui mineral – mineral dan komposisi yang terdapat pada batuan
beku non fragmental
 Mengetahui penamaan batuan beku non fragmental berdasarkan klasifikasi
Russell B. Travis, 1955 dan Thrope and Brown, 1985
 Memahami proses pembentukan batuan beku non fragmental

I.2 Tujuan
 Dapat mengetahui dan memahami secara pengertian umum dan khusus
batuan beku non fragmental
 Dapat mengaplikasikan struktur dan tekstur pada pengamatan batuan beku
non fragmental
 Dapat mengetahui mineral – mineral pengisi dan komposisi yang terdapat
pada batuan beku non fragmental
 Dapat mengetahui penamaan batuan beku non fragmental berdasarkan
klasifikasi Russell B. Travis, 1955 dan Thrope and Brown, 1985
 Dapat memahami proses pembentukan batuan beku non fragmental dan
hubungannya dengan magma

I.3 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Praktikum


 Praktikum pertama:
Hari/Tanggal : Jumat,23 Februari 2018
Waktu : 16. 30 – selesai
Tempat : Ruang GS 202, Gedung Pertamina Sukowati,
Teknik Geologi, Universitas Diponegoro, Semarang
 Praktikum kedua:
Hari/Tanggal : Jumat, 2 Maret 2018
Waktu : 16. 30 – selesai
Tempat : Ruang GS 103, Gedung Pertamina Sukowati,
Teknik Geologi, Universitas Diponegoro, Semarang
BAB II
DASAR TEORI

2.1 MAGMATISME

Magmatisme merupakan suatu proses kompleks yang terjadi karena


aktifitas arus konveksi, yang menyebabkan terjadinya pergerakan tektonisme
lempeng-lempeng di bumi. Dari pergerakan lempeng-lempeng tersebut,
didapatkan suatu setting tektonik yang menghasilkan magma yang berbeda-
beda, baik secara komposisi maupun sifatnya.
Tektonik Lempeng berperan besar dalam mengontrol terjadinya
magmatisme, hidrotermal, dan volkanisme pada lapisan kerak bumi. Sebagian
besar proses pembentukan mineralisasi sangat terkait dengan proses
magmatisme dan hidrotermal atau pembentukan batuan. Oleh karena itu
sangat penting memahami lempeng tektonik, sebagai dasar untuk memahami
adanya mineralisasi.
Pada kenyataannya tektonik lempeng sangat baik dalam menjelaskan
karakteristik batuan beku dan asosiasi endapan mineral. Lebih dari 90%
aktivitas batuan beku yang sekarang ada terletak di dekat batas lempeng
tektonik. Sehingga batas lempeng merupakan tempat yang paling penting bagi
penyebaran endapan mineral.
Magmatisme-hidrotermal-vulkanisme terbentuk pada batas lempeng
tektonik, batuan beku ultra basa-basa terbentuk pada mid oceanic ridge, serta
transform fault, sedangkan batuan beku intermediet terbentuk pada magmatic
arc yang terkait dengan subduction zone. Sebagian besar bahan galian
dikontrol oleh magmatisme-hidrotermal. Oleh karena itu terdapat
hubungan yang khas antara type batuan beku dengan jenis bahan galian
logam.
Batas-batas lempeng tektonik tersebut di atas, membentuk lingkungan
tektonik yang beragam, secara umum dikenal sebagai :
1. Batas lempeng destruktif
 Island arcs
 Active contonental margin
2. Batas lempeng konstruktif
 Mid-oceanic ridge
 Back arc rifting
 Transform Fault
3. Oceanic intra-plate
 Oceanic island (hotspots)
4. Continental intra-plate
 Continental Intraplate
 Continental rift zone.

2.1.1 Batas Lempeng Destruktif

Batas lempeng destruktif terjadi karena adanya pergerakan


lempeng yang saling mendekat atau saling bertumbukan satu
dengan yang lain. Baik itu lempeng samudra maupun lempeng
benua yang akan mengakibatkan salah satu lempeng menunjam
ke lempeng yang lain. Akibat dari terjadiya proses ini maka akan
terjadi magmatisme. Proses magmatisme yang terjadi pada zona
ini pun menghasilkan magma yang sumbernya dibagi atas 3 (tiga)
kemungkinan, yaitu:
a. Berasal dari pelelehan sebagian mantel atas ( Paling dominan
terjadi).

b. Berasal dari pelelehan sebagian kerak samudra yang menunjam


ke bawah.

c. Berasal dari pelelehan sebagian kerak benua bagian bawah


(anateksis).

