Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN

PRAKTIKUM GEOLOGI DASAR


ACARA II : PENGENALAN BATUAN BEKU

OLEH :
SULIS RIANNY HAMNUR
D061231099

PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN

GOWA
2023
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Bagian luar bumi tertutupi oleh daratan dan lautan, dimana bagaian lautan

lebih besar daripada bagian daratan.Akan tetapi daratan adalah bagian dari kulit

bumi yang dapat diamati langsung dengan dekat, maka banyak hal-hal yang dapat

diketahui secara cepat dan jelas. Salah satu diantaranya adalah kenyataan bahwa

daratan tersusun oleh jenis batuan yang berbeda satu sama lain dan berbeda-beda

materi penyusun serta berbeda pula dalam proses terbentuknya.

Petrologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari batuan seperti

pembentukan kulit bumi, yang mencakup seperti mengenai cara terjadinya,

komposisinya, klasifikasi batuan tersebut dan hubungan dengan proses-proses

secara geologi dan sejarah geologi.Batuan adalah agrerat dari mineral, mineraloid,

atau bahan-bahan lainnya yang terkompresi atau terikat bersama dalam satu massa

padat dan juga merupakan bahan dasar yang membentuk kerak bumi. Ada banyak

jenis batuan yang ada di bumi, terbagi atas tiga macam bentuk dari dilihat proses

pembentukannya yaitu batuan metamorf, batuan beku, dan batuan sedimen. Namun,

pada praktikum ini akan membahas mengenai batuan beku.

Batuan beku adalah batuan yang terbentuk langsung dari permukaan

magma. Proses pembentukan tersebut merupakan proses perubahan fase padat.

Proses pembentukan magma akan menghasilkan kristal-krsital mineral primer atau

gelas. Proses pembentukan magma kan sangat berpengaruh terhadap tekstur dan
struktur primer batuan, sedangkan komposisi batuan sangat di pengaruhi oleh sifat

magma asal.

Magma ini dapat berasal dari batuan setengah cair ataupun batuan yang

sudah ada, baik di mantel ataupun kerak bumi. Umumnya, proses pelelehan dapat

terjadi karena salah satu dari proses-proses seperti ; penurunan tekanan, kenaikan

temperatur, atau perubahan komposisi. Lebih 700 tipe batuan beku berhasil

dideskripsikan , dan sebagian besar batuan beku tersebut di bawah permukaan kerak

bumi.

1.2 Maksud dan Tujuan

Adapun maksud dari praktikum ini adalah praktikan diharapkan dapat

memahai apa itu batuan beku. Adapun tujuan dari dilakukannya pratikum ini:

1. Praktikan dapat mendeskripsikan setiap sampel batuan beku dilihat dari warna,

tekstur, struktur, komposisi mineral, dan nama batuan.

2. Praktikan mampu memahami genesa batuan beku.

1.3 Alat dan Bahan

Adapun alat dan bahan yang digunakan pada praktikum pengenalan

batuan beku adalah:

1. Lembar Kerja Praktikum

2. ATK

3. Pensil Warna

4. Komparator Batuan Beku

5. Lup
6. Penggaris

7. Jas Lab

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Batuan Beku

Batuan beku atau batuan igneus rock berasal dari Bahasa Latin: (ignis,

yaitu “api”). Batuan beku adalah jenis batuan yang terbentuk dari magma yang

mendingin dan mengeras, dengan atau tanpa proses kristalisasi, baik di bawah

permukaan sebagai batuan intrusif (plutonik) maupun di atas permukaan sebagai

batuan ekstrusif (vulkanik). Magma ini dapat berasal dari batuan setengah cair

ataupun batuan yang sudah ada, baik di mantel ataupun kerak bumi. Umumnya,

proses pelelehan terjadi oleh salah satu dari proses-proses berikut: kenaikan

temperatur, penurunan tekanan, atau perubahan komposisi. Lebih dari 700 tipe

batuan beku telah berhasil dideskripsikan, sebagian besar terbentuk di bawah

permukaan kerak bumi.. (Djauhari Noor, 2012).

