Anda di halaman 1dari 32

BAB I

PRAKTIKUM KRISTAL DAN MINERAL

1.1 PENDAHULUAN
1.1.1 Latar Belakang

Kristalografi adalah studi ilmiah kristal dan pembentukannya yang mempelajari


sifat-sifat geometri dari kristal terutama tentang perkembangan, pertumbuhan,
kenampakan bentuk luar (morfological), struktur dalam (internal), dan sifat-sifat
fisisnya. Atau pelajaran mengenai penjabaran kristal-kristal.Sedangkan Mineralogi
adalah salah satu cabang ilmu geologi yang mempelajari asal usul genesa mineral,
sifat fisik dan kimianya serta klasifikasi dan pemanfaatannya Kristalografi dan
mineralogi adalah adalah beda padat homogen sebagai pembentuk struktur batuan
untuk mempelajari strukruktur batuan sebaiknya harus mengenal lebih dahulu
kristal dan mineral pembentuk batuan tersebut, oleh kerena bebrapa hal penting di
atas maka praktikum kristalografi dan mineralogi di lakukan unutuk mengenal lebih
jauh atau memperdalam ilmu pengetahuan mengenai kristal sistem kristal penentuan
kelas simetri bidang simetri dan mengenal sistem keristal dan perawakan kristal
pada mineral. Praktikum kristalografi dan mineralogi juga di lakukan sebagai salah
sutau prasarat dalam mata kuliah kristalografi dan mineralogi.

1.1.2 Maksud dan Tujuan

Adapun maksud dan tujuan dari praktikum Kristalografi dan Mineral ini adalah :

a. Mengenal bentuk-bentuk Kristal yang banyak corak ragamnya dan dapat


menggolongkan dalam kelompok-kelompok klasifikasi kristal
b. Menentukan sistem kristal dari bermacam bentuk kristal atas dasar panjang,
posisi dan jumlah sumbu kristal yang ada pada setiap bentuk kristal.
c. Menentukan klas simetri atas dasar jumlah unsur simetri setiap kristal.

d. Menggambarkan semua bentuk kristal atas dasar parameter dan parameter


rasio, jumlah dan posisi sumbu kristal dan bidang kristal yang dimiliki
semua bentuk kristal baik dalam bentuk proyeksi orthogonal maupun
proyeksi stereografis.

e. Menyelidiki secara fisik dari mineral

f. Mengetahui sifat-sifat fisik dari mineral

1.1.3 Manfaat
1
Laporan praktikum kristalografi dan mineralogi ini selain sangat bermanfaat
bagi setiap mahasiswa pertambangan dalam pengenalan kristal dan mineral
sebagai dasar ilmu pembelajaran bagi mahasiswa, juga bermanfaat bagi segenap
komponen dalam jurusan teknik pertambangan dalam rangka peningkatan
kepustakaan pada Jurusan Pertambangan Fakultas Sains dan Teknik Universitas
Nusa Cendana Kupang.

1.2 RUANG LINGKUP

Ruang lingkup dari kegiatan pelaksanaan praktikum kristalografi dan mineralogi


adalah:
a. Pembahasan tentang definisi
b. Istilah terkait
c. Metode analisis
d. Mineralogi fisik dan kimia
e. Kristalisasi
f. Sifat bentuk dan klasifikasi kristal
g. Genesa
h. Determinasi
i. Sistematika pengelompokan dan terapan mineral dalam batuan

1.3 ALAT YANG DIGUNAKAN

1.3.1 Praktikum Kristalografi

Dalam praktikum kristalografi, peralatan yang digunakan adalah:


a. Alat tulis
b. Busur derajat
c. Penggaris segitiga (1 set)
d. Pensil warna dan spidol warna
e. Kertas HVS ukuran folio

2
BAB II
KRISTALOGRAFI

2.1 DASAR TEORI

2.1.1 Kristal

Kata kristal berasal dari bahasa Yunani crystallon yang berarti tetesan
yang dingin atau beku. Menurut pengertian kompilasi yang diambil untuk
menyeragamkan pendapat para ahli maka, kristal adalah bahan padat homogen,
biasanya anisotrop dan tembus cahaya serta mengikuti hukum-hukum ilmu pasti
sehingga susunan bidang-bidangnya memenuhi hukum geometri; Jumlah dan
kedudukan bidang kristalnya selalu tertentu dan teratur. Kristal juga dapat
diartikan sebagai suatu padatan yang atom, molekul, atau ion penyusunnya
terkemas secara teratur dan polanya berulang melebar secara tiga dimensi. Secara
umum, zat cair membentuk kristal ketika mengalami proses pemadatan. Pada
kondisi ideal, hasilnya bisa berupa kristal tunggal, yang semua atom-atom dalam
padatannya terpasang pada kisi atau struktur kristal yang sama, tapi secara
umum kebanyakan kristal terbentuk secara simultan sehingga menghasilkan
padatan polikristalin. Misalnya, kebanyakan logam yang kita temui sehari-hari
merupakan polikristal. Struktur kristal mana yang akan terbentuk dari suatu cairan
tergantung pada kimia cairannya sendiri, kondisi ketika terjadi pemadatan, dan
tekanan ambien. Proses terbentuknya struktur kristalin dikenal sebagai kristalisasi.

Kristal juga dapat didefinisikan sebagai bahan padat homogen, biasanya


anisotrop dan tembus air serta menuruti hukum-hukum ilmu pasti, sehingga
susunan bidang-bidangnya mengikuti hukum geometri, jumlah dan kedudukan
dari bidangnya tertentu dan teratur. Keteraturannya tercermin dalam permukaan
kristal yang berupa bidang-bidang datar dan rata yang mengikuti pola-pola
tertentu. Bidang-bidang ini disebut sebagai bidang muka kristal. Sudut antara
bidang-bidang muka kristal yang saling berpotongan besarnya selalu tetap pada
suatu kristal. Bidang muka itu baik letak maupun arahnya ditentukan oleh
perpotongannya dengan sumbu-sumbu kristal. Dalam sebuah kristal, sumbu
kristal berupa garis bayangan yang lurus yang menembus kristal melalui pusat
kristal. Sumbu kristal tersebut mempunyai satuan panjang yang disebut sebagai
parameter.

3
Bila ditinjau dan telah lebih dalam mengenai pengertian kristal,
mengandung pengertian sebagai berikut :

1. Bahan padat homogen, biasanya anisotrop dan tembus cahaya

a. Tidak termasuk didalamnya cair dan gas

b. Tidak dapat diuraikan kesenyawa lain yang lebih sederhana oleh


proses fisika

c. Terbentuknya oleh proses alam

2. Mengikuti hukum-hukum ilmu pasti sehingga susunan bidang-


bidangnya mengikuti hukum geometri :

a. Jumlah bidang suatu kristal selalu tetap

b. Macam atau model bentuk dari suatu bidang kristal selalu tetap

c. Sifat keteraturannya tercermin pada bentuk luar dari kristal yang


tetap.

