Anda di halaman 1dari 48

ISOMETRIK DAN TETRAGONAL

1
Sulis Rianny Hamnur, 2Rendra Satria Raharja
1
Praktikan, Laboratorium Mineralogi dan Kristalografi, Laboratorium Petrografi, Departemen
Teknik Geologi, Universitas Hasanuddin.
2
Asisten, Laboratorium Mineralogi dan Kristalografi, Laboratorium Petrografi, Departemen
Teknik Geologi, Universitas Hasanuddin.

ABSTRAK

Kristalografi merupakan ilmu pengetahuan kristal yang dikembangkan untuk mempelajari


pertumbuhan kristal, termasuk bentuk, struktur dalam dan sifat-sifat fisiknya. Dahulu,
Kristalografi merupakan bagian dari Mineralogi. Tetapi karena bentuk-bentuk kristal cukup
rumit dan bentuk tersebut merefleksikan susunan unsur-unsur penyusunnya dan bersifat tetap
untuk tiap mineral. Praktikum ini bermaksud untuk menenal dan memahami sistem kristal yaitu
Isometrik dan Tetragonal. Adapun metode yang percobaan pada praktikum ini adalah tahap
persiapan, tahap analisis data, tahap pengerjaan jurnal, dan jurnal. Hasil yang didapatkan dari
praktikum ini adalah 3 sumbu kristal yaitu a, b, dan c. Pada sistem kristal Isometrik mempunyai
sifat kristal a:b:c, adalah a = b = c, α = β = γ = 90 0. Pada sistem kristal Tetragonal mempunyai
sifat kristal a:b:c adalah a = b ≠ c, a + +b- = 300. Bentuk kristal Isometrik pada sampel 1 yaitu
berbentuk Cube dengan klas Hexoctahedral; sampel 2 berbentuk Hexatohdral dengan klas
Cube; untuk sistem tetragonal sampel 3 bentuk prisma dengan klas Tetragonal Piramidal; dan
sampel 4 berbentuk Prisma and Dypiramid,,dengan klas kristal Prisma and Dypiramid.

Kata kunci : Trigonal, Hexagonal

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kristalografi merupakan ilmu yang mempelajari tentang gambaran-gambarandari

kristal. Setiap jenis mineral tidak saja terdiri dari unsur-unsur tertentu,tetapi juga

mempunyai bentuk tertentu yang disebut bentuk kristal.Mineralogi adalah salah

satu cabang ilmu geologi yang mempelajari tentangmineral, baik dalam bentuk
individu maupun dalam bentuk kesatuan, antaralain mempelajari tentang sifat-

sifat fisik, sifat-sifat kimia, cara terdapatnya,cara terjadinya dan kegunaannya.

Minerologi terdiri dari kata mineral danlogos, dimana mengenai arti mineral

mempunyai pengertian berlainan dan bahkan dikacaukan dikalangan awam.

Sering diartikan sebagai bahan bukan organik (anorganik).

Di alam jarang dijumpai mineral yang berbentuk kristal ideal,

kemungkinandijumpa tidak dalam bentuk kristal akan tetapi dinamakan kristal;

sebab susunan atomnya teratur. Apabila gambaran tersebut teratur dan simetris

maka mineral tersebut berbentuk kristal, tetapi apabila tidak demikian dikatakan

bukan kristal.Mata kuliah mineralogi dan kristalografi mempelajari tentang

penjajaran mineral-mineral penyusun yang terkandung dalam penelitian atau

penerimaannya dengan mata telanjang, tanpa menggunakan alat bantu seperti

mikroskop polarisa.Oleh karena itu melalui praktikum ini, bertujuan untuk

memberikan pemahaman kepada praktikan mengenai sistem kristal,pola-pola

kristal dan hubungan antara parameter kristal dengan sifat-sifat mineral.

(Berhitu,2018)

1.2 Maksud dan Tujuan

Adapun maksud dan tujuan tersendiri dalam melakukan praktikum ini ialah

praktikan dapat mendeskripsikan dan mengenali sifat-sifat kristal. Adapun tujuan

dari praktikum ini yaitu :

1. Praktikan bisa menggambarkan kristalografi yang dapat membantu praktikan

memahami klasifikasi mineral berdasarkan bentuk dan struktur kristalnya.


Sebagai contoh, beberapa mineral memiliki bentuk kristal yang khas seperti

kristal kubus dan kristal prisma berlian.

2. Untuk mengetahui cara menggambar dan mendeskripsikan sistem kristal

Isometrik dan Tetragonal.

3. Mengetahui penentuan klas kristal sistem isometrik dan sistem tetragonal

1.3 Alat dan Bahan

Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum ini ialah:

1. LKP (Lembar deskripsi Proyeksi Kubus, Stereografi)

2. Pensil

3. Pensil Warna

4. ATK (Alat Tulis Kertas)

5. Sampel peraga

6. Busur 1800 dan busur 3600

7. Penggaris 30 cm

8. Clipboard

II. TINJAUN PUSTAKA

II.1 Pengertian Kristalografi dan Mineralogi

Kristal berasal dari bahasa Yunani yaitu Krustallos, terdiri atas kruos yang artinya

beku dan stellein yang artinya dingin. Jadi kristal mengacu pada kedua kata

tersebut berarti membeku karena proses pendinginan. Kristal juga sering disebut

sebagai hablur / balur, mengacu pada sifat fisik yang menandainya, karena kristal

bersifat hablur. Ilmu yang mempelajari tentang sistem penggambaran dan sifat
simetri kristal disebut “KRISTALOGRAFI”. Kristalografi sangat penting di dalam

pembelajaran MINERALOGI, karena mineral selalu memiliki bentuk kristal yang

dikenal dengan sifat KRISTALIN.