Batuan Beku ( Igneous rock ) : adalah merupakan kumpulan interlocking

agregat mineral mineral silikat hasil pendinginan magma . Maka jelaslah kalian

dalam memahami batuan beku, kalian tidak bisa lepas dari pemahaman mengenai

magma sebagai bahan asal dari seluruh batuan beku. (Walter T. Huang , 1962 ).

2.2 Proses pembentukan Batuan Beku

1. Kristalisasi Magma
Magma merupakan cairan panas dan mobile, maka ion-ion yang terdapat

dalam magma dapat bergerak bebas dan tek beraturan. Pada saat magma

mengalami pendinginan, pergerakan ion-ion tersebut akan menurun dan

ion-ion akan mulai mengatur dirinya menyusun bentuk yang teratur, yang

disebut kristalisasi. Pada umumnya material yang menyusun magma tidak

membeku secara bersamaan. Kecepatan pembentukan magma sangat

berpengaruh pada ukuran kristal yang terbentuk. Apabila pendinginan

magma berlangsung dengan lambat ion-ion mempunyai kesempatan untuk

mengembangkan dirinya, sehingga akan membentuk kristal yang

berukuran besar. Pendinginan yang berlangsung dengan sangat cepat tidak

memberi kesempatan bagi ion untuk membentuk kristal, sehingga hasil

pembekuan akan menghasilkan atom yang tak beraturan yang dinamakan

dengan mineral gelas. (Thomson and Turk, 2004).

2. Diferensiasi magma

Yaitu proses pemisahan magma homogen dalam fraksi-fraksi dengan

komposisi yang berbeda-beda akibat pengaruh antara lain :

• Migrasi ion-ion atau molekul-molekul di dalam magma

• Perpindahan gas-gas
Diferensiasi magma terjadi selama proses pembekuan magma, dimana

kristal-kristal terbentuk tidak bersamaan, akan terjadi pemisahan-

pemisahan antara kristal dengan cairan magma disebut difrensiasi

kristalisasi. (Kaharuddin M.S, 1988).

3. Asimilasi

Ialah proses reaksi atau pelarutan antara magma dengan batuan sekitarnya

(wall rock). Ini umumnya terjadi pada intrusi magma basa terhadap batuan

batuan asam, contoh reaksi dari intrusi magma gabbroid dengan batuan

granitic menghasilkan batuan beku diorite (intermediet). ( Kaharuddin

M.S 1988)

Mineral-mineral yang membenruk batuan beku ditentukan oleh komposisi

kimia magma yang membentuknya. Batuan beku yang telah diketahui


sangat bervariasi, sehingga jenis magmanya mempunyai variasi yang besar

pula. Dari hal tersebut dapat dikatakan bahwa magma yang sama

kemungkinan dapat menghasilkan kandungan mineral yang bervariasi.

Berdasarkan sifat dan komposisi beberapa ahli geologi membedakan

beberapa macam magma yaitu :

a. Asam

b. Intermediet

c. Basa

d. Ultrabasa

Berbagai jenis magma inilah yang akan menghasilkan tipe-tipe batuan

beku. Magma asam akan menghasilkan batuan asam yang sesuai dengan

komposisinya yang berkomposisi granitis dan syenit. Magma intermediet akan

menghasilkan batuan setengah asam dengan komposisi gabro-basalt. Dan magma

ultrabasa peridotit dan serpentinit.

Mineral-mineral yang telah mengkristal dan masih terdapat dalam

lingkungan magma cair, akan bereaksi dengan sisa cairan magma dan menghasilkan

mineral berikutnya sperti terlihat pada susunan atau urutan proses kristalisasi

magma dikenal dengan nam Bowen’s Reaction Series.


Gambar 2.1 Bowen’s Reaction Series

Dari skema Bowen’s Reaction Series terlihat mempunyai 3 rangkain

pembentukan mineral dari kristalisasi magma :

1. Rangakaian pertama terdiri dari mineral-mineral olivine, piroksin,

amphibole, dan biotit. Kelompok ini merupakan kelompok mineral mafic

(magnesium-ferum-calcium) atau mineral gelap (dark colour mineral).

