Anda di halaman 1dari 34

PRAKTIKUM KRISTALOGRAFI DAN MINERALOGI

LABORATORIUM BATUAN
JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
PENGGAMBARAN SUMBU KRISTAL

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ilmu pertambangan sangat erat kaitannya dengan sumber daya alam. Karena
pada dasarnya ilmu tambang di maksudkan agar kita yang mempelajarinya dapat
mengambil dan mengelola hasil sumber daya alam tersebut. Mineral merupakan
salah satu sumber daya alam yang menjadi tujuan dari mempelajari ilmu tambang,
terutama mineral-mineral yang berharga atau bernilai ekonomis. Oleh karena itu,
perlu pengkajian lebih dalam mengenai mineral itu sendiri.
Mineral adalah suatu bahan alam yang mempunyai sifat-sifat fisik kimia tetap
dapat berubah unsur tunggal atau persenyawaan kimia yang tetap, pada umumnya
anorganik, homogen, dan bersifat padat. Mineralogi adalah salah satu cabang ilmu
yang mempelajari mengenai mineral, baik dalam bentuk individu maupun dalam
bentuk kesatuan, antara lain mempelajari tentang sifat-sifat fisik, sifat-sifat kimia,
cara terdapatnya, cara terjadinya dan kegunaanya.
Sedangkan kristal adalah zat padat yang mempunyai susunan atom atau
molekul yang teratur, berulang secara 3 (tiga) dimensi (3D) yang dapat mendifraksi
sinar X. Kristal bisa juga dikatakan penyusun mineral atau kristal bisa dikatakan
mineral, namun mineral belum tentu bisa dikatakan sebagai kristal, karena ada
beberapa mineral yang memiliki bentuk tidak beraturan. Dalam mempelajari dan
memahami geometri kristal tentu dibutuhkan sebuah pengelompokkan daripada
masing-masing bentuk kristal tersebut.
Pengelompokkan ini haruslah sistematis dan dapat menjelaskan sifat
masingmasing dari jenis kristal tertentu. Berdasarkan sifat simetrinya, yaitu bidang
dan sumbu simetri, bentuk kristal dibagi menjadi 7 (tujuh), yaitu : Isometrik (Kubik),
Tetragonal, Hexagonal, Trigonal, Orthorombik, Monoklin, dan Triklin. Tujuh sistem
bentuk kristal ini kemudian dapat di kelompokkan menjadi 32 kelas kristal.
Pengelompokkan ini berdasarkan pada jumlah unsur simetri yang di miliki
oleh kristal tersebut. Sistem Isometrik terdiri dari 5 (lima) kelas, sistem Tetragonal
mempunyai 7 (tujuh) kelas, sistem Orthorhombik memiliki 3 (tiga) kelas, Hexagonal
7 (tujuh) kelas dan Trigonal 5 (lima) kelas. Oleh karena itu, maka perlu akan di
lakukan kajian khusus mengenai tentang mineral dan Kristal ( Karyono 2013).
IRA RIZKY AMELIA MUAMMAR
09320180139 09320190124
PRAKTIKUM KRISTALOGRAFI DAN MINERALOGI
LABORATORIUM BATUAN
JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
PENGGAMBARAN SUMBU KRISTAL

1.2 Maksud dan Tujuan

1.2.1 Maksud
Maksud dari praktikum ini adalah agar mahasiswa dapat mengetahui dan
menggambarkan sistem kristal.
1.2.1 Tujuan
a. Praktikan mampu memahami apa itu kristal, mineral, kristalografi dan
mineralogi.
b. Praktikan dapat memahami proses pembentukan kristal.
c. Praktikan dapat menggambarkan 7 (tujuh) macam sistem kristal.
d. Praktikan dapat mengetahui bagian-bagian kristal.
e. Praktikan dapat mengetahui sumbu pada kristal.

1.3 Alat dan Bahan

1.3.1 Alat
a. Pensil mekanik
b. Drawing pen 4 (empat) warna
c. Penggaris 30 cm
d. Busur derajat 360°
e. Alat tulis menulis
1.3.2 Bahan
a. Modul
b. Kertas kalkir A4
c. Kertas grafik A4

IRA RIZKY AMELIA MUAMMAR


09320180139 09320190124
PRAKTIKUM KRISTALOGRAFI DAN MINERALOGI
LABORATORIUM BATUAN
JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
PENGGAMBARAN SUMBU KRISTAL

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kristalografi

Kristalografi adalah ilmu yang mempelajari tentang sifat-sifat geometri dari


kristal terutama perkembangan, pertumbuhan, kenampakan bentuk luar, struktur dalam
(internal) dan sifat-sifat fisis lainnya.
a. Sifat Geometri, memberikan pengertian letak, panjang dan jumlah sumbu kristal
yang menyusun suatu bentuk kristal tertentu dan jumlah serta bentuk luar yang
membatasinya.
b. Perkembangan dan pertumbuhan kenampakkan luar, bahwa disamping  mempelajari
bentuk-bentuk dasar yaitu suatu bidang pada situasi permukaan, juga mempelajari
kombinasi antara satu bentuk kristal dengan bentuk kristal lainnya yang masih dalam
satu sistem kristalografi, ataupun dalam arti kembaran dari kristal yang terbentuk
kemudian.
c. Struktur dalam, membicarakan susunan dan jumlah sumbu-sumbu kristal juga
menghitung parameter dan parameter rasio.
d. Sifat fisis kristal, sangat tergantung pada struktur (susunan atom-atomnya). Besar
kecilnya kristal tidak mempengaruhi, yang penting bentuk dibatasi oleh bidang-
bidang kristal: sehingga akan dikenal 2 zat yaitu kristalin dan non kristalin.