Apabila unsur penyusunnya tersusun secara tidak teratur dan tidak


mengikuti hukum-hukum diatas, atau susunan kimianya teratur tetapi tidak
dibentuk oleh proses alam (dibentuk secara laboratorium), maka zat atau bahan
tersebut bukan disebut sebagai kristal atau non kristalin.

2.1.2 Pembentukan Kristal

Pada kristal ada beberapa proses atau tahapan dalam pembentukan kristal.
Proses yang di alami oleh suatu kristal akan mempengaruhi sifat-sifat dari kristal
tersebut. Proses ini juga bergantung pada bahan dasar serta kondisi lingkungan
tempat dimana kristal tersebut terbentuk.

Berikut ini adalah fase-fase pembentukan kristal yang umumnya terjadi pada
pembentukan kristal :

a. Fase cair ke padat : kristalisasi suatu lelehan atau cairan sering terjadi
pada skala luas dibawah kondisi alam maupun industri. Pada fase ini
cairan atau lelehan dasar pembentuk kristal akan membeku atau
memadat dan membentuk kristal. Biasanya dipengaruhi oleh perubahan
suhu lingkungan.

b. Fase gas ke padat (sublimasi) : kristal dibentuk langsung dari uap tanpa
melalui fase cair. Bentuk kristal biasanya berukuran kecil dan kadang-
kadang berbentuk rangka (skeletal form). Pada fase ini, kristal yang
4
terbentuk adalah hasil sublimasi gas-gas yang memadat karena
perubahan lingkungan. Umumnya gas-gas tersebut adalah hasil dari
aktifitas vulkanis atau dari gunung api dan membeku karena perubahan
temperature.

c. Fase padat ke padat : proses ini dapat terjadi pada agregat kristal
dibawah pengaruh tekanan dan temperatur (deformasi). Yang berubah
adalah struktur kristalnya, sedangkan susunan unsur kimia tetap
(rekristalisasi). Fase ini hanya mengubah kristal yang sudah terbentuk
sebelumnya karena terkena tekanan dan temperatur yang berubah secara
signifikan. Sehingga kristal tersebut akan berubah bentuk dan unsur-
unsur fisiknya. Namun, komposisi dan unsur kimianya tidak berubah
karena tidak adanya faktor lain yang terlibat kecuali tekanan dan
temperatur.

2.1.3 Kristalografi
Kristalografi adalah ilmu yang mempelajari segala sesuatu tentang kristal
seperti sifat-sifat geometri terutama perkembangan, pertumbuhan, kenampakan
bentuk luar, struktur dalam dan sifat-sifat fisiknya.

a. Sifat Geometri
Memberikan pengetahuan tentang letak, panjang dan jumlah sumbu
kristal yang menyusun suatu bentuk kristal tertentu dan jumlah serta
bentuk bidang luar yang membatasinya.
b. Perkembangan dan Pertumbuhan Kenampakan Bentuk Luar
Bahwa disamping mempelajari bentuk-bentuk dasar yaitu suatu bidang
pada situasi permukaan, juga mempelajari kombinasi antara suatu
bentuk dengan bentuk kristal lainnya yang masih dalam satu sistem
kristalografi, ataupun dalam arti kembaran dari kristal yang terbentuk
kemudian.
c. Struktur dalam
Susunan dan jumlah sumbu-sumbu kristal juga menghitung parameter
dan parameter rasio.
d. Sifat Fisik Kristal
Sangat tergantung pada struktur (susunan atom-atomnya). Besar
kecilnya kristal tidak mempengaruhi, yang penting bentuk yang dibatasi
oleh bidang-bidang kristal, sehingga akan dikenal dua zat yaitu kristalin
dan non kristalin.

2.1.4 SISTEM KRISTALOGRAFI

Dalam mempelajari dan mengenal bentuk kristal secara mendetail, perlu


diadakan pengelompokkan yang sistematis. Pengelompokkan itu didasarkan pada
perbangdingan panjang, letak (posisi) dan jumlah serta nilai sumbu tegaknya.
5
Bentuk kristal dibedakan berdasarkan sifat-sifat simetrinya (bidang simetri
dan sumbu simetri) dibagi menjadi tujuh sistem, yaitu : Isometrik, Tetragonal,
Hexagonal, Trigonal, Orthorhombik, Monoklin dan Triklin.

Dari tujuh sistem kristal dapat dikelompokkan menjadi 32 kelas kristal.


Pengelompokkan ini berdasarkan pada jumlah unsur simetri yang dimiliki oleh
kristal tersebut. Sistem Isometrik terdiri dari lima kelas, sistem Tetragonal
mempunyai tujuh kelas, sistem Orthorhombik memiliki tiga kelas, Hexagonal
tujuh kelas dan Trigonal lima kelas. Selanjutnya Monoklin mempunyai tiga kelas
dan Triklin dua kelas.

Gambar 2.1 Tujuh sistem kristal

2.1.5 Sumbu dan Sudut kristalografi

2.1.5.1 Sumbu Kristalografi

Sumbu kristalografi adalah suatu garis lurus yang dibuat melalui pusat
kristal. Dimana kristal mempunyai bentuk 3 dimensi, yaitu panjang, lebar, dan
tebal atau tinggi. Tetapi dalam penggambarannya dibuat 2 dimensi sehingga
digunakan proyeksi orthogonal.

Gambar 2.2 Sumbu kristalografi

2.1.5.2 Sudut Kristalografi


6
Sudut kristalografi adalah sudut yang di bentuk oleh perpotongan sumbu-
sumbu kristalografi pada titik potong (pusat kristal).