Rangkaian reaksi ini disebut “rangkaian tak berkesinambungan

(Discontinuous Series)” yaitu suatu reaksi yang menghasilkan mineral

individu, dimana mineral-mineral yang terbentuk lebih dahulu akan

memisahkan diri dari cairan dan membentuk batuan, sedangkan sebagian

mineral yang turut bergerak dalam larutan magma akan dapat terubah atau
bereaksi kembali denga cairan dan membentuk mineral lain. Hal ini

mempengaruhi komposisi larutan selanjutnya.

2. Rangkaian kedua teridiri dari rangkaian mineral-mineral feldspar terutama

family plagioklas (Anortit-Albit) dan family ortoklas. Bagian ini

merupakan bagian berkesinambungan (Continous Series) yaitu mineral

yang terbentuk lebih dahulu akan berubah komposisinya secara

berkelanjutan dengan beraksi kepada sisa cairan magma yang ada. Dengan

demikian suatu mineral yang berkristala belum sempurna akan berlanjut

membentuk kristal dari rangkaian kelompoknya, dengan presentasi

komposisi yang berbeda. Perubahan komposisi ini dapat berupa perubahan

zona (zoning) atau perubahan berkembang (twinning) ataupun perubahan

kristal tumbuh (crystal growing).

3. Rangkaian ketiga merupakan rangkaian mineral yang terbentuk kemudian

yang tidak tergantung dari mineral-mineral yang telah tebentuk

sebelumnya. Mineral-mineral ini hanya terbentuk dari sisa magma dan

sangat ditentukan oleh sifat dan komposisi magma tersebut serta kondisi

perubahan temperture.
2.3 Struktur Batuan Beku

Berdasarkan tempat pembekuannya batuan beku dibedakan menjadi

batuan beku extrusive dan intrusive. Hal ini pada nantinya akan menyebabkan

perbedaan pada tekstur masing masing batuan tersebut. Kenampakan dari batuan

beku yang tersingkap merupakan hal pertama yang harus kita perhatikan.

Kenampakan inilah yang disebut sebagai struktur batuan beku

2.3.1 Struktur batuan beku ekstrusif

Batuan beku ekstrusif adalah batuan beku yang proses pembekuannya

berlangsung dipermukaan bumi. Batuan beku ekstrusif ini yaitu lava yang memiliki

berbagia struktur yang memberi petunjuk mengenai proses yang terjadi pada saat

pembekuan lava tersebut. Struktur ini diantaranya:

a. Masif, yaitu struktur yang memperlihatkan suatu masa batuan yang terlihat

seragam.

b. Sheeting joint, yaitu struktur batuan beku yang terlihat sebagai lapisan

c. Columnar joint, yaitu struktur yang memperlihatkan batuan terpisah

poligonal seperti batang pensil.

d. Pillow lava, yaitu struktur yang menyerupai bantal yang bergumpal-

gumpal. Hal ini diakibatkan proses pembekuan terjadi pada lingkungan air.

e. Vesikular, yaitu struktur yang memperlihatkan lubang-lubang pada batuan

beku. Lubang ini terbentuk akibat pelepasan gas pada saat pembekuan.

f. Amigdaloidal, yaitu struktur vesikular yang kemudian terisi oleh mineral

lain seperti kalsit, kuarsa atau zeolite


g. Struktur aliran, yaitu struktur yang memperlihatkan adanya kesejajaran

mineral pada arah tertentu akibat aliran.

h. Skoria, bila lubang-lubang gas tidak saling berhubungan.

i. Pumisan ; bila lubang-lubang gas saling berhubungan

2.3.2 Struktur Batuan Beku Intrusif

Batuan beku ekstrusif adalah batuan beku yang proses pembekuannya

berlangsung dibawah permukaan bumi. berdasarkan kedudukannya terhadap

perlapisan batuan yang diterobosnya struktur tubuh batuan beku intrusif terbagi

menjadi dua yaitu konkordan dan diskordan.

Gambar 2.2 Bagian struktur batuan beku Intrusif

a. Konkordan

Tubuh batuan beku intrusif yang sejajar dengan perlapisan disekitarnya,

jenis jenis dari tubuh batuan ini yaitu :

1. Sill, tubuh batuan yang berupa lembaran dan sejajar dengan perlapisan

batuan disekitarnya.

