Anda di halaman 1dari 14

1.

Siklus Wilson adalah suatu siklus yang menjelaskan bahwa lempeng-lempeng


tektonik yang ada di bumi saling bergerak satu dengan yang lain yang bersifat siklus
(berulang-ulang) meliputi pertama kali proses rifting yang menye-babkan 2 lempeng
saling divergen kemudian terbentuk kerak samudera yang baru, kemudian di sisi lain
terjadi proses konvergen yang meliputi subduksi dan kolisi yang menyebabkan
terbentuknya gunung api kemudian kembali lagi terjadi rifting. Siklus membuka dan
menutupnya cekungan samudera ini disebut Siklus Wilson. Proses lebih lanjut dari Siklus
Wilson dan karakteristik cekungan yang dihasilkannya dapat dibagi menjadi 9 tahap :
A. Lempeng benua yang stabil

Gambar 1. Lempeng benua yang stabil dibatasi oleh cekungan samudera

Awalnya berupa lempeng benua yang stabil dibatasi oleh cekungan samudera
mempunyai morfologi yang datar dan tidak ada aktivitas tektonik (gambar 1). Litologi
permukaan lempeng benua yang stabil ini adalah batu-pasir kuarsa hasil dari pelapukan
dan transportasi yang berlangsung jutaan tahun, batugamping juga terbentuk di daerah ini
apabila iklimnya hangat, lempung dan lanau akan terbawa angin dan diendapkan di
cekungan samudera di sekitarnya. Lempeng benua ini mempunyai equilibrium profile
yang seimbang.
Komposisi dominan dari lempeng benua ini adalah batuan beku asam (granit,
granodiorite, dll) yang mempunyai berat jenis rendah. Sedangkan cekungan samudera di
sekitarnya berkomposisi batuan beku basa – ultrabasa (basalt, gabro, dll), karena
mempunyai berat jenis yang tinggi maka letaknya relatif di bawah dari lempeng benua.
B. Hot spot dan pemekaran

Gambar 2. Hot spot dan pemekaran


Lempeng benua stabil mengalami gangguan yang berasal dari dalam mantel
berupa plume magma basa dan ultrabasa yang menginjeksi ke permukaan dan membentuk
hot spot. Panas dari hot spot dapat membuat lempeng benua mengembang membentuk
morfologi dome yang mempunyai tinggi 3-4 km dan ribuan km diameter. Volume dari
dome tersebut terus bertambah dan kemudian permukaannya yang bersifat brittle
memisah menjadi 3 bagian. Idealnya 3 bagian dari proses pemekaran ini membentuk sudut
120° tetapi sudut yang dibentuk triple junction sering tidak simetris satu terhadap yang
lain.
Rift valley merupakan block-fault graben yang dibatasi oleh horst mountain di sisi-
sisinya berbentuk kurva dan membentuk cekungan di tengahnya (narrow ocean basin).
Horst mountain berkomposisi asam dan metamorf derajat tinggi yang kemudian tererosi
menjadi subareal arkosic breccias dan konglomerat. Kipas aluvial dari tepi graben
menghasilkan braided rivers dan danau. Danau terbentuk dari depresi yang terisi oleh air,
permukaan danau berkomposisi alkaline dengan lapisan garam. Danau yang terbentuk
kaya akan material organik, lempung anoxic karena di dalam danau tidak ada sirkulasi
oksigen.
Setelah air laut masuk ke dalam danau maka akan terbentuk delta. Kipas aluvial
tetap terbentuk dari erosi tinggian di sekitarnya, tapi sekarang arus turbidit lebih dominan
dari pada braided rivers yang masuk ke dalam cekungan. Cekungan pada bagian tengah
tetap bersifat anoxic dan lapisan tipis lempung hitam dan lanau tetap terbentuk.
Pengisian cekungan berhenti sekitar 10 juta tahun ditandai dengan morfologi horst
mountain yang sudah habis tererosi, dan deposit shelf dan near shore mengganti
pengendapan sebelumnya. Batupasir dengan struktur silang siur, dan ripple mendominasi
mengindikasikan tipe pengendapan laut dangkal.
C. Pembentukan kerak samudera baru dan batas divergen awal

