BERTUMBUKAN (KONVERGEN)
Berdasarkan jenis kerak bumi yang saling mendekat, batas ntar lempeng
dapat dibedakn menjadi tiga, yaitu :
pegunungan baru. Peristiwa ini terjadi pada saat bersatunya India ke benua
Asia yang menghasilkan pegunungan Himalaya.
ZONA SUBDUKSI INDONESIA
Dalam geologi, subduksi adalah proses yang terjadi pada batas konvergen
di mana satu lempeng tektonik bergerak di bawah lempeng tektonik lain,
tenggelam ke mantel Bumi, sebagai berkumpulya piring. Sebuah zona subduksi
adalah area di bumi di mana dua lempeng tektonik bergerak ke arah satu sama lain
dan subduksi terjadi. Zona subduksi terjadi ketika lempeng samudra bertabrakan
dengan lempeng benua, dan menelusup ke bawah lempeng benua tersebut ke
dalam astenosfer. Lempeng litosfer samudra mengalami subduksi karena memiliki
densitas yang lebih tinggi. Lempeng ini kemudian mencair dan menjadi magma.
Tingkat subduksi biasanya diukur dalam sentimeter per tahun, dengan rata-rata
konvergensi yang kira-kira 2 sampai 8 cm per tahun (sekitar tingkat kuku
tumbuh).
Penjelasan mengenai kerak benua dan kerak samudra :
a) Kerak benua mempunyai lapisan lebih tebal dibandingkan kerak samudra.
Lapisan atas pada kerak ini adalah berupa batuan granit, sedangkan lapisan
dibawahnya berupa batuan basalt yang lebih rapat. Lapisan-lapisan ini
menurut peristiwa geologi terbentuk pada berbagai zaman melalui
berbagai macam proses. Batuan yang paling tua ditemukan pada perisai
prokambium. Batuan yang lebih muda terbentuk selama zaman-zaman
pembentukan gunung.
b) Kerak samudra merupakan sedimen yang mempunyai ketebalan 800 meter.
Kerak samudra yang dibentuk letusan gunung api sepanjang celah-celah
bawah laut disebut pematang tengah samudra. Umurnya kurang dari 200
juta tahun. Secara geologis lebih muda dibandingkan dengan kerak benua
yang berumur 3,8 miliar tahun.
Zona subduksi melibatkan lempeng samudera geser di bawah baik pelat
kontinental atau lain lempeng samudera (yaitu, lempeng subduksi selalu samudera
sedangkan Lempeng subduksi mungkin atau mungkin tidak kelautan). zona
subduksi sering dicatat untuk suku mereka yang tinggi vulkanisme , gempa bumi ,
dan bangunan gunung . Hal ini karena proses subduksi mengakibatkan meleleh
dari mantel yang menghasilkan busur vulkanik sebagai batuan yang relatif ringan
secara paksa terendam.
Pada gambar diatas dapat diketahui bahwa arus konveksi dari bagian
mantel telah mendorong lempeng samudra secara vertikal sehingga lempeng
samudra melengkung ke atas dan bagian puncaknya patah. Pada lokasi itu,
kemudian terbentuk pegunungan bawah laut atau punggung bawah laut (mid
oceanic ridge). Bagian puncak yang patah disusupi magma dari bawah sehingga
membentuk jalur gunung api bawah laut. Beberapa jalur gunung api bawah laut
itu makin lama makin bertambah tinggi dan puncaknya menyembul diatas
permukaan laut sehingga membentuk pulau-pulau gunung api.
Lempeng samudra yang patah, mengikuti arus konveksi, yaitu sebagian
bergeser ke kiri dan sebagian bergeser ke kanan. Lempeng samudra yang bergeser
tersebut akhirnya menumbuk lempeng benua dan menunjam ke bawah yang
membentuk zona subduksi. Karena menunjam ke bawah, lempeng samudera yang
semula padat dan keras menjadi luluh atau lebur, sebab semakin masuk ke dalam
bumi suhunya semakin tinggi. Lempeng samudra yang luluh tersebut berubah
menjadi dua bentuk, yaitu massa cair dan gas yang menjadi sumber tenaga.
Di daerah subduksi, makin lama jumlah luluhan lempeng samudra makin
bertambah banyak sehingga terkumpullah massa cair dalam jumlah yang besar
dan juga tertumpuk energi yang makin lama makin besar dan kuat. Tumpukan
energi yang besar itu akhirnya akan mampu melepaskan diri dengan menjebol
6
lapisan kulit bumi diatasnya. Akibat desakan arus konveksi ke atas mengakibatkan
kulit bumi retak dan membelah (divergensi). Kemudian, masing-masing belahan
bergeser ke kiri dan ke kanan secara horizontal tersebut bertumbukan dengan
pecahan kerak bumi lainnya.