Magma yang dihasilkan dari 3 kemungkinan di atas, ini


komposisinya sangat bervariasi. Secara umum, magma yang
berasal dari pelelehan kerak samudra yang menunjam dan dari
pelelehan mantel atas akan bersifat basa, namun apabila magma
naik menuju permukaan, akan terjadi proses diferensiasi sehingga
magma yang dihasilkan berubah sifat menjadi intermediet hingga
asam.
Sedangkan untuk magma yang berasal dari pelelehan kerak
benua bagian bawah (anateksis), pada awalnya memang sudah
bersifat asam sesuai dengan komposisi umum kerak benua,
kemungkinan besar jika naik menuju permukaan magma tidak
akan mengalami diferensiasi, sehingga magma yang dihasilkan
tetap bersifat asam.
Secara lebih jelasnya, bataslempeng destruktif dapat dikenali
dengan adanya busur kepulauan dan busur tepi benua aktif, yang
keduanya mempunyai karakteristik seperti adanya kepulauan
yang berbentuk busur dan membentang hingga ribuan kilometer,
adanya palung samudera yang dalam, adanya volkanisme aktif
dan gempa bumi, serta asosiasi volkanik yang khas, yang disebut
‘orogenic andesit’. Di permukaan, zona subduksi dapat dibagi
menjadi tiga wilayah, yaitu busur depan (forearc), busur
gunungapi (volcanic arc), dan busur belakang (backarc)
(Tatsumi&Eggins, 1993).
Proses magmatisme di batas lempeng destruktif berbeda
dengan magmatisme di tatanan tektonik lain karena adanya peran
fluida pada kerak yang menunjam dan adanya pelelehan sebagian
baik dari baji mantel, kerak samudera, ataupun kerak benua
bagian bawah. Secara umum, mekanisme magmatismenya
adalah adanya finger tip effect, dimana kerak samudera yang
menunjam menjadi lebih panas oleh mantel dan gesekan yang
mengakibatkan mineral melepas H2O dan adanya pelelehan
sebagian mantel.
a. Island Arc

Busur Kepulauan ini sendiri terbentuk akibat adanya proses


magmatisme yang disebabkan oleh tumbukan antara lempeng
samudra dengan lempeng samudra yang diikuti oleh penunjaman
salah satu lempeng samudra tersebut.

Gambar 2.1. Pembentukan Island Arc

Pada daerah ini, magma berasal dari pelelehan sebagian


mantel dan pelelehan sebagian kerak samudra itu sendiri. Hal ini
menyebabkan magma induk kemungkinan besar akan bersifat
basaltic yang kemudian apabila naik menuju permukaan akan
mengalami proses diferensiasi dan menghasilkan magma yang
cenderung bersifat toleiitik. Magma jenis toleiitik akan
menghasilkan batuan yang berkomposisi intermediet, didominasi
oleh batuan jenis andesit, andesit basaltik, dan dasit. Magma
toleiitik ini disebut juga sebagai magma sub-alkali. Selain itu
biasanya pada busur kepulauan akan terbentuk Gunungapi. Ciri
dari Gunungapi yang terbentuk pada lokasi ini adalah gunungapi
dengan tipe strato dan letusan yang eksplosif.

b. Active continental margin

Active Continental Margin atau disebut juga Busur aktif tepi


benua. Daerah ini terbentuk akibat adanya tumbukan antara
lempeng benua dengan lempeng samudra yang diikuti oleh
penunjaman kerak samudra di bawah kerak benua.

Gambar 2.2. Active Continental Margin

Ada dua kemungkinan yang terjadi pada active continental


margin ini :

1. Terjadinya pelelehan sebagian kerak samudra atau mantel


atas. Hasil dari proses pelelehan sebagian ini adalah magma yang
bersifat basaltik dan ketika naik ke permukaan akan mengalami
diferensiasi. Sifat magma yang dihasilkan nantinya akan bersifat
asam ataupun intermediet (kalk-alkali).

2. Terjadinya pelelehan sebagian kerak benua bagian bawah


(anateksis). Pada kondisi ini, magma induk yang pertama
dihasilkan langsung bersifat asam dan ketika naik ke permukaan,
tidak mengalami diferensiasi dan menghasilkan magma yang
sifatnya asam.