Gambar 3. Pembentukan kerak samudera baru

Aktifitas hot spot tidak berlangsung terus menerus, aktfitas ini secara gradual akan
menjadi lemah dan mati. Sisa dari aktifitas hot spot akan menghasilkan celah yang bersifat
konveksi. Dari celah ini akan dihasilkan kerak samudera yang baru yang berkomposisi
seri ofiolit.
Proses terbentuknya kerak samudera baru dimulai dari lelehan aktifitas vulkanik
basa sepanjang pusat pemekaran yang penyebarannya biasanya hanya pada satu sisi saja
(pada gambar penyebarannya pada sisi kanan atau timur pusat pemekaran). Magma yang
terinjeksi keluar darlam jumlah banyak berupa basaltic dike akan bergabung dengan
lapisan tipis granit dari lempeng benua. Dengan banyaknya dike yang terbentuk akan
terjadi percampuran antara granit dan basal sehingga akan membentuk kerak transisi.
Aktifitas vulkanik yang berlangsung terus menerus menyebabkan 2 lempeng
benua di sekitarnya secara berlahan-lahan memisah semakin jauh. Setelah berjuta-juta
tahun terjadi, 2 lempeng benua tersebut akan terpisah sejauh ribuan kilometer dan
membentuk batas lempeng divergen.
Kerak samudera baru yang berkomposisi seri ofiolit mempunyai densitas tinggi,
hal ini menyebabkan kerak samudera tersebut mengapung sekitar 5 km di bawah muka air
laut. Karena berada di bawah muka air laut, maka kerak samudera yang baru akan
mengalami transgressi dan mulai terendap sedimen batas lempeng divergen. Pada waktu
kerak samudera mengalami transgressi akan terendap batupasir kuarsa yang terbawa oleh
arus laut. Apabila lempeng benua di sisi-sisinya relatif stabil dan iklimnya cukup hangat
maka akan dapat terendapkan batugamping.
D. Batas lempeng divergen penuh

Gambar 4. Kerak samudera baru yang dingin akan mengalami subsiden

Lempeng benua sebelah timur bergerak terus ke arah timur dan cekungan
samudera yang terbentuk semakin lebar dan membentuk batas lempeng divergen atau
batas lempeng benua pasif. Kerak yang terbentuk apabila suhunya semakin dingin maka
densitasnya juga semakin besar. Setelah kerak samudera baru tersebut suhunya relatif
stabil (dingin) maka akan mengalami subsiden 14 km di bawah permukaan laut (karena
berat jenisnya) membutuhkan waktu sekitar 110 juta tahun (gambar 4).
Cekungan samudera yang terbentuk akan terisi oleh sedimen klastik yang berasal
dari erosi lempeng benua di sekitarnya, sedimen kimia, dan sedimen organik (karbonat).
Sebagian besar terisi oleh proses aktifitas laut dangkal karena proses deposisi dan
subsiden berlangsung sama. Apabila cekungan samudera sudah stabil maka batugamping
dapat terbentuk.
E. Pembentukan batas lempeng konvergen  volcanic island arc