Pada zona konvergensi ini, lempeng samudra (yang lebih berat) akan
menyulap ke dalam (subduksi) akan terangkat ke atas (overridge), melengkung,
dan terpatah-patah (dislokasi), gerakan yang timbul pada saat itu disebut gempa
dislokasi atau gempa tektonik.
Zona subduksi menandai situs konvektif downwelling dari bumi litosfer
(yang kerak rapuh ditambah bagian atas mantel atas). zona subduksi ada di batas
lempeng konvergen di mana satu piring dari litosfer samudera menyatu dengan
plat lain. Turun-akan slab - tepi terkemuka dari subduksi lempeng-dikalahkan oleh
mutakhir dari pelat lain. Slab tenggelam pada sudut sekitar 25 sampai 45 derajat
ke permukaan bumi. Pada kedalaman sekitar 80-120 km, basal pelat samudra
dikonversi menjadi batu metamorf disebut eclogite . Pada titik ini, kepadatan
meningkat litosfer samudra dan dilakukan ke dalam mantel oleh arus konvektif
downwelling. Hal ini pada zona subduksi bahwa bumi lithosfer, kerak samudera ,
sedimen lapisan, dan beberapa terjebak air didaur ulang ke dalam mantel. Bumi
adalah satu-satunya planet di mana subduksi diketahui terjadi. Tanpa subduksi,
lempeng tektonik tidak bisa eksis.
Subsidi sendimen biasanya kaya hydrous mineral dan tanah liat. Selama
transisi dari basal ke eclogite, bahan-bahan hydrous rusak, memproduksi jumlah
berlebihan dari air, yang padakanan yang begitu besar dan suhu ada sebagai fluida
superkritis. Air superkritis, yang panas dan lebih ringan dibandingkan dengan
7
batuan sekitarnya, naik ke atasnya mantel mana menurunkan tekanan dalam (dan
dengan demikian suhu leleh) batuan mantel ke titik lebur yang sebenarnya,
menghasilkan magma. Magma ini, pada gilirannya, meningkat, karena mereka
kurang padat dari batuan mantel. Mantel magma ini yang diturunkan (yang
basaltik dalam komposisi) dapat terus meningkat, akhirnya ke permukaan bumi,
mengakibatkan letusan gunung berapi. Dari lava meletus tergantung pada sejauh
mana yang diturunkan basalt mantel (a) berinteraksi dengan (mencair) kerak bumi
dan / atau (b) mengalami kristalisasi fraksional.
Diatas zona subduksi, gunung berapi yang ada di rantai panjang disebut
busur vulkanik. Gunung api yang ada di sepanjang busur cenderung menghasilkan
letusan berbahaya karena mereka kaya dalam air (dari pelat dan sedimen) dan
cenderung menjadi sangat eksplosif. Krakatau, Nevado del Ruiz, dan Gunung
Vesuvius merupakan contoh gunung berapi busur. Busur juga diketahui terkait
dengan logam mulia seperti emas, perak dan tembaga - lagi diyakini dibawa oleh
air dan terkonsentrasi di sekitar gunung berapi tuan rumah mereka di batu disebut
"bijih".
Panas dari inti bumi yang disampaikan kepada mantel menyebabkan
mantel untuk convect banyak cara yang mendidih convects air dalam panci di atas
kompor. Mantel di batas inti-naik sementara tenggelam mantel mantel dingin,
menyebabkan sel konveksi terbentuk. Pada titik di mana dua ke bawah bergerak
convecting sel bertemu (dingin mantel sinking), konveksi dapat terjadi, memaksa
kerak samudera di bawah ini baik benua atau kerak samudera lainnya. kerak
Continental cenderung untuk mengesampingkan kerak samudera karena terdiri
dari granit padat kurang dibandingkan dengan basalt dari kerak samudera.
Zona subduksi adalah penting karena beberapa alasan:
1. Zona subduksi Fisika: Penenggelaman litosfer mantel adalah kekuatan
terkuat (tetapi bukan satu-satunya) yang diperlukan untuk mendorong
gerakan piring dan modus dominan konveksi mantel.
2. Zona subduksi Kimia: The subduksi pelat dingin tenggelam di zona
subduksi rilis air ke dalam mantel atasnya, menyebabkan mantel leleh dan
fraksionasi
unsur
antara
permukaan
dan
waduk
mantel
dalam,
api dan juga semua hasil tambang bumi jadi kesimpulan umum dari subduction
zone tadi adalah bukan hanya menghasilkan gempa tetapi juga bisa memberikan
fenomena alam yang menakjubkan dan kekayaan hasil bumi yg menguntungkan
secara ekonomi.