Dalam the dictionarry of geology (Berry, 1983), kristal adalah bahan padat

yang secara kimia homogen dengan bentuk geometri tetap, sebagai gambaran dari

susunan atom yang teratur, dibatasi oleh bidang banyak (polyhedron), dengan

jumlah dan kedudukan bidang-bidang kristalnya tertentu dan teratur. Mineral

memiliki sifat selalu kristalin, karena mineral memiliki bentuk tertentu. Mineral

didefinisikan sebagai suatu bahan padat, anorganik, terbentuk di alam secara

alamiah dan kristalin. Jadi, kristalin artinya tersusun atas unsurunsur kimia yang

homogen dengan bentuk geometri tetap sebagai gambaran dari susunan atom yang

teratur, jumlah dan kedudukan bidang-bidang kristalnya tertentu dan teratur.

Mineralogi adalah salah satu cabang ilmu geologi yang mempelajari tentang

mineral, baik dalam bentuk individu maupun dalam bentuk satu kesatuan, antara

lain mempelajari sifat-sifat fisik, sifat-sifat kimia, cara terdapatnya, cara

terjadinya dan kegunaannya.

(Mulyaningsih,2018)

2.2. Unsur-unsur Simetri Kristal

Dalam penentuan klas-kls kristal tergantung dari banyaknya unsur-unsur

simetri yang terkandung di dalamnya. Unsur-unsur simetri tersebut meliputi:

1. Bidang simetri
Bidang simetri adalah bidang bayangan yang dapat membelah kristal menjadi

dua bagian yang sama, dimana bagian yang satu merupakan pencerminan dari

yang lain. Bidang simetri ini dapat dibedakan menjadi dua, yaitu bidang simetri

aksial dan bidang simetri menengah.

2. Sumbu simetri

Sumbu simetri adalah garis bayangan yang dibuat menembus pusat kristal, dan

bila kristal diputar dengan poros sumbu tersebut sejauh satu putaran penuh

akan didapatkan beberapa kali kenampakan yang sama.

3. Pusat simetri

Suatu kristal dikatakan mempunyai pusat simetri bila kita dapat membuat garis

bayangan tiap-tiap titik pada permukaan kristal menembus pusat Kristal dan

akan menjumpai titik yang lain pada permukaan di sisi yang lain dengan jarak

yang sama terhadap pusat kristal pada garis bayangan tersebut. Atau dengan

kata lain, kristal mempunyai pusat simetri bila tiap bidang muka kristal tersebut

mempunyai pasangan dengan kriteria bahwa bidang yang berpasangan tersebut

berjarak sama dari pusat kristal, dan bidang yang satu merupakan hasil inversi

melalui pusat kristal dari bidang pasangannya. (Gitasari,2013)

2.3 Sistem Kristal

Terbentuknya sebuah kristal yang mana setiap bagian merupakan yang serba

sama, bentuk tiga dimensi dari kristal dibentuk olehh bidang- bidang datar yang

terlihat dari luar dan bidang tersebut ditentukan oleh barisan atom-atom bagian

dalam. Semua kristal memperlihatkan perbedaan sudut dari simetri dan juga
jumlah unsur-unsur simetrinya.Terdapat 7 sistem kristal yaitu sistem kristal

isometrik, sistem kristal tetragonal, sistem kristal hexsagonal, sistem kristal

trigonal, sistem kristal orthorombik, sistem kristal monoklin dan sistem kristal

triklin. Namun, yang akan di bahas disini hanyalah sistem kristal isometrik dan

sistem kristal Isometrik.Bentuk kristal yang terdapat di bumi sangat banyak sekali

ragamnya, dari bentuk yang paling sederhana sampai yang sangat rumit.

2.3.1 Proses pembentukan kristal

1. Fase cair ke padat

Kristalisasi suatu lelehan atau cairan sering terjadi pada skala luas dibawah

kondisi alam maupun industri. Pada dan fase ini cairan ataulelehan dasar

pembentuk kristal akan membeku atau memadat dan membentuk kristal.

Biasanya dipengaruhi oleh perubahan suhu lingkungan.

2. Fase gas ke padat (sublimasi)

Kristal dibentuk langsung dari uap tanpa melalui dan fase cair.Bentuk kristal

biasanya berukuran kecil dan kadang-kadang berbentuk rangka (skeletal form).

Pada fase ini, kristal yang terbentuk adalah hasil sublimasi gas-gas yang

memadat karena perubahanlingkungan.Umumnya gas-gas tersebut adalah hasil

dari aktifitas vulkanis atau dari gunung api dan membeku karena perubahan

temperature.