Gambar 5. Pembentukan volcanic island arc

Divergen dan pembentukan kerak samudera baru hanya bertahan 10-100 juta
tahun. Apabila proses divergen berhenti, maka 2 lempeng benua akan kembali bertemu.
Proses inilah yang disebut konvergen, batas lempeng benua baru akan terbentuk.
Konvergen terbentuk pertama kali saat lempeng samudera terbagi menjadi 2, karena putus
di suatu tempat dan menunjam di mantel. Zona subduksi dapat terjadi di segala tempat di
cekungan samudera (gammbar 5).
Lempeng samudera selalu menjadi lempeng yang menunjam karena berat jenis
lempeng benua terlalu ringan. Ada dua tempat terbentuknya zona subduksi, yang pertama
di cekungan samudera (tipe busur kepulauan) dan di tepi benua (tipe cordilleran). Kedua
tipe ini menghasilkan gunung api. Proses subduksi akan menghasilkan beberapa struktur
baru dan tipe batuan yang baru.
Kerak samudera dingin yang menunjam sekitar 120 km akan kembali dipanaskan
di mantel dan batuan akan leleh oleh magma. Magma yang mempunyai densitas rendah
akan naik ke permukaan membentuk batolith dan memecah kerak samudera membentuk
gunung menjadi sebuah pulau.
Lokasi dimana tumbuh gunung api disebut volcanic front, area di depan gunung
api ke arah palung disebut forearc, area di belakang gunung api disebut backarc.
Tiga tipe batuan beku dapat terbentuk pada daerah ini, batuan beku ultrabasa,
intermediet dan asam yang berhubungan dengan proses pelelehan magma dan proses
diferensiasi mineralnya (Bowen Reaction Series)
Erosi yang terjadi di batolith, rhyolith, andesit yang kaya akan feldspar sebagai
fenokris akan mengendap di laut dan terjadi pengkayaan feldspar pada sedimen yang
terbentuk. Sedimen yang terbentuk di backarc mengalami arus turbidit dan lebih stabil
oleh proses yang lain. Sedangkan yang terbentuk di forearc akan menuju ke palung
dengan proses arus turbidit juga. Sedimen yang berada di palung akan bergesekan dengan
zona subduksi dan terdepositkan sebagai melange. Melange adalah percampuran secara
acak antara lipatan, sesar, blueschist metamorfisme, dan sedimen atau batuan yang
terbentuk di zona subduksi.
Karang dapat tumbuh di sekitar pulau apabila suhunya memenuhi persyaratan
untuk tumbuhnya karang. Batugamping yang terbentuk akan berselingan dengan coarse-
grained lithic breccias dan konglomerat hasil erosi dari gunung api dan pasir vulkanik dari
pantai. Pada waktu terjadi erupsi vulkanik, lava dan piroklastik dapat berselingan dengan
batugamping.
Dua tipe metamorfosa dapat terbentuk pada daerah ini. Yang pertama adalah
metamorfosa dengan temperature tinggi dan tekanan sedang yang terbentuk dari batolith
dengan suhu tinggi berasosiasi dengan lipatan dan sesar. Karena batolith berasal dari
kerak samudera yang bersifat basa, maka batuan metamorf yang terbentuk berupa
sekishijau(kaya akan klorite dan epidot), amphibolite (kaya akan amphibole), dan
granulite (kaya akan piroksen). Batolith intermediet dan asam akan menghasilkan batuan
metamorf berupa gneiss dan migmatit.
Tipe kedua adalah metamorfosa dengan tekanan tinggi temperatur rendah,
contohnya adalah sekisbiru yang terbentuk di zona melange. Metamorfosa ini mempunyai
tekanan yang tinggi karena terbentuk pada zona subduksi, bertemperatur rendah karena
berasosiasi dengan zona subduksi sehingga tidak sempat menghasilkan panas yang tinggi.
Tipe lain dari metamorfosa berasosiasi dengan busur vulkanik. Pada zona subduksi
yang dalam terbentuk metamorfosa eklogit, kontak, hidrotermal.
Cekungan samudera yang terjebak diantara batas lempeng divergen dan zona
subduksi akan terus menyempit sampai lempeng benua bertemu dengan gunung api.
Cekungan samudera yang sempit ini dinamakan remnant oceans. Zona subduksi selalu
menghasilkan remnant ocean basins yang berarti bahwa cekungan yang tidak akan
bertahan lama dalam skala waktu geologi.
F. Pembentukan batas lempeng konvergen  island arc-continen collision