Gambar 2.3 Sudut kristalografi

Berikut adalah sudut kristalografi dari 7 sistem kristal yang disajikan dalam
bentuk tabel :

Tabel 2.1 Sudut kristalografi dari tujuh sistem kristal

No Sistem Kristal Sudut Kristalografi

1 Isometrik = = = 90

2 Tetragonal = = = 90

3 Hexagonal = = 90 ; = 120

4 Trigonal = = 90 ; = 120

5 Orthorhombik = = = 90

6 Monoklin = = 90

7 Triklin 90

2.1.6 Sumbu Simetri

Sumbu simetri adalah garis bayangan yang dibuat menembus pusat kristal,
dan bila kristal diputar dengan poros sumbu tersebut sejauh satu putaran penuh

7
(3600) akan didapatkan beberapa kali kenampakan yang sama. Sumbu simetri
dibedakan menjadi empat, yaitu :

a. Sumbu simetri gyre, berlaku bila kenampakan (konfigurasi) satu sama


lain pada kedua ujung sumbu sama. Dinotasikan dengan huruf L (linier)
atau g (gyre). Penulisan ini pada kanan atas atau kanan bawah notasi.
Contoh : L2 = L2 = g2 = g2. Bila terdapat dua kali kenampakan yang sama
dinamakan digyre (), bila tiga trigyre (), bila empat tetragyre (), bila
enam heksagyre ( ) dan seterusnya.
b. Gyre polair, merupakan sumbu simetri gyre polair apabila kenampakan
(konfigurasi) satu sama lain pada kedua ujung sumbu tidak sama. Jika
pada salah satu sisinya berupa sudut maka pada sisi lainnya berupa
bidang atau plane. Dinotasikan dengan huruf L (linier) atau g (gyre).
Contoh : L2 = g2
c. Giroide atau sumbu cermin putar dinotasikan dengan S (Spiegel axe =
sumpu Spiegel). Sumbu cermin putar didapatkan dari kombinasi suatu
perputaran dan sumbu tersebut sebagai poros putarnya, dengan
pencerminan ke arah suatu bidang cermin putar yang tegak lurus dengan
sumbu tersebut. Bidang cermin ini disebut sebagai cermin putar atau
bidang normal. Nilai simetri giroide disingkat seperti Dygiroide (S 2),
trigiroide (S3), tetragiroide (S4), heksagiroide (S6).
d. Sumbu inversi putar, merupakan hasil perputaran dengan sumbu tersebut
sebagai poros putarnya, dilanjutkan dengan menginversikan (membalik)
melalui titik atau pusat simetri pada sumbu tersebut (sentrum inversi).
Cara penulisannya : 4 6 , sering pula ditulis dengan huruf L,
kemudian di sebelah kanan atas ditulis nilai sumbu dan sebelah kanan
bawah ditulis (i).

2.1.7 BIDANG SIMETRI

Bidang simetri adalah bidang bayangan yang dapat membelah kristal


menjadi dua bagian yang sama, dimana bagian yang satu merupakan pencerminan
(refleksi) dari bagian yang lainnya. Bidang simetri dinotasikan dengan P (plane)
dan m (miror). Bidang simetri diklasifikasikan menjadi dua yaitu :

a. Bidang simetri utama, yaitu bidang simetri yang dibuat melalui 2 buah
sumbu simetri utama kristal dan membagi 2 bagian yang sama besar.
Bidang simetri utama dibagi menjadi 2 yaitu bidang simetri utama
horizontaldengan notasi (h) dan bidang simetri utama vertikal dengan
notasi (v).

b. Bidang simetri menengah/tambahan/diagonal/intermediet. Bidang


simetri diagonal merupakan bidang yang dibuat hanya melalui satu
8
sumbu simetri utama kristal. Bidang ini sering disebut bidang diagonal
saja dengan notasi (d)

2.1.8 TITIK SIMETRI ATAU PUSAT SIMETRI


Titik simetri atau pusat simetri adalah titik di dalam kristal, yang melaluinya
dapat dibuat garis lurus sedemikian rupa sehingga sisi yang satu dengan sisi yang
lain dengan jarak yang sama, memiliki kenampakan yang sama (tepi, sudut dan
bidang). Pusat simetri selalu berhimpit dengan pusat kristal tetapi pusat kristal
belum tentu merupakan pusat simetri.

2.1.9 Dasar Pembagian Sistem Kristalografi


Tujuh prinsip letak bidang kristal terhadap susunan salib sumbu kristal:

hol

hko

hkl

okl

(001)

(010)

9
(100)

Gambar 2.4 Tujuh prinsip letak bidang kristal terhadap susunan salib sumbu
kristal

2.1.10 Proyeksi Orthogonal

Proyeksi orthogonal adalah salah satu metode proyeksi yang digunakan


untuk mempermudah penggambaran. Proyeksi orthogonal ini dapat diaplikasikan
hamper pada semua penggambaran yang berdasarkan hukum-hukum geometri.
Contohnya pada bidang penggambaran teknik, arsitektur, dan juga kristalografi.
Pada proyeksi orthogonal, cara penggambaran adalah dengan menggambarkan
atau membuat persilangan sumbu. Yaitu dengan menggambar sumbu a,b,c dan
seterusnya dengan menggunakan sudut-sudut persilangan atau perpotongan
tertentu. Dan pada akhirnya akan membentuk gambar tiga dimensi dari garis-garis
sumbu tersebut dan membentuk bidang-bidang muka kristal.

Pada praktikum kristalografi yang dilakukan di laboratorium Kristalografi


dan Mineralogi jurusan Teknik Pertambangan Universitas Nusa Cendana Kupang,
penggambaran kristal menggunakan proyeksi penggambaran orthogonal ini.

Tabel 2.2 Penggambaran Tujuh Sistem Kristal

No Sistem Kristal Perbandingan Sumbu Sudut Antar Sumbu

1 Isometrik a:b:c=1:3:3 a+/b = 30

2 Tetragonal a:b:c=1:3:6 a+/b = 30

3 Hexagonal a:b:c=1:3:6 a+/b = 17 ; d/b+= 39

4 Trigonal a:b:c=1:3:6 a+/b = 17 ; d/b+= 39

5 Orthorhombik a:b:c=1:4:6 a+/b = 30

10
6 Monoklin a:b:c=1:4:6 a+/b = 45

7 Triklin a:b:c=1:4:6 a+/b = 45 ; b/c+= 80

2.2 CARA KERJA

Pada wujudnya sebuah kristal itu seluruhnya telah dapat di tentukan secara
ilmu ukur, dengan mengetahui sudut-sudut bidangnya. Untuk dapat
membayangkan kristal hal ini dapat dilakukan dengan menetapkan kedudukan
bidang-bidang tersebut dengan pertolongan sistem-sistem koordinat. Dalam ilmu
kristalografi, geometri dipakai dengan tujuh jenis sistem sumbu. Sistem
kristalografi dibagi menjadi 7 sistem yang didasarkan pada:

a. Perbandingan panjang sumbu kristalografi


b. Letak dan posisi sumbu kristalografi
c. Jumlah sumbu kristalografi
d. Nilai sumbu c atau sumbu vertical

2.2.1 Sistem Isometrik (Reguler = Cubic = Tesseral = Tessuler)

Sistem kristal kubik juga dikenal sebagai sistem "isometrik". Sistem


kristal isometrik dicirikan oleh simetri total. . Sistem isometrik memiliki 3 sumbu
kristalografi secara tegak lurus satu sama lain dengan perbandingan panjang yang
sama untuk masing-masing sumbunya. Pada kondisi sebenarnya, sistem isometrik
memiliki axial ratio (perbandingan sumbu a = b = c, yang artinya panjang sumbu
a sama dengan sumbu b dan sama dengan sumbu c. Dan juga memiliki sudut
kristalografi = = = 90. Hal ini berarti, pada sistem ini, semua sudut
kristalografinya ( , dan ) tegak lurus satu sama lain (90).