3. Fase padat ke padat

Proses ini dapat terjadi pada agregat kristal dibawah pengaruh tekanan dan

temperatur (deformasi).Yang berubah adalah struktur kristalnya, sedangkan


susunan unsur kimia tetap (rekristalisasi).Fase ini hanya mengubah kristal yang

sudah terbentuk sebelumnya karena terkena tekanan dan temperatur yang

berubah secara signifikan. Sehingga kristal tersebut akan berubah bentuk dan

unsur-unsur fisiknya. Namun, komposisi dan unsur kimianya tidak berubah

karena tidak adanya faktor lain yang terlibat kecuali tekanan dan temperatur

Pada kristal ada beberapa


proses atau tahapan dalam
pembentukan kristal.
Proses yang di alami oleh
suatu kristal akan
mempengaruhi sifat-sifat
dari kristal
tersebut. Proses ini juga
bergantung pada bahan
dasar serta kondisi
lingkungan
tempat dimana kristal
tersebut terbentuk.
Berikut ini adalah fase-fase
pembentukan kristal yang
umumnya terjadi pada
pembentukan kristal :
1.Fase cair ke padat :
kristalisasi suatu lelehan atau
cairan sering terjadi pada
skala
luas dibawah kondisi alam
maupun industri. Pada fase
ini cairan atau lelehan dasar
pembentuk kristal akan
membeku atau memadat dan
membentuk kristal. Biasanya
dipengaruhi oleh perubahan
suhu lingkungan.
2.Fase gas ke padat
(sublimasi) : kristal dibentuk
langsung dari uap tanpa
melalui
fase cair. Bentuk kristal
biasanya berukuran kecil
dan kadang-kadang
berbentuk
rangka (skeletal form). Pada
fase ini, kristal yang
terbentuk adalah hasil
sublimasi
gas-gas yang memadat
karena perubahan
lingkungan. Umumnya gas-
gas tersebut
adalah hasil dari aktifitas
vulkanis atau dari gunung
api dan membeku karena
perubahan temperature.
3.Fase padat ke padat :
proses ini dapat terjadi
pada agregat kristal
dibawah
pengaruh tekanan dan
temperatur (deformasi).
Yang berubah adalah
struktur
kristalnya, sedangkan
susunan unsur kimia tetap
(rekristalisasi). Fase ini
hanya
mengubah kristal yang
sudah terbentuk sebelumnya
karena terkena tekanan dan
temperatur yang berubah
secara signifikan. Sehingga
kristal tersebut akan berubah
bentuk dan unsur-unsur
fisiknya. Namun,
komposisi dan unsur
kimianya tidak
berubah karena tidak
adanya faktor lain yang
terlibat kecuali tekanan
dan
temperatur.
Pada kristal ada beberapa
proses atau tahapan dalam
pembentukan kristal.
Proses yang di alami oleh
suatu kristal akan
mempengaruhi sifat-sifat
dari kristal
tersebut. Proses ini juga
bergantung pada bahan
dasar serta kondisi
lingkungan
tempat dimana kristal
tersebut terbentuk.
Berikut ini adalah fase-fase
pembentukan kristal yang
umumnya terjadi pada
pembentukan kristal :
1.Fase cair ke padat :
kristalisasi suatu lelehan atau
cairan sering terjadi pada
skala
luas dibawah kondisi alam
maupun industri. Pada fase
ini cairan atau lelehan dasar
pembentuk kristal akan
membeku atau memadat dan
membentuk kristal. Biasanya
dipengaruhi oleh perubahan
suhu lingkungan.
2.Fase gas ke padat
(sublimasi) : kristal dibentuk
langsung dari uap tanpa
melalui
fase cair. Bentuk kristal
biasanya berukuran kecil
dan kadang-kadang
berbentuk
rangka (skeletal form). Pada
fase ini, kristal yang
terbentuk adalah hasil
sublimasi
gas-gas yang memadat
karena perubahan
lingkungan. Umumnya gas-
gas tersebut
adalah hasil dari aktifitas
vulkanis atau dari gunung
api dan membeku karena
perubahan temperature.
3.Fase padat ke padat :
proses ini dapat terjadi
pada agregat kristal
dibawah
pengaruh tekanan dan
temperatur (deformasi).
Yang berubah adalah
struktur
kristalnya, sedangkan
susunan unsur kimia tetap
(rekristalisasi). Fase ini
hanya
mengubah kristal yang
sudah terbentuk sebelumnya
karena terkena tekanan dan
temperatur yang berubah
secara signifikan. Sehingga
kristal tersebut akan berubah
bentuk dan unsur-unsur
fisiknya. Namun,
komposisi dan unsur
kimianya tidak
berubah karena tidak
adanya faktor lain yang
terlibat kecuali tekanan
dan
temperatur.
Pada kristal ada beberapa
proses atau tahapan dalam
pembentukan kristal.
Proses yang di alami oleh
suatu kristal akan
mempengaruhi sifat-sifat
dari kristal
tersebut. Proses ini juga
bergantung pada bahan
dasar serta kondisi
lingkungan
tempat dimana kristal
tersebut terbentuk.
Berikut ini adalah fase-fase
pembentukan kristal yang
umumnya terjadi pada
pembentukan kristal :
1.Fase cair ke padat :
kristalisasi suatu lelehan atau
cairan sering terjadi pada
skala
luas dibawah kondisi alam
maupun industri. Pada fase
ini cairan atau lelehan dasar
pembentuk kristal akan
membeku atau memadat dan
membentuk kristal. Biasanya
dipengaruhi oleh perubahan
suhu lingkungan.
2.Fase gas ke padat
(sublimasi) : kristal dibentuk
langsung dari uap tanpa
melalui
fase cair. Bentuk kristal
biasanya berukuran kecil
dan kadang-kadang
berbentuk
rangka (skeletal form). Pada
fase ini, kristal yang
terbentuk adalah hasil
sublimasi
gas-gas yang memadat
karena perubahan
lingkungan. Umumnya gas-
gas tersebut
adalah hasil dari aktifitas
vulkanis atau dari gunung
api dan membeku karena
perubahan temperature.
3.Fase padat ke padat :
proses ini dapat terjadi
pada agregat kristal
dibawah
pengaruh tekanan dan
temperatur (deformasi).
Yang berubah adalah
struktur
kristalnya, sedangkan
susunan unsur kimia tetap
(rekristalisasi). Fase ini
hanya
mengubah kristal yang
sudah terbentuk sebelumnya
karena terkena tekanan dan
temperatur yang berubah
secara signifikan. Sehingga
kristal tersebut akan berubah
bentuk dan unsur-unsur
fisiknya. Namun,
komposisi dan unsur
kimianya tidak
berubah karena tidak
adanya faktor lain yang
terlibat kecuali tekanan
dan
temperatur.
Pada kristal ada beberapa
proses atau tahapan dalam
pembentukan kristal.
Proses yang di alami oleh
suatu kristal akan
mempengaruhi sifat-sifat
dari kristal
tersebut. Proses ini juga
bergantung pada bahan
dasar serta kondisi
lingkungan
tempat dimana kristal
tersebut terbentuk.
Berikut ini adalah fase-fase
pembentukan kristal yang
umumnya terjadi pada
pembentukan kristal :
1.Fase cair ke padat :
kristalisasi suatu lelehan atau
cairan sering terjadi pada
skala
luas dibawah kondisi alam
maupun industri. Pada fase
ini cairan atau lelehan dasar
pembentuk kristal akan
membeku atau memadat dan
membentuk kristal. Biasanya
dipengaruhi oleh perubahan
suhu lingkungan.
2.Fase gas ke padat
(sublimasi) : kristal dibentuk
langsung dari uap tanpa
melalui
fase cair. Bentuk kristal
biasanya berukuran kecil
dan kadang-kadang
berbentuk
rangka (skeletal form). Pada
fase ini, kristal yang
terbentuk adalah hasil
sublimasi
gas-gas yang memadat
karena perubahan
lingkungan. Umumnya gas-
gas tersebut
adalah hasil dari aktifitas
vulkanis atau dari gunung
api dan membeku karena
perubahan temperature.
3.Fase padat ke padat :
proses ini dapat terjadi
pada agregat kristal
dibawah
pengaruh tekanan dan
temperatur (deformasi).
Yang berubah adalah
struktur
kristalnya, sedangkan
susunan unsur kimia tetap
(rekristalisasi). Fase ini
hanya
mengubah kristal yang
sudah terbentuk sebelumnya
karena terkena tekanan dan
temperatur yang berubah
secara signifikan. Sehingga
kristal tersebut akan berubah
bentuk dan unsur-unsur
fisiknya. Namun,
komposisi dan unsur
kimianya tidak
berubah karena tidak
adanya faktor lain yang
terlibat kecuali tekanan
dan
temperatur.
2.3.2 Sistem Isometrik