2. Laccolith, tubuh batuan beku yang berbentuk kubah (dome), dimana

perlapisan batuan yang asalnya datar menjadi melengkung akibat

penerobosan tubuh batuan ini, sedangkan bagian dasarnya tetap datar.


Diameter laccolih berkisar dari 2 sampai 4 mil dengan kedalaman

ribuan meter.

3. Lopolith, bentuk tubuh batuan yang merupakan kebalikan dari

laccolith, yaitu bentuk tubuh batuan yang cembung ke bawah. Lopolith

memiliki diameter yang lebih besar dari laccolith, yaitu puluhan sampai

ratusan kilometer dengan kedalaman ribuan meter.

4. Paccolith, tubuh batuan beku yang menempati sinklin atau antiklin

yang telah terbentuk sebelumnya. Ketebalan paccolith berkisar antara

ratusan sampai ribuan kilometer.

b. Diskordan

Tubuh batuan beku intrusif yang memotong perlapisan batuan disekitarnya.

Jenis-jenis tubuh batuan ini yaitu:

1. Dyke, yaitu tubuh batuan yang memotong perlapisan disekitarnya dan

memiliki bentuk tabular atau memanjang. Ketebalannya dari beberapa

sentimeter sampai puluhan kilometer dengan panjang ratusan meter.

2. Batolith, yaitu tubuh batuan yang memiliki ukuran yang sangat besar

yaitu > 100 km2 dan membeku pada kedalaman yang besar.

3. Stock, yaitu tubuh batuan yang mirip dengan Batolith tetapi ukurannya

lebih kecil.(Djauhari Noor, 2012).

2.4 Tekstur Batuan Beku

Tekstur dalam batuan beku dapat diterangkan sebagai hubungan atau

keadaan yang erat antara unsur-unsur mineral dengan massa gelas yang

membentuk massa yang merata dari batuan. Tekstur dalam batuan beku di bagi
menjadi beberapa faktor, antara lain ; tingkat kristalisasi, ukuran butir, bentuk

butir, granulitas dan hubungan antar butir (fabric).

2.4.1 Tingkat Kristalisasi

Tingkat kristalisasi pada batuan beku tergantung dari proses pembekuan itu

sendiri. Bila pembekuan magma berlangsung lambat maka akan terdapat cukup

energi pertumbuhan kristal pada saat melewati perubahan fase dari cair ke padat

sehingga akan terbentuk kristal-kristal yang berukuran besar. Bila penurunan suhu

relatif cepat maka kristal yang di hasilkan kecil-kecil dan tidak sempurna. Apabila

pembekuan magma terjadi sangat cepat maka kristal tidak akan terbentuk karena

tidak ada energi yang cukup untuk penggantian dan pertumbuhan kristal sehingga

akan dihasilkan gelas. Tingkat kristalisasi batuan beku dapat di bagi menjadi :

1. Holokristalin . Bila seluruh batuan tersusun atas kristal-kristal mineral.

2. Hypokristalin/Hypohyalin/Merokristalin Bila batuan beku terdiri dari

sebagian kristal dan gelas.

3. Holohyalin. Bila seluruh batuan tersusun oleh gelas.

2.4.2 Ukuran Kristal


2.4.3 Granulitas.

Dalam batuan beku granulitas menyangkut derajat kesamaan ukran butir

dari kristal penyusun batuan. Granulitas pada batuan beku non fragmental dapat di

bagi menjadi beberapa macam yaitu:

a. Equigranular. Disebut equigranular apabila memiliki ukuran kristal yang

seragam. Tekstur equigranular di bagi menjadi :

• Fanerik granular, bila kristal mineral dapat dibedakan dengan mata telanjang

dan berukuran seragam. Kristal fanerik dapat dibedakan menjadi ukuran-

ukuran Halus, apabila ukuran diameter rata-rata kristal individu 1 mm. -

Sedang, apabila ukuran diameterkristal-kristal antara 1 mm – 5 mm. - Kasar,

apabila ukurannya berkisar antara 5 mm – 30 mm. - Sangat kasar apabila

ukurannya A 30 mm.