Gambar 6. Island arc-continen collision

Lempeng benua sebelah barat dan volcanic island mengalami konvergen dan kolisi
menghasilkan gunung yang tinggi dan remnant ocean basins menyempit menjadi zona
suture (gambar 6). Karena dip dari zona subduksi mengarah ke timur, maka busur
kepulauan berada di atas lempeng benua. Lempeng yang berada di atas lempeng yang lain
disebut hinterland dan lempeng yang berada di bawah lempeng yang lain disebut
foreland.
Selama terjadi kolisi, bagian yang paling terpengaruh adalah zona melange.
Melange akan bertemu dengan hinterland dan menyempit dari ratusan km menjadi 10 km
dan akan menjadi zona suture yang merupakan batas antara dua lempeng.
Volcanic island yang sebelumnya tingginya hanya beberapa km, setelah
mengalami kolisi menjadi lebih tinggi lagi bahkan menjadi gunung bersalju pada
puncaknya.Hinterland membawa material sedimen menuju ke foreland, di belakang
hinterland masih terdapat sisa aktifitas vulkanik dari sisa magma hasil dari zona subduksi.
Selama terjadi kolisi, secara gradual subduksi berhenti, aktifitas vulkanik berhenti,
pembentukan gunung berhenti, dan yang terjadi adalah erosi pada hinterland.
Beberapa kejadian terjadi di foreland, yang pertama adalah sedimen dari aktifitas
divergen mengalami kompresi sehingga terlipat membentuk sinklin dan antiklin dan
membentuk thrust fault. Yang kedua sedimen hasil aktfitas divergen berada di bawah
hinterland dan mengalami metamorfosa membentuk marmer, kuarsit, slate, dan filit.
Metamorfosa pada bagian yang lebih dalam menghasilkan fasies amphibolite dan granulit.
Yang ketiga adalah gunung pada foreland basin mengalami subsiden menuju cekungan
laut dalam yang terisi dengan klastik sedimen. Sedimen yang mengisi foreland basins
berasal dari hinterland yang mengalami erosi berkomposisi dominan litik (batuan beku
vulkanik, plutonik, dan metamorphic rock fragmen) yang banyak mengandung banyak
sodic plaglioclase feldspar.
Cekungan foreland pertama kali terisi oleh serpih hitam tetapi sedimen hasil erosi
dari hinterland secara cepat akan mengisi cekungan ini. Lingkungan pengendapan dimulai
dari submarine fans dari lingkungan shallow upward – shelf kemudian berubah menjadi
deposit teresterial (meandering dan braided rivers)
G. Pembentukan gunung tipe cordilleran

Gambar 7. Pembentukan gunung tipe cordilleran

Zona subduksi di bawah busur kepulauan benar-benar sudah berhenti dan lempeng
benua sebelah barat sudah menjadi datar karena erosi. Zona subduksi terjadi di tempat lain
dan membentuk busur kepulauan yang lain, tetapi pada penjelasan kali ini subduksi terjadi
dengan dip ke arah timur dan berada di bawah lempeng benua sebelah timur (gambar 7)
membentuk tipe cordilleran (busur gunung api).
Proses yang terjadi pada waktu subduksi hampir sama dengan zona subduksi pada
pembentukan busur kepulauan. Magma tipe intermediet dan asam diinjeksi ke permukaan
benua. Metamorfosa yang dihasilkan berupa fasies metamorfosa ampibolite – granulite,
bila berasal dari batugamping dan batupasir kuarsa akan menghasilkan marmer dan
kuarsit. Batupasir dengan tingkat maturity rendah termetamorfosa akan menghasilkan
batusabak, filit, sekis, dan gneiss.
Panas meningkat di atas zona subduksi menyebabkan terjadinya arus konveksi
sehingga terjadi gaya ekstensi pada lempeng benua membentuk sesar normal dan graben
yang cukup dalam. Graben ini terisi oleh sedimen klastik yang berukuran kasar dari kipas
aluvial dan braided rivers dan vulkanik intermediet – asam dari zona subduksi. Karena
batuan induk berasal dari berbagai macam batuan (batuan hasil dari proses divergen,
batuan dari zona suture, batuan metamorf, batuan vulkanik, dan batuan hasil erosi dari
batolith intemediet-asam), batuan yang terbentuk akan dengan kuarsa, litik, dan feldspar.
H. Pembentukan gunung tipe kolisi kontinen – kontinen