Kata isometris berasal dari iso dan metrik atau metris; iso berarti sama dan metrik

berarti ukuran, maka isometris atau isometrik adalah suatu sistem kristal dalam

sistem kristalografi yang memiliki ukuran yang sama secara tiga dimensi. Sistem

kristal isometris sering disebut juga dengan sistem kristal kubus atau kubik. Bola

adalah salah satu bentuk yang memiliki sifat paling simetri secara tiga dimensi. 34

Sistem kristal isometris adalah sistem kristal yang paling simetris. Sistem kristal

isometris memiliki tiga (3) sumbu kristal, dengan panjang sumbu yang sama.

Karena sistem kristal ini memiliki kedudukan dan ukuran sumbu yang sama, maka

ketiga sumbunya kita sebut saja a1, a2 dan a3. Masing-masing sumbu saling

berpotongan dengan sudut perpotongan α=β=γ= 90o . Sebagai suatu sistem yang

paling simetris, maka isometris tidak berpolar sebagaimana yang dijumpai dalam

sistem kristal yang lain. Itulah mengapa isometris jauh lebih sederhana dan paling

mudah untuk dikenali dibandingkan dengan sistem kristal yang lain. Secara

umum, bentuk kristal dalam sistem kristal isometris ada 4, yaitu kubus,
oktahedron, dodekahedron dan kombinasi ketiganya. Di dalam penggambarannya,

sistem kristal isometrik harus digambarkan dengan perbandingan sumbu a1, a2

dan a3 = 1 : 3 : 3. Artinya, pada sumbu a1 ditarik garis dengan nilai 1, pada sumbu

a2 ditarik garis dengan nilai 3, dan sumbu a3 juga ditarik garis dengan nilai 3

(nilai bukan patokan, hanya perbandingan). Sudut antara sumbu a1 dengan a2 (α)

digambarkan pada 150o, sudut antara a2 dengan a3 (β) digambarkan 90 o , sudut

antara -a3 dengan a1 (γ ) digambarkan 120 o, dan sudut antara a1 dengan -a2

digambarkan 30o.Bentuk-bentuk kristal pada sistem isometris dan cara

penggambarannya.

Gambar 2.2.2 Bentuk-bentuk kristal pada isometrik

Contoh mineral dengan sistem kristal isometris adalah pirit (Fe2S3, salah satu

mineral besi), halit (NaCl, garam), emas, intan, sphalerit, galena, flourit, kuprit,

magnetit, kromit, dan lain-lain. Didasarkan pada bentuknya, sistem kristal

isometris terbagi dalam 5 kelas yaitu tetartoidal, diploidal, gyroidal,

hextetrahedral dan hexoktahedral.

1) Tetartoidal

a. Kelas ke 28, elemen simetri: terdapat empat sumbu putar tiga, dan tiga sumbu

putar dua (simetri : 2 3)


b. Ketiga sumbu kristal memiliki panjang yang sama, sehingga disimbolkan

dengan a1, a2, dan a3; α=β=γ= 90o 35.

c. Bentuk umum kristal yang dijumpai adalah tetartoidal pyritohedron dan kubik,

deltoidal dodecahedron, pentagonal dodecahedron, rhombik dodecahedron,

dan tetrahedron.

d. Mineral yang umum dijumpai adalah changcengit, korderoit, gersdorffit,

langbeinit, maghemit, micherenit, pharmacosiderit, ullmanit, dan lain-lain.