2.2 Kristal

2.2.1 Definisi kristal


Suatu kristal dapat didefinisikan sebagai padatan yang secara esensial
mempunyai pola difraksi tertentu (Senechal, 1995 dalam Hibbard,2002). Jadi, suatu
kristal adalah suatu padatan dengan susunan atom yang berulang secara tiga
dimensional yang dapat mendifraksi sinar X. Kristal secara sederhana dapat
didefinisikan sebagai zat padat yang mempunyai susunan atom atau molekul yang
teratur. Keteraturannya tercermin dalam permukaan kristal yang berupa bidang-
bidang datar dan rata yang mengikuti pola-pola tertentu. Bidang-bidang datar ini
disebut sebagai bidang muka kristal. Sudut antara bidang-bidang muka kristal yang
saling berpotongan besarnya selalu tetap pada suatu kristal. Bidang muka kristal itu
baik letak maupun arahnya ditentukan oleh perpotongannya dengan sumbu-sumbu

IRA RIZKY AMELIA MUAMMAR


09320180139 09320190124
PRAKTIKUM KRISTALOGRAFI DAN MINERALOGI
LABORATORIUM BATUAN
JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
PENGGAMBARAN SUMBU KRISTAL

kristal. Dalam sebuah kristal, sumbu kristal berupa garis bayangan yang lurus yang
menembus kristal melalui pusat kristal. Sumbu kristal tersebut mempunyai satuan
panjang yang disebut sebagai parameter.
2.2.2 Pengertian Kristal
Kata “kristal” berasal dari bahasa Yunani crystallon yang berarti tetesan yang
dingin atau beku. Menurut pengertian kompilasi yang diambil untuk menyeragamkan
pendapat para ahli, maka kristal adalah bahan padat homogen, biasanya anisotrop
dan tembus cahaya serta mengikuti hukum-hukum ilmu pasti sehingga susunan
bidang-bidangnya memenuhi hukum geometri; Jumlah dan kedudukan bidang
kristalnya selalu tertentu dan teratur. Kristal-kristal tersebut selalu dibatasi oleh
beberapa bidang datar yang jumlah dan kedudukannya tertentu. Keteraturannya
tercermin dalam permukaan kristal yang berupa bidang-bidang datar dan rata yang
mengikuti pola-pola tertentu. Bidang-bidang ini disebut sebagai bidang muka kristal.
Sudut antara bidang-bidang muka kristal yang saling berpotongan besarnya selalu
tetap pada suatu kristal. Bidang muka itu baik letak maupun arahnya ditentukan oleh
perpotongannya dengan sumbu-sumbu kristal. Dalam sebuah kristal, sumbu kristal
berupa garis bayangan yang lurus yang menembus kristal melalui pusat kristal.
Sumbu kristal tersebut mempunyai satuan panjang yang disebut sebagai parameter.
Bila ditinjau dan telaah lebih dalam mengenai pengertian kristal, mengandung
pengertian sebagai berikut :
A. Bahan padat homogen, biasanya anisotrop dan tembus cahaya :
1. Tidak termasuk didalamnya cair dan gas
2.Tidak dapat diuraikan kesenyawa lain yang lebih sederhana oleh proses fisika
3.Terbentuknya oleh proses alam
B. Mengikuti hukum-hukum ilmu pasti sehingga susunan bidang-bidangnya
mengikuti hukum geometri :
1. jumlah bidang suatu kristal selalu tetap
2. macam atau model bentuk dari suatu bidang kristal selalu tetap
3. sifat keteraturannya tercermin pada bentuk luar dari kristal yang tetap.
Apabila unsur penyusunnya tersusun secara tidak teratur dan tidak mengikuti
hukum-hukum diatas, atau susunan kimianya teratur tetapi tidak dibentuk oleh proses
alam (dibentuk secara laboratorium), maka zat atau bahan tersebut bukan disebut
sebagai kristal.

IRA RIZKY AMELIA MUAMMAR


09320180139 09320190124
PRAKTIKUM KRISTALOGRAFI DAN MINERALOGI
LABORATORIUM BATUAN
JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
PENGGAMBARAN SUMBU KRISTAL

2.2.3 Proses Pembentukan Kristal


Pada kristal ada beberapa proses atau tahapan dalam pembentukan kristal.
Proses yang di alami oleh suatu kristal akan mempengaruhi sifat-sifat dari kristal
tersebut. Proses ini juga bergantung pada bahan dasar serta kondisi lingkungan
tempat dimana kristal tersebut terbentuk.
Berikut ini adalah fase-fase pembentukan kristal yang umumnya terjadi pada
pembentukan kristal :
A. Fase cair ke padat : kristalisasi suatu lelehan atau cairan sering terjadi pada skala
luas dibawah kondisi alam maupun industri. Pada fase ini cairan atau lelehan dasar
pembentuk kristal akan membeku atau memadat dan membentuk kristal. Biasanya
dipengaruhi oleh perubahan suhu lingkungan.
B. Fase gas ke padat (sublimasi) : kristal dibentuk langsung dari uap tanpa melalui
fase cair. Bentuk kristal biasanya berukuran kecil dan kadang-kadang berbentuk
rangka (skeletal form). Pada fase ini, kristal yang terbentuk adalah hasil sublimasi
gas-gas yang memadat karena perubahan lingkungan. Umumnya gas-gas tersebut
adalah hasil dari aktifitas vulkanis atau dari gunung api dan membeku karena
perubahan temperature.
C. Fase padat ke padat : proses ini dapat terjadi pada agregat kristal dibawah
pengaruh tekanan dan temperatur (deformasi). Yang berubah adalah struktur
kristalnya, sedangkan susunan unsur kimia tetap (rekristalisasi). Fase ini hanya
mengubah kristal yang sudah terbentuk sebelumnya karena terkena tekanan dan
temperatur yang berubah secara signifikan. Sehingga kristal tersebut akan berubah
bentuk dan unsur-unsur fisiknya. Namun, komposisi dan unsur kimianya tidak
berubah karena tidak adanya faktor lain yang terlibat kecuali tekanan dan temperatur.