2.1.2 Batas Lempeng Konstruktif

Batas lempeng konstruktif terbentuk akibat adanya pergerakan


lempeng yang saling menjauh. Hal erat kaitannya dengan pemekaran
lempeng dan pemekaran lempeng sering terjadi pada punggungan
samudra. Disini, di mana lempeng saling menjauh, maka akan
terbentuk celah yang segera terisi oleh lelehan batuan yang terinjeksi
dari astenosfer di bawahnya. Material- material ini perlahan
mendingin dan membentuk lantai samudra baru. Batas lempeng
konstruktif dapat dilihat dengan adanya

a. Mide Oceanic Ridge (MOR)

Mid Oceanic Ridge atau disingkat mor merupakan salah satu busur
magmatisme dari pola divergen yaitu pola pergerakan lempeng yang
saling menjauh. Dalam hal ini lempeng yang saling menjauh adalah
dua lempeng samudra di mana gejala yang di timbulkan oleh
pergerakan lempeng ini adalah terbentuknya gunung api di dasar
samudra sebagai akibat dari dorongan arus konveksi yang mendorong
lapisan di atasnya. Jenis magma yang di hasilkan di busur
magmatisme ini adalah magma basaltis.

Gambar 2.3 Mide Oceanic Ridge

b. Back Arc Basin

Terbentuk sebagai hasil sampingan dari zona subduksi,yaitu


pertemuan lempeng benua dan lempeng samudra dimana lemepeng
samudra tertekuk ke bawah menyusup di bawah lempeng benua
menuju astenosfer. Gejala ini diperlihatkan oleh menipisnya kerak
dan suatu bukaan cekungan yang melengkung. Oleh karena itu
disebut sebagai cekungan belakang zona subduksi. Sehingga jenis
magma yang di hasilkan pada busur ini adalah magma basaltis.
Gambar 2.4. Back Arc Basin

c. Transform Fault
Pergerakan lempeng yang saling melewati terjadi karena
gerak lempeng sejajar dengan arah yang berlawanan sepanjang
perbatasan antarlempeng. Pergerakan lempeng seringkali juga
menimbulkan pergeseran membentuk sesar mendatar besar
(Transform faults), juga diikuti oleh pembentukan magma.

Gambar 2.5 Tectonic Transform


d. Oceanic Island (hotspots)
Merupakan busur magmatisme dimana magma menerobos ke
atas melalui arus konveksi tanpa pergerakan lempeng yang terjadi di
lantai samudra. Di interpretasikan bahwa zona magmatisme ini
termasuk zona lemah sehingga magma dapat menerobos ke atas
membentuk rangkaian struktur vulkanik ataupun gunung api. Jenis
magma yang dihasilkan adalah magma basaltis.
Gambar 2.6 Hot Spot

e. Continental Rift Zone


Proses yang terjadi pada zona ini mirip dengan proses pada
busur MOR yaitu pembentukan yang dikontrol oleh pergerakan
divergen. Bedanya pada mor pergerakan lempenng yang saling
menjadi antara dua lempeng samudra sedangkan pada zona ini
pergerakan lempenng yang saling menjauh adalah dua lempeng
benua. Gejala yang di perlihatkan adalah terbentuknya gunung-
gunung api muda dan kecil-kecil di atas dataran benua. Jenis magma
yang di hasilkan adalah jenis magma asam.