2) Diploidal

a. Kelas ke-29, simetri : 2/m 3bar, artinya: memiliki elemen simetri empat

sumbu putar tiga, dan tiga sumbu putar dua, dan tiga bidang kaca dan satu

pusat.

b. Ketiga sumbu kristal memiliki panjang yang sama, sehingga disimbolkan

dengan a1, a2, dan a3; α=β=γ= 90o

c. Bentuk umum diploidal, pyritohedron, kubus, octahedron, rhombik

dodecahedron, trapezohedron dan trisoctahedron (jarang). d. Mineral yang

umum dijumpai adalah pyrite, kobaltit, kliffordit, haurit, penrosit, tychit,

laurit, dan lain-lain

3) Gyroidal

a. Kelas ke-30, simetri : 4 3 2, artinya memiliki elemen simetri tiga sumbu

putar empat, dan empat sumbu putar tiga, dan enam sumbu putar dua

b. Ketiga sumbu kristal memiliki panjang yang sama, sehingga disimbolkan

dengan a1, a2, dan a3; α=β=γ= 90o


c. Bentuk umum yang dijumpai kubus, octahedron, dodecahedron, dan

trapezohedron, serta yang jarang trisoctahedron dan tetraheksahedron.

d. Contoh mineralnya adalah: kuprit, voltait, dan sal amoniak.

4) Hextetrahedral

a. Kelas ke-31, dengan sifat simetri : 4bar 3/m, yang artinya memiliki empat

sumbu putar tiga, tiga sumbu putar empat, dan enam bidang kaca.

b. Sumbu Kristal : Tiga sumbu sama panjang yang disebut a1, a2, dan a3, 90 o

Ketiga sumbu kristal memiliki panjang yang sama, sehingga disimbolkan

dengan a1, a2, dan a3; α=β=γ= 90o

c. Bentuk umum yang dijumpai empatsisi, tristetrahedron, deltoidal

dodecahedron, dan hekstetrahedron serta yang jarang kubik, rhombik

dodecahedron dan tetraheksahedron.

d. Contoh mineral sodalit, sphalerit, domeykit, hauyne, lazurit, dan rhodizit.

5) Hexoctahedral

a. Kelas ke-32, dengan sifat simetri : 4/m 3bar 2/m, artinya memiliki kelas

yang paling simetri untuk bidang tiga dimensi dengan empat sumbu putar

tiga, dan tiga sumbu putar dua, dengan sembilan bidang utama dan satu

pusat.

b. Ketiga sumbu kristal memiliki panjang yang sama, sehingga disimbolkan

dengan a1, a2, dan a3; α=β=γ= 90o

c. Bentuk umumnya kubus, bidang delapan, bidang dua belas, dan trapezium;

kadang-kadang trisoktahedron, tetraheksahedron, dan heksotahedron.


d. Contoh mineral fluorit, galena, intan, tembaga, besi, timah, platina, perak,

emas, halit, bromargyrit, klorargirit, murdosit, piroklor, kelompok garnet,

sebagian besar kelompok spinel, uraninit dan lain-lain. (Mulyaningsih,2018)

Ada beberapa cara untuk menentukan klas simetri dari sistem kristal tetragonal

antara lain :

a) Herman Manguin

i. Bagian 1

Menunjukan nilai sumbu a, mungkin bernilai 4 atau 2 dan ada atau tidaknya

bidang simetri yang tegak lurus sumbu a tersebut. Bagian ini dinotasikan

dengan: 4/m, 4, 4, 2/m, 2. Angka menunjukan nilai dan huruf m

menunjukan adanya bidang simetri yang tegak lurus sumbu tersebut.

ii. Bagian 2

Menunjukan sumbu simetri bernilai 3, bagian ini selalu 3 atau 3.

iii. Bagian 3

Menunjukan ada atau tidaknya sumbu sumbu simetri diagonal /

intermediet bernilai 2 dan ada atau tidaknya bidang simetri

diagonal/intermedi et yang tegak lurus sumbu diagonal tersebut. Bagian ini

dinotasikan dengan: 2m, 2, m. Angka menunjukan nilai dan huruf m

menunjukan adanya bidang simetri yang tegak lurus sumbu tersebut.

b) Schoenfish
i. Dipandang dari sumbu c, maka ada dua kemungkinan yaitu bernilai 4 atau

bernilai 2. Kalau sumbu c bernilai 4, termasuk klas O (oktaeder). Kalau

sumbu c bernilai 2, termasuk kelas T ( tetraeder).

ii. Dipandang bidang simetrisnya: kalau mempunyai:

 Bidang simetri horizontal, bidang simetri vertikal, dan bidang simetri

diagonal maka dinotasikan dengan h.

 Bidang simetri horizontal dan bidang simetri vertical maka dinotasikan

dengan h.

 Bidang simetri vertikal dan bidang simetri diagonal maka dinotasikan

dengan v.

 Bidang simetri diagonal saja maka dinotasikan d.

iii.Notasi h, v atau d dituliskan dikanan agak kebawah dari notasi huruf O atau

T.

2.3.3 Sistem Tetragonal


Sistem kristal tetragonal hampir mirip dengan sistem kristal isometrik. Sistem kristal

ini memiliki tiga sumbu kristal utama yang masing-masing juga saling tegak lurus,

yaitu a, b, dan c. Panjang sumbu kristal a1 dan a2 sama, namun panjang sumbu c

tidak sama (bisa lebih panjang atau lebih pendek), dan pada umumnya lebih panjang

(a1 = a2 ≠ c), α = β = γ = 90˚. Sistem kristal tetragonal digambarkan dengan

perbandingan panjang sumbu a1 : a2 : c = 1 : 3 : 6, sudut β = γ = 90˚ dan α = 30 o.