Lempeng samudra yang menunjam tadi akan bergesekan dengan lempeng
benua. Selama dia menunjam, dua lempeng ini mempunyai daya elastic. Pada saat
daya elastis-nya sudah melewati batas, maka dia akan melepaskan energi berupa
gempa. Jika dianalogikan dengan penggaris adalah ketika si penggaris tadi sudah
tidak bisa mempertahankan kelengkungannya dan patah.
10
11
12
Gambar 1. Proses pembentukan gunung api pada zona subduksi, hotspot dan zona divergen.
13
Gunungapi Hotspot
Gunung api hotspot dibentuk pada titik-titik panas yang muncul di tengahtengah kerak samudera. Magma yang bersifat basaltik muncul kepermukaan
membentuk tameng-tameng lava yang berlapis hingga muncul di atas permukaan
laut membentuk daratan vulkanik dan gunung api di tengah samudera. Sifat lava
yang encer dan cepat membekumembentuk gunung api api tameng (Shield
Volcano). Kepulauan vulkanik Hawai dan Galapagos adalah hasil dari proses
hotspot.
Gambar 1.1. Lokasi-lokasi terbentuknya magma dalam konteks tektonik lempeng. Pada ilustrasi
diatas terlihat jelas bahwa punggungan tengah samudera (MOR) menempati urutan pertama
sebagai penghasil magma terbesar, diikuti oleh zona subduksi, oceanic intraplate dan continental
intraplate (Schmincke, 2003)
Gambar 1.2. Vulkanisme diatas zone subduksi. Penunjaman dari kerak samudera yang dingin
menyebabkan upwelling dari mantel panas dibawah busur vulkanik. Senyawa volatil seperti H2O
dilepaskan dari kerak samudera ke mantel diatasnya sehingga menyebabkan pelelehan
(Sigurdsson, 2000)
16
dengan invers deret Bowen, material pertama yang melebur adalah lapisan
sedimen kaya silika, diikuti oleh Na-plagioklas,ampibol dan akhirnya piroksen.
Aktivitas volkanism lain terdapat di tengah-tengah lempeng tektonik, dan
kebanyakan terdapat di tengah-tengah Samudra Pasifik. Erupsi di tengah-tengah
lempeng ini merupakan ekspresi permukaan dari variasi termal lokal, atau hot spot
di dalam mantel. Kepulauan Hawai merupakan contoh terbaik. Aktivitas
magmatik di paparan kontinen relatif jarang. Umunya berupa ekstrusi-ektrusi
terpencar yang diperkirakan merupakan hasil mantle plume, yakni naiknya masa
material mantel yang panas, yang boleh jadi berupakan bagian dari arus konveksi
mantel besar.
Secara lebih rinci aktivitas volkanik moderen dapat diklasifikasikan
menurut tatanan tektoniknya sebagai Mid ocean spreading volcanism, Marginal
sea spreading volcanism, Intra-plate oceanic volcanism, Intra-plate continental
volcanism,Continental rift volcanism, Young island volcanism, Micro-continental
arc volcanism, dan Continental margin arc volcanism
KIMIA MAGMA
Senyawa-senyawa non volatil terutama terdiri dari fraksi gas seperti CH4,
CO2, HCl, H2S, SO2, NH3, H2O. komponen ini akan mempengaruhi magma
salam banyak hal. Kandungan volatil, khususnya H2O akan menyebabkan
pecahnya ikatan Si-O-Si. Apabila nilai viskositas rendah, maka difusi akan
bertambah dan pertumbuhan kristal terjadi dengan baik. Kandungan H2O juga
mempengaruhi suhu kristalisasi dalam magma. Volatil dalammagma menentukan
besarnya tekanan selama proseskenaikan magma tersebut ke permukaan. Unsur
tersbut juga mempengaruhi pembentukan piroklastika, awan panas dan
sebagainya, selain pengaruh lazim pada betuk kristal dan lubang gas.
Senyawa-senyawa non volatil merupakan unsur-unsur oksida dalam
magma, yang terdiri dari SiO2, Al2O3, Fe2O3, FeO, MnO, MgO, CaO, Na2O,
K2O, TiO2, P2O5. Jumlahnya yang mencapai 99% ini disebut sebagai major
element. Komposisi kimia, terutama SiO2 sangat berpengaruh terhadap viskositas
magma. Bila SiO2 bertambah, maka viskositas bertambah. Magma asal yang
mempunyai Al akan relatif lebih kental dan mempunyai suhu rendah. Sedangkan
17
magma kaya Mg, Fe dan Ca akan bersifat mudah mengalir dan [anas. Jika magma
toleitik dan fonolitik maka magma andesit dan riolitik lebih kental lagi.