Pada penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonal, sistem


isometrik memiliki perbandingan sumbu a : b : c = 1 : 3 : 3. Artinya, pada sumbu
a ditarik garis dengan nilai 1, pada sumbu b ditarik garis dengan nilai 3, dan
sumbu c juga ditarik garis dengan nilai 3 (nilai bukan patokan, hanya
perbandingan). Dan sudut antar sumbunya a+/b- = 30. Hal ini menjelaskan bahwa
antara sumbu a+ memiliki nilai 30 terhadap sumbu b. Beberapa contoh mineral
dengan system kristal isometrik ini adalah Pyrite (Fe2S), Galena (PbS), Garnet
(A3B2(SiO4) 3), Copper (Cu), Halite (NaCl), Platinum (Pt), Magnetite (Fe3O4).

11
Gambar 2.5 Sudut dan sistem kristal isometrik

Sistem isometrik terdiri dari 5 kelas yaitu :


a. Kelas Hexoctahedral
b. Kelas Hextetrahedral
c. Kelas Gyroidal
d. Kelas Diploidal
e. Kelas Tetartoidal

2.2.2 Sistem Tetragonal (Quadratic)

Sistem tetragonal memiliki 3 sumbu kristal yang masing-masing saling


tegak lurus. Sumbu a dan b mempunyai satuan panjang sama. Sedangkan sumbu c
berlainan, dapat lebih panjang atau lebih pendek. Tapi pada umumnya lebih
panjang. Pada kondisi sebenarnya, sistem tetragonal memiliki axial ratio
(perbandingan sumbu) a = b c , yang artinya panjang sumbu a sama dengan
sumbu b tapi tidak sama dengan sumbu c. Dan juga memiliki sudut kristalografi
= = = 90. Hal ini berarti pada sistem ini, semua sudut kristalografinya ( ,
dan ) tegak lurus satu sama lain (90).

Pada penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonal, sistem


tetragonal memiliki perbandingan sumbu a : b : c = 1 : 3 : 6. Artinya, pada sumbu
a ditarik garis dengan nilai 1, pada sumbu b ditarik garis dengan nilai 3, dan
sumbu c ditarik garis dengan nilai 6 (nilai bukan patokan, hanya perbandingan).
Dan sudut antar sumbunya a+/b = 30. Hal ini menjelaskan bahwa antara sumbu
a+ memiliki nilai 30 terhadap sumbu b. Beberapa contoh mineral dengan sistem
kristal tetragonal ini adalah Bornit (FeS4), Rutile (TiO2), Kalkopirit (CuFeS2),
Pyrolucit (MnO2), Kasiterit (SnO2), Hausmannite (Mn3O4).

12
Gambar 2.6 Sudut dan sistem kristal tetragonal

Sistem tetragonal terdiri dari 7 kelas yaitu :

a. Tetragonal pyramidal
b. Tetragonal trapezohedral
c. Tetragonal bipyramidal
d. Ditetragonal pyramidal
e. Ditetragonal bipyramidal
f. Tetragonal tetrahedral
g. Tetragonal Scalenohedral

2.2.3 Sistem Heksagonal

Sistem ini mempunyai 4 sumbu kristal, dimana sumbu c tegak lurus


terhadap ketiga sumbu lainnya. Sumbu a, b, dan d masing-masing membentuk
sudut 120 terhadap satu sama lain. Sambu a, b, dan d memiliki panjang sama.
Sedangkan panjang c berbeda, dapat lebih panjang atau lebih pendek (umumnya
lebih panjang). Pada kondisi sebenarnya, sistem hexagonal memiliki axial ratio
(perbandingan sumbu) a = b = d c , yang artinya panjang sumbu a sama dengan
sumbu b dan sama dengan sumbu d, tapi tidak sama dengan sumbu c. Dan juga
memiliki sudut kristalografi = = 90 ; = 120. Hal ini berarti pada sistem ini,
sudut dan saling tegak lurus dan membentuk sudut 120 terhadap sumbu .

Pada penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonal, sistem


hexagonal memiliki perbandingan sumbu a : b : c = 1 : 3 : 6. Artinya, pada sumbu
a ditarik garis dengan nilai 1, pada sumbu b ditarik garis dengan nilai 3, dan
sumbu c ditarik garis dengan nilai 6 (nilai bukan patokan, hanya perbandingan).
Dan sudut antar sumbunya a+/b = 20 ; d/b+= 40. Hal ini menjelaskan bahwa
antara sumbu a+ memiliki nilai 20 terhadap sumbu b dan sumbu d membentuk
sudut 40 terhadap sumbu b+.Beberapa contoh mineral dengan sistem kristal
hexagonal ini adalah Nepheline ((Na,K)AlSiO4), Kuarsa (CaCO3), Molibdenit
(MOS2), Titanium (Ti), Graphite (C).

Gambar 2.7 Sudut dan sistem kristal heksagonal

Sistem heksagonal terdiri dari 7 kelas yaitu :

13
a. Trigonal bipyramidal
b. Ditrigonal bipyramidal
c. Hexagonal pyramidal
d. Hexagonal trapezohedral
e. Hexagonal bipyramidal
f. Dihexagonal pyramidal

g. Dihexagonal bipyramidal

2.2.4 Sistem Trigonal (Rhombohedral)

Beberapa ahli memasukkan sistem ini kedalam sistem hexagonal. Demikian


pula cara penggambarannya juga sama. Perbedaannya, bila pada sistem trigonal
setelah terbentuk bidang dasar, yang terbentuk segienam, kemudian dibentuk
segitiga dengan menghubungkan dua titik sudut yang melewati satu titik
sudutnya. Pada kondisi sebenarnya, sistem trigonal memiliki axial ratio
(perbandingan sumbu) a = b = d c , yang artinya panjang sumbu a sama dengan
sumbu b dan sama dengan sumbu d, tapi tidak sama dengan sumbu c. Dan juga
memiliki sudut kristalografi = = 90 ; = 120. Hal ini berarti pada sistem ini,
sudut dan saling tegak lurus dan membentuk sudut 120 terhadap sumbu .