2.3 Sistem Kristalografi

Dalam mempelajari dan mengenal bentuk kristal secara mendetail, perlu


diadakan pengelompokkan yang sistematis. Pengelompokan itu didasarkan pada
suatu perbandingan panjang, letak (posisi) dan jumlah serta nilai sumbu tegaknya.
Bentuk kristal dibedakan berdasarkan sifat-sifat simetrinya (bidang simetri
dan sumbu simetri) dibagi menjadi tujuh sistem, yaitu : Isometrik, Tetragonal,
Hexagonal, Trigonal, Orthorhombik, Monoklin dan Triklin.

IRA RIZKY AMELIA MUAMMAR


09320180139 09320190124
PRAKTIKUM KRISTALOGRAFI DAN MINERALOGI
LABORATORIUM BATUAN
JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
PENGGAMBARAN SUMBU KRISTAL

Dari tujuh sistem kristal dapat dikelompokkan menjadi 32 kelas kristal.


Pengelompokan ini berdasarkan pada jumlah unsur simetri yang dimiliki oleh kristal
tersebut. Sistem Isometrik terdiri dari lima kelas, sistem Tetragonal mempunyai tujuh
kelas, sistem Orthorhombik memiliki tiga kelas, Hexagonal tujuh kelas dan Trigonal
lima kelas. Selanjutnya Monoklin mempunyai tiga kelas dan Triklin dua kelas.
2.3.1 Sumbu, Sudut dan Bidang Simetri
A. Sumbu simetri
Sumbu simetri adalah garis bayangan yang dibuat menembus pusat kristal, dan bila
kristal diputar dengan poros sumbu tersebut sejauh satu putaran penuh akan
didapatkan beberapa kali kenampakan yang sama. Sumbu simetri dibedakan menjadi
tiga, yaitu : gire, giroide, dan sumbu inversi putar.
B. Sudut simetri
Sudut simetri adalah sudut antar sumbu-sumbu yang berada dalam sebuah
kristal. Sudut-sudut ini berpangkal (dimulai) pada titik persilangan sumbu-sumbu
utama pada kristal yang akan sangat berpengaruh pada bentuk dari kristal itu sendiri.
C. Bidang simetri
Bidang simetri adalah bidang bayangan yang dapat membelah kristal menjadi
dua bagian yang sama, dimana bagian yang satu merupakan pencerminan (refleksi)
dari bagian yang lainnya. Bidang simetri ini dapat dibagi menjadi dua, yaitu bidang
simetri aksial dan bidang simetri menengah. Bidang simetri aksial bila bidang
tersebut membagi kristal melalui dua sumbu utama (sumbu kristal).
Proyeksi orthogonal adalah salah satu metode proyeksi yang digunakan untuk
mempermudah penggambaran. Proyeksi orthogonal ini dapat diaplikasikan hamper
pada semua penggambaran yang berdasarkan hukum-hukum geometri. Contohnya
pada bidang penggambaran teknik, arsitektur, dan juga kristalografi. Pada proyeksi
orthogonal, cara penggambaran adalah dengan menggambarkan atau membuat
persilangan sumbu. Yaitu dengan menggambar sumbu a,b,c dan seterusnya dengan
menggunakan sudut-sudut persilangan atau perpotongan tertentu. Dan pada akhirnya
akan membentuk gambar tiga dimensi dari garis-garis sumbu tersebut dan
membentuk bidang-bidang muka kristal.
1. Sistem Isometrik
Sistem ini juga disebut sistem kristal regular, atau dikenal pula dengan sistem
kristal  kubus atau kubik. Jumlah sumbu kristalnya ada 3 dan saling tegak lurus satu

IRA RIZKY AMELIA MUAMMAR


09320180139 09320190124
PRAKTIKUM KRISTALOGRAFI DAN MINERALOGI
LABORATORIUM BATUAN
JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
PENGGAMBARAN SUMBU KRISTAL

dengan yang lainnya. Dengan perbandingan panjang yang sama untuk masing-
masing sumbunya.
Pada kondisi sebenarnya, sistem kristal Isometrik memiliki axial ratio
(perbandingan sumbu a = b = c, yang artinya panjang sumbu a sama dengan sumbu b
dan sama dengan sumbu c. Dan juga memiliki sudut kristalografi α = β = γ = 90˚. Hal
ini berarti, pada sistem ini, semua sudut kristalnya ( α , β dan γ ) tegak lurus satu
sama lain (90˚).

Gambar 2.1 Sistem Isometrik

Pada penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonal, sistem miliki


perbandingan sumbu a : b : c = 1 : 3 : 3. Artinya, pada sumbu a ditarik garis dengan
nilai 1, pada sumbu b ditarik garis dengan nilai 3, dan sumbu c juga ditarik garis
dengan nilai 3 (nilai bukan patokan, hanya perbandingan). Dan sudut antar sumbunya
a+^bˉ = 30˚. Hal ini menjelaskan bahwa antara sumbu a+ memiliki nilai 30˚ terhadap
sumbu bˉ.
Sistem isometrik dibagi menjadi 5 Kelas :
a) Tetaoidal
b) Gyroida
c) Diploida
d) Hextetrahedral
e) Hexoctahedral
Beberapa contoh mineral dengan system kristal Isometrik ini adalah gold, pyrite,
galena, halite, Fluorite(Pellant, chris: 1992).