Contoh mineral yang memiliki bentuk kristal tetragonal adalah kalkopirit (atau

tembaga-besi sulfida), anatase, zirkon, leusit, rutil, krisobalit, wulfenit, skapolit,

kasiterit, stannit, dan cahnit. Sistem Tetragonal dibagi menjadi 7 kelas, yaitu

ditetragonal dipiramidal, tetragonal trapezohedral, ditetragonal piramidal, tetragonal

skalenohedral, tetragonal dipiramidal, tetragonal dispenoidal dan tetragonal

piramidal.

1) Ditetragonal dipiramidal

a. Termasuk ke dalam kelas ke-27 dengan sifat simetri

Gambar 2.2.2 sistem tetragona

kristal adalah 4/m 2/m 2/m; yang artinya memiliki satu sumbu putar empat,

satu sumbu putar dua dan lima sumbu simetri.


b. Sumbu a1 dan a2 sama panjang dan memiliki 1 sumbu panjang (c) dan sudut

α = β = γ = 90o

c. Bentuk umum yang bisa dijumpai adalah ditetragonal dipiramidal, tetragonal

dipiramidal, prismatik ditetragonal, prismatik tetragonal, dan basal pinakoid.

37 d. Contoh mineral: apophylit, autunit, meta-autunit, torbernit, meta-

torbernit, xenotim, karletonit, platnerit, zirkon, hausmannit, pirolusit,

thorite, anatase, rilit, casiterit dan lain-lain.

2) Tetragonal trapezohedral

a. Termasuk ke dalam kelas ke-26, dengan sifat simetri kristal adalah 4/m 2/m

2/m; yang artinya kelas ini memiliki sifat simetri satu sumbu putar empat,

dua sumbu putar dua, dan seluruh sumbu yang berpotongan tegak lurus

terhadap sumbu putar yang lain.

b. Sumbu a1 dan a2 sama panjang dan memiliki 1 sumbu panjang (c) dan sudut

α = β = γ = 90o

c. Bentuk umum yang dijumpai adalah tetragonal trapezohedron, ditetragonal

prism, tetragonal prism, tetragonal dipiramid, dan basal pinakoid.

d. Contoh mineral yang umum dijumpai adalah wardit dan kristobalit.

3) Ditetragonal piramidal

a. Termasuk ke dalam kelas ke-25, dengan sifat simetri kristal adalah: 4/m yang

artinya kelas ini memiliki sifat simetri satu sumbu putar empat dan empat

bidang simetri.
b. Sumbu a1 dan a2 sama panjang dan memiliki 1 sumbu panjang (c) dan sudut

α = β = γ = 90o

c. Bentuk umum yang dijumpai adalah ditetragonal piramidal, ditetragonal

prismatik, tetragonal prismatik, tetragonal piramidal, dan pedial.

d. Contoh mineral yang umum dijumpai adalah diaboleit, diomignit, fresnoit,

ematophanit, dan routhierit.

4) Tetragonal skalenohedral

a. Termasuk ke dalam kelas ke-24, dengan sifat simetri kristal adalah: 4bar 2/m

yang artinya kelas ini memiliki sifat simetri satu sumbu putar empat, dua

sumbu putar dua, dan dua bidang simetri.

b. Sumbu a1 dan a2 sama panjang dan memiliki 1 sumbu panjang (c) dan sudut

α = β = γ = 90o

c. Bentuk umum yang dijumpai adalah tetragonal skalenohedron, disphenoidal,

ditetragonal prismatik, tetragonal prismatik, tetragonal dipiramidal, dan

pinakoidal.

d. Contoh mineral yang umum dijumpai adalah kalkopirit dan stannit termasuk

akermanit, hardistonit, melilit, urea, luzonit, pirquitasit, renierit, dan

tetranatrolit.

5) Tetragonal dipiramidal

a. Termasuk ke dalam kelas ke-23, dengan sifat simetri kristal adalah: 4/m yang

artinya kelas ini memiliki sifat simetri satu sumbu putar empat dan satu

bidang simetri.
b. Sumbu a1 dan a2 sama panjang dan memiliki 1 sumbu panjang (c) dan sudut

α = β = γ = 90o

c. Bentuk umum yang dijumpai adalah tetragonal dipiramidal, tetragonal

prismatik, dan pinakoidal. 38

d. Contoh mineral yang umum dijumpai adalah scapolit, wulfenite, vesuvianit,

powellit, narsarsukit, meta-zeunerit, leucit, fergusonit, dan scheelit.

6) Tetragonal disphenoidal

a. Termasuk ke dalam kelas ke-22, dengan sifat simetri kristal adalah: 4bar

yang artinya kelas ini memiliki sifat simetri satu sumbu putar empat.

b. Sumbu a1 dan a2 sama panjang dan memiliki 1 sumbu panjang (c) yang bisa

lebih panjang atau lebih pendek dari sumbu yang lain, dengan sudut α = β =

γ = 90o

c. Bentuk umum yang dijumpai adalah tetragonal disphenoidal, tetragonal

prismatik, dan pinakoidal.

d. Contoh mineral yang umum dijumpai adalah cahnit, minium, nagyagit,

tugtupit, dan beberapa yang jarang seperti krookesit, meliphanit,

schreibersit, dan vincentit.

7) Tetragonal piramidal

a. Termasuk ke dalam kelas ke-21, dengan sifat simetri kristal adalah: 4 yang

artinya kelas ini memiliki sifat simetri satu sumbu putar empat.
b. Sumbu a1 dan a2 sama panjang dan memiliki 1 sumbu panjang (c) yang bisa

lebih panjang atau lebih pendek dari sumbu yang lain, dengan sudut α = β =

γ = 90o

c. Bentuk umum yang dijumpai adalah tetragonal piramidal, tetragonal

prismatik, dan pedial.

d. Contoh mineral yang umum dijumpai adalah wulfenit (diragukan), pinnoit,

piypit dan richelit.