Pada penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonal, sistem


trigonal memiliki perbandingan sumbu a : b : c = 1 : 3 : 6. Artinya, pada sumbu a
ditarik garis dengan nilai 1, pada sumbu b ditarik garis dengan nilai 3, dan sumbu
c ditarik garis dengan nilai 6 (nilai bukan patokan, hanya perbandingan). Dan
sudut antar sumbunya a+/b = 20 ; d/b+= 40. Hal ini menjelaskan bahwa antara
sumbu a+ memiliki nilai 20 terhadap sumbu b dan sumbu d membentuk sudut
40 terhadap sumbu b+. Beberapa contoh mineral dengan sistem kristal trigonal ini
adalah Hematite (Fe2O3), Calcite (CaCO3), Siderite (FeCO3), Arsenit (As),
Magnesit (Mg), Cinabar (HgS), Corundum (Al2O3).

Gambar 2.8 Sudut dan sistem kristal trigonal

Sistem trigonal terdiri dari 5 kelas yaitu :

a. Trigonal pyramidal

14
b. Trigonal trapezohedral
c. Ditrigonal pyramidal
d. Rhombohedral
e. Ditrigonal scalenohedral

2.2.5 Sistem Orthorhombik (Prismatic, Rhombic, Trimetric)

Sistem ini mempunyai 3 sumbu simetri kristal yang saling tegak lurus satu
dengan yang lainnya. Ketiga sumbu tersebut mempunyai panjang yang berbeda.
Pada kondisi sebenarnya, sistem orthorhombik memiliki axial ratio (perbandingan
sumbu) a b c , yang artinya panjang sumbu-sumbunya tidak ada yang sama
panjang atau berbeda satu sama lain.. Dan juga memiliki sudut kristalografi =
= = 90. Hal ini berarti pada sistem ini, ketiga sudutnya saling tegak lurus (90).

Pada penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonal, sistem


orthorhombik memiliki perbandingan sumbu a : b : c = sembarang. Artinya tidak
ada patokan yang akan menjadi ukuran panjang pada sumbu-sumbunya pada
sistem ini. Dan sudut antar sumbunya a +/b = 30. Hal ini menjelaskan bahwa
antara sumbu a+ memiliki nilai 30 terhadap sumbu b. Beberapa contoh mineral
dengan sistem kristal orthorhombik ini adalah Geothite (FeO(OH)), Barite
(BaSO4), Sulfur (S), Aragonit (CaCo3), Anadalusite (Al2SiO5).

Gambar 2.9 Sudut dan sistem kristal orthorhombik

Sistem orthorombik terdiri dari 3 kelas yaitu :

a. Rhombic tetraheral
b. Rhombic pyramidal
c. Rhombic bipyramidal

2.2.6 Sistem Monoklin (Obliq, Monosymetric, Clinorhombik,


Hemiprismatic, Monoclinohedral)

Monoklin artinya hanya mempunyai satu sumbu yang miring dari tiga
sumbu yang dimilikinya. Sumbu a tegak lurus terhadap sumbu n; n tegak lurus
terhadap sumbu c, tetapi sumbu c tidak tegak lurus terhadap sumbu a. Ketiga
sumbu tersebut mempunyai panjang yang tidak sama, umumnya sumbu c yang
paling panjang dan sumbu b paling pendek. Pada kondisi sebenarnya, sistem
15
monoklin memiliki axial ratio (perbandingan sumbu) a b c , yang artinya
panjang sumbu-sumbunya tidak ada yang sama panjang atau berbeda satu sama
lain.. Dan juga memiliki sudut kristalografi = = 90 . Hal ini berarti pada
sistem ini, sudut dan saling tegak lurus (90), sedangkan tidak tegak lurus
(miring).

Pada penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonal, sistem


monoklin memiliki perbandingan sumbu a : b : c = sembarang. Artinya tidak ada
patokan yang akan menjadi ukuran panjang pada sumbu-sumbunya pada sistem
ini. Dan sudut antar sumbunya a+/b = 30. Hal ini menjelaskan bahwa antara
sumbu a+ memiliki nilai 45 terhadap sumbu b. Beberapa contoh mineral dengan
sistem kristal monoklin ini adalah Gipsum ((CaSO4).2(H2O)), Azurit (CO3)2,
Manganit (MnO(OH)), Argentite (Ag2S), Diopside (CaMgSi2O6).

Gambar 2.10 Sudut dan sistem kristal monoklin

Sistem monoklin terdiri dari 3 kelas yaitu :

a. Sphenoidal
b. Domatic
c. Prismatic

2.2.7 Sistem Triklin (Anorthic, Assymetric, Clinorhombohedral)

Sistem ini mempunyai 3 sumbu simetri yang satu dengan yang lainnya tidak
saling tegak lurus. Demikian juga panjang masing-masing sumbu tidak sama.
Pada kondisi sebenarnya, sistem triklin memiliki axial ratio (perbandingan
sumbu) a b c , yang artinya panjang sumbu-sumbunya tidak ada yang sama
panjang atau berbeda satu sama lain.. Dan juga memiliki sudut kristalografi =
90. Hal ini berarti, pada system ini, sudut , dan tidak saling tegak lurus
satu dengan yang lainnya.

Pada penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonal, sistem


triklin memiliki perbandingan sumbu a : b : c = sembarang. Artinya tidak ada
patokan yang akan menjadi ukuran panjang pada sumbu-sumbunya pada sistem
ini. Dan sudut antar sumbunya a+/b = 45 ; b/c+= 80. Hal ini menjelaskan bahwa
antara sumbu a+ memiliki nilai 45 terhadap sumbu b dan b membentuk sudut
80 terhadap c+. Beberapa contoh mineral dengan sistem kristal triklin ini adalah
16
Microcline (KAlSi3O8), Anorthite (CaAl2Si2O8), Albite (NaAlSi3O8), Kyanite
(Al2OSiO4).

Gambar 2.11 Sudut dan sistem kristal triklin

Sistem triklin terdiri dari 2 kelas yaitu :

a. Pedial
b. Pinacoidal

Gambar 2.12 Karakteristik dari bentuk kristal dan beberapa contohnya

2.3 DESKRIPSI KRISTAL

17
2.3.1 Jumlah Unsur Simetri

Jumlah unsur simetri adalah notasi-notasi yang digunakan untuk


menjelaskan nilai-nilai yang ada dalam sebuah kristal, nilai sumbu-sumbunya,
jumlah bidang simetrinya, serta titik pusat dari kristal tersebut. Dengan
menentukan nilai jumlah unsur simetri, kita akan dapat mengetahui dimensi-
dimensi yang ada dalam kristal tersebut, yang selanjutnya akan menjadi patokan
dalam penggambarannya.