IRA RIZKY AMELIA MUAMMAR


09320180139 09320190124
PRAKTIKUM KRISTALOGRAFI DAN MINERALOGI
LABORATORIUM BATUAN
JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
PENGGAMBARAN SUMBU KRISTAL

2. Sistem Tetragonal
Sama dengan system Isometrik, sistem kristal ini mempunyai 3 sumbu kristal
yang masing-masing saling tegak lurus. Sumbu a dan b mempunyai satuan panjang
sama. Sedangkan sumbu c berlainan, dapat lebih panjang atau lebih pendek. Tapi
pada umumnya lebih panjang.
Pada kondisi sebenarnya, Tetragonal memiliki axial ratio (perbandingan sumbu)
a = b ≠ c , yang artinya panjang sumbu a sama dengan sumbu b tapi tidak sama
dengan sumbu c. Dan juga memiliki sudut kristalografi α = β = γ = 90˚. Hal ini
berarti, pada sistem ini, semua sudut kristalografinya ( α , β dan γ ) tegak lurus satu
sama lain (90˚).

Gambar 2.2 Sistem Tetragonal

Pada penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonal, sistem kristal


Tetragonal memiliki perbandingan sumbu a : b : c = 1 : 3 : 6. Artinya, pada sumbu a
ditarik garis dengan nilai 1, pada sumbu b ditarik garis dengan nilai 3, dan sumbu c
ditarik garis dengan nilai 6 (nilai bukan patokan, hanya perbandingan). Dan sudut
antar sumbunya a+^bˉ = 30˚. Hal ini menjelaskan bahwa antara sumbu a+ memiliki
nilai 30˚ terhadap sumbu bˉ.
Sistem tetragonal dibagi menjadi 7 kelas:
a. Piramid
b. Bipiramid
c. Bisfenoid

IRA RIZKY AMELIA MUAMMAR


09320180139 09320190124
PRAKTIKUM KRISTALOGRAFI DAN MINERALOGI
LABORATORIUM BATUAN
JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
PENGGAMBARAN SUMBU KRISTAL

d. Trapezohedral
e. Ditetragonal Piramid
f. Skalenohedral
g. Ditetragonal Bipiramid
Beberapa contoh mineral dengan sistem kristal Tetragonal ini adalah rutil,
autunite, pyrolusite, Leucite, scapolite (Pellant, Chris: 1992)
3. Sistem Hexagonal
Sistem ini mempunyai 4 sumbu kristal, dimana sumbu c tegak lurus terhadap
ketiga sumbu lainnya. Sumbu a, b, dan d masing-masing membentuk sudut 120˚
terhadap satu sama lain. Sambu a, b, dan d memiliki panjang sama. Sedangkan
panjang c berbeda, dapat lebih panjang atau lebih pendek (umumnya lebih panjang).
Pada kondisi sebenarnya, sistem kristal Hexagonal memiliki axial ratio
(perbandingan sumbu) a = b = d ≠ c , yang artinya panjang sumbu a sama dengan
sumbu b dan sama dengan sumbu d, tapi tidak sama dengan sumbu c. Dan juga
memiliki sudut kristalografi α = β = 90˚ ; γ = 120˚. Hal ini berarti, pada sistem ini,
sudut α dan β saling tegak lurus dan membentuk sudut 120˚ terhadap sumbu γ.

Gambar 2.3 Sistem Hexagonal

Pada penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonal, sistem Hexagonal


memiliki perbandingan sumbu a : b : c = 1 : 3 : 6. Artinya, pada sumbu a ditarik garis
dengan nilai 1, pada sumbu b ditarik garis dengan nilai 3, dan sumbu c ditarik garis
dengan nilai 6 (nilai bukan patokan, hanya perbandingan). Dan sudut antar sumbunya

IRA RIZKY AMELIA MUAMMAR


09320180139 09320190124
PRAKTIKUM KRISTALOGRAFI DAN MINERALOGI
LABORATORIUM BATUAN
JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
PENGGAMBARAN SUMBU KRISTAL

a+^bˉ = 20˚ ; dˉ^b+= 40˚. Hal ini menjelaskan bahwa antara sumbu a+ memiliki nilai
20˚ terhadap sumbu bˉ dan sumbu dˉ membentuk sudut 40˚ terhadap sumbu b+.
Sistem  ini dibagi menjadi 7:
a. Hexagonal Piramid
b. Hexagonal Bipramid
c. Dihexagonal Piramid
d. Dihexagonal Bipiramid
e. Trigonal Bipiramid
f. Ditrigonal Bipiramid
g. Hexagonal Trapezohedral
Beberapa contoh mineral dengan sistem kristal Hexagonal ini adalah quartz,
corundum, hematite, calcite, dolomite, apatite. (Mondadori, Arlondo. 1977)
4. Sistem Trigonal
Jika kita membaca beberapa referensi luar, sistem ini mempunyai nama lain yaitu
Rhombohedral, selain itu beberapa ahli memasukkan sistem ini kedalam sistem
kristal Hexagonal. Demikian pula cara penggambarannya juga sama. Perbedaannya,
bila pada sistem Trigonal setelah terbentuk bidang dasar, yang terbentuk segienam,
kemudian dibentuk segitiga dengan menghubungkan dua titik sudut yang melewati
satu titik sudutnya.
Pada kondisi sebenarnya, Trigonal memiliki axial ratio (perbandingan sumbu) a =
b = d ≠ c , yang artinya panjang sumbu a sama dengan sumbu b dan sama dengan
sumbu d, tapi tidak sama dengan sumbu c. Dan juga memiliki sudut kristalografi α =
β = 90˚ ; γ = 120˚. Hal ini berarti, pada sistem ini, sudut α dan β saling tegak lurus
dan membentuk sudut 120˚ terhadap sumbu γ.