Ada beberapa cara untuk menentukan klas simetri dari sistem kristal tetragonal

antara lain :

a) Herman Manguin

i. Bagian 1

Menunjukkan nilai sumbu c, mungkin bernilai 4 atau 4 dan ada atau tidaknya

bidang simetri yang tegak lurus sumbu a tersebut.

ii. Bagian 2

Menunjukkan ada atau tidaknya sumbu a yang bernilai 2 dan ada atau tidaknya

bidang simetri vertikal yang tegak lurus dengan sumbu a tersebut.

iii. Bagian 3

Menunjukkan ada atau tidaknya sumbu simetri diagonal/intermediet bernilai 2

dan ada atau tidaknya bidang smetri diagonal/intermediet yang tegak lurus

sumbu diagonal tersebut.

b) Schoenfish
i. Dipandang nilai dari sumbu yang tegak lurus dengan sumbu c, maka ada dua

kemungkinan yaitu bernilai 2 atau tidak bernilai .Kalau sumbu c bernilai 2,

termasuk klas D ( Diedrick ). Kalau sumbu tersebut tidak bernilai termasuk

klas C ( Cyclick ).

ii. Ke kanan agak ke bawah notasi D atau C dituliskan nilai sumbu c nya

iii. Dipandang bidang simetrinya : Kalau mempunyai :

 Bidang simetri horizontal,bidang simetri vertical dan bidang simetri

diagonal maka dinotasikan dengan h.

 Bidang simetri horizontal dan bidang simetri vertical maka dinotasikan

dengan h

 Bidang simetri vertical dan bidang simetri diagonal maka dinotasikan

dengan v.

 Bidang simetri diagonal saja maka dinotasikan d

III. METODE PRAKTIKUM

Pada praktikum kali ini, kita menggunakan empat sampel peraga dalam pelaksanaan

praktikum. Tahapan yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan praktikum kali ini

adalah :

1. Tahap pendahuluan

Tahap ini dimulai dengan mengikuti asistensi acara, yaitu pemaparan materi

yang diberikan kepada praktikan sebelum memulai praktikum,pengerjaan tugas

pendahuluan yang diberikan oleh pembawa acara kepada praktikan, pembuatan


proyeksi, mengikuti responsi umum,serta pengecekan perlengkapan alat yang

digunakan untuk praktikum.

2. Tahap praktikum

Pada tahap ini diadakan proses pengambilan data dengan cara menggambarkan

dan mendeskripsikan kristal tersebut dari sifat kristal, cara penggambaran,

elemen kristal, nilai kristal menurut herman manguin dan schonfiles, bentuk

kristal dan kelas kristal.

3. Tahap penyusunan jurnal

Pada tahap ini praktikan melakukan asistensi kepada asisten laboratorium yang

telah ditunjuk untuk mengolah data-data yang diperoleh dari hasil pengamatan

dan tahap pengambilan data yang akan dibuatkan dalam bentuk jurnal tentang

hasil praktikum yang telah dilalui dan melakukan revisi jurnal jika terjadi

kesalahan agar terlihar lebih baik

4. Tahap selesai

Pada tahap ini hasil dari revisi jurnal praktikan yang sudah di ACC oleh asisten,

dicetak Setelah itu melakukan pengumpulan ke pembawa acara jurnal untuk

dinilai.
Asistensi acara
TAHAP Pengerjaan tugas
PENDAHULU pendahuluan
AN
Responsi umum
Pengecekan alat

Pengambilan sampel
TAHAP
PRAKTIKUM Pendeskripsian
Pembuatan laporan
sementara

TAHAP Penyusunan jurnal


PENYUSUN
Asistensi jurnal
AN JURNAL
Revisi jurnal

Mencetak jurnal
TAHAP SELESAI Pengumpulan jurnal
Penilaian

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Adapun hasil yang diperoleh dari praktikum kristalografi dan mineralogi :

4.1 Sampel 1

Pada sampel pertama yaitu sistem kristal isometrik dengan nomor paraga Iso9

yang termasuk kedalam sistem kristal isometrik dengan sifat kristal a:b:c

= ,1:3:3, α = β = γ = 90o. Sudut antara sumbu a+ dan b-= 30◦. Sudut antara sumbu

b+ dan c+ =90o. Pada sampel kristal ini memilki elemen kristal 3A 4, 4A3, 6A2, 9

PC. Yang nilai kristal Herman Maugine yaitu 4/m, 3, -/m, dan nilai
Schonfliesnya adalah Oh. Sampel ini termasuk dalam kelas Hexoctahedral dan

bentuk kristalnya Tetrahexahedron.

Gambar 4.1 (1) Foto (2) Gambar

0, 0, 1 1, 0, 0

1, 1, -1 1, -1, -1

1, 1, 1 1, 1, -1

-1, 1, 1 0, 1, 0

-1, 1, -1

4.2 Sampel 2
Pada sampel kedua yaitu sistem kristal isometrik dengan nomor paraga Iso19

yang termasuk kedalam sistem kristal isometrik dengan sifat kristal a:b:c

= ,1:3:3, α = β = γ = 90o. Sudut antara sumbu a+ dan b-= 30◦. Sudut antara sumbu

b+ dan c+ =90◦. Pada sampel kristal ini memilki elemen kristal 3A 4, 4A3, 6A2, 9

PC. Yang nilai kristal Herman Maugine yaitu 4/m, 3, 2/m, dan nilai

Schonfliesnya adalah Oh. Sampel ini termasuk dalam kelas Hexoctahedral dan

bentuk Tetrahexahedron.