Unsur simetri yang diamati adalah sumbu, bidang, dan pusat simetri. Cara
penentuannya adalah sebagai berikut:

a. Pada posisi kristal dengan salah satu sumbu utamanya, lakukan


pengamatan terhadap nilai sumbu simetri yang ada. Pengamatan dapat
dilakukan dengan cara memutar kristal dengan poros pada sumbu
utamanya.

b. Perhatikan keterdapatan sumbu simetri tambahan, jika ada tentukan


jumlah serta nilainya, cara menentukan nilainya sama dengan pada
sumbu utama.

c. Amati keterdapatan bidang simetri pada setiap pasangan sumbu simetri


yang ada pada kristal.

d. Amati bentuk kristal terhadap susunan persilangan sumbunya, kemudian


tentukan ada tidaknya titik pusat kristal.

e. Jumlahkan semua sumbu dan bidang simetri (yang bernilai sama) yang
ada.

2.3.2 Herman-Maugin

Dalam pembagian sistem kristal, ada dua simbolisasi yang sering digunakan
yaitu Herman-Mauguin dan Schoenflish. Simbolisasi tersebut adalah simbolisasi
yang dikenal secara umum (simbol Internasional). Simbol Herman-Mauguin
adalah simbol yang menerangkan ada atau tidaknya bidang simetri dalam suatu
kristal yang tegak lurus terhadap sumbu-sumbu utama dalam kristal tersebut. Hal
ini dapat dilakukan dengan mengamati sumbu dan bidang yang ada pada kristal
tersebut. Pemberian simbol Herman-Mauguin ini akan berbeda pada masing-
masing kristal. Dan cara penentuannya pun berbeda pada tiap sistem kristal.

2.3.2.1 Sistem Isometrik

18
a. Bagian 1 : Menerangkan nilai sumbu utama mungkin bernilai
2 atau 4 dan ada tidaknya bidang simetri yang tegak lurus.

4 2
Dinotasikan dengan , 4, 4 , ,2
m m

b. Bagian 2 : Menerangkan sumbu simetri, apakah bernilai 3


atau 6 atau bernilai 3 saja. Dinotasikan dengan 3, atau 3

c. Bagian 3 : Menerangkan ada tidaknya sumbu simetri


intermediet (diagonal) bernilai 2 dan ada tidaknya bidang
simetri diagonal yang tegak lurus terhadap sumbu diagonal

2
tersebut. Dinotasikan dengan , 2, m atau tidak ada.
m

2.3.2.2 Sistem Tetragonal

a. Bagian 1 : Menerangkan nilai sumbu c, mungkin bernilai 4


atau tidak bernilai dan ada tidaknyabidang simetri yang tegak

4
lurus sumbu c. dinotasikan dengan , 4 , 4
m

b. Bagian 2 : Menerangkan ada tidaknya sumbu lateral dan ada


tidaknya bidang simetri yang tegak lurus terhadap sumbu

2
lateral tersebut. Dinotasikan dengan , 2, atau tidak ada.
m

c. Bagian 3 : Menerangkan ada tidaknya sumbu simetri


intermediet dan ada tidaknya bidang simetri yang tegak lurus
terhadap sumbu intermediet tersebut. Dinotasikan dengan 2, 2,
m.

2.3.2.3 Sistem Hexagonal dan Trigonal

a. Bagian 1 : Menerangkan nilai sumbu c (mungkin bernilai 6 ,


6 , 3, 3 ) dan ada tidaknya bidang simetri horizontal

4
yang tegak lurus sumbu c tersebut. Dinotasikan dengan
m
, 6 , 6 , 3, 3

b. Bagian 2 :Menerangkan nilai sumbu lateral (sumbu a, b, d)


dan ada tidaknya bidang simetri vertikal yang tegak lurus.

2
Dinotasikan dengan , 2, m, atau tidak ada.
m

19
c. Bagian 3 :Menerangkan ada tidaknya sumbu simetri
intermediet dan ada tidaknya bidang simetri yang tegak lurus
terhadap sumbu intermediet tersebut. Dinotasikan dengan

2
, 2, m, atau tidak ada.
m

2.3.2.4 Sistem Orthorhombik

a. Bagian 1 :Menerangkan nilai sumbu a dan ada tidaknya


bidang yang tegak lurus sumbu a tersebut. Dinotasikan

2
dengan , 2, m
m

b. Bagian 2 :Menerangkan ada tidaknya nilai sumbu b dan ada


tidaknya bidang simetri yang tegak lurusterhadap sumbu b

2
tersebut. Dinotasikan dengan , 2, m
m

c. Bagian 3 :Menerangkan nilai sumbu c dan ada tidaknya


bidang simetri yang tegak lurus terhadap sumbu tersebut.

2
Dinotasikan dengan ,2
m

2.3.2.5 Sistem Monoklin

Terdiri atas satu bagian, yaitu menerangkan nilai sumbu b dan ada tidaknya
bidang simetri yang tegak lurus sumbu b tersebut.

2.3.2.6 Sistem Triklin

Untuk sistem ini hanya mempunyai dua kelas simetri yang menerangkan
keterdapatan pusat simetri kristal.

a. Mempunyai titik simetri (kelas pinacoidal). Dinotasikan dengan 1 .

b. Tidakmempunyai unsur simetri (kelas assymetric). Dinotasikan dengan


1.

Keseluruhan bagian tersebut diatas harus diselidiki ada tidaknya bidang


simetri yang tegak lurus terhadap sumbu yang dianalisa. Jika ada, maka penulisan
nilai sumbu diikuti dengan huruf m (bidang simetri) dibawahnya. Kecuali untuk
sumbu yang bernilai satu ditulis dengan m saja.

Berikut ini adalah beberapa contoh penulisan simbol Herman-Mauguin


dalam pendeskripsian kristal :
20
6
1) : Sumbu simetri bernilai 6 dan terhadapnya terdapat bidang
m
simetri yang tegak lurus.

2) 3 : Sumbu simetri bernilai 3, namun tidak ada bidang simetri yang


tegak lurus terhadapnya.

3) m : Sumbu simetri bernilai 1 atau tidak bernilai dan terhadapnya


terdapat bidang simetri yang tegak lurus.

2.3.3 Schoenflish

Simbolisasi Scoenflish digunakan untuk menandai atau memberi simbol


pada unsur-unsur simetri suatu kristal. Seperti sumbu-sumbu dan bidang-bidang
simetri. Simbolisasi Schoenflish akan menerangkan unsur-unsur tersebut dengan
menggunakan huruf-huruf dan angka yang masing-masing akan berbeda pada
setiap kristal.