IRA RIZKY AMELIA MUAMMAR


09320180139 09320190124
PRAKTIKUM KRISTALOGRAFI DAN MINERALOGI
LABORATORIUM BATUAN
JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
PENGGAMBARAN SUMBU KRISTAL

Gambar 2.4 Sistem Trigonal

Pada penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonal, sistem kristal


Trigonal memiliki perbandingan sumbu a : b : c = 1 : 3 : 6. Artinya, pada sumbu a
ditarik garis dengan nilai 1, pada sumbu b ditarik garis dengan nilai 3, dan sumbu c
ditarik garis dengan nilai 6 (nilai bukan patokan, hanya perbandingan). Dan sudut
antar sumbunya a+^bˉ = 20˚ ; dˉ^b+= 40˚. Hal ini menjelaskan bahwa antara sumbu
a+ memiliki nilai 20˚ terhadap sumbu bˉ dan sumbu dˉ membentuk sudut 40˚
terhadap sumbu b+.
Sistem ini dibagi menjadi 5 kelas:
a. Trigonal pyramid
b. Trigonal Trapezohedral
c. Ditrigonal Piramid
d. Ditrigonal Skalenohedral
e. Rombohedral
Beberapa contoh mineral dengan sistem kristal Trigonal ini
adalah  tourmaline  dan cinabar (Mondadori, Arlondo. 1977)
5. Sistem Orthorhombik
Sistem ini disebut juga sistem Rhombis dan mempunyai 3 sumbu simetri kristal
yang saling tegak lurus satu dengan yang lainnya. Ketiga sumbu tersebut mempunyai
panjang yang berbeda.
Pada kondisi sebenarnya, sistem kristal Orthorhombik memiliki axial ratio
(perbandingan sumbu) a ≠ b ≠ c , yang artinya panjang sumbu-sumbunya tidak ada
IRA RIZKY AMELIA MUAMMAR
09320180139 09320190124
PRAKTIKUM KRISTALOGRAFI DAN MINERALOGI
LABORATORIUM BATUAN
JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
PENGGAMBARAN SUMBU KRISTAL

yang sama panjang atau berbeda satu sama lain. Dan juga memiliki sudut
kristalografi α = β = γ = 90˚. Hal ini berarti, pada sistem ini, ketiga sudutnya saling
tegak lurus (90˚).

Gambar 2.5 Sistem Orthorhombik

Pada penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonal, sistem


Orthorhombik memiliki perbandingan sumbu a : b : c = sembarang. Artinya tidak ada
patokan yang akan menjadi ukuran panjang pada sumbu-sumbunya pada sistem ini.
Dan sudut antar sumbunya a+^bˉ = 30˚. Hal ini menjelaskan bahwa antara sumbu a+
memiliki nilai 30˚ terhadap sumbu bˉ.
Sistem ini dibagi menjadi 3 kelas:
a. Bisfenoid
b. Piramid
c. Bipiramid
Beberapa contoh mineral denga sistem kristal Orthorhombik ini adalah stibnite,
chrysoberyl, aragonite dan witherite (Pellant, chris. 1992)
6. Sistem Monoklin
Monoklin artinya hanya mempunyai satu sumbu yang miring dari tiga sumbu
yang dimilikinya. Sumbu a tegak lurus terhadap sumbu n; n tegak lurus terhadap
sumbu c, tetapi sumbu c tidak tegak lurus terhadap sumbu a. Ketiga sumbu tersebut
mempunyai panjang yang tidak sama, umumnya sumbu c yang paling panjang dan
sumbu b paling pendek.
Pada kondisi sebenarnya, sistem Monoklin memiliki axial ratio (perbandingan
sumbu) a ≠ b ≠ c , yang artinya panjang sumbu-sumbunya tidak ada yang sama

IRA RIZKY AMELIA MUAMMAR


09320180139 09320190124
PRAKTIKUM KRISTALOGRAFI DAN MINERALOGI
LABORATORIUM BATUAN
JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
PENGGAMBARAN SUMBU KRISTAL

panjang atau berbeda satu sama lain. Dan juga memiliki sudut kristalografi α = β =
90˚ ≠ γ. Hal ini berarti, pada ancer ini, sudut α dan β saling tegak lurus (90˚),
sedangkan γ tidak tegak lurus (miring).

Gambar 2.6 Sistem Monoklin

Pada penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonal, sistem kristal


Monoklin memiliki perbandingan sumbu a : b : c = sembarang. Artinya tidak ada
patokan yang akan menjadi ukuran panjang pada sumbu-sumbunya pada sistem ini.
Dan sudut antar sumbunya a+^bˉ = 30˚. Hal ini menjelaskan bahwa antara sumbu a+
memiliki nilai 45˚ terhadap sumbu bˉ.
Sistem Monoklin dibagi menjadi 3 kelas:
a. Sfenoid
b. Doma
c. Prisma

Beberapa contoh mineral dengan ancer kristal Monoklin ini adalah  azurite, 
malachite, colemanite, gypsum, dan epidot  (Pellant, chris. 1992)

7. Sistem Triklin
Sistem ini mempunyai 3 sumbu simetri yang satu dengan yang lainnya tidak
saling tegak lurus. Demikian juga panjang masing-masing sumbu tidak sama. Pada
kondisi sebenarnya, sistem kristal Triklin memiliki axial ratio (perbandingan sumbu)

IRA RIZKY AMELIA MUAMMAR


09320180139 09320190124
PRAKTIKUM KRISTALOGRAFI DAN MINERALOGI
LABORATORIUM BATUAN
JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
PENGGAMBARAN SUMBU KRISTAL

a ≠ b ≠ c , yang artinya panjang sumbu-sumbunya tidak ada yang sama panjang atau
berbeda satu sama lain. Dan juga memiliki sudut kristalografi α = β ≠ γ ≠ 90˚. Hal ini
berarti, pada system ini, sudut α, β dan γ tidak saling tegak lurus satu dengan yang
lainnya.