Gambar 2.2. Tekstur Fanerik Glanular

• Afanitik. Apabila ukuran kristal-kristal mineral sangat halus, sehingga tidak

dapat dibedakan dengan mata telanjang. Batuan yang bertekstur afanitik

dapat tersusun atas kristal, gelas atau keduanya. Selain itu dikenal pula

istilah Mikrokristalin dan Kriptokristalin. Disebut mikrokristalin apabila

kristal individu dapat dikenal/dilihat dengan menggunakan mikroskop,

sedangkan Kriptokristalin apabila tidak dapat dikenal dengan mikroskop.


Gambar 2.3 Tekstur Afanitik

b. Inequigranular. Disebut memiliki tekstur inequigranular apabila

ukurankristapembentuknya tidak seragam. Tekstur ini dibagi menjadi :

• Faneroporfiritik. Bila kristal mineral yang besar (fenokris) dikelilingi

kristal mineral yang lebih kecil (massa dasar) dan dapat dikenal dengan mata

telanjang.

Gambar 2.4 Tekstur Faneropofiritik

• Pirfiroafanitik Bila fenokris dikelilingi oleh massa dasar yang afanitik.

Gambar 2.5 Struktur Pirfiroafanitik

• Glas (glassy) Batuan beku dikatakan memiliki tekstur glas apabila

semuanya tersusun atas glas.


2.4.4 Bentuk Kristal

Ketika pembekuan magma, mineral-mineral yang terbentuk pertama kali

biasanya berbentuk sempurna sedangkan yang terbentuk terakhir biasanya

mengisi ruang yang ada sehingga bentuknya tidak sempurna. Bentuk mineral yang

terlihat melalui pengamatan mikroskop yaitu:

a) Euhedral, yaitu bentuk kristal yang sempurna

b) Subhedral, yaitu bentuk kristal yang kurang sempurna

c) Anhedral, yaitu bentuk kristal yang tidak sempurna.

2.5 Klasifikasi Batuan Beku

Penggolongan batuan beku dapat didasarkan kepada tiga patokan utama,

yaitu berdasarkan genetik batuan, berdasarkan senyawa kimia yang terkandung dan

berdasarkan susunan mineraloginya. Dibawah ini akan diterangkan lebih lanjut dari

penggolongan batuan beku.

2.5.1 Klasifikasi Berdasar Genetik Dari Batuan Beku

Penggolongan ini berdasarkan genesa atau tempat terjadinya batuan beku,

pembagian batuan beku ini merupakan pembagian awal sebelum dilakukan

penggolongan batuan lebih lanjut. Pembagian genetik batuan beku adalah sebagai

berikut :

a. Batuan Ekstrusi / batuan Vulkanik

b. Batuan Intrusi / batuan Plutonik


Gambar 2.6 Genetik batuan beku ekstrusi dan batuan beku intrusi

Adapun secara garis besar Karakter dari batuan beku Ekstrusi dan batuan beku Intrusi dapat
dibedakan sebagai berikut :
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif

yang dilaksanakan di ruangan Laboratorium Sedimentologi, Departemen

Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Hasanuddin pada hari Selasa 12

September 2023 pukul 13.00-15.00 WITA.

3.2. Tahapan Penelitian

Adapun tahapan pada praktikum kali ini terdiri dari :


3.2.1 Tahap Pendahuluan

1. Asistensi acara
2. Tugas Pendahuluan
3. Responsi
3.2.2 Tahap Praktikum

1. Mengambil foto sampel menggunakan kamera hp


2. Mebuat sketsa sampel
3. Mengisi LKP
4. Ulangi hingga sampel kelima
3.2.3 Analisis Data

1. Melengkapi isi LKP yang kurang dan memperbaiki yang keliru


2. Membuat laporan
3. Asistensi minimal tiga kali
3.2.4 Laporan

1. Asiten membimbing praktikan untuk membuat laporan


2. Asisten memperbaiki laporan praktikan hingga ACC
3. Melakukan kembali asitensi hingga laporan disetujui.
PERSIAPAN

PRAKTIKUM

ANALISA DATA

LAPORAN

Gambar 3.1 Diagram Alir

Anda mungkin juga menyukai