Berbeda dengan Herman-Mauguin yang pemberian simbolnya berbeda-beda


pada masing-masing sistemnya, pada Schoenflish yang berbeda hanya pada
sistem Isometrik. Sedangkan sistem-sistem yang lainnya sama cara penentuan
simbolnya.

3.2.1.1 Sistem Isometrik

Pada sistem ini, simbolisasi yang dilakukan hanya terdiri dari 2 bagian, yaitu :

1) Bagian 1 : Menerangkan nilai sumbu c, apakah bernilai 2 atau 4.

a. Bila bernilai 4, maka dinotasikan dengan huruf O


(Octaheder)

b. Bila bernilai 2, maka dinotasikan dengan huruf T


(Tetraheder)

2) Bagian 2 : Menerangkan keterdapatan bidang simetri.

a. Jika mempunyai bidang simetri horizontal, vertical dan


diagonal, maka diberi notasi huruf h.

b. Jika mempunyai bidang simetri horizontal dan vertical,


maka diberi notasi huruf h.

21
c. Jika mempunyai bidang simetri vertical dan diagonal,
maka diberi notasi huruf v.

d. Jika hanya mempunyai bidang simetri diagonal, maka


diberi notasi huruf d.

3.2.1.2 Sistem Tetragonal, Hexagonal, Trigonal, Orthorhombik,


Monoklin dan Triklin

Pada sistem-sistem ini simbolisasi Schoenflish yang dilakukan terdiri dari


3 bagian, yaitu :

1) Bagian 1 : Menerangkan nilai sumbu lateral atau sumbu


intermediet, terdapat 2 kemungkinan yaitu:

a. Jika bernilai 2, maka dinotasikan dengan huruf D


(Diedrish)

b. Jika tidak bernilai, maka dinotasikan dengan huruf


C (Cyklich)

2) Bagian 2 : Menerangkan nilai dari sumbu c. Penulisannya


dilakukan dengan menuliskan nilai angka nilai sumbu c
tersebut didepan huruf D atau C (dari bagian 1) dan ditulis
agak kebawah.

3) Bagian 3 : Menerangkan keterdapatan bidang


simetri. Penulisan dilakukan dengan menuliskan huruf
yang sesuai sejajar dengan huruf dari bagian 1.

a. Jika mempunyai bidang simetri horizontal, vertikal


dan diagonal, maka dinotasikan dengan huruf h.

b. Jika mempunyai bidang simetri horizontal dan


vertikal, maka dinotasikan dengan huruf h.

c. Jika mempunyai bidang simetri vertikal dan


diagonal, maka dinotasikan dengan huruf v.

d. Jika hanya mempunyai bidang simetri diagonal saja,


maka dinotasikan dengan huruf d.

Tabel 2.3 Contoh Simbolisasi Schoenflish

22
No Kelas Simetri Notasi (Simbolisasi)

1 Hexotahedral Oh

2 Ditetragonal Bipyramidal D4h

3 Hexagonal Pyramidal D6h

4 Trigonal Pyramidal C3v

5 Rhombik Pyramidal C2v

6 Rhombik Dipyramidal C2h

7 Rhombik Disphenoidal C2

8 Domatic Cv

9 Pinacoidal Ci

10 Pedial C

2.3.4 Indeks Miller-Weiss

Indeks Miller dan Weiss adalah salah satu indeks yang sangat penting,
karena indeks ini digunakan pada ancer semua ilmu matematika dan struktur
kristalografi. Indeks Miller dan Weiss pada kristalografi menunjukkan adanya
perpotongan sumbu-sumbu utama oleh bidang-bidang atau sisi-sisi sebuah kristal.
Nilai-nilai pada indeks ini dapat ditentukan dengan menentukan salah satu bidang
atau sisi kristal dan memperhatikan apakah sisi atau bidang tersebut memotong
sumbu-sumbu utama (a, b dan c) pada kristal tersebut.

Selanjutnya setelah mendapatkan nilai perpotongan tersebut, langkah yang


harus dilakukan adalah menentukan nilai dari indeks Miller dan Weiss itu sendiri.
Penilaian dilakukan dengan mengamati berapa nilai dari perpotongan sumbu yang
23
dilalui oleh sisi atau bidang tersebut. Tergantung dari titik dimana sisi atau bidang
tersebut memotong sumbu-sumbu kristal.

Pada dasarnya indeks Miller dan Weiss tidak jauh berbeda, karena apa yang
dijelaskan dan cara penjelasannya sama, yaitu tentang perpotongan sisi atau
bidang dengan sumbu simetri kristal. Yang berbeda hanyalah pada penentuan nilai
indeks. Bila pada Miller nilai perpotongan yang telah didapat sebelumnya
dijadikan penyebut, dengan dengan nilai pembilang sama dengan satu. Maka pada
Weiss nilai perpotongan tersebut menjadi pembilang dengan nilai penyebut sama
dengan satu. Untuk indeks Weiss, memungkinkan untuk mendapat nilai indeks
tidak terbatas, yaitu jika sisi atau bidang tidak memotong sumbu (nilai
perpotongan sumbu sama dengan nol). Dalam praktikum laboratorium
Kristalografi dan Mineralogi jurusan Teknik Pertambangan Universitas Nusa
Cendana disepakati bahwa nilai tidak terbatas ( ~ ) tersebut digantikan atau
disamakan dengan tidak mempunyai nilai (0). Indeks Miller-Weiss ini juga
disebut sebagai ancer bentuk. Hal ini adalah karena indeks ini juga akan
mencerminkan bagaimana bentuk sisi-sisi dan bidang-bidang yang ada pada
kristal terhadap sumbu-sumbu utama kristalnya.