Gambar 2.7 Sistem Triklin

Pada penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonal, Triklin memiliki


perbandingan sumbu a : b : c = sembarang. Artinya tidak ada patokan yang akan
menjadi ukuran panjang pada sumbu-sumbunya pada sistem ini. Dan sudut antar
sumbunya a+^bˉ = 45˚ ; bˉ^c+= 80˚. Hal ini menjelaskan bahwa antara sumbu a+
memiliki nilai 45˚ terhadap sumbu bˉ dan bˉ membentuk sudut 80˚ terhadap c+.
Sistem ini dibagi menjadi 2 kelas:
a. Pedial
b. Pinakoidal
Beberapa contoh mineral dengan ancer kristal Triklin ini adalah albite, anorthite,
labradorite, kaolinite,microcline dan anortoclase (Pellant, chris. 1992)

IRA RIZKY AMELIA MUAMMAR


09320180139 09320190124
PRAKTIKUM KRISTALOGRAFI DAN MINERALOGI
LABORATORIUM BATUAN
JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
PENGGAMBARAN SUMBU KRISTAL

BAB III
PROSEDUR PERCOBAAN

Pertama-tama yaitu siapkan alat dan bahan yang digunakan.kemudian


menyiapkan kertas grafik untuk menulis keteragan pada sumbu dari tujuh sistem
kristal sesuai arahan aisisten di laboratorium.
Untuk membuat sistem kristal Isometrik, pertama menentukan nilai setiap
sumbu dengan perbandingan sumbu a = b = c dengan perbandingan (1 : 3 : 3) dengan
perbesaran 3 kali, (3 : 9 : 9). Kemudian menggambar garis sumbu c sesuai dengan
panjang 9 cm. Setelah itu, menggambar garis sumbu b+ sebesar 90° (tegak lurus)
terhadap sumbu c+ dengan panjang 9 cm, lalu tarik sumbu a sebesar 30° terhadap
sumbu b- dengan panjang 3 cm. Kemudian pada penggambaran sistem kristal
Tetragonal, pertama tentukan nilai setiap sumbu a = b≠ c dengan perbandingan (1 : 3
: 6) dengan perbesaran 3 kali, (3 : 9 : 18). Kemudian tarik sumbu c sesuai dengan
panjang 18 cm. Setelah itu tarik sumbu b+ sebesar 90° (tegak lurus) terhadap sumbu
c+ dengan panjang 9 cm, lalu tarik sumbu a+ sebesar 30° terhadap sumbu b- dengan
panjang 3 cm. Kemudian sistem kristal Hexagonal, pertama tentukan nilai setiap
sumbu a = b= d ≠ c dengan perbandingan (2 : 3 : 6 : 1) dengan perbesaran 3 kali, ( 6 :
9 : 18 : 3). Kemudian tarik sumbu c dengn panjang 18 cm. Setelah itu tarik sumbu
b+ sebesar 90° terhadap sumbu c+ dengan panjang 3 cm, lalu tarik sumbu a+ sebesar
17° terhadap sumbu b- dengan panjang 6 cm dan tarik sumbu d- sebesar 39° terhadap
sumbu b+ dengan panjang 3 cm.
Untuk membuat sistem kristal Trigonal, pertama tentukan nilai setiap sumbu
a = b = c ≠ d dengan perbandingan (1 : 3 : 6 : 1) dengan perbesaran 3 kali, (3 : 9 :
18 : 3). Kemudian tarik sumbu c dengan panjang 18 cm. Setelah itu tarik sumbu b+
sebesar 90° terhadap sumbu c+ dengan panjang 9 cm, lalu tarik sumbu a+ sebesar
17° terhadap sumbu b- dengan panjang 3 cm dan tarik sumbu d- sebesar 39° terhadap
sumbu b+ dengan panjang 3 cm. Kemudian pada penggambaran sumbu Untuk
membuat sistem kristal Orthorombik, pertama tentukan nilai setiap sumbu a ≠ b ≠ c
dengan perbandingan (1 : 4 : 6) dengan perbesaran 3 kali, (3 : 12 : 18). Kemudian
tarik sumbu c dengan panjang 18 cm. Setelah itu tarik sumbu b+ sebesar 90°

IRA RIZKY AMELIA MUAMMAR


09320180139 09320190124
PRAKTIKUM KRISTALOGRAFI DAN MINERALOGI
LABORATORIUM BATUAN
JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
PENGGAMBARAN SUMBU KRISTAL

terhadap sumbu c+ dengan panjang 9 cm, lalu tarik sumbu a+ sebesar 30° terhadap
sumbu b- dengan panjang 3 cm. Kemudian untuk kristal monoklin , pertama tentukan
nilai setiap sumbu a ≠ b ≠ c dengan perbandingan (4: 2 : 6) dengan perbesaran 3 kali,
(12 : 6 : 18). Kemudian tarik sumbu c dengan panjang 18 cm. Setelah itu tarik
sumbu b+ sebesar 90° terhadap sumbu c+ dengan panjang 6 cm, lalu tarik sumbu a+
sebesar 45° terhadap sumbu b- 12 cm.
Terakhir pada sistem kristal triklin pertama tentukan nilai setiap
sumbu a ≠ b ≠ c dengan perbandingan (1 : 3 : 6) dengan perbesaran 3 kali, (3 : 9 :
18). Kemudian tarik sumbu c dengan panjang 18 cm. Setelah itu tarik sumbu b+
sebesar 80° terhadap sumbu c+ dengan panjang 9 cm, lalu tarik sumbu a sebesar
45° terhadap sumbu b- dengan panjang 3 cm.