Gambar 2.2 (1)Foto (2)Gambar

1, 0, -1 1, 0, 0

1, 1, 0 0, 1, -1

1, -1, 1 1, 1, -1

1, -1, 0 0, 1, 0

0, 0, 1
1 1, 1
4.3
0,1,1
Sampel 3

Pada sampel ketiga yaitu sistem kristal tetragonal dengan nomor paraga Tetra

10 yang termasuk kedalam sistem kristal tatragonal dengan sifat kristal a:b:c

= ,1: 3 : 6, α = β = γ = 90o. Sudut antara sumbu a+ dan b-= 30◦. Sudut antara

sumbu b+ dan c+ =90◦. Pada sampel kristal ini memilki elemen kristal A 4,4A2, 5

PC. Yang nilai kristal Herman Maugine yaitu 4/m, 2/m, 2/m, dan nilai

Schonfliesnya adalah Dh. Sampel ini termasuk dalam kelas Tetragonal

Piramidal dan bentuk kristalnya adalah Prisma.

Gambar 3.3 (1)Foto (2) Gambar

1, 1, -1

0, 1, -1
1, 0, 0 1, -1, 0

1, 1, 1 1, 1, 0

1, 0, 1 0, 1, 1

0, -1, 1 1, -1, 0

4.4 Sampel 4

Pada sampel keempat yaitu sistem kristal tetragonal dengan nomor paraga Tetra

7 yang termasuk kedalam sistem kristal tatragonal dengan sifat kristal a:b:c = ,1:

3 : 6, α = β = γ = 90o. Sudut antara sumbu a+ dan b-= 30◦. Sudut antara sumbu b+

dan c+ =90◦. Pada sampel kristal ini memilki elemen kristal 3A 4, 4A3, 6A2, 9PC.

Yang nilai kristal Herman Maugine yaitu 4/m, 2/m, 4/m, dan nilai Schonfliesnya

adalah Dh. Sampel ini termasuk dalam kelas Tetragonal Piramidal dan bentuk

kristalnya adalah Prisma and Dypiramid.

Gambar 4.4 (1)Foto (2)Gambar

0, 1, 0 1, -1, 1

1, 1, -1 1, 1, 1

1, -1, 1 1,0,0
V. Kesimpulan

Adapun kesimpulan dari hasil praktikum :

1. Sistem kristal isometrik memiliki panjang sumbu a = b = c dengan

perbandingan dalam penggambarannya adala a : b : c = 1 : 3 : 3 dan memiliki

sudut antara sumbu kristal α = β = γ = 90 derajat (Semua sudut antara sumbu

adalah sudut siku-siku).Lalu dalam sistem kristal tetragonal, panjang dua

sumbu kristal utama adalah sama (a = b) dan panjang sumbu ketiga (c)

berbeda. Sudut antara dua sumbu utama (a dan b) adalah sudut siku-siku (90

derajat), sedangkan sudut antara sumbu ketiga (c) dan sumbu utama (a atau

b) juga adalah sudut siku-siku (90 derajat). Sistem kristal tetragonal memiliki

Panjang sumbu a = b ≠ c dengan perbandingan dalam penggambarannya

adala a : b : c = 1 : 2 : 6 dan memiliki sudut antara sumbu kristal α = β = γ =

90O

2. Berdasarkan data yang diperoleh dari praktikum dalam menentukan nilai dan

elemen kristal dapat ditentukan dengan bantuan proyeksi stereografis. Seperti

hasil pada sampel 1 dimana nilai Kristal Herman Mauguinnya yaitu 4/m, 3,

-/m, dan nilai Schonflies Oh serta elemen kristalnya adalah 3A4,6A2,4A3,9PC.

Pada sampel 2 memiliki nilai kristal Herman Maunguin yaitu 4/m, 3, 2/m,

dan nilai schonfliesnya adalah Oh, dengan elemen kristal

3A4,6A2,4A3,9PC.Pada sampel 3 memiliki nlai kristal Herman Maungin 4/m,

2/m, 2/m, dan nilai Schonfliesnya yaitu Dh, dengan elemen kristal
A4,4A2,5PC.Pada sampel 4 memiliki nilai Herman Mungin 4/m,2/m,4/m,

dengan nilai Schonflies D2h, dan memiliki elemen kristal 3A4,4A3,6A2,9PC.

3. Terakhir untuk menentukan kelas dan bentuk, dapat ditentukan menggunakan

nilai dan elemen yang sudah didapatkan sebelumnya.Pada sampel pertama

memiliki kelas kristal Hexaochedral dan bentuk kristal Cube.Pada sampel

kedua memiliki kelas kristal Hexaochedral dan bentuk kristal Cube. Pada

sampel ketiga memiliki kelas kristal Tetragonal Piramidal dan bentuk

kristal Prisma. Pada sampel keempat memiliki kelas kristal Tetragonal

Piramidal dan bentuk kristal Prisma and Dypiramid

VI. Daftar Pustaka

Sands, Donald E. (1969).

Introduction to Crystalography. New York: Universitas of Kentucky

Deasy Gitasari (2013)

Laporan Kristalografi : Universitas Diponegoro

Darrell Henry, Barbara Dutrow (2021).

Tourmaline crystallography, crystal chemistry and nomenclature: current status

Reza Tambang (2014)

Laporan Kritalografi dan Mineralogi : Institut Teknologi Adhitama Surabaya

Sri Mulyaningsih (2018)

Kristalografi dan mineralogi edisi 1 : Institut Sains dan Teknologi AKPRIND

Yogyakarta

Sands, Donald E. (1969).


Introduction to Crystalography. New York: Universitas of Kentucky

Anda mungkin juga menyukai