Berikut Adalah Gambar dan Deskripsi Beberapa Kristal dari Praktikum


Kristalografi Pada Laboratorium Krismin Universitas Nusa Cendana

24
LABORATORIUM KRISMIN

JURUSAN T. PERTAMBANGAN UNIVERSITAS NUSA CENDANA


CcCENDANA

Deskripsi Kristal
Sistem Kristal : Isometrik Proyeksi: Orthogonal
Jumlah unsur kristal : 3L4 4L 3 6L 2 9PC
Kelas simetri : Hexoctahedral

(Hm) : 4 2
3
m m

(Sc) : Oh
Nama dan Simbol : Hexahedron { 100 }
Contoh Mineral : Mangan (Mn), Copper (Cu), Chromium (Cr), Platinum (Pt),
Magnetite (Fe3O4) 25

Nama : Norbert M .W. Manoh


Skala a:b:c
< a+/b- =
Nim 30
: 1506100021
2:6:6
Jurusan : Teknik Pertambangan
Deskripsi Kristal :

Sistem Kristal :
Jumlah unsur kristal :
Kelas simetri :
(Hm) :
(Sc) :
Nama dan Simbol :
Contoh Mineral :

LABORATORIUM KRISMIN

JURUSAN T. PERTAMBANGAN UNIVERSITAS NUSA CENDANA

Deskripsi Kristal
Sistem Kristal : Tetragonal Proyeksi: Orthogonal
Jumlah unsur kristal : L4 4L2 5PC
Kelas simetri : Ditetragonal Bipyramidal
4 2 2
(Hm) :
m m m
(Sc) : D4h
Nama dan Simbol : Ditetragonal Prismatik { 110 }
Contoh Mineral :Rutile (TiO2), Kalkopirit (CuFeS2), Indium (In), Kasiterit
(SnO2), Zircon (ZrSiO4) 26

Nama : Norbert M W Manoh


Skala a:b:c
Nim + - : 1506100021
< a / b = 30
Jurusan 1:3:6
: Teknik Pertambangan
Deskripsi Kristal :

Sistem Kristal :
Kelas simetri :
(Hm) :
(Sc) :
Nama dan Simbol :
Contoh Mineral :

LABORATORIUM KRISMIN

Ss
JURUSAN T. PERTAMBANGAN UNIVERSITAS NUSA CENDANA

Deskripsi Kristal
Sistem Kristal : Orthorombic Proyeksi: Orthogonal
Jumlah unsur kristal : 3L2 3PC
Kelas simetri : Orthorombik Dipyramidal
2 2 2
(Hm) :
m m m
(Sc) : D2h
Nama dan Simbol : Orthorhombic Bipyramidal { 011 }
Contoh Mineral : Barite (BaSO4), Sulfur (S), Aragonit (CaCo 3), Anhidrit
(CaSO4), Arsenopirite (FeAsS) 27

Nama : Norbert M W Manoh


Skala a:b:c
< a+/b- =: 1506100021
Nim 30
1:4:6
Jurusan : Teknik Pertambangan
Deskripsi Kristal :

Sistem Kristal :
Jumlah unsur kristal :
Kelas simetri :
(Hm) :
(Sc) :
Nama dan Simbol :

LABORATURIUM KRISMIN

LABORATORIUM KRISMIN

JURUSAN T. PERTAMBANGAN UNIVERSITAS NUSA CENDANA

Deskripsi Kristal
Sistem Kristal : Heksagonal Proyeksi: Orthogonal
Jumlah unsur kristal : L6 6L2 7PC
Kelas simetri : Dihexagonal Bipyramidal
6 2 2
(Hm) :
m m m
(Sc) : D6h
Nama dan Simbol : Dihexagonal prismatik { 1010 }
Contoh Mineral :Arsen(As),Graphite(C),Kuarsa(SiO2),Corundum
(Al2O3),Hematite ( Fe2O3)
28

Nama : Norbert M W Manoh


Skala d:b:c
Nim : 1506100021
< a+/b- = 17
1:3:6
Jurusan : Teknik Pertambangan
< d /b- = 39
+
Deskripsi Kristal :

Sistem Kristal :
Jumlah unsur kristal :
Kelas simetri :
(Hm) :
(Sc) :
Nama dan Simbol :
Contoh Mineral :

LABORATORIUM KRISMIN

JURUSAN T. PERTAMBANGAN UNIVERSITAS NUSA CENDANA

Deskripsi Kristal
Sistem Kristal : Trigonal Proyeksi: Orthogonal
Jumlah unsur kristal : L63 3L2 4PC
Kelas simetri : Ditrigonal Bipyramidal
(Hm) : 6 m 2
(Sc) : D3h
Nama dan Simbol : Ditrigonal Bipiramidal { 1011 }
Contoh Mineral : Siderite (FeCO3),Corundum (Al2O3),Bismut (Bi),Dolomit
(CaMg(CO3)2),Smithsonite(ZnCo3)

29

Nama : Norbert M W Manoh


Skala d:b:c
Nim : 1506100021
+ -
<a /b = 17
Jurusan 1:3:6
: Teknik Pertambangan
+ -
Deskripsi Kristal :

Sistem Kristal : Proyeksi:


Orthogona
Jumlah unsur kristal :
Kelas simetri :
(Hm) :
(Sc) :
Nama dan Simbol :

LABORATORIUM KRISMIN

JURUSAN T. PERTAMBANGAN UNIVERSITAS NUSA CENDANA

Deskripsi Kristal
Sistem Kristal : Monoklin Proyeksi: Orthogonal
Jumlah unsur kristal : L2 PC
Kelas simetri : Prismatik
2
(Hm) :
m
(Sc) : C2h
Nama dan Simbol : Monoklin Hemibypiramid { 111 }
Contoh Mineral : Gipsum ((CaSO4).2(H2O)), Azurit (CO3)2, Manganit
(MnO(OH)), Argentite (Ag2S), Diopside (CaMgSi2O630
)

Nama : Norbert M W Manoh


Skala a:b:c
Nim : 1506100021
+ -
<a /b = 45
Jurusan 1:4:6
: Teknik Pertambangan
Deskripsi Kristal :

Sistem Kristal :
Jumlah unsur kristal :
Kelas simetri :
(Hm) :
(Sc) :
Nama dan Simbol :
Contoh Mineral :

LABORATURIU

LABORATORIUM KRISMIN

JURUSAN T. PERTAMBANGAN UNIVERSITAS NUSA CENDANA

Deskripsi Kristal
Sistem Kristal : Triklin Proyeksi: Orthogonal
Jumlah unsur kristal :C
Kelas simetri : Pinacoidal
(Hm) : 1
(Sc) : Ci
Nama dan Simbol : Triklin Hemibipyramid { 111 }
Contoh Mineral :Microcline (KAlSi3O8), Anorthite (CaAl2Si2O8), Albite
31
(NaAlSi3O8), Kyanite (Al2OsiO5), Kaolinite (Al2OsiO5(OH)4)
Nama : Norbert M W Manoh
Nim : 1506100021
Skala a:b:c
Jurusan
< a+/c- =: Teknik
45 Pertambangan
1:4:6
Deskripsi Kristal :

Sistem Kristal : Proyeksi:


Orthogona
Jumlah unsur kristal :
Kelas simetri :
(Hm) :
(Sc) :
Nama dan Simbol :
Con

32

Anda mungkin juga menyukai