IRA RIZKY AMELIA MUAMMAR


09320180139 09320190124
PRAKTIKUM KRISTALOGRAFI DAN MINERALOGI
LABORATORIUM BATUAN
JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
PENGGAMBARAN SUMBU KRISTAL

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHSAN

4.1 Hasil

4.1.1 Sistem Kristal Isometrik

IRA RIZKY AMELIA MUAMMAR


09320180139 09320190124
PRAKTIKUM KRISTALOGRAFI DAN MINERALOGI
LABORATORIUM BATUAN
JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
PENGGAMBARAN SUMBU KRISTAL

4.1.1 Sistem Kristal Isometrik kertas hvs

4.1.1 Sistem Kristal Isometrik

IRA RIZKY AMELIA MUAMMAR


09320180139 09320190124
PRAKTIKUM KRISTALOGRAFI DAN MINERALOGI
LABORATORIUM BATUAN
JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
PENGGAMBARAN SUMBU KRISTAL

Gambar 4.1.1 Sistem Kristal Isometrik kertas kalkir

4.1.2 Sistem Kristal Tetragonal

IRA RIZKY AMELIA MUAMMAR


09320180139 09320190124
PRAKTIKUM KRISTALOGRAFI DAN MINERALOGI
LABORATORIUM BATUAN
JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
PENGGAMBARAN SUMBU KRISTAL

Gambar 4.2. Sistem kristal tetragonal Kertas hvs

4.1.2 Sistem Kristal Tetragonal

IRA RIZKY AMELIA MUAMMAR


09320180139 09320190124
PRAKTIKUM KRISTALOGRAFI DAN MINERALOGI
LABORATORIUM BATUAN
JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
PENGGAMBARAN SUMBU KRISTAL

Gambar 4.2. Sistem kristal tetragonal Kertas kalkir


4.1.3 Sistem Kristal Trigonal

IRA RIZKY AMELIA MUAMMAR


09320180139 09320190124
PRAKTIKUM KRISTALOGRAFI DAN MINERALOGI
LABORATORIUM BATUAN
JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
PENGGAMBARAN SUMBU KRISTAL

Gambar 4.3 Sistem kristal trigonal HVS


4.1.3 Sistem Kristal Trigonal

IRA RIZKY AMELIA MUAMMAR


09320180139 09320190124
PRAKTIKUM KRISTALOGRAFI DAN MINERALOGI
LABORATORIUM BATUAN
JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
PENGGAMBARAN SUMBU KRISTAL

Gambar 4.3 Sistem kristal trigonal Kalkir


4.1.4 Sistem Kristal Hexagonal

Gambar 4.4. Sistem kristal hexagonal kertas hvs

IRA RIZKY AMELIA MUAMMAR


09320180139 09320190124
PRAKTIKUM KRISTALOGRAFI DAN MINERALOGI
LABORATORIUM BATUAN
JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
PENGGAMBARAN SUMBU KRISTAL

4.1.4 Sistem Kristal Hexagonal

Gambar 4.4. Sistem kristal hexagonal kertas kalkir

IRA RIZKY AMELIA MUAMMAR


09320180139 09320190124
PRAKTIKUM KRISTALOGRAFI DAN MINERALOGI
LABORATORIUM BATUAN
JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
PENGGAMBARAN SUMBU KRISTAL

4.5 Sistem Kristal Orthorombik

Gambar 4.5. Sistem kristal orthorombik kertas hvs

IRA RIZKY AMELIA MUAMMAR


09320180139 09320190124
PRAKTIKUM KRISTALOGRAFI DAN MINERALOGI
LABORATORIUM BATUAN
JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
PENGGAMBARAN SUMBU KRISTAL

4.5 Sistem Kristal Orthorombik

Gambar 4.5. Sistem kristal orthorombik kertas kalkir

IRA RIZKY AMELIA MUAMMAR


09320180139 09320190124
PRAKTIKUM KRISTALOGRAFI DAN MINERALOGI
LABORATORIUM BATUAN
JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
PENGGAMBARAN SUMBU KRISTAL

4.6 Sistem Kristal Monoklin

Gambar 4.6. Sistem kristal monoklin kertas hvs

IRA RIZKY AMELIA MUAMMAR


09320180139 09320190124
PRAKTIKUM KRISTALOGRAFI DAN MINERALOGI
LABORATORIUM BATUAN
JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
PENGGAMBARAN SUMBU KRISTAL

4.6 Sistem Kristal Monoklin

IRA RIZKY AMELIA MUAMMAR


09320180139 09320190124
PRAKTIKUM KRISTALOGRAFI DAN MINERALOGI
LABORATORIUM BATUAN
JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
PENGGAMBARAN SUMBU KRISTAL

Gambar 4.6. Sistem kristal monoklin kertas kalkir

4.7 Sistem Kristal Triklin

IRA RIZKY AMELIA MUAMMAR


09320180139 09320190124
PRAKTIKUM KRISTALOGRAFI DAN MINERALOGI
LABORATORIUM BATUAN
JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
PENGGAMBARAN SUMBU KRISTAL

Gambar 4.7. Sistem kristal triklin kertas hvs


4.7 Sistem Kristal Triklin

IRA RIZKY AMELIA MUAMMAR


09320180139 09320190124
PRAKTIKUM KRISTALOGRAFI DAN MINERALOGI
LABORATORIUM BATUAN
JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
PENGGAMBARAN SUMBU KRISTAL

Gambar 4.7. Sistem kristal triklin kertas kalkir


4.2 Pembahasan

4.1.1 Sistem Kristal Isometrik


Untuk membuat sistem kristal Isometrik, pertama menentukan nilai setiap
sumbu dengan perbandingan sumbu a = b = c dengan perbandingan (1 : 3 : 3) dengan
perbesaran 3 kali, (3 : 9 : 9). Kemudian menggambar garis sumbu c sesuai dengan
panjang 9 cm. Setelah itu, menggambar garis sumbu b+ sebesar 90° (tegak lurus)
terhadap sumbu c+ dengan panjang 9 cm, lalu tarik sumbu a sebesar 30° terhadap
sumbu b- dengan panjang 3 cm.
4.2.2 Sistem Kristal Tetragonal
Untuk membuat sistem kristal Tetragonal, pertama tentukan nilai setiap
sumbu a = b≠ c dengan perbandingan (1 : 3 : 6) dengan perbesaran 3 kali, (3 : 9 : 18).
Kemudian tarik sumbu c sesuai dengan panjang 18 cm. Setelah itu tarik sumbu b+
sebesar 90° (tegak lurus) terhadap sumbu c+ dengan panjang 9 cm, lalu tarik sumbu
a+ sebesar 30° terhadap sumbu b- dengan panjang 3 cm.
4.2.3 Sistem Kristal Trigonal
Untuk membuat sistem kristal Trigonal, pertama tentukan nilai setiap sumbu
a = b = c ≠ d dengan perbandingan (1 : 3 : 6 : 1) dengan perbesaran 3 kali, (3 : 9 :
18 : 3). Kemudian tarik sumbu c dengan panjang 18 cm. Setelah itu tarik sumbu b+
sebesar 90° terhadap sumbu c+ dengan panjang 9 cm, lalu tarik sumbu a+ sebesar
17° terhadap sumbu b- dengan panjang 3 cm dan tarik sumbu d- sebesar 39° terhadap
sumbu b+ dengan panjang 3 cm.
4.2.4 Sistem Kristal Hexagonal
Untuk membuat sistem kristal Hexagonal, pertama tentukan nilai setiap
sumbu a = b= d ≠ c dengan perbandingan (2 : 3 : 6 : 1) dengan perbesaran 3 kali, ( 6 :
9 : 18 : 3). Kemudian tarik sumbu c dengn panjang 18 cm. Setelah itu tarik sumbu
b+ sebesar 90° terhadap sumbu c+ dengan panjang 3 cm, lalu tarik sumbu a+ sebesar
17° terhadap sumbu b- dengan panjang 6 cm dan tarik sumbu d- sebesar 39° terhadap
sumbu b+ dengan panjang 3 cm.
4.2.5 Sistem Kristal Orthorombik
Untuk membuat sistem kristal Orthorombik, pertama tentukan nilai setiap
sumbu a ≠ b ≠ c dengan perbandingan (1 : 4 : 6) dengan perbesaran 3 kali, (3 : 12 :

IRA RIZKY AMELIA MUAMMAR


09320180139 09320190124
PRAKTIKUM KRISTALOGRAFI DAN MINERALOGI
LABORATORIUM BATUAN
JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
PENGGAMBARAN SUMBU KRISTAL

18). Kemudian tarik sumbu c dengan panjang 18 cm. Setelah itu tarik sumbu b+
sebesar 90° terhadap sumbu c+ dengan panjang 9 cm, lalu tarik sumbu a+ sebesar
30° terhadap sumbu b- dengan panjang 3 cm.
4.2.6 Sistem Kristal Monoklin
Untuk membuat sistem kristal Monoklin, pertama tentukan nilai setiap sumbu
a ≠ b ≠ c dengan perbandingan (4: 2 : 6) dengan perbesaran 3 kali, (12 : 6 : 18).
Kemudian tarik sumbu c dengan panjang 18 cm. Setelah itu tarik sumbu b+ sebesar
90° terhadap sumbu c+ dengan panjang 6 cm, lalu tarik sumbu a+ sebesar 45°
terhadap sumbu b- 12 cm.
4.2.7 Sistem Kristal Triklin
Untuk membuat sistem kristal Triklin, pertama tentukan nilai setiap sumbu a
≠ b ≠ c dengan perbandingan (1 : 3 : 5) dengan perbesaran 3 kali, (3 : 9 : 15).
Kemudian tarik sumbu cdengan panjang 15 cm. Setelah itu tarik sumbu b+ sebesar
80° terhadap sumbu c+ dengan panjang 9 cm, lalu tarik sumbu a sebesar 45°
terhadap sumbu b- dengan panjang 3 cm.

IRA RIZKY AMELIA MUAMMAR


09320180139 09320190124
PRAKTIKUM KRISTALOGRAFI DAN MINERALOGI
LABORATORIUM BATUAN
JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
PENGGAMBARAN SUMBU KRISTAL

BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Kristal adalah suatu padatan yang atom, molekul, atau ion penyusunnya
terkemas secara teratur dan polanya berulang melebar secara tiga dimensi.
Kristalografi adalah ilmu yang mempelajari tentang sifat-sifat geometri dari kristal
terutama perkembangan, pertumbuhan, kenampakan bentuk luar, struktur dalam
(internal) dan sifat-sifat fisis lainnya.
Adapun proses pembentukan kristal terdiri dari beberapa fase, yaitu fase cair
ke padat, fase gas ke padat (sublimasi), dan fase padat ke padat. Bagian-bagian
kristal terdiri dari sumbu utama, sumbu bidang, sumbu simetri, dan pusat centrum.
Sistem kristal terdiri atas 7 (tujuh) yaitu, Isometrik, Tetragonal, Trigonal,
Hexagonal, Orthorombik, Monoklin, dan Triklin.

5.2 Saran

5.2.1 Saran Untuk Laboratorium


Untuk laboratorium agar kiranya membersihkan alat yang sudah di gunakan
asesudah praktikan.

5.2.2 Saran Untuk Asisten


Tetap menjadi asisten yang baik terhadap praktikan dan terus semangat dalam
mengajar praktikan baik dalam praktikan maupun pada saat praktikan.

IRA RIZKY AMELIA MUAMMAR


09320180139 09320190124
PRAKTIKUM KRISTALOGRAFI DAN MINERALOGI
LABORATORIUM BATUAN
JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
PENGGAMBARAN SUMBU KRISTAL

DAFTAR PUSTAKA

http://mjayasaputra.blogspot.com/2016/04/v-behaviorurldefaultvmlo.html
https://id.wikipedia.org/wiki/Kristal
http://krismintpunpar.blogspot.com/2012/06/definisi-kristalografi.html
http://sinauedutekno.blogspot.com/2015/03/klasifikasi-kristal-dan-unsur-simetri.html

IRA RIZKY AMELIA MUAMMAR


09320180139 09320190124

Anda mungkin juga menyukai