Anda di halaman 1dari 8

Subduksi adalah proses yang terjadi pada batas konvergen di mana satu lempeng tektonik

bergerak di bawah lempeng tektonik lain, tenggelam ke mantel Bumi , sebagai berkumpul piring. Sebuah
zona subduksi adalah area di bumi di mana dua lempeng tektonik bergerak ke arah satu sama lain dan
subduksi terjadi. Zona subduksi terjadi ketika lempeng samudra bertabrakan dengan lempeng benua, dan
menelusup ke bawah lempeng benua tersebut ke dalam astenosfer. Lempeng litosfer samudra mengalami
subduksi karena memiliki densitas yang lebih tinggi. Lempeng ini kemudian mencair dan menjadi
magma. Tingkat subduksi biasanya diukur dalam sentimeter per tahun, dengan rata-rata konvergensi yang
kira-kira 2 sampai 8 cm per tahun (sekitar tingkat kuku tumbuh) .

Penjelasan mengenai kerak benua dan kerak samudra:

a) Kerak benua mempunyai lapisan lebih tebal dibandingkan kerak samudra. Lapisan atas pada
kerak ini adalah berupa batuan granit, sedangkan lapisan dibawahnya berupa batuan basalt yang lebih
rapat. Lapisan-lapisan ini menurut peristiwa geologi terbentuk pada berbagai zaman melalui berbagai
macam proses. Batuan yang paling tua ditemukan pada perisai prokambium. Batuan yang lebih muda
terbentuk selama zaman-zaman pembentukan gunung.

b) Kerak samudra merupakan sedimen yang mempunyai ketebalan 800 meter. Kerak samudra
yang dibentuk letusan gunung api sepanjang celah-celah bawah laut disebut pematang tengah samudra.
Umurnya kurang dari 200 juta tahun. Secara geologis lebih muda dibandingkan dengan kerak benua yang
berumur 3,8 miliar tahun.

Zona subduksi melibatkan lempeng samudera geser di bawah baik pelat kontinental atau lain
lempeng samudera (yaitu, lempeng subduksi selalu samudera sedangkan Lempeng subduksi mungkin atau
mungkin tidak kelautan). zona subduksi sering dicatat untuk suku mereka yang tinggi vulkanisme , gempa
bumi , dan bangunan gunung . Hal ini karena proses subduksi mengakibatkan meleleh dari mantel yang
menghasilkan busur vulkanik sebagai batuan yang relatif ringan secara paksa terendam.
Pada gambar diatas dapat diketahui bahwa arus konveksi dari bagian mantel telah mendorong
lempeng samudra secara vertikal sehingga lempeng samudra melengkung ke atas dan bagian puncaknya
patah. Pada lokasi itu, kemudian terbentuk pegunungan bawah laut atau punggung bawah laut (mid
oceanic ridge). Bagian puncak yang patah disusupi magma dari bawah sehingga membentuk jalur gunung
api bawah laut. Beberapa jalur gunung api bawah laut itu makin lama makin bertambah tinggi dan
puncaknya menyembul diatas permukaan laut sehingga membentuk pulau-pulau gunung api.

Lempeng samudra yang patah, mengikuti arus konveksi, yaitu sebagian bergeser ke kiri dan
sebagian bergeser ke kanan. Lempeng samudra yang bergeser tersebut akhirnya menumbuk lempeng
benua dan menunjam ke bawah yang membentuk zona subduksi. Karena menunjam ke bawah, lempeng
samudera yang semula padat dan keras menjadi luluh atau lebur, sebab semakin masuk ke dalam bumi
suhunya semakin tinggi. Lempeng samudra yang luluh tersebut berubah menjadi dua bentuk, yaitu massa
cair dan gas yang menjadi sumber tenaga.

Di daerah subduksi, makin lama jumlah luluhan lempeng samudra makin bertambah banyak
sehingga terkumpullah massa cair dalam jumlah yang besar dan juga tertumpuk energi yang makin lama
makin besar dan kuat. Tumpukan energi yang besar itu akhirnya akan mampu melepaskan diri dengan
menjebol lapisan kulit bumi diatasnya. Akibat desakan arus konveksi ke atas mengakibatkan kulit bumi
retak dan membelah (divergensi). Kemudian, masing-masing belahan bergeser ke kiri dan ke kanan
secara horizontal tersebut bertumbukan dengan pecahan kerak bumi lainnya.