Gambar 8. Pembentukan gunung tipe kolisi kontinen – kontinen

Remnant ocean basin yang memisahkan 2 lempeng benua semakin lama semakin
menyempit dan 2 lempeng benua akan saling bertemu (gambar 8). Komponen
pembentukan gunung akibat kolisi ini hampir sama dengan kolisi busur kepulauan-
kontinen (hinterland, foreland, zona suture, cekungan foreland, gunung tipe himalayan).
Perbedaan dengan kolisi tipe pertama adalah pada kolisi tipe kedua hinterland dimulai
dengan sedimen hasil proses divergen di atas foreland (berasal dari seri ofiolit).
Sedimen yang mengisi cekungan foreland juga berbeda walaupun memiliki
lingkungan pengendapan yang sama. Hinterland berkomposisi sedimen hasil dari proses
divergen yang tebal. Cekungan foreland akan terisi oleh material tersebut dan dari
berbagai batuan induk yang menghasilkan sedimen kaya akan kuarsa, litik, feldspar,
metamorf (sekis dan gneiss). Sebelum terjadi kolisi, cekungan foreland secara tektonik
stabil dan terisi oleh batupasir kuarsa dan batugamping. Kemudian setelah terjadi kolisi
cekungan foreland mengalami subsiden ratusan hingga ribuan kaki, bentuk dari cekungan
tidak simetri dengan bagian yang lebih dalam dekat dengan gunung dan yang lebih
dangkal dekat dengan foreland continent. Cekungan foreland mampu terisi oleh sedimen
dengan tebal 2 mil karena tingkat subsiden dan deposisi sama. Sesudah sebagian tertutup
oleh hinterland, maka subsiden dari foreland secara gradual berhenti.
I. Lempeng benua yang stabil

Gambar 9. Kembali lagi menjadi lempeng benua yang stabil


Lempeng benua stabil yang terbentuk memiliki batuan yang lebih komplek
daripada tahap A (gambar 9). Busur gunung api terletak di antara dua benua, terdapat 2
cekungan foreland, terdapat 2 zona suture, dan terdapat batuan beku dan metamorf yang
berbeda-beda. Silkus akan kembali lagi mulai dari tahap A.

Daftar Pustaka :
Paper :
Dickinson, William R., 1974, Tectonics and Sedimentation, Society of Economic
Paleontology and Mineralogist, Tulsa, Oklahoma, USA
Websites :
http://cmsres.jmu.edu//geollab/fichter/wilson/wilson.html
2. A. Perkembangan cekungan Mandala Kendeng
Zona Kendeng mempunyai panjang 250 km dan lebar 20 km dengan arah
memanjang Barat-Timur – Timurtenggara-Baratbaratlaut diantara daerah datar zona
Randublatung ke utara dan zona Solo ke selatan.
Zona Kendeng dideskripsi sebagai antiklinorium yang lebar. Lipatan
berlangsung intensif di sebelah barat (singkapan batuan dasar berumur Miosen Awal)
dan menyempit dan menunjam di sebelah timur (singkapan batuan tertua berumur
Pliosen). Struktur yang berkembang berupa thrust fault block arah utara yang berumur
Pliosen Akhir – Pleistosen. De Genevraye dan Samuel (1972) menginterpretasikan
bahwa pola struktur merupakan kompresi berarah utara – selatan.
Dibandingkan dengan zona Rembang, zona Kendeng mempunyai sedimen
yang lebih tebal berumur Miosen – Pliosen yang terdeposisikan di fasies laut dalam.
Formasi Kerek hasil dari proses turbidite yang berumur Miosen Tengah-Akhir
berkomposisi material vulkaniklastik yang berasal dari batuan sumber di sebelah
selatan
Revisi terbaru mengenai terminologi formasi dan umur batuan dibuat oleh
Harsono (1983, lihat gambar 10). Formasi yang tersingkap paling tua berumur Miosen
Awal yaitu Formasi Pelang berkomposisi napal yang kaya foraminifera dengan
beberapa kalkarenit dan mengandung banyak foram besar.
Di atasnya terendap Formasi Kerek (dapat dibagi menjadi Batugamping
Banyuurip, Sentul, dan Kerek) dengan ketebalan lebih dari 800 m di bagian tengah
zona Kendeng. Berkomposisi seri turbidite berupa lempung dan napal berselingan
dengan batupasir tuffaceous dan batupasir calcareous. Kehadiran tuffaceous semakin
sedikit dari selatan ke utara. Di beberapa tempat, konglomerat dengan fragmen
batugamping dan batuan vulkanik di temukan di bagian atas dari Formasi Kerek
(Batugamping Kerek). Umur batuan ini adalah Miosen Tengah-Akhir, dengan zona
plangtonik N10 sampai N17.
Globigerina napal (Formasi Kalibeng bagian bawah) dengan tebal 500-700 m
berumur Miosen Akhir dan Pliosen (zona N17-21). Perlapisan batugamping yang
semakin banyak dapat ditemui pada bagian atas dan secara gradual mendangkal
sampai dengan Formasi Kalibeng bagian atas (Formasi Klitik) dengan ketebalan 50-
150 m berumur Pliosen Akhir.
Bagian atas dari Batugamping adalah deposit proses fluvial yang berumur
Pleistosen berupa Formasi Pucangan dan Formasi Kabuh. Di beberapa tempat
mengandung fosil vertebrata (Trinil, Ngandong, dll). Di beberapa tempat secara lokal
juga ditemukan fosil rework mikrofauna laut yang berumur Pliosen.
Perkembangan cekungan Mandala Rembang
Mandala Rembang umumnya merupakan lingkungan paparan sampai daratan
dan diendapkan batupasir kuarsa, batulempung karbonatan, batugamping pasiran,
batugamping terumbu, batunapal pasiran, batupasir gampingan, dan batubara.
Ketebalan mencapai 5000 m. Mandala Rembang diendapkan pada Kala Eosen hingga
Pleistosen Awal (Harsono 1983). Harsono (1983) dan Udin Adinegoro (1972)
membagi stratigrafi Rembang dari tua ke muda menjadi beberapa formasi :
Formasi Tawun
Berkomposisi interbedded carbonaceous shale dan Batugamping kaya
orbitoidal foraminifera. Pada bagian atas berkomposisi greenish grey clay interkalasi
dengan batugamping dan batupasir dengan ketebalan 30 m. Umur batuan ini adalah
Miosen Awal. Foraminifera bentonik mengindikasikan terendapkan pada lingkungan
laut dangkal.
Anggota Ngrayong
Komposisi utama berupa Batugamping orbitoid dan serpih di bagian bawah
dan batupasir interkalasi dengan batugamping dan batubara di bagian atas. Umur dari
formasi ini adalah Miosen Tengah dengan lingkungan pengendapan fluvial atau
estuarine di bagian utara dan menjadi lingkungan laut di bagian selatan.
Formasi Bulu
Komposisi berupa batugamping pasiran beriterkalasi dengan batunapal pasiran
berumur Miosen Tengah. Ketebalan formasi ini di Sungai Larangan 360 m dan
semakin ke selatan bertambah menjadi 500 m. Diendapkan pada lingkungan laut
dalam dan outer sublitoral.
Formasi Wonocolo
Berkomposisi terutama Napal dan Batulempung, Batugamping pasiran, dan
Batupasir calcareous terdapat di bagian bawah dari formasi, mengindikasikan adanya
aktifitas transgresi. Litologi dan fauna mengindikasikan lingkungan laut dalam dan
outer sublitoral berumur Miosen Tengah-Akhir.
Formasi Ledok
Berkomposisi batupasir interkalasi dengan Kalkarenit berlapis dan
batulempung dengan ketebalan 230 m. Umur formasi ini Miosen Akhir dengan
lingkungan pengendapan laut dangkal.
Formasi Mundu
Berkomposisi Napal masif dengan kandungan foraminifera plangtonik.
Ketebalan 200-300 m dan semakin ke utara semakin tebal menjadi 700 m. Berumur
Miosen – Pliosen dengan lingkungan pengendapan laut dalam.
Formasi Selorejo
Sebagian besar berkomposisi glauconite dengan lingkungan pengendapan laut
dalam. Ketebalan berkisar 0 – 100 m dengan umur Pliosen akhir.
Formasi Lidah
Terdiri dari batulempung kebiruan, napal berlapis interkalasi dengan batupasir
dan coquina yang melensa. Diendapkan pada lingkungan midlle sampai outer
sublitoral.
Formasi Paciran
Komposisi berupa batugamping masif berumur Pliosen awal sampai
Pleistosen.
B. Perbedaan Mandala Rembang dan Kendeng ditinjau kerangka geotektonik :

C. Prospek pembentukan petroleum system


Disimpulkan bahwa cekungan Jawa Timur Utara dibagi menjadi empat daur
pengendapan/sedimentasi, yaitu :
 Eosen – Oligosen Akhir diendapkan Formasi Ngimbang dan Formasi Kunjung.
 Oligosen Akhir – Miosen Tengah diendapkan Formasi Prupuh, Formasi Tuban,
Formasi Tawun termasuk batupasir Ngrayong (Aona Rembang) yang ekuivalen
dengan Formasi Pelang (Zona Kendeng).
 Miosen Tengah – Plio – Pleistosen berkembang Formasi Bulu, Formasi Wonocolo,
Formasi Ledok, Dan Formasi Mundu (Zona Rembang) yang korelatif dengan
Formasi Kerek dan Formasi Kalibeng (Zona Kendeng).
 Plio – Pleistosen – Resen didistribusikan Formasi Selorejo dan Formasi Lidah
(Zona Rembang) yang setara dengan Formasi Sonde atau Klitik, Formasi
Pucangan, Formasi Kabuh dan Formasi Notopuro (Zona Kendeng).
Baik Zona Kendeng maupun Zona Rembang terletak pada daerah Cepu
memiliki prospek yang bagus untuk petroleum system, karena baik Zona Kendeng
maupun Rembang memenuhi syarat petroleum system, yaitu adanya batuan induk,
batuan reservoar, perangkap, batuan penutup, dan migrasi dan akumulasi.
Permasalahannya adalah mana yang lebih prospek sebagai petroleum system, oleh
karena itu perlu dikaji lebih lanjut mengenai petroleum system daerah Cepu :
Batuan Induk
Batuan induk pada daerah Cepu diindikasikan oleh adanya perulangan yang
cukup tebal dari batuan klastik halus dan batuan karbonat yang berumur Eosen-
Pliosen. Dari hasil data pemboran dari tiap sumur minyak didapatkan kesimpulan
bahwa batuan induk yang efektif di daerah Cepu dan sekitarnya adalah Formasi Tuban
atau yang lebih tua (Formasi Kunjung dan Ngimbang). Sedangkan yang lebih muda
(Formasi Tawun, Mundu, Lidah, dan Wonocolo) walaupun kandungan TOC-nya
tinggi tetapi tingkat kematangannya rendah.
Batuan Reservoar
Batuan reservoar Jawa Timur utara terdiri dari batupasir kasar, kalkarenit dan
karbonat. Formasi yang mengandung minyak dan gas bumi memiliki kisaran umur
dari Miosen sampai Pleistosen. Posisi stratigrafi yang mengandung minyak dan gas
dalam stratigrafi sekuen selalu terletak di dekat batas siklus pengendapan atau di
bagian tengah antara sea level fall.
 Pasir Ngrayong (Formasi Tawun)
Batuan reservoar minyak bumi yang paling potensial di daerah Cepu dan
sekitarnya adalah batupasir kasar berbutir halus-sedang dari anggota Ngrayong.
Batuan reservoar tersebut mempunyai kedalaman sekitar 600-700 m dengan
porositas rata-rata 18-70% total produksi minyak di Cepu.
 Gamping Selorejo (Formasi Selorejo)
Batugamping foraminifera dari Formasi Selorejo merupakan reservoar gas
dengan kedalaman 300m. Batugamping tersebut merupakan reservoar yang sangat
baik dengan porositas antara 28-42% dan permeabilitas berkisar dari 55-903 mD,
serta ketebalan bervariasi antara 0-50 m.
Selain kedua formasi di atas yang merupakan reservoar besar juga terdapat
beberapa reservoar kecil lainnya seperti Formasi Bulu, Wonocolo dan Ledok.
Beberapa Formasi yang diharapkan menjadi reservoar Prupuh, dan Kunjung.
Perangkap
Semua perangkap minyak dan gas bumi yang berada di cekungan Jawa Timur Utara
adalah tipe perangkap struktur dan hampir semuanya berupa antiklin yang bervariasi
dari yang sederhana, elongate dan simetri. Perangkap antiklin ini biasanya dipotong
oleh sesar naik dengan arah timulaut – baratdaya yang sekaligus merupakan batas
akumulasi minyak. Akibat intensitas tektonik yang tinggi pada Zona Kendengan dan
Zona Rembang maka keduanya terbentuk antiklin yang kecil sedangkan pada Zona
Randublatun terbentuk antiklin yang besar sehingga merupakan reservoar yang baik.
Batuan penutup
Di daerah Cepu gas yang terakumulasi di lapangan gas Balun ditutup oleh
batulempung dari Formasi Lidah bagian bawah. Minyak yang terkumulasi pada
Formasi Wonocolo ditutup oleh napal dari Formasi Mundu bagian bawah. Pada
Formasi Tawun yang pada dasarnya tersusun oleh perulangan batupasir dan
batulempung kadang-kadnag dijumpai reservoar sekaligus lapisan penutupnya.
Migrasi dan Akumulasi
Berdasarkan data, diketahui pembentukan minyak dan gas di daerah Cepu
mulai terjadi pada kala Miosen Akhir sekitar 10 juta tahun yang lalu. Karena migrasi
sangat dipengaruhi oleh proses orogenesa maka migrasi minyak dan gas bumi di
cekungan Jawa Timur utara terjadi pada Pliosen Akhir – Pleistosen Akhir karena ada
pembebanan sedimen dan tektonik aktif.
Migrasi vertikal mempunyai jarak yang cukup jauh baik secara stratigrafis
maupun umur yaitu Formasi Ngimbang, Kujung, Tuban yang berumur Eosen –
Oligosen ke Formasi Tawun, Wonocolo, Selorejo yang beumur Eosen – Pliosen.
Struktur geologi berupa patahan yang cukup banyak di Cekungan Jawa Timur
utara mempunyai peranan penting dalam proses migrasi. Hal ini dibuktikan denga
banyaknya minyak dan gas bumi yang muncul sebagai rembesan (seepage). Patahan
merupakan media yang cukup efektif untuk terjadinya migarasi vertikal yang ckup
jauh terutama pada zona Rembang dan Randublatung. Sedangkan Zona Kendeng yang
didominasi oleh material sedimen halus, pataha-patahan ini tidak cukup efektif sebagai
media migrasi.

Anda mungkin juga menyukai