Menurut Green (1980), berdasarkan unsur utama, unsur jarang dan unsur
tanah langka produk magmatisme daerah subduksi mempunyai ciri-ciri: Kadar
TiO2 rendah, yaitu < 1,2% pada batuan mafik dan < 3% pada batuan silicic. Kadar
Al2O3 yang tinggi sekitar 16%-19% pada batuan mafik-intermedier. Pada palung
menuju busur vulkanik terdapat peningkatan yang teratur kadae K2O, pada SiO2
yang sama, dan berhubungan dengan kedalaman zona Benioff. Rasio (K2O)
+Na2O)/CaO mempunyai harga tinggi pada batuan yang terbentuk paling jauh
dari palung dan paling muda umurnya. Pada seri toleit busur kepulauan dijumpai
kecenderungan pengayaan Fe dengan dominasi terjadi pada Andesit. Pada seri
alkali busur kepulauan terdapat sedikit sampai tidak ada pengayaaan Fe, dan
didominasi andesit. Pada seri silisik terdapat sedikit sampai tidak dijumpai
pengayaan Fe. Kelimpahan unsur-unsur inkompatibel mendekati seri kalak-alkali.
Unsur jarang (trace element) di daerah penunjaman mempunyai hubungan
positif dan negatif dengan SiO2 . Secara umum unsur LIL (large-ion lithopile)
yang bersifat incompatible seperti Rb, Ba, Sr dan Pb memperlihatkan variasi yang
besar dari arah palung menuju busur vulkanik, serta dari batuanumur tua ke muda.
Variasi ini sesuai dengan kadar K2O dari batuan toleit hingga shosonitik. Unsur
HFS (high fields strengt elements) seperti Ti, Hf, Zr, Nb dan Ta sebagaimana
unsur-unsur LIL umumnya memperlihatkan adanyavariasi kelimpahan dalam
batuan yang teratur dari arah palung menuju busur vulkanik.
Unsur HFS (high field strenght elements) seperti Ti, Hf, Zr, Nb dan Ta
sebagaimana unsur LIL umumnya memperlihatkan adanya variasi kelimpahan
dalam batuan yang teratur dari palung benuju busur vulkanik. Berbeda dengan
unsur LIL, dibandingkan dengan batuan basalt pada MOR maka kelimpahan
unsur HFS di jalur tunjaman tidak menunjukkan adanya pengayaan, namun
menunjukkan adanya penurunan. Ini terutama terjadi pada unsur Nb (Wilson,
1989).
Pada unsur-unsur compatible seperti Ni, V dan Cr dari batuan volkanik
daerah penunjaman menunjukkan adanya penurunan dari toleit ke sosonit. Dalam
satu seri batuan unsur-unsur tersebut memperlihatkan penurunan akibat proses
18
deferensiasi, atau dengan kata lain ada hubungan korelasi negatif antara unsurunsur tersebut terhadap SiO2. Kelimpahan unsur tersebut lebih rendah dibanding
basal MOR, sehingga mengindikasikan bahwa pembentuk batuan vulkanik
tersebut bukan merupakan magma primitif.
Kandungan total unsur tanah langka (rare earth element, REE) pada batuan
produk penunjaman umumnya rendah, di bawah 100 ppm. Batuan toleit
mempunyai pola REE yang lebih primitif, yang berbeda dengan pola REE basal
MOR. Pola REE pda batuan alkali kapur dan sosonitik memperlihatkan adanya
pengayaan unsur tanah langka ringan (LREE), terutama pada seri sosonit.
Pembentukan Magma pada Zona Subduksi
Proses pembentukan magma diperoleh modelnya menggunakan titik leleh
batuan peridotit. Peridotit dipilih karena merupakan penyusun mantel sebagai
sumber asal magma. Pada batuan ini, pelelehan dapat terjadi karena perubahan 3
parameter dasar :tekanan (P), temperatur (T) dan komposisi kimia (X), yaitu
(Schmincke, 2003):
Gambar : Tiga model pembentukan magma basa oleh pelelehan sebagian (partial
melting) peridotit dimana a= penambahan temperatur, b=pengurangan tekanan c=penambahan H2O
dan CO2 (Schmincke, 2003)
Kombinasi antara satu faktor dengan faktor yang lain (Lockwood &
Hazlett, 2010)
20