Pada zona konvergensi ini, lempeng samudra (yang lebih berat) akan menyulap ke dalam
(subduksi) akan terangkat ke atas (overridge), melengkung, dan terpatah-patah (dislokasi), gerakan yang
timbul pada saat itu disebut gempa dislokasi atau gempa tektonik

Zona subduksi menandai situs konvektif downwelling dari bumi litosfer (yang kerak rapuh
ditambah bagian atas mantel atas). zona subduksi ada di batas lempeng konvergen di mana satu piring
dari litosfer samudera menyatu dengan plat lain. Turun-akan slab - tepi terkemuka dari subduksi lempeng-
dikalahkan oleh mutakhir dari pelat lain. Slab tenggelam pada sudut sekitar 25 sampai 45 derajat ke
permukaan bumi. Pada kedalaman sekitar 80-120 km, basal pelat samudra dikonversi menjadi batu
metamorf disebut eclogite . Pada titik ini, kepadatan meningkat litosfer samudra dan dilakukan ke dalam
mantel oleh arus konvektif downwelling. Hal ini pada zona subduksi bahwa bumi lithosfer, kerak
samudera , sedimen lapisan, dan beberapa terjebak air didaur ulang ke dalam mantel. Bumi adalah satu-
satunya planet di mana subduksi diketahui terjadi. Tanpa subduksi, lempeng tektonik tidak bisa eksis.

Subsidi sendimen biasanya kaya hydrous mineral dan tanah liat. Selama transisi dari basal ke
eclogite, bahan-bahan hydrous rusak, memproduksi jumlah berlebihan dari air, yang padakanan yang
begitu besar dan suhu ada sebagai fluida superkritis . Air superkritis, yang panas dan lebih ringan
dibandingkan dengan batuan sekitarnya, naik ke atasnya mantel mana menurunkan tekanan dalam (dan
dengan demikian suhu leleh) batuan mantel ke titik lebur yang sebenarnya, menghasilkan magma. Magma
ini, pada gilirannya, meningkat, karena mereka kurang padat dari batuan mantel. Mantel magma ini yang
diturunkan (yang basaltik dalam komposisi) dapat terus meningkat, akhirnya ke permukaan bumi,
mengakibatkan letusan gunung berapi. Dari lava meletus tergantung pada sejauh mana yang diturunkan
basalt mantel (a) berinteraksi dengan (mencair) kerak bumi dan / atau (b) mengalami kristalisasi
fraksional.
Diatas zona subduksi, gunung berapi yang ada di rantai panjang disebut busur vulkanik . Gunung
api yang ada di sepanjang busur cenderung menghasilkan letusan berbahaya karena mereka kaya dalam
air (dari pelat dan sedimen) dan cenderung menjadi sangat eksplosif. Krakatau, Nevado del Ruiz, dan
Gunung Vesuvius merupakan contoh gunung berapi busur. Busur juga diketahui terkait dengan logam
mulia seperti emas, perak dan tembaga - lagi diyakini dibawa oleh air dan terkonsentrasi di sekitar
gunung berapi tuan rumah mereka di batu disebut "bijih".

Panas dari inti bumi yang disampaikan kepada mantel menyebabkan mantel untuk convect
banyak cara yang mendidih convects air dalam panci di atas kompor. Mantel di batas inti-naik sementara
tenggelam mantel mantel dingin, menyebabkan sel konveksi terbentuk. Pada titik di mana dua ke bawah
bergerak convecting sel bertemu (dingin mantel sinking), konveksi dapat terjadi, memaksa kerak
samudera di bawah ini baik benua atau kerak samudera lainnya. kerak Continental cenderung untuk
mengesampingkan kerak samudera karena terdiri dari granit padat kurang dibandingkan dengan basalt
dari kerak samudera.

Zona subduksi adalah penting karena beberapa alasan:

1. Zona subduksi Fisika: Penenggelaman litosfer mantel adalah kekuatan terkuat (tetapi bukan
satu-satunya) yang diperlukan untuk mendorong gerakan piring dan modus dominan konveksi mantel .

2. Zona subduksi Kimia: The subduksi pelat dingin tenggelam di zona subduksi rilis air ke dalam
mantel atasnya, menyebabkan mantel leleh dan fraksionasi unsur antara permukaan dan waduk mantel
dalam, menghasilkan busur pulau dan kerak benua .

3. Subduksi zona subduksi campuran sedimen, kerak samudera, dan mantel litosfer dengan
mantel dari pelat utama untuk menghasilkan cairan, calc-alkaline series mencair, deposito bijih, dan kerak
benua.

Zona subduksi juga telah dianggap sebagai mungkin lokasi pembuangan untuk limbah nuklir, di
mana tindakan itu akan membawa bahan ke dalam planet mantel , aman jauh dari kemungkinan pengaruh
terhadap kemanusiaan atau lingkungan permukaan, tetapi metode pembuangan saat ini dilarang oleh
kesepakatan internasional .
Di Indonesia terlihat di sepanjang pesisir barat Sumatra, selatan Jawa sampe ke Laut Banda.
Lempeng samudra dan benua yang dimaksud adalah Lempeng Australia yg menunjam ke bawah
Lempeng Eurasia (Eropa dan Asia, di mana Indonesia bagian barat termasuk di dalam-nya). Pada gambar
diatas, subduction zone ditandai dengan simbol segitiga. Segitiga yang "menghadap" ke arah Indonesia
maksudnya adalah menggambarkan Lempeng Australia yang masuk menunjam ke bawah Lempeng
Eurasia. Bisa di-liat bahwa pesisir barat Sumatra, selatan Jawa sampe ke Laut Banda adalah jalur
subduction. Artinya sepanjang daerah itu adalah daerah rawan gempa.

Keterkaitan subduction zona dengan gempa yaitu jalur gempa di dunia (atau istilah-nya adalah
benioff zone) akan mengikuti jalur subduction karena memang gempa adalah salah satu produk dari jalur
tersebut selain jalur gunung api dan juga semua hasil tambang bumi jadi kesimpulan umum dari
subduction zone tadi adalah bukan hanya menghasilkan gempa tetapi juga bisa memberikan fenomena
alam yang menakjubkan dan kekayaan hasil bumi yg menguntungkan secara ekonomi.

Lempeng samudra yang menunjam tadi akan bergesekan dengan lempeng benua. Selama dia
menunjam, dua lempeng ini mempunyai daya elastic. Pada saat daya elastis-nya sudah melewati batas,
maka dia akan melepaskan energi berupa gempa. Jika dianalogikan dengan penggaris adalah ketika si
penggaris tadi sudah tidak bisa mempertahankan kelengkungannya dan patah.

Gambar penampang dari subduction zone terletak di samping kiri . Trench adalah palung, titik
pertemuan lempeng samudra dan lempeng benua, magma generation terbentuk karena suhu dan tekanan
tinggi akibat gesekan dua lempeng ini yang akhirnya membuat batuan di kedalaman itu meleleh dan
karena suhu tekanan tinggi pula magma ini berusaha naik ke atas permukaan bumi melalui gunung api.
Berikut ini beberapa karakteristik zona subduksi yang terdapat di Indonesia dan dunia.

Melange, salah satu karakteristik dari batas konvergen (subduksi) yang terdiri dari batuan yang
kacau (Chaotic) pecahan berbagai batuan dan teranjakkan.

Melange terbentuk dari sedimen muda dalam palung samudera yang tertekan oleh litosfir yang
bergerak dan terseret dalam blok-blok yang dibatasi oleh sesar-sesar terajakan (thrusted).

Hasil aktivitas tektonik yang disumbangkan ke prisma akresi mengakibatkan munculnya variasi
sedimen. Berbagai batuan yang berbeda-beda bercampur menjadi satu kelompok batuan yang dinamakan
melange.

Melange berasal dari Bahasa Prancis yang berarti ’incongruous mixture.’

Pada jenis kelompok batuan ini terdapat singkapan yang mungkin dideskripsikan sebagai breksi
sangat kasar (very coarse breccia). Yang menarik dari breksi ini tidak hanya besarnya fragmen (blok),
namun keragaman komposisi dan asalnya. Beberapa blok merupakan bagian dari kerak samudra, yang
dinamakan blok eksotik (exotic block). Blok lainnya adalah fragmen lapisan sedimen, seperti batupasir
yang berasal dari sedimen palung, yang dinamakan native block. Matrik terdiri dari sedimen plastis yang
terdeformasi. Matrik tersebut terdiri dari campuran sedimen pelagik dan turbidit.

Kata sifat ’chaotic’ seringkali diterapkan bagi struktur batuan yang terdeformasi.

Salah satu jenis melange adalah submarine debris slide yang dinamakan olistostrom
(olistostrome), yang terakumulasi pada lereng palung.

Jika melange terbawa ke bawah permukaan di zona subduksi, maka melange tersebut dapat
mendapatkan tekanan tinggi dan berubah menjadi sekis.

Melange, pertama kali dipetakan dari singkapan sebagai hasil akhir dari orogenesa kompresi
(compressional orogeny), terutama sebagai hasil tumbukan busur dengan benua (arc-continent collision)
yang berikutnya naik ke batas benua melalui sesar naik.

Pada singkapan tersebut, dampak orogenesa tumbukan telah membentuk struktur sesar naik dan
lipatan.

Melange juga terdapat pada batas suture yang dihasilkan oleh tumbukan benua dengan benua
(continent-continent collision).

Di awal dekade 1960-an, Hamilton meneliti melange di Kepulauan Mentawai.

Dari hasil observasinya, ia berpendapat (hipotesa) bahwa pembentukan melange terjadi akibat
proses shearing yang intensif di lapisan pada listric thrust.

Terdapat dua jenis komponen melange, yaitu: a). tubuh prisma akresi, yang tersusun atas sedimen
darat dan sedimen pelagik; b). fragmen yang berasal dari bagian atas lempeng yang menunjam.

Darrel S. Cowan (1985), membagi melange menjadi empat tipe, dimana tiap jenis terletak pada
lokasi tertentu pada zona subduksi (gambar 8.31).

Tipe I terdiri dari batuan yang awalnya adalah perselingan (interbedded) batupasir dan mudstone
yang kemudian terganggu (disrupted) dan mengalami fragmentasi dengan regangan berorientasi sejajar
dengan bidang lapisan awalnya.

Tipe II terdiri dari batuan yang awalnya adalah lapisan tipis green tuff, radiolarian ribbon chert
dan batupasir yang berseling dengan black mudstone’ (’thin layers of green tuff, radiolarian ribbon chert,
and minor sandstone originally interbedded with black mudstone’). Jenis ini terbentuk selama proses
shearing dan pembentukan sesar imbrikasi pada lapisan prisma akresi (wedge).

Tipe III terdiri dari ’berbagai jenis bentuk, ukuran dan komposisi batuan pada matrik scaly pelitic
(clay size)’ (’inclusion of diverse shapes, sizes, and composition enveloped in a locally scaly pelitic (clay
size) matrix’). Material jenis ini mungkin berasal dari olistostrom atau mud diapir.
Tipe IV terdiri dari batuan, yang berbentuk lenticular, yang dibatasi oleh jaringan sesar dengan
orientasi subparalel (’lenticular inclusion bounded by an anastomosing network of subparallel faults’).
Struktur ini menunjukkan pemotongan (slicing) pada zona sesar brittle (brittle fault zone) seperti yang
terlihat pada gambar 8.32. Pada tipe ini termasuk lensa lava bantal yang berasal dari bagian atas kerak
samudra. Jadi, melange tidak terbatas pada sedimen yang terakumulasi pada prisma akresi, karena lava
bantal dan sheeted dike juga dapat ada.
Daftar pustaka

http://cahyageo.blogspot.co.id/2011/02/dalam-geologi-subduksi-adalah-proses.html

http://www.ibnurusydy.com/mengenal-karakteristik-zona-subduksi-di-indonesia/

slide geologi dinamik

Anda mungkin juga menyukai