Gambar 2.7 Continental Rift Zone


f. Continental Intraplate
Sama seperti pada proses pembentukan busur magmatisme
pada oceanic island pada busur continental drift juga terbentuk akibat
erupsi langsung oleh magma yang naik ke atas akibat arus konveksi
dari selubung. Bedanya pada busur ini terjadi di lempeng benua.
Gejala yang ditimbulkan juga sama yaitu berupa struktur vulkanik dan
gunung api. Sedangkan magma yang dihasilkan adalah magma asam.
2.2 Arti dan Proses Pembentukan Batuan Beku Non Fragmental
Batuan ini terbentuk langsung dari pembekuan magma, proses
pembekuan tersebut merupakan proses perubahan fase dari fase cair menjadi
padat. Pembekuan magma akan menghasilkan kristal-kristal mineral primer
maupun sekunder. Pada saat tersebut terdapat cukup energi pembentukan
kristal maka akan terbentuk kristal mineral berukuran besar sedangkan
apabila energi pembentukan rendah akan terbentuk kristal yang berukuran
halus. Bila pendinginan berlangsung sangat cepat maka kristal tidak terbentuk
dan cairan magma membeku menjadi gelas.
2.3 Pembagian Batuan beku
Klasifikasi, penamaan dan pengenalan batuan beku erat hubungannya
dengan proses pembentukannya, yaitu urutan kristalisasi mineral pembentuk
batuan, seperti yang dinyatakan oleh reaksi bowen yang menghasilkan
susunan mineral yang berbeda-beda dan tekstur yang berbeda. Perbedaan
sususnan mineral ini disebut difrensiasi magma.
a. Berdasarkan Genetik
Batuan beku berdasarkan genesa dapat dibedakan menjadi batuan
beku intrusif (membeku di bawah permukaan bumi) dan batuan beku
ekstrusif (membeku di permukaan bumi).
1) Batuan beku intrusif
Didefinisikan sebagai suatu proses terobosan magma pada
pelapisan bumi, dimana magma tersebut tidak sampai di permukaan
bumi / masih dibawah permukaan bumi. berdasarkan bentuk intrusi
di bedakan menjadi tiga kategori yaitu bentuk tabular, bentuk
silinder atau pipa, dan bentuk tidak beraturan.
2) Batuan beku ekstrusif
Batuan beku ekstrusif terdiri dari semua mineral yang di
keluarkan ke permukaan bumi baik yang di daratan maupun yang
ada di permukaan laut. Mineral-mineral dari perut bumi ini
mengalami pendnginan sangat cepat. Ada yang berbentuk debu atau
suatu larutan yang kental dan panas, cairan ini biasa disebut lava.
Ada dua tipe lava yang mendominasi terbentuknya batuan beku
ekstrusif. Tipe yang pertama adalah bersifat basa dan yang kedua
adalah lava yang bersifat asam.
Selain itu batuan beku juga dapat dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu ;
1) Batuan beku vulkanik, yang merupakan hasil proses vulkanisme,
produknya biasanya mempunyai ukuran kristal yang relatf halus
karena membeku di permukaan atau dekat dengan permukaan bumi.
Batuan beku vulkanik dibagi menjadi batuan vulkanik intrusif, batuan
vulkanik ekstrusif yang sering disebut batuan beku fragmental dan
batuan vulkanik efusif seperti aliran lava.
2) Batuan beku plutonik, terbentuk dari proses pembekuan magma yang
jauh didalam bumi yang mempunyai kristal yang berukuran kasar
3) Batuan beku hipabisal, yang merupakan produk intrusi minor,
mempunyai kristal berukuran sedang atau pencampuran antara halus
dan kasar.
2.4 Letak Pembekuan Batuan Beku
a. Berdasarkan komposisi kimia.
Batuan beku disusun oleh senyawa-senyawa kimia yang membentuk
mineral serta mineral-mineral penyusun batuan beku. Salah satu klasifikasi
batuan beku dari komposisi kimia adalh dari senyawa oksidanya seperti
SiO2, Tio2, Al2o2, Fe2O3, Feo, MnO, MgO, CaO, Na2O, K2o, H2o, dan
P2o5. Dari pembagian berdasarkan komposisi Oksida tertentu dalam batuan
seperti kandungan silica dan kandungan mineral mafik.
Tabel 2.1 Penamaan batuan berdasarkan kandungan silica

Nama Batuan Kandungan Silika


Batuan Beku Asam >66%
Batuan Beku Intermediet 52-66%
Batuan Beku Basa 45-52%
Batuan Beku Ultra basa <45%
Tabel 2.2 Penamaan batuan berdasarkan kandungan mineral mafik
Nama Batuan Kandungan Silika
Leucratic 0-33%
Mesocratic 34-66%
Melanocratic 67-100%

b. Klasifikasi Mineralogi
Klasifikasi yang didasarkan atas tekstur akan lebih dapat
mencerminkan sejarah batuan itu terbentuk daripada atas dasar kimia saja.
Tekstur batuan beku dapat menggambarkan keadaan yang mempengaruhi
pembentukan batuanitu sendiri. Seperti tekstur Granular memberi arti akan
keadaan yang serba sama, sedangkan tekstur porfiritik memberi arti bahwa
terjadi dua generasi pembentukan mineral. Dan tekstur afanitik
menggambarkan pembekuan yang cepat. Pembagian golongan ini adlah
secara kuantitatif secara peralihan. Secara pasti (exact) harus
mempergunakan klasifikasi khusus yang sudah baku.
2.5 Klasifikasi Penamaan Batuan Beku
Berbagai klasifikasi tentang penamaan batuan beku telah dikemukakan oleh
beberapa ahli. Kadang-kadang satu batuan pada klasifikasi yang lain
penamaannya berlainan pula tergantung pada jenis dasar filosofi klasifikasi
tersebut diciptakan. Dengan demikian seseorang harus benar-benar mengerti akan
dasar penamaan yang diberikan pada suatu batuan beku. Klasifikasi batuan beku
dibuat oleh Rusell B Travis (1955) dalam klasifikasi ini, tekstur batuan beku yang
didasarkan pada ukuran butir mineralnya. berdasarkan hal ini, batuan beku dibagi
atas :
 Batuan Dalam
Batuan ini bertekstur faneritik yang berarti mineral-mineral yang
menyusun batuan tersebut dapat dilihat dengan mata biasa tanpa
bantuan alat pembesar.
 Batuan Gang
Batuan ini bertekstur porfiritik dengan masa dasar faneritik.
 Batuan Lelehan
Batuan ini bertekstur afanitik, dimana individu mineralnya tidak
dapat dibedakan atau tidak dapat dilihat dengan mata biasa.
Tabel 2.3 Klasifikasi Batuan Beku Menurut Russel B. Travis
BAB III
HAHASIL DESKRIPSI

3.1 Kode Peraga O-3


HASIL DESKRIPSI ACARA BATUAN BEKU NON FRAGMENTAL
Tanggal Pengamatan 23 Februari 2018
No Peraga O-3
Struktur Masif
Tekstur
Derajat Kristalisasi
Granularitas
Ukuran Kristal
Hubungan Antar Kristal
Komposisi
Foto Batuan :

Nama batuan

Petrogenesa
3.3 Kode Peraga O-3
HASIL DESKRIPSI ACARA BATUAN BEKU NON FRAGMENTAL
Tanggal Pengamatan 23 Februari 2018
No Peraga O-3
Struktur Masif
Tekstur
Derajat Kristalisasi
Granularitas
Ukuran Kristal
Hubungan Antar
Kristal
Komposisi
Foto Batuan :

Nama batuan

Petrogenesa
3.4 Kode Peraga O-3
HASIL DESKRIPSI ACARA BATUAN BEKU NON FRAGMENTAL
Tanggal Pengamatan 2 Maret 2018
No Peraga O-3
Struktur Masif
Tekstur
Derajat Kristalisasi
Granularitas
Ukuran Kristal
Hubungan Antar Kristal
Komposisi
Foto Batuan :

Nama batuan

Petrogenesa
3.5 Kode Peraga O-3
HASIL DESKRIPSI ACARA BATUAN BEKU NON FRAGMENTAL
Tanggal Pengamatan 2 Maret 2018
No Peraga O-3
Struktur Masif
Tekstur
Derajat Kristalisasi
Granularitas
Ukuran Kristal
Hubungan Antar Kristal
Komposisi
Foto Batuan :

Nama batuan

Petrogenesa
3.6 Kode Peraga O-3
HASIL DESKRIPSI ACARA BATUAN BEKU NON FRAGMENTAL
Tanggal Pengamatan 2 Maret 2018
No Peraga O-3
Struktur Masif
Tekstur
Derajat Kristalisasi
Granularitas
Ukuran Kristal
Hubungan Antar
Kristal
Komposisi
Foto Batuan :

Nama batuan

Petrogenesa
3.7 Kode Peraga O-3
HASIL DESKRIPSI ACARA BATUAN BEKU NON FRAGMENTAL
Tanggal Pengamatan 2 Maret 2018
No Peraga O-3
Struktur Masif
Tekstur
Derajat Kristalisasi
Granularitas
Ukuran Kristal
Hubungan Antar
Kristal
Komposisi
Foto Batuan :

Nama batuan

Petrogenesa
BAB IV
PEMBAHASAN

Pada praktikum petrologi acara Batuan Beku Non Fragmental yang


dilaksanakan pada hari Jumat,23 Februari 2018 dan Jumat, 2 Maret 2018 di Ruang
GS 202 dan GS 103 Gedung Pertamina Sukowati, Teknik Geologi, Universitas
Diponegoro. Dilakukan pengamatan secara megaskopis pada batuan beku non
fragmental secara struktur, tekstur, komposisi dan presentase, serta penamaan dan
petrogenesa berdasarkan klasifikasi Russel B. Travis (1955) dan Thrope and Brown
(1985). Dengan menggunakan peraga batuan dengan kode O-3;O-4;O-1;J1a:

4.1 Kode Peraga Batuaan O-3

Batuan peraga dengan kode O-3 ini jika dilihat kenampakannya secara
megaskopis, batuan beku nomor O-3 ini berwarna hitam keabuan. Dengan
bentuknya seperti kotak simetris dan dapat terlihat mineral-mineral di
dalamnya. Struktur batuan ini tidak terlihat jelas kenampakan bentuknya
(seperti vesikular,joint,dll) dan bersifat keras pejal sehingga struktur batuan ini
adalah masif. Tekstur batuan ini jika dilihat dari kenampakan megaskopisnya
terdapat bagian yang terisi mineral-mineral tetapi juga ada bagian penyusunnya
(massa dasar) sehingga derajat kristalisasinya dapat disebut hipokristalin..
Hubungan antar kristal pada batu peraga ini adalah seragam antar mineral satu
dengan yang lainnya sehingga dapat disebut equigranular fanerik, dikarenakan
mineral fenokris dikelilingi oleh masa dasar yang masih dapat teridentifikasi
dengan jelas. Ukuran kristal-kristal pada mineralnya berukuran sedang (1-
2mm). Dan bentuk butirnya berupa anhedral yaitu bentuk kristal yang tidak
sempurna karena batas-batas antar mineral yang tidak jelas.
Komposisi mineral pada batuan peraga ini adalah plagioklas 505% warna
putih susu, kekerasan 6 skala mosh, sistem kristal triklin, belahan 1 rah,
pecahan konkoidal. Kuarsa 15% warna putih bening, kekerassan 7, kilap kaca,
cerat putih, pecahan choncoidal, tenacity brittle, transparansi transparan. Biotit
15% warna hitam, kekerasan 2-3, cerat putih, Hornblende 15% transparansi
opaq, warna hitam, kekerasan 5.5-6 skala mohs, bentuk prismtic, sistem kristal
monoklin,belahan imperfect.
Proses pembentukan batuan ini adalah melalaui proses pembekuan magma
yang lambat dan lama memungkinkan magma untuk membentuk kristalin yang
biasanya terjadi di dalam kerak bumi atau plutonik, dimana proses pembekuan
berlangsung di zona plutonik yang jauh dari permukaan bumi sehingga
kristalinitasnya holokristalin. Strukturnya yang bersifat masif dapat
diinpretasikan bahwa batuan ini sewaktu membeku tidak ada bekas – bekas
lubang atau aliran bekas keluarnya gas ketika pembekuan. Berdasarkan
komposisi mineralnya maka sifat batuan ini adalah basa dimana magma yang
membentuk juga bersifat asam, dan kemungkinan magma tersebut terbentuk
dari proses melting antara lempeng benua yang bersifat intermediet di daerah
Continental Rift Zone, batuan ini bisa juga terbentuk di daerah volcanic arc
(subduksi antara kerak benua dan kerak samudra)
Pada batuan peraga ini komposisi Feldspar plagioklasnya >2/3 dari seluruh
feldspar digunakan klasifikasi Russel B. Travis 1955.Untuk melakukan
pemberian nama batuan, kelimpahan mineral yang diperhatikan adalah kuarsa
dan k-feldspar. Pada batuan ini kelimpahan mineral kuarsa lebih dari 10%,
sedangkan jumlah feldspar plagioklasnya lebih dari 2/3 dari jumlah semua
mineral feldspar. Jadi berdasarkan ciri-ciri yang telah tertera di atas dan setelah
dimasukkan ke dalam klasifikasi Russell B. Travis batuan kode O-3 ini
merupakan Granodiorit (Russell B. Travis 1955) dan Diorit (Thrope and
Brown 1985).

Anda mungkin